Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Disusun Oleh :
NAMA :RADA FEBRIA ADDELVI
NIM :19001001

DOSEN PEMBIMBING :
Ns.Asmiati .SE.S.KEP M.KEP CBWM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIkes CERIA BUANA LUBUK BASUNG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha kuasa yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga makalah KONSEP KOMUNIKASI

TERAPEUTIK ini dapat kami selesaikan .


KONSEP KOMUNIKASI TERAPEUTIK ini bertujuan untuk memberikan laporan kepada
dosen atau mahasiswa yang bersangkutan.Dalam makalah ini disajikan informasi
mengenai hasil diskusi yang telah kami lakukan mengenai tokoh keperawatan yang
kami pilih
Makalah ini tentu masih banyak kekurangan,Oleh karena itu,kririk dan saran
selalu penulis harapkan agar menjadi pedoman dimasa yang akan datang. Akhir
kata banyak kami ucapkan.
Terima kasih.
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................................
Daftar isi....................................................................................................................................
BAB I Pendahuluan..................................................................................................................
1.  Latar belakang...............................................................................................................
2.  Tujuan............................................................................................................................
3.  Manfaat..........................................................................................................................
BAB II Pembahasan..................................................................................................................
BAB II Penutup.......................................................................................................................
1.   Kesimpulan...................................................................................................................
2.   Saran.............................................................................................................................
Daftar pustaka.........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
            Komunikasi mempunyai banyak sekali makna dan sangat bergantung pada
konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi beberapa orang, komunikasi
merupakan pertukaran informasi diantara dua orang atau lebih, atau dengan kata
lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya antara lain:  berbicara dan
mendengarkan atau menulis dan membaca, melukis, menari, bercerita dan lain
sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa segala bentuk upaya penyampaian
pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga
gerakan tubuh atau gesture (non-verbal), adalah komunikasi.
            Komunikasi merupakan suatu proses karena melalui komunikasi seseorang
menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi dalam hal ini mempunyai
dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain dan untuk mendapatkan informasi.
Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi yang memiliki
kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan komunikasi
yang tidak memiliki  kegunaan atau tidak berguna (menghambat/blok penyampaian
informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan
yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu
hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau
hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh
seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai
dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
            Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen
dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek.
Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau
melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau
akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu, komunikan juga dapat
memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah suatu
komunikasi yang lebih lanjut.
            Keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill yang harus dimiliki
oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan
untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi
kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup,
menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri
dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam
keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan.
Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam
mengumpulkan data,  melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi
pelaksanaan dari intervensi yang telah  dilakukan, melakukan perubahan untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang
berkaitan dengan proses keperawatan.
            Proses komunikasi dibangun berdasarkan  hubungan saling percaya dengan
klien dan keluarganya. Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam
menciptakan hubungan antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979)
dan Amsyari (1995) menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak
dapat bersikap masa bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang (perawat) 
yang tidak care dengan orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang
tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan orang lain
(pasien), unit kerjanya dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat
dengan pasien pada umumnya menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni
komunikasi intrapersonal, interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula
ditegaskan dalam Poter dan Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya
terjadi dalam tiga tahapan yakni komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri
individu sendiri), interpersonal (interaksi antara  dua orang atau kelompok kecil)
dan publik (interaksi dalam kelompok besar).

2 .Rumusan Masalah
Bagaimana konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-
klien itu ?

3.Tujuan
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal
perawat-klien.
maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan
take and give antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan
menerima. 
BAB II
PEMBAHASAN

   Konsep komunikasi terapeutik.


2.1 Definisi komunikasi terapeutik.
           
bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat –
klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi
adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi adalah berhubungan.
Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi
(Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)

            Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun
perawat yang diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara
perawat – klien, yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai
tujuan hubungan

            Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan Komunikasi


dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan 
pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien
dapat dipenuhi. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997).  Northouse (1998) mendefinisikan
komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan
bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara  perawat
dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar 
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan
S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan
kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman
dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
            Definisi komunikasi menurut para ahli :
            Menurut As Homby (1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001)
mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni
dari penyembuhan. Hal yang menggambarkan bahwa dalam menjalani proses
komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai
pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan
keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan

            Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi


dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang
professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan
emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan.
(Mundakir, 2006)

            Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah


komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya
difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional
yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Mundakir, 2006)

            Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi


interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir, 2006)

            Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar,


bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.

            Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau


keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang
lain.

            Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan


interpesonal antara perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional pasien.
            Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan saling percaya antara
perawat – klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-
tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan
keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat
dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki dari aspek kapasitas
dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan yang dimiliki
perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas
pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis
dalam menjalani proses pelayanan keperawatan.
           
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi
yang adaptif dan positif.

2.2 Tujuan komunikasi terapeutik.


            Peaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas dan mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan
guna mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada hal hal yang
diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat interaksi
kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional
dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi
terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan pribadi
klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.

