DI SUSUN OLEH :
TANGERANG SELATAN
BANTEN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KONSEP DIRI DAN SPIRITUAL”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 18
B. Saran 18
Daftar pustaka 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks
dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak
variable. Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan
peran.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama
lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat
1
meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, klien yang memiliki persepsi diri yang
negatif akan menimbulkan keputusasaan.
Maka disini kami akan memaparkan tentang konsep diri dalam keperawatan
yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung
komponen-komponen konsep diri dan spiritual, faktor pengaruh konsep diri dan
spiritual, dan proses keperawatan dalam konsep diri dan spiritual.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari konsep diri dan spiritual.
2. Menjelaskan dimensi konsep diri.
2
3. Menjelaskan komponen - komponen dari konsep diri.
4. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri dan spiritual.
5. Menjelaskan perkembangan konsep diri dan spiritual.
6. Menjelaskan pengaruh perawat dalam konsep diri klien.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsep Diri dan Spiritual
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara seseorang
untuk melihat dirinya secara utuh dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan
pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain.
4
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan
manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa,
zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).
Konsep diri negatif adalah penilaian negatif terhadap diri sendiri dan
merasa tidak mampu mencapai sesuatu yang berharga, sehingga menuntun diri ke
arah kelemahan dan emosional yang dapat menimbulkan keangkuhan serta
keegoisan yang menciptakan suatu penghancuran diri.
Langkah langkah yang perlu di ambil untuk memiliki konsep diri yang positif:
5
mengembangkan talenta, jangan terlalu beraharap bahawa diri kita dapat
membahagiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu secara sekaligus.
Hargailah diri sendiri dengan melihat kebaikan yang ada dalam diri,
sehingga kita mampu melihat hal baik yang ada dalam diri orang lain secara
positif.
6
ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi
spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia
(Kozier, 2004). Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama, Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spirituaiitas sebagai konsep dua dimensi.
Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang
menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan
seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat
hubungan yang terus menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).
1. Identitas diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1991), identitas adalah kesadaran akan diri
yang bersumber dari obsesi dan penilaian yang merupakan sistesa dari semua
aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Identitas juga bercermin pada yang lain (the other), yang tidak bisa
terlepas dari pengakuan/pengukuhan orang lain. Identitas manusia selama
hidupnya di cerminkan oleh seperangkat opini orang lain.
a. Memandang diri berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
b. Memiliki kemandirian, mengerti dan percaya diri, yang timbul dari perasaan
berharga, berkemampuani suatu kesela dan dapat menguasai diri.
c. Mengenal diri sebagai organisme yang utuh dan terpisah dari orang lain .
d. Mengakui jenis kelamin sendiri.
7
e. Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keselarasan.
2. Gambaran diri
Pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang
lain terhadap dirinya. Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar (Stuart dan Sundeen, 1991).
a) Sikap tersebut mencakup: persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.setiap perubahan
tubuh akan berpengaruh terhadap kehidupan individu.
b) Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya,menerima reaksi diri
tubuhnya dan menerima stimulus dari orang lain, semakin sadar dirinya
terpisah dari lingkungan “usia remaja, fokus individu terhadap fisik lebih
menonjol”.
c) Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian,cara individu
memandang diri berdampak penting pada apek pisikologinya,individu yang
berpandangan realistic terhadap diri,menerima,menyukai bagian tubuh akan
memberi rasa aman,terhindar dari rasa cemas,dan meningkatkan harga diri
individu yang stabil,realistis dan konsisten terhadap gambaran diri akan
memiliki kemampuan yang mantap terhadap realisasi sehingga memacu
sukses dalam hidup.
