Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

‘’ SEJARAH KEPERAWATAN JIWA DAN TREND, ISU DALAM KEPERAWATAN


KESEHATAN JIWA GLOBAL’’

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Amelia Susanti S. Kep. PJ

Disusun Oleh :

NOPRIJOL HUTERNO

(2114201083)

Kelas : 3B Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN


ALIFAH PADANG 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan,
kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah keperawatan jiwa dan trend, isu
dalam keperawatan kesehatan jiwa global”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan


hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu saran
dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Padang, 20 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3. Tujuan.................................................................................................................................5
1.4. Manfaat...............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................7
2.1. Defensisi Kesehatan Jiwa....................................................................................................7
2.2. Sejarah keperawatan jiwa....................................................................................................9
2.3. Tren dan issu dalam keperawatan kesehatan jiwa global..................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................21
3.1.Kesimpulan........................................................................................................................21
3.2. Saran..................................................................................................................................22
Daftar Pustaka..........................................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetap fungsi dan manifestasinya
sangat terkait pada materi.Jiwa bersifat abstrak dan tidak berwujud benda. Oleh karena itu,
untuk mempelajari ilmu jiwa dan keperawatannya, kita harus mempelajarinya dari
manifestasi jiwa terkait pada materi yang dapat diamati yaitu berupa perilaku manusia.
Manifestasi jiwa tersebut antara lain yaitu kesadaran, afek, emosi, psikomotor, proses
berpikir, persepsi, dan sifat kepribadian. Dalam perawatan kesehatan, masalah terkait
kejiwaan ditangani oleh perawat jiwa atau perawat psikiatrik.

Perawat jiwa dan perawat psikiatrik merupakan dua jenis spesialis yang berbeda pada
profesi keperawatan. psychiatric nursing merupakan cabang keperawatan yang peduli
terhadap pencegahan, perawatan, serta penyembuhan gangguan mental. Beberapa kegiatan
perawat psikiatrik diantara yaitu menyediakan lingkungan teapi yang aman, menangani klien
terkait dengan masalah yang mereka hadapi, mengidentifikasi dan merawat aspek fisik dari
masalah pasien, melakukan psikoterapi, serta memberikan bantuan klinis untuk perawat lain
dan petugas kesehatan yang lainnya juga. Pada saat ini masalah kesehatan jiwa menjadi
masalah besar yang mengancam dunia. Hal ini disebabkan oleh beban hidup yang semakin
lama semakin meningkat dan semakin berat. Gangguan jiwa ini tidak hanya ada pada
kalangan bawah saja tetapi juga pada kalangan penjabat dan kalangfan menengah atas.

Pada saat ini gangguan jiwa tidak hanya dialami oleh orang dewasa, dan lansia tetapi
juga oleh anak – anak dan remaja. Seseorang yang terkena gangguan jiwa akan melakukan
hal yang tidak dilakukannya seperti menggunakan obat obatan terlarang bahkan bunuh diri.
Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah besar di beberapa negara di dunia seperti negara
amerika serikat, jepang, korea, inggris dan negara lainnya.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan


mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien
atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American

1
Nurses’ Association mendefenisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang
spesialisasi bidang keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya
dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya(Stuart,2013). Menurut WHO (World
Health Organization) tahun 2010,tidak kurang dari 450 juta orang di seluruh dunia manderita
gangguan jiwa.Pada tahun 2016 rencana WHO (Kesehatan Mental Action 2013-2020),
disahkan oleh Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 2013, mengakui peran penting dari
kesehatan jiwa dalam mencapai kesehatan bagi semua orang. Rencana tersebut meliputi 4
tujuan utama : kepemimpinan yang lebih efektif dan pemerintahan untuk kesehatan jiwa,
penyediaan komprehensif, kesehatan jiwa dan kepedulian sosial layanan terpadu dalam
pengaturan berbasis masyarakat, pelaksanaan strategi promosi dan pencegahan dansistem
informasi diperkuat, bukti dan penelitian

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah, yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan jiwa?