Komunikasi terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal


berikut ini.
a. Penerimaan diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya atau merasa rendah
diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau bidan akan mampu
menerima dirinya. Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah cara pandang
klien tentang dirinya dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan
menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh orang lain. Dengan
komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan
dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya
(Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan yang realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa
mengukur kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi seperti itu adalah
membimbing klien dalam membuat tujuan ayng realistis serta menignkatkan
kemampuan klien memenuhi kemampuan dirinya.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status, peran, dan jenis kelamin
klien. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak
mempunyai rasa percaya diri dan juga memiliki harga diri yang rendah. Perawat
diharapkan membantu klien untuk meningkatkan integritas dirinya dan identitas
diri klien melalui komunikasinya.

Perawat yang terampil tidak akan mendominasi interaksi sosial, melainkan


akan berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi agar tercapai rasa saling
percaya dan menumbuhkan rasa nyaman pada pasien. Dengan demikian proses
interaksi dapat berjalan dengan baik.

Tujuan personal yang realistis dari komunikasi terapeutik.


Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan
b.  Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan

d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga


kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah klien.

Tujuan terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai


berikut: 
a. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung jawab
2.3 Fungsi komunikasi terapeutik.
            Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah
serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
            Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas
hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan
perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik
yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi
terapeutik adalah:
 Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien
 Mengidentivikasi,atau mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yg di lakukan perawat.
 Memberikan pengertian tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi
masalah yang di hadapi.
 Mencegah tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien

2.4 Prinsip-prinsip komunikasi.


            Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu
terbentuknya hubungan yang  konstruktif  diantara perawat-klien. Tidak seperti
komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai  tujuan  untuk membantu
klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat
penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut
ini;
1.perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, 
didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak
hanya sekedar  hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya,
tetapi hubungan antara manusia yang  bermartabat (Dult-Battey,2004).
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami  perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya, dan  keunikan setiap individu.
3.Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi
maupun penerima  pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai  terlebih dahulu sebelum menggali  permasalahan dan memberikan
alternatif pemecahan  masalah (Stuart,1998). Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.
           
            Didalam sumber yang lain ditakan bahwa beberapa prinsip dasar yang
harus dipahami dalam membangun hubungan dan mempertahankan hubungan
yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,
didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and Clients”.
2.Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar belakang
keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik pemberi
maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjga harga dirinya
dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih
dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan
masalahnya.

Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang
tingkah laku klien dan memberi nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar
rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat
menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai
tujuan terapeutik.

2.5 Karakteristik
            Salah satu karakteristik dasar dari komunikasi yaitu ketika seseorang
melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan tercipta suatu hubungan
diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal
inilah yang pada akhirnya membentuk suatu hubungan ‘helping
relationship’. Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua
(atau lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara
perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat
sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang membutuhkan
pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
klien.
            Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998), ada beberapa karakteristik
seorang helper (perawat) yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina
hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara
yang terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga sering menyembunyikan
isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur
(Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat penting bagi perawat untuk
menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci
perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-
belit. Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan
verbalnya karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat
komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling
percaya maupun dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif
ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap
klien. Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik
tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan
klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan
diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap
ini perawat akan  mampu merasakan dan memikirkan permasalahan  klien seperti
yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005). Dengan
bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah karena
perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak berlarut-larut
dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian masalah secara
objektif.
5. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien
(Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk
melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk
mampu melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan
mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh
perhatian  berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa
melakukan seleksi. Pendengar  (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara  (klien), tetapi berfokus
pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian  menunjukkan
sikap caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan
perasaannya.
6. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa
adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam
menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam
Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya
tidak dapat diterapkan pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak
menunjukkan sikap menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan
hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan hal-
hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang
ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
 Tahapan Komunikasi Terapeutik
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998
menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat
tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau
orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).

1.Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus menyadari tentang
nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Apa yang perawat
pikirkan dan rasakan tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi selalu
dikomunikasikan kepada individu baik secara verbal maupun non verbal. Perawat
yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai kesadaran tentang sikap yang
dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar untuk mengkomunikasikannya
dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk persaan negatif yang
dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi dengan klien. Hasilnya
perawat akan mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki dengan cara yang
tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.

2.Empati (emphathy)
Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan “penerimaan” perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi
klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitive, dan tidak dibuat
buat( objektif) didasarkan apa yang dialami orang lain. Empati berbeda dengan
simpati. Simpati merupakan kecendrungan berpikir atau merasakan apa yang
sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif
dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari
semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang.

3.Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling percaya ( helping relationship) dibuat untuk
memberikan kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan nilai-
nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide ide dan menuangkanya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa
takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa danya
ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat terhadap pasien. Sehingga
pasien akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan
membuat perawat mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan klien.
Kehangatan juga bisa dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang,
suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas
kasihan atau kasih sayang perawat pada pasienya.

2.6 Unsur-unsur komunikasi.


Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator,
komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi
berlangsung. (syakira-blog.blogspot.com).
·  Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa
berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
·  Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang
berupa bahasa verbal maupun non verbal.
·  Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan
yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu
pesan.
·  Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran
penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan
disampaikan.
· Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran,
penglihatan, pengecap dan perabaan.

Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur


sebagai berikut:
· Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk berkomunikasi
dengan orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau tindakan.
· Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh
pengirim. Pesan mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis.
kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak
semua symbol memiliki makna yang universal, oleh karena itu kesulitan dalam
komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila pengirim tidak waspada terhadap
faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
· Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media
komunikasi.
·  Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk
membawa pesan, seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin
banyak saluran yang digunakan oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan
secara tepat dan efektif, maka hubungan terapeutik akan semakin mudah terjalin
antara perawat dan pasien.
·  Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk
mengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat
penting dalam menjalin komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang
disampaikan oleh klien maupun perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut
pesan tersebut.
·  Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi
terapeutik untuk menjaga privasi klien.

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.


Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi

Ditinjau dari komunikan :


- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi

Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :


1. Tahap perkembangan 
2. Jenis kelamin 
3. Peran dan hubungan 
4. Karakteristik sosiokultural 
5. Nilai persepsi 
6. Ruang dan teritorial 
7. Lingkungan 
8. Kesesuaian 
9. Sikap interpersonal 

Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :


a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi 
b. Sikap yang kurang tepat 
c. Kurang pengetahuan 
d. Kurang memahami sistem sosial 
e. Prasangka yang tidak beralasan 
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator
dengan reseptor berjauhan 
g. Tidak ada persamaan persepsi 
h. Indera yang rusak 
i. Berbicara yang berlebihan 
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya 

Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto,


Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.

Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati,


2000:21) :
- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.
2.8 Sikap komunikasi terapeutik.
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara
yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan
komunikasi terapeutik,  yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau
keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang  berada dengan orang lain.
Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran
secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi
(berbicara-mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk
mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan 
gerakan/bahasa tubuh yang natural.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui
perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori
komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non
verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap
tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh
seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal
yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi
oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan
harapan.
2.9Tahapan komunikasi terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri
dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3)
fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas
atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan.
a.Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan
klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1). Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2). Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih
untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak
siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3). Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana
interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat
bertemu dengan klien.
b.Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat
pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan
dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling
percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi
lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam
mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain :
1)Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus
bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan
menghargai klien.
2)Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga
kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien
yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
3)Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk
mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan
adalah pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien
teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada
keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1).Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2). Memperkenalkan diri perawat
3). Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk
berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4). Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi
penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada
perawat.
5). Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau
kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk
mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal
yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi
digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi
sebelumnya.
6).Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi.
Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat
dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi
klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan
kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku
klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah
ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara
lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi,
memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien
keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien
bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan
pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari
pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2). Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a). Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini
disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon
objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi
(Suryani,2005).
b). Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c). Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini
sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada
pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong
menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d). Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati
adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara
dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup
keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik
meliputi :
1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada
umumnya ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis

Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau
tidak kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam
hubungan dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara
berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?

2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan à dasar
pengkajian keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien

Kontrak pertama dimulai :


- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun
perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup
perawat – klien serta konflik)

Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin
kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan
pada orang lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga
diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang
mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu
rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan

3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan
perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan,
dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam
pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa
kebebasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme
koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)

4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan
keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama
perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi

Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :


Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien

Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan


Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien

Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan


Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien

Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai


Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
            Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik
bagi klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai
kembali kondisi yang adaptif dan positif.
            Kesadaran diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memahami dirinya sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
            klarifikasi nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai-
nilainya sendiri dengan mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai
pribadi dan bagaimanan nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil
keputusan.
            Eksplorasi diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan
perawat dan dapat mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara
terapeutik ( Stuart & Sundeen, 1987, dikutip dari Keliat, 1996).

3.2 Saran.
            Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat.
Komunikasi terapeutik bukanlah hanya salah satu upaya yang dilakukan oleh
perawat untuk mendukung proses keperawatan yang diberikan kepada klien. Untuk
dapat melakukannya dengan baik dan efektif diperlukan latihan dan pengasahan
keterampilan berkomunikasi sehingga efek terapeutik yang menjadi tujuan dalam
komunikasi terapeutik dapat tercapai.
            Ketika seorang perawat berusaha untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
ia miliki untuk melakukan komunikasi terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari
bahwa komunikasi terapeutik yang ia lakukan tidak hanya memberikan khasiat
terapeutik bagi pasiennya tetapi juga bagi dirinya sendiri.
            Perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan
masyarakat. Tidak hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah
air. Oleh karena itu perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi
panutan/contoh (Role Model) dalam berkehidupan di masyarakat. Karena perawat
merupakan publik figure yang ada di tengah masyarakat Indonesia, maka semua
perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di masyarakat. Terlebih lagi
kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan sehat, ini akan
menjadi sorotan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5 . Jakarta : EGC

Suryani.(2005). Komunikasi Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

http://catatancalonperawat.blogspot.com/2011/02/sikap-perawat-dalam-
komunikasi.html

Anda mungkin juga menyukai