3. Harga diri
Berupa penilaian atau evaluasi dirinya terhadap hasil yang didapat baik
internal maupun eksternal yang merupakan proses pencapaian ideal diri. Harga
diri terkait dengan berbagai hal yang berperan vital, di antaranya:
a) Kualitas emosi
b) Aktualisasi diri
c) Kepercayaan diri
d) Coopersmith (Stuart dan Sudeen, 1991)
4. Ideal diri
8
Suatu yang kita harapkan atau harapan individu terhadap dirinya yang
akan dinilai oleh personal lain. Persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berprilaku sesuai dengan standart pribadi.Stuart dan Sundeen, (1991) yaitu :
5. Peran
Merupakan pola sikap, prilaku, posisi dimasyarakat atau fungsi dirinya baik di
lingkungan masyarakat, keluarga, atau komunitas. Peran merupakan pola sikap, perilaku,
nilai dan tujuan yang di harapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
Peran dalam kehidupan dijalani dengan kadar dan konsekuensinyan, peran yang
baik adalah peran yang tak menyalahi aturan yang benar, memenuhi kebutuhan dan
sinkron dengan ideal diri. Peran sosial, merupakan hubungan antara satu individu dengan
individu lainnya, terkait dengan etnik, budaya dan agama, karena pada dasarnya masing-
masing diri memiliki berbagai identitas diri yang berbeda (multiple selfes).
9
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri dan Spiritual
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah sebagai
berikut :
1. Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan
anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2. Budaya
Dimana pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya,
kelompoknya dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa
anak lebih dekat pada lingkungannya.
5. Stresor
Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye (1956) menyatakan
bahwa stres adalah kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil
spesifik tindakan seseorang atau respon khas terhadap sesuatu. Proses normal dari
kematangan dan perkembangan itu sendiri adalah stresor.
2. Keluarga
10
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan
spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Ras/suku
Keyakina pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan arti
pentingnya kebutuhan spiritual.
5. Kegiatan keagamaan
11
sebagainya. Tahap ini disebut oleh Allport ( Sarason, 1972 ) dengan istilah early
self. Kemudian individu mulai punya kemampuan untuk memandang ke dunia di luar
dirinya dan mulai belajar merespon orangtlain. Bisa dikatakan bahwa konsep diri fisik
muncul lebih dahulu dibandingkan konsep diri psikologis.
2. Todler
Tugas psikososial utama mereka adalah mengembangkan otonomi. Anak-
anak beralih dari ketergantungan total kepada rasa kemandirian dan keterpisahan
diri mereka dari orang lain. Mereka mencapai keterampilan dengan makan sendiri
dan melakukan tugas higien dasar.
Anak usia bermain belajar untuk mengoordinasi gerakan dan meniru orang
lain. Mereka belajar mengontrol tubuh mereka melalui keterampilan locomotion,
toilet training, berbicara dan sosialisasi.
3. Usia prasekolah
Pada masa ini seorang anak memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin,
meningkatkan kesadaran diri, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan
sensitive terhadap umpan balik keluarga.
12
Anak-anak belajar menghargai apa yang orang tua mereka hargai.
Penghargaan dari anggota keluarga menjadi penghargaan diri. Kaluarga sangat
penting untuk pembentukan konsep diri anak dan masukan negatif pada masa ini
akan menciptakan penurunan harga diri dimana orang tersebut sebagai orang
dewasa akan bekerja keras untuk mengatasinya.
13
Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan
kualitas kognitif pada anak. Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara
konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami
gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai
ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan
apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap
dimensi spiritual mereka (Hamid, 2000).
5. Masa remaja
Menurut Hollingworth ( dalam Jersild, 1965 ) masa remaja merupakan
masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus
menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di dalamya.
Individu harus belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa
depan dan khususnya mulai memilih pekerjaan yang akan digeluti seara rasioanal
( Allport dalam Sarason, 1972 : 39 ).
Pertumbuhan yang cepat yang diperhatikan oleh remaja dan orang lain
adalah faktor penting dalam penerimaan dan perbaikan citra tubuh. Perkembangan
konsep diri dan citra tubuh sangat berkaitan erat dengan pembentukan identitas.
Pengamanan dini mempunyai efek penting. Pengalaman yang positif pada masa
kanan-kanak memberdayakan remaja untuk merasa baik tentang diri mereka.
Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk.
Mereka mengumpulkan berbagai peran perilaku sejalan dengan mereka
menetapkan rasa identitas.
Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti
dan tujuan hidup, Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil
keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan
mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka
dan dapat menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika
14
menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini
kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi
keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga,
walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini
merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua
dan remaja (Hamid, 2000).
