Anda di halaman 1dari 13

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN

GANGGUAN PENGLIHATAN

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi

Disusun oleh:

Kelompok 6

Rahmi Lestari (P17320120065)


Reni Putri Nurhasyanah (P17320120069)
Resi Sekartazi (P17320120071)
Reza Mochamad Firdaus (P17320120073)
Riska Indriyani (P17320120075)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BANDUNG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1.Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3.Tujuan Penulisan ........................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4

2.1.Komunikasi Terapeutik ................................................................................. 4

2.2.Teknik Dalam Berkomunikasi Dengan Pasien Gangguan Penglihatan ........ 6

2.3.Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan ....... 7

BAB III PENUTUP .................................................................................................9

3.1.Kesimpulan .................................................................................................... 9

3.2.Saran .............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................10

i
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas nikmat, rahmat,
karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Gangguan Penglihatan”. Shalawat serta
salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan kaum muslimin Rasulullah
Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat – sahabatnya, para pengikutnya
dan semoga kepada umatnya hingga akhir zaman, Aamiin.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, besar harapan penulis untuk mendapatkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak dalam penyempurnaan makalah. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi dalam dunia
pendidikan di Indonesia.

Bandung, November 2020

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tunanetra merupakan suatu kondisi tidak berfungsinya indera penglihatan
pada seseorang secara sebagian (low vision) atau secara keseluruhan (totally blind).
Hal ini dapat terjadi sebelum lahir, saat lahir dan setelah lahir.

Keberadaan tunanetra di tengah-tengah masyarakat saat ini belum bisa diterima


dengan baik. Fenomena ini muncul pada kehidupan tunanetra ketika bersosialisasi
dengan masyarakat secara luas atau di lingkungan non-disabel. Hal itu akhirnya
menimbulkan permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat umum.
Permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat itu disebabkan oleh dua
faktor. Hal itu nampak pada lingkungan masyarakat non-disabel maupun kehidupan
tunanetra tersebut.

Salah satu masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat, penyandang


tunanetra belum bisa menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dengan baik,
misalnya: masih ada penyandang tunanetra yang tergantung kepada masyarakat
non-disabel. Di sisi lain, masyarakat non-disabel itu bertujuan untuk
memperhatikan dan membantu para penyandang tunanetra, tetapi akhirnya menjadi
suatu ketergantungan yang terus menerus. Sehingga para penyandang tunanetra
yang mempunyai ketergantungan kepada masyarakat non disabel tersebut, pada
akhirnya menjadi suatu kemalasan bagi para penyandang tunanetra untuk berusaha
memperjuangkan hidupnya.

Fenomena tersebut sampai saat ini masih menjadi pemikiran semua khalayak.
Karena hal itu menjadi masalah yang ada di Indonesia yang harus dicari solusinya
supaya bisa terlepas dari pandangan negative masyarakat terhadap tunanetra.
Dengan melihat keadaan yang digambarkan diatas, permasalahan yang muncul
tersebut dapat disimpulkan bahwa pandangan-pandangan negative dari masyarakat,
itu disebabkan oleh penyandang tunanetra itu sendiri.

1
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal.,
kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta
kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi
antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi
sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi


pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.

2
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik ?
2. Bagaimanakah teknik dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan
penglihatan ?
3. Apa syarat komunikasi pada klien dengan gangguan penglihatan?

1.3.Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dijabarkan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan komunikas terapeutik


2. Mengetahui teknik dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan
penglihatan
3. Mengetahui syarat komunikasi pada klien dengan gangguan penglihatan

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa
komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai
pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
pada klien.

Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak


saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang
mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat
dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara
perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan.

Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik
diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.


b. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta
mencapai tujuan personal yang realistik.

Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien
pecaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional
berikut (Hamid,1998) :
a. Pengirim : Menjadi asal dari pesan.
b. Pesan : Suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim
kepada penerima.
c. Penerima : Yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya
dipengaruhi oleh pesan.
d. Umpan balik : Respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
e. Konteks : Tatanan di mana komunikasi terjadi.

Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari


empat fase. Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan. Empat fase tersebut, yaitu:

a. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien.
Tugas perawat pada fase ini, yaitu :
1. Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri,;
3. Mengumpulkan data tentang klien
4. Membuat rencana pertemuan secara tertulis
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama
kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan
klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya.
Tugas perawat pada fase ini, yaitu:
1. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan
komunikasi terbuka.
2. Merumuskan kontrak bersama klien.
3. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien.
4. Merumuskan tujuan dengan klien.
c. Fase kerja

5
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap
ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan
klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri
dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya
sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Terminasi dapat terjadi pada saat
perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat
dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui
dan pencapaian tujuan. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan.
2. Melakukan evaluasi subjektif.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya.

