Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KONSEP DIRI DAN SPIRITUAL

DI SUSUN OLEH :

CINTHIA NADIA JULIANTI (191030100259)

SELVI APRILIA PUTRI (191030100289)

DOSEN MATA KULIAH

DESY DARMAYANTI, SST, M.KES.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA

TANGERANG SELATAN

BANTEN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KONSEP DIRI DAN SPIRITUAL”

Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang Konsep Diri dan Spiritual dalam


Keperawatan agar dapat diterapkan dalam praktek keperawatan, serta diajukan demi
memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan Semester Ganjil.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Pamulang, November 2020


 

                                                                                                                                    Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar isi ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1

B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Diri dan Spiritual 4

B. Dimensi Konsep diri dan Spiritual 5


C. Komponen Konsep Diri 7
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsep Diri dan Spiritual 10
E. Perkembangan Konsep Diri dan Spiritual 11
F. Pengaruh perawat dalan Konsep Diri klien 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 18
B. Saran 18

Daftar pustaka 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda dalam proses


kehidupannya, mulai dari lahir hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di
dalam diri setiap individu terdapat berbagai macam cara identifikasi serta perubahan
melalui proses yang berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih baik. Di
dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara satu individu dengan individu
lainnya dan dari identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku dari hasil
pemikiran yang panjang.

Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen


kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk
konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal
secara kontinu mempengaruhi konsep diri.

Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks
dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak
variable. Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan
peran.

Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan


aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk
berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya.
Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep
diri individu yang bersangkutan.

Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama
lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat

1
meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, klien yang memiliki persepsi diri yang
negatif akan menimbulkan keputusasaan.

Kesadaran akan pemahaman manusia sebagai mahluk yang holistik yang


terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual melahirkan
keyakinan dalam keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya
bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik,
psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual klien. Sehingga, pada
nantinya klien akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada
fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual.
Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang
individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas
memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan
pemahaman yang baik dari seorang perawat sehingga mereka dapat
mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien.

Maka disini kami akan memaparkan tentang konsep diri dalam keperawatan
yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung 
komponen-komponen konsep diri dan spiritual, faktor pengaruh konsep diri dan
spiritual, dan proses keperawatan dalam konsep diri dan spiritual.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari konsep diri dan spiritual?


2. Apa saja dimensi dari konsep diri ?
3. Apa saja komponen dari konsep diri ?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi konsep diri dan spiritual?
5. Bagaimana perkembangan dari konsep diri dan spiritual itu ?
6. Bagaimana pengaruh perawat dalam konsep diri klien ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari konsep diri dan spiritual.
2. Menjelaskan dimensi konsep diri.

2
3. Menjelaskan komponen - komponen dari konsep diri.
4. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri dan spiritual.
5. Menjelaskan perkembangan konsep diri dan spiritual.
6. Menjelaskan pengaruh perawat dalam konsep diri klien.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Diri dan Spiritual

Secara umum, Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu “self


concept” merupakan suatu konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi
bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-
tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut.
Konsep diri mempunyai banyak pengertian dari beberapa ahli. Berikut merupakan konsep
diri menurut para ahli yang lain:
1. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu
pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri.“.
2. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang
tertentu dari konsep diri.
3. Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran
diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan,
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
4. Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan
tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan
konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang
dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai
dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.
5. Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan
individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya,
kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
6. Stuart dan Sudeen (1998), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan
pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang
untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan
pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain.

4
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa,
zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).

B. Dimensi Konsep Diri dan Spiritual


1. Pengetahuan tentang diri anda adalah informasi yang anda miliki tentang diri
anda, misalnya jenis  kelamin, penampilan.
2. Pengharapan bagi anda adalah gagasan anda tentang kemungkinan menjadi apa
diri anda kelak.
3. Penilaian terhadap diri anda adalah pengukuran anda tentang keadaan anda
dibandingkan dengan apa yang seharusnya terjadi pada diri anda, hasil
pengukuran tersebut adalah rasa harga diri.

Konsep diri memiliki dua kecondongan, yaitu:

1) Konsep Diri Negatif

Konsep diri negatif adalah penilaian negatif terhadap diri sendiri dan
merasa tidak mampu mencapai sesuatu yang berharga, sehingga menuntun diri ke
arah kelemahan dan emosional yang dapat menimbulkan keangkuhan serta
keegoisan yang menciptakan suatu penghancuran diri.