6. Masa dewasa muda
Pada masa dewasa muda perubahan kognitif, sosial dan perilaku terus terjadi
sepanjang hidup. Dewasa muda adalah periode untuk memilih. Adalah periode untuk
menetapakan tanggung jawab, mencapai kestabilan dalam pekerjaan dan mulai
melakukan hubungan erat. Dalam masa ini konsep diri dan citra tubuh menjadi relatif
stabil.
Konsep diri dan citra tubuh adalah kreasi sosial, penghargaan dan penerimaan
diberikan untuk penampilan normal dan perilaku yang sesuai berdasarkan standar
sosial. Konsep diri secara konstan terus berkembang dan dapat diidentifikasi dalam
nilai, sikap, dan perasaan tentang diri.
Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani proses
perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan
untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari saat kanak-kanak dan
berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan
merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak memudahkan hidup
walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka sudah dewasa (Hamid, 2000).
15
Tahun usia tengah sering merupakan waktu untuk mengevaluasi kembali
pengalaman hidup dan mendefinisikan kembali tentang diri dalam peran dan nilai
hidup. Orang usia dewasa tengah yang manerima usia mereka dan tidak mempunyai
keinginan untuk kembali pada masa-masa muda menunjukkan konsep diri yang
sehat.
8. Lansia
Perubahan pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi.
Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Konsep diri selama masa lansia
dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia adalah waktu dimana
orang bercermin pada hidup mereka, meninjau kembali keberhasilan dan kekecewaan
dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari makna tentang diri makna
tentang diri mereka dan dunia membentu generasi yang lebih muda dalam cara yang
positif sering lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.
Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan ini, pada
masa ini walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual
sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor yang
mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan
orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan lebih
baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup yang kurang,
rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan
16
pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk
menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan cemas pada
proses bukan pada kematian itu sendiri (Hamid, 2000).
Penting artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut
mengenai diri mereka :
1. Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit
2. Bagaimana perawat bereaksi terhadap stres
3. Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana hal
tersebut ditunjukkan.
4. Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi klien
5. Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konsep diri adalah cara seseorang untuk melihat dirinya secara utuh
dengan semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Sangatlah penting bagi seorang perawat
untuk memahami konsep diri terlebih dahulu harus menanamkan dalam dirinya
sendiri sebelum melayani klien, sebab keadaan yang dialami klien bisa saja
mempengaruhi konsep dirinya, disinilah peran penting perawat selain memenuhi
kebutuhan dasar fisiknya yaitu membantu klien untuk memulihkan kembali
konsep dirinya.
Ada beberapa komponen konsep diri yaitu identitas diri yang merupakan
intenal idividual, citra diri sebagai pandangan atau presepsi, harga diri yang
menjadi suatu tujuan, ideal diri menjadi suatu harapan, dan peran atau posisi di
dalam masyarakat.Untuk membangun konsep diri kita harus belajar menyukai diri
sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki hubungan interpersonal ke
yang lebih baik, sikap aktif yang positif, dan menjaga keseimbangan hidup.
Semua yang kita lakukan pasti ada manfaatnya begitu juga dalam memahami
konsep diri, kita menjadi bangga dengan diri sendiri, percaya diri penuh, dapat
beradaptasi dengan lingkungan, dan mencapai sebuah kebahagiaan dalam hidup.
B. SARAN
Disarankan setelah membaca makalah ini dan memahaminya agar dapat
mengerti tentang konsep diri dan spiritual serta mengaplikasikan ilmunya dalam
kehidupan sehingga, sikap saling mengerti dan menghargai sesama manusia lebih
baik.
18
Daftar Pustaka
Ratnasari, Mitra. 2013. KONSEP DIRI.
http://mitraratnasari.blogspot.com/2013/08/konsep-diri.html (Diakses pada tanggal 03
November 2020)
Riadi, Muchlisin. 2012. Kebutuhan Spiritual Klien.
https://www.kajianpustaka.com/2012/10/kebutuhan-spiritual-klien.html (Diakses pada
tanggal 03 November 2020)
Sanjaya, Zahra. 2009. MAKALAH KONSEP KESEHATAN SPIRITUAL. https://zahra-
sanjaya.blogspot.com/2012/02/makalah-konsep-kesehatan-spiritual.html (Diakses
tanggal 03 November 2020)
19