2.2.Teknik Dalam Berkomunikasi Dengan Pasien Gangguan Penglihatan


Kemampuan individu untuk melihat dimungkinkan oleh sistem organ yang
disebut mata. Sistem ini terdiri atas organ – organ yang menerima dan
memfokuskan cahaya yang masuk kedalam mata, sel – sel reseptor penglihatan.
Gangguan penlihatan dapat terjadi karena kerusakan organ seperti kornea, lensa
mata, kekeruhan humor viterus, maupum kerusakan kornea,serta kerusakan saraf
penghantar impuls menuju otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga
dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual,
kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada
pendengaran dan sentuhan.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi


pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus
digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain. Berikut
adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan penglihatan:

6
1. Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan persial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat
ketika anda berada didekatnya.
2. Indentifikasi diri anda dengan menyebut nama(dan peran)anda.
3. Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkan menerima pesan verbal secara visual.Nada suara anda
memagang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4. Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucaokan kata-kata sebelum
melakukan sentuhan pada klien.
5. Informasikamn kepada klien ketika anda akan menggilakannya / memutus
komunikasi
6. Orientasikan klien dengan suara-suara yang terdengar disekitarnya.
7. Orientasikan klien pada lingkungan bila klien dipindah kelingkungan/ruangan
yang baru.
Agar komunikasi dengan orang dengan gangguan sensori penglihatan dapat
berjalan lancar dan mencapai sasarannya, maka perlu juga diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1) Dalam berkomunikasi pertimbangan isi dan mata nada suara
2) Periksa lingkungan fisik
3) Perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi
4) Berkomunikasikan pesan secara singkat
5) Komunikasikan hal-hal yang berharga saja
6) Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak lain agar
memperoleh dukungan.
2.3.Syarat-Syarat Komunikasi Pada Klien Dengan Gangguan Penglihatan
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan
sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik
sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien, untuk
itu syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien
dengan gangguan sensori penglihatan adalah :

7
1. Adanya kesiapan artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
salurannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
2. Kesungguhan artinya apapun ujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus
disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
3. Ketulusan artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang
disampaikan itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna
untuk pasien.
4. Kepercayaan diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini
akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
5. Ketenangan artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,
perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien,
karena dengan adanya ketenangan maka iinformasi akan lebih jelas baik dan
lancar.
6. Keramahan artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan
menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi penerima.
7. Kesederhanaan artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun
informasi itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana,
berurutan dan jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik

8
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai
pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
pada klien dan mendorong klien untuk sembuh. Sedangkan kebutaan adalah
merupakan suatu jenis penyakit yang menyerang mata dan menyebabkan seseorang
tidak bisa melihat.

Dalam berkomunikasi dengan seseorang yang memiliki gangguan penglihatan


terdapat beberapa teknik yang bisa digunakan seperti, mendengarkan dengan penuh
perhatian, menunjukkan penerimaan, menanyakan pertanyaan yang
berkaitan,mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri, klarifikasi,
memfokuskan, menawarkan informasi, diam, meringkas, memberikan
penghargaan, menawarkan diri, dan menganjurkan klien untuk menguraikan
persepsinya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalm berkomunikasi dengan klien dengan


gangguan penglihatan adalah pertimbangkan isi dan nada suara, periksa lingkungan
fisik, perlu adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi, komunikasikan pesan
secara singkat, komunikasikan hal-hal yang penting saja, dalam merencanakan
komunikasi, berkonsultasilah dengan pihak lain agar memperoleh dukungan.

3.2.Saran
Dalam berkomunikasi pada klien dengan gangguan penglihatan sebaiknya
perawat berkomunikasi dengan syarat-syarat yang telah dipaparkan di atas serta
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi pada klien dengan
gangguan penglihatan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Daimayanti, Mukhripah. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung: PT Refika Aditama.

Flo. (2015). Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Dengan Gangguan


Penglihatan. Tersedia: https://flloraliwu.wordpress.com/2015/01/15/penerapan-
komunikasi-terapeutik-pada-pasien-dengan-gangguan-penglihatan/. Diakses pada
tanggal 16 November 2020

Pearce, Evelyn C. (2008). Komunikasi terapeutik pada klien gangguan penglihatan.


Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

10

Anda mungkin juga menyukai