2. Bagaimana sejarah keperawatan jiwa?
3. Apa trend dan issu dalam keperawatan kesehatan jiwa global?

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat disimpulkan tujuannya, yaitu:

1. Untuk mengetahui defenisi kesehatan jiwa.


2. Untuk mengetahui sejarah keperawatan jiwa.
3. Untuk mengetahui trend dan issu dalam keperawatan jiwa global.

Manfaat
1. Bagi Penulis
Diharapkan agar penulis mampu meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam
menganalisis sejarah keperawatan jiwa dan rend isu dalam keperawatan jiwa global.

2. Bagi Institusi Pelayanan


Menjadi acuan dalam memberikan wawasan dalam menganalisis sejarah keperawatan
jiwa dan trend isu dalam keperawatan jiwa global.

2
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan
keperawatan dalam menganalisis sejarah keperawatan jiwa dan trend isu dalam
keperawatan jiwa global.

4. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan
dalam menganalisis sejarah keperawatan jiwa dan trend isu dalam keperawatan jiwa
global.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defensisi Kesehatan Jiwa

Menurut Keliat (2011), kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagian yang utuh dari kualitas hidup
seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari
sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan dengan wajar, mampu
bekerja dengan produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berperan serta dalam
lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman
dengan orang lain. World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria
orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.

1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk.
2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
5. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling
memuaskan.
6. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
7. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari.
8. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.

Pada perundangan terdahulu, UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966 tentang Upaya
Kesehatan Jiwa, memberikan batasan bahwa upaya kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dapat
menciptakan keadaan yang memungkinkan atau mengizinkan perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal pada seseorang, serta perkembangan ini selaras
dengan orang lain.

Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada Bab IX tentang


kesehatan jiwa menyebutkan Pasal 144 ayat 1 “Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk
menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari
ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa”. Ayat 2,

4
“Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif, promotif,
kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa, dan masalah psikososial”. Batasan ini pun sulit
dipenuhi, sehingga semua kriteria dapat dipertimbangkan dalam menilai kesehatan jiwa. Oleh
karenanya, orang yang sehat jiwanya adalah orang yang sebagai berikut :

1. Melihat setiap hari adalah baik, tidak ada satu alasan sehingga pekerjaan harus
ditunda, karena setiap hari adalah baik.
2. Hari besok adalah hari yang baik.
3. Tahu apa yang diketahui dan tahu apa yang tidak diketahui.
4. Bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan dan membuat lingkungan menjadi
lebih baik.
5. Selalu dapat mengembangkan usahanya.
6. Selalu puas dengan hasil karyanya.
7. Dapat memperbaiki dirinya dan tidak menganggap dirinya selalu benar.

2.2. Sejarah keperawatan jiwa

1. Zaman mesir kuno


Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat yang
bersarang di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang pada
tengkorak kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut. Hal ini
terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang pernah mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno tentang siapa saja yang pernah
kena roh jahat dan telah dilubangi kepalanya.

Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa diobati dengan


dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara diajak jalan melewati
sebuah jembatan lalu diceburkan dalam air dingin dengan maksud agar terkejut, yakni
semacam syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang. Hasil pengamatan
berikutnya diketahui ternyata orang yang menderita skizofrenia tidak ada yang mengalami
epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita epilepsi setelah kejangnya hilang dapat
pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang skizofrenia dicoba dibuat hiperplasia dengan
membuat terapi koma insulin dan terapi kejang listrik (elektro convulsif theraphy) (Ah,
Yusuf. 2015).

5
2. Zaman yunani (Hipocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya pengobatannya
dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat. Pada waktu itu,
orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah sakit jiwa. Jadi,
rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan orang gangguan jiwa
yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara orang kaya yang
mangalami gangguan jiwa dirawat di rumah sendiri.

Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan jiwa. Ia
tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa. Bersamaan
dengan itu, Herophillus dan Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya ada dalam otak,
sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang. Karena kurang puas hanya mempelajari
otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh hewan (Maramis, 2009).