2) Konsep Diri Positif

Merupakan penilaian positif serta mengenali diri sendiri secara baik,


mengarah ke kerendahan hati dan kedermawanan sehingga ia mampu menyimpan
informasi tentang diri sendiri, baik informasi positif maupun negatif. Konsep diri
positif menganggap hidup adalah suatu proses penemuan yang membuat diri kita
mampu menerima berbagai macam kejutan-kejutan, konsekuensi, imbalan serta
hasil. Dengan demikian diri kita mampu menerima semua keadaan orang lain.

Langkah langkah yang perlu di ambil untuk memiliki konsep diri yang positif:

a) Bersikap objektif dalam mengenai diri sendiri

Tidak mengabaikan pengalaman poisitif atau pun keberhasilan sekecil


apapun yang pernah di capai, carilah cara  dan kesempatan untuk

5
mengembangkan talenta, jangan terlalu beraharap bahawa diri kita dapat
membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu secara sekaligus.

b) Hargailah diri sendiri

Hargailah diri sendiri dengan melihat kebaikan yang ada dalam diri,
sehingga kita mampu melihat hal baik yang ada dalam diri orang lain secara
positif.

3) Jangan memusuhi diri sendiri

Memerangi diri sendiri adalah sesuatu hal yang melelahkan karena


merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan antara harapan ideal
dengan kenyataan diri yang sejati,akibatnya akan timbul kelelahan mental dan
rasa prustasi yang dalam, yang mengakibatkan makin lemahnya konsep diri
positif.

4) Berpikir positif dan rasional

Kendalikan pikiran kita ketika mulai menyesatkan jiwa dan raga.

Dimensi spiritual adalah sesuatu yang terintegrasi dan berhubungan dengan


dimensi yang lain dalam diri seorang individu. Spiritualitas mewakili totalitas
keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai perspektif pendorong yang menyatukan
berbagai aspek individual. Dimensi spiritual merupakan salah satu dimensi penting
yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
seorang klien. Makhija (2002) menyatakan bahwa keimanan atau keyakinan religius
adalah sangat penting dalam kehidupan personal individu. Keyakinan tersebut
diketahui sebagai suatu faktor yang kuat dalam penyembuhan dan pemulihan fisik.
Oleh karena itu, menjadi suatu hal penting bagi perawat untuk meningkatkan
pemahaman tentang konsep spiritual agar dapat memberikan asuhan spiritual dengan
baik kepada klien. Setiap individu memiliki definisi dan konsep yang berbeda
mengenai spiritualitas. Kata-kata yang digunakan untuk menjabarkan spiritualitas
termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan, dan eksistensi
(Emblen dalam Potter & Perry, 2005).

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau


keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan

6
ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi
spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia
(Kozier, 2004). Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi.
Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang
menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat
hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

C. Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari  5 komponen :

1.  Identitas diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1991), identitas adalah kesadaran akan diri
yang bersumber dari obsesi dan penilaian yang merupakan sistesa dari semua
aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Identitas juga bercermin pada yang lain (the other), yang tidak bisa
terlepas dari pengakuan/pengukuhan orang lain. Identitas manusia selama
hidupnya di cerminkan oleh seperangkat opini orang lain.

Keunikan setiap individu sekaligus adalah kekuatan diri dan


kelemahannya, kekuatan karena dengan memahami keunikan itu kita tidak
tergoyahkan oleh penafsiran yang lain, kelemahannya adalah ketika kita berupaya
untuk mengukuhkan identitas tersebut.

Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak, yang di pengaruhi oleh


pandangan dan perlakuan lingkungan.

Ciri-ciri individu dengan perasaan yang identitas positif dan kuat:

a. Memandang diri berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
b. Memiliki kemandirian, mengerti dan percaya diri, yang timbul dari perasaan
berharga, berkemampuani suatu kesela dan dapat menguasai diri.
c. Mengenal diri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain .
d. Mengakui jenis kelamin sendiri.

7
e. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.