3. Zaman vesalisus
Vesalisus tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga ia ingin
mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala manusia untuk
dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem tubuh manusia.
Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya kegiatannya
tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam hukuman mati
(pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk kepentingan keilmuan,
maka akhirnya ia dibebaskan.

Vesalisus bahkan mendapat penghargaan karena bisa menunjukkan adanya perbedaan


antara manusia dan binatang. Sejak saat itu dapat diterima bahwa gangguan jiwa adalah suatu
penyakit. Namun kenyatannya, pelayanan di rumah sakit jiwa tidak pernah berubah. Orang
yang mengalami gangguan jiwa dirantai, karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.

4. Revolusi prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan Revolusi
Prancis untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis ini
dikenal dengan revolusi humanisme dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan
jiwa. Pada awalnya, walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu
“Jika tidak, kita harus siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini
diteruskan oleh murid-murid Pinel sampai Revolusi II.

6
5. Revolusi kesehatan jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah perubahan
orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk
dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma
natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada
tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-
tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh
dan spesifikasinya masing-masing.

6. Revolusi kesehatan jiwa III


Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada berbasis
rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis
komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas
(community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut
revolusi kesehatan jiwa III.

2.3. Tren dan issu dalam keperawatan kesehatan jiwa global


Trend atau current issue dalam keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sedang
hangat dibicarakan dan dianggap penting. Masalah-masalah tersebut dapat dianggap ancaman
atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan
regional maupun global. Ada beberapa trend penting yang menjadi perhatian dalam
keperawatan jiwa di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Kesehatan Jiwa Dimulai Sejak Masa Konsepsi


Dahulu bila berbicara masalah kesehatan jiwa biasanya dimulai pada saat onset
terjadinya sampai klien mengalami gejala-gejala. Di Indonesia banyak gangguan jiwa terjadi
mulai pada usia 19 tahun dan kita jarang sekali melihat fenomena masalah sebelum anak
lahir. Perkembangan terkini menyimpulkan bahwa berbicara masalah kesehatan jiwa harus
dimulai dari masa konsepsi atau bahkan harus dimulai dari masa pranikah. Banyak penelitian
yang menunjukkan adanya keterkaitan masa dalam kandungan dengan kesehatan fisik dan
mental seseorang di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian berikut membuktikan
bahwa kesehatan mental seseorang dimulai pada masa konsepsi.

Mednick membuktikan bahwa mereka yang pada saat epidemi sedang berada pada
trimester dua dalam kandungan mempunyai resiko yang leih tinggi untuk menderita
skizofrenia di kemudian hari. Penemuan pentingini menunjukkan bahwa lingkungan luar

7
yang terjadi pada waktu yang tertentu dalam kandungan dapat meningkatkan risiko menderita
skizofrenia.

Mednick menghidupkan kembali teori perkembangan neurokognitif, yang


menyebutkan bahwa pada penderita skizofrenia terjadi kelainan perkembangan neurokognitif
sejak dalam kandungan. Beberapa kelainan neurokognitif seperti berkurangnya kemampuan
dalam mempertahankan perhatian, membedakan suara rangsang yang berurutan, working
memory, dan fungsi-fungsi eksekusi sering dijumpai pada penderita skizofrenia.

Dipercaya kelainan neurokognitif di atas didapat sejak dalam kandungan dan dalam
kehidupan selanjutnya diperberat oleh lingkungan, misalnya, tekanan berat dalam kehidupan,
infeksi otak, trauma otak, atau terpengaruh zat-zat yang mempngaruhi fungsi eotak seperti
narkoba. Kelainan neurokognitif yang telah berkembang ini menjadi dasar dari gejala-gejala
skizofrenia seperti halusinasi, kekacauan proses pikir, waham/delusi, perilaku yang aneh dan
gangguan emosi.

2. Trend peningkatan masalah kesehatan jiwa


Masalah jiwa akan meningkat di era globalisasi. Sebagai contoh jumlah penderita sakit
jiwa di provinsi lain dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat. Penderita tidak lagi
didominasi masyarakat kelas bawah, kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke
atas juga