2. Gambaran diri

Pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang
lain terhadap dirinya. Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar (Stuart dan Sundeen, 1991).

a) Sikap tersebut mencakup: persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.setiap perubahan
tubuh akan berpengaruh terhadap kehidupan individu.
b) Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya,menerima reaksi diri
tubuhnya dan menerima stimulus dari orang lain, semakin sadar dirinya
terpisah dari lingkungan “usia remaja, fokus individu terhadap fisik lebih
menonjol”.
c) Gambaran diri berhubungan erat  dengan kepribadian,cara individu
memandang diri berdampak penting pada apek pisikologinya,individu yang
berpandangan realistic terhadap diri,menerima,menyukai bagian tubuh akan
memberi rasa aman,terhindar dari rasa cemas,dan meningkatkan harga diri
individu yang stabil,realistis dan konsisten terhadap gambaran diri akan
memiliki kemampuan yang mantap terhadap realisasi sehingga memacu
sukses dalam hidup.

3. Harga diri
Berupa penilaian atau evaluasi dirinya terhadap hasil yang didapat baik
internal maupun eksternal yang merupakan proses pencapaian ideal diri. Harga
diri terkait dengan berbagai hal yang berperan vital, di antaranya:

a) Kualitas emosi
b) Aktualisasi diri
c) Kepercayaan diri
d) Coopersmith (Stuart dan Sudeen, 1991)

4. Ideal diri

8
Suatu yang kita harapkan atau harapan individu terhadap dirinya yang
akan dinilai oleh personal lain. Persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berprilaku sesuai dengan standart pribadi.Stuart dan Sundeen, (1991) yaitu :

a. Standart tersebut berhubungan dengan tipe orang, tentang yang di inginkan,


sejumlah aspirasi, cita-cita,nilai yang ingin di capai.
b. Ideal diri berpengaruh terhadap perwujudan dan cita-cita,harapan
pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia
ingin lakukan.
c. Mulai berkembang pada masa kanak-kanak dan di pengaruhi oleh orang
penting pada dirinya yang memberikan tuntutan dan harapan.Pada usia remaja
ideal diri terbentuk melaui proses identifikasi/memperhatikan.
d. Kejadian yang terjadi dalam dirinya, serta dapat memilih dan menyesuaikan
diri.
e. Faktor yang berpengaruh terhadap ideal diri :
a) Kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya.
b) Budaya, standar ini dibandingkan dengan standar kelompok teman.
c) Ambisi dan keinginan untuk lebih dan berhasil, kebutuhan yang realistic,
keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.
d) Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tetapi masih lebih
tinggi dari kemampuan sehingga tetap menjadi pendorong dan masih dapat
di capai serta tidak frustasi.

5. Peran
Merupakan pola sikap, prilaku, posisi dimasyarakat atau fungsi dirinya baik di
lingkungan masyarakat, keluarga, atau komunitas. Peran merupakan pola sikap, perilaku,
nilai dan tujuan yang di harapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

Peran dalam kehidupan dijalani dengan kadar dan konsekuensinyan, peran yang
baik adalah peran yang tak menyalahi aturan yang benar, memenuhi kebutuhan dan
sinkron dengan ideal diri. Peran sosial, merupakan hubungan antara satu individu dengan
individu lainnya, terkait dengan etnik, budaya dan agama, karena pada dasarnya masing-
masing diri memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (multiple selfes).

9
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri dan Spiritual
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai
berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan
anak akan mempengaruhi konsep dirinya.

2. Budaya
Dimana pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompoknya dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa
anak lebih dekat pada lingkungannya.

3. Sumber eksternal dan internal


Dimana kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh
terhadap konsep diri.

4. Pengalaman sukses dan gagal


Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri
demikian pula sebaliknya.

5. Stresor
Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye (1956) menyatakan
bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil
spesifik tindakan seseorang atau respon khas terhadap sesuatu. Proses normal dari
kematangan dan perkembangan itu sendiri adalah stresor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual antara lain :


1. Perkembangan
Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan spiritual,
karena setiap tahap perkembangan memeliki cara meyakini kepercayaan terhadap
Tuhan.

2. Keluarga 

10
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan
spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ras/suku

Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda, sehingga proses


pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.

4. Agama yang dianut

Keyakina pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan arti
pentingnya kebutuhan spiritual.

5. Kegiatan keagamaan

Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan dirinya


dengan Tuhan dan selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya (Asmadi, 2008: 254-
257). Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :
a) Pasien kesepian.
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan
bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan
Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
b) Pasien ketakutan dan cemas.
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang
dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan
yang paling besar adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2008; 26)

E. Perkembangan Konsep Diri dan Spiritual

Menurut Hurlock ( 1968 ), individu belum mampu membedakan antara diri


dengan yang bukan diri ketika masih bayi. Individu baru sampai tahap yang bisa
membedakan antara dunia luar dengan dirinya sendiri ketika berusia 6-8 bulan, dan ketika
berusia 3-5 tahun ia mulai mempu mengidentifiasikan dirinya dalam berbagai dimensi
kategori, seperti umur, ukuran tubuh, jenis kelamin, kepemilikan benda, warna kulit, dan

11
sebagainya. Tahap ini disebut oleh Allport ( Sarason, 1972 ) dengan istilah early
self. Kemudian individu mulai punya kemampuan untuk memandang ke dunia di luar
dirinya dan mulai belajar merespon orangtlain. Bisa dikatakan bahwa konsep diri fisik
muncul lebih dahulu dibandingkan konsep diri psikologis.

Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap


perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu seseorang dalam
mengembangkan konsep diri yang positif. Tahap- tahap perkembangan konsep diri :
1. Bayi
Apa yang pertama kali dibutuhkan seorang bayi adalah pemberi perawatan
primer dan hubungan dengan pemberi perawatan tersebut. Bayi menumbuhkan
rasa percaya dari konsistensi dalam interaksi pengasuhan dan pemeliharaan yang
dilakukan oleh orang tua atau orang lain. Penyapihan, kontak dengan orang lain,
dan penggalian lingkungan memperkuat kewaspadaan diri. Tanpa stimulasi yang
adekuat dari kemampuan motorik dan penginderaan, perkembangan citra tubuh
dan konsep diri mengalami kerusakan. Pengalaman pertama bayi dengan tubuh
mereka yang sangat ditentukan oleh kasih sayang dan sikap ibu adalah dasar untuk
perkembangan citra tubuh.     

2. Todler
Tugas psikososial utama mereka adalah mengembangkan otonomi. Anak-
anak beralih dari ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan
diri mereka dari orang lain. Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri
dan melakukan tugas higien dasar.

Anak usia bermain belajar untuk mengoordinasi gerakan dan meniru orang
lain. Mereka belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion,
toilet training, berbicara dan sosialisasi.
  
3. Usia prasekolah
Pada masa ini seorang anak memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin,
meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan
sensitive terhadap umpan balik keluarga.

12
Anak-anak belajar menghargai apa yang orang tua mereka hargai.
Penghargaan dari anggota keluarga menjadi penghargaan diri. Kaluarga sangat
penting untuk pembentukan konsep diri anak  dan masukan negatif pada masa ini
akan menciptakan penurunan harga diri dimana orang tersebut sebagai orang
dewasa akan bekerja keras untuk mengatasinya.

Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)


berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego. Anak
usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta
berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya
membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan norma yang
dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan anak pada masa pra
sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-isu spiritual.
Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran
konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak,
bahkan mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya (Hamid,
2000).

4. Anak usia sekolah


Menurut Bee ( 1981 ) mengungkapkan bahwa pada masa ini seorang anak
menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan lingkungan sosial selain
keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga penilaian individu terhadap
dirinya. Tahap ini oleh Allport ( Sarason, 1972 ) disebut dengan
tahapperkembangan diri sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa
mengatasi berbagai macam masalah secara rasional.

Dengan anak memasuki usia sekolah, pertumbuhan menjadi cepat dan


lebih banyak didapatkan keterampilan motorik, sosial dan intelektual. Tubuh anak
berubah, dan identitas seksual menguat, rentan perhatian meningkat dan aktivitas
membaca memungkinkan ekspansi konsep diri melalui imajinasi ke dalam peran,
perilaku dan tempat lain. Konsep diri dan citra tubuh dapat berubah pada saat ini
karena anak terus berubah secara fisik, emosional, mental dan sosial.

13
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan
kualitas kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara
konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami
gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai
ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan
apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap
dimensi spiritual mereka (Hamid, 2000).

5. Masa remaja
Menurut Hollingworth ( dalam Jersild, 1965 ) masa remaja merupakan
masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus
menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di dalamya.
Individu harus belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa
depan dan khususnya mulai memilih pekerjaan yang akan digeluti seara rasioanal
( Allport dalam Sarason, 1972 : 39 ).

Masa remaja membawa pergolakan fisik, emosional, dan sosial. Sepanjang


maturasi seksual, perasaan, peran, dan nilai baru harus diintegrasikan ke dalam
diri.

Pertumbuhan yang cepat yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain
adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh. Perkembangan
konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas.
Pengamanan dini mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa
kanan-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.
Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk.
Mereka mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka
menetapkan rasa identitas.  

Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti
dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil
keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan
mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka
dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika

14
menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini
kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi
keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga,
walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini
merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja (Hamid, 2000).
   
6. Masa dewasa muda
Pada masa dewasa muda perubahan kognitif, sosial dan perilaku terus terjadi
sepanjang hidup. Dewasa muda adalah periode untuk memilih. Adalah periode untuk
menetapakan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan dan mulai
melakukan hubungan erat. Dalam masa ini konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif
stabil.

Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan penerimaan
diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar
sosial. Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam
nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.

Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan
untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saat kanak-kanak dan
berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan
merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup
walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).

7. Usia dewasa tengah


Usia dewasa tengah terjadi perubahan fisik seperti penumpukan lemak,
kebotakan, rambut memutih dan varises. Tahap perkembangan ini terjadi sebagai
akibat perubahan dalam produksi hormonal dan sering penurunan dalam aktivitas
mempengarui citra tubuh yang selanjutnya dapat mengganggu konsep diri.

15
Tahun usia tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali
pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali tentang diri dalam peran dan nilai
hidup. Orang usia dewasa tengah yang manerima usia mereka dan tidak mempunyai
keinginan untuk kembali pada masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang
sehat.    

Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertenghan merupakan tahap


perkembangan spiritual yang sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan
yang salah, mereka menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari
sistem nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah
dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual (Hamid, 2000).

8. Lansia
Perubahan pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi.
Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Konsep diri selama masa lansia
dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu dimana
orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan
dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri makna
tentang diri mereka dan dunia membentu generasi yang lebih muda dalam cara yang
positif sering lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.

Perjalanan untuk pencarian identitas diri bukan merupakan proses langsung


jadi, melainkan sebuah proses yang berkesinambungan. Konsep diri yang berupa
totalitas persepsi, pengharapan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri
terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan identitas yang
berlangsung seiring tugas perkembangan yang dikembangkan dalam konsep diri.

Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, pada
masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual
sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang
mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan
orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih
baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang,
rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan

16
pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk
menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada
proses bukan pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).

F. Pengaruh perawat dalam konsep diri klien


Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu
menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah mengalami
perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti baik
klien maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati respons dan reaksi
mereka terhadap situasi yang baru. Dalam hal ini perawat mempunyai dampak yang
signifikan. Rencana keperawatan yang dirumuskan untuk membantu klien dengan
perubahan konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah
sadar perawat.

Penting artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut
mengenai diri mereka :
1. Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit
2. Bagaimana perawat bereaksi terhadap stres
3. Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana hal
tersebut ditunjukkan.
4. Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi klien
5. Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien

Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan


komunikasi yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan
menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Hubungan perawat dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses komunikasi
tersebut.

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh
dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat
untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus menanamkan dalam dirinya
sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien bisa saja
mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali
konsep dirinya.

Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan
intenal idividual, citra diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang
menjadi suatu tujuan, ideal diri menjadi suatu harapan, dan peran atau posisi di
dalam masyarakat.Untuk membangun konsep diri kita harus belajar menyukai diri
sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan interpersonal ke
yang lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga keseimbangan hidup.
Semua yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu juga dalam memahami
konsep diri, kita menjadi bangga dengan diri sendiri, percaya diri penuh, dapat
beradaptasi dengan lingkungan, dan mencapai sebuah kebahagiaan dalam hidup.

B. SARAN
Disarankan setelah membaca makalah ini dan memahaminya agar dapat
mengerti tentang konsep diri dan spiritual serta mengaplikasikan ilmunya dalam
kehidupan sehingga, sikap saling mengerti dan menghargai sesama manusia lebih
baik.

18
Daftar Pustaka
Ratnasari, Mitra. 2013. KONSEP DIRI.
http://mitraratnasari.blogspot.com/2013/08/konsep-diri.html (Diakses pada tanggal 03
November 2020)
Riadi, Muchlisin. 2012. Kebutuhan Spiritual Klien.
https://www.kajianpustaka.com/2012/10/kebutuhan-spiritual-klien.html (Diakses pada
tanggal 03 November 2020)
Sanjaya, Zahra. 2009. MAKALAH KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL. https://zahra-
sanjaya.blogspot.com/2012/02/makalah-konsep-kesehatan-spiritual.html (Diakses
tanggal 03 November 2020)

19

Anda mungkin juga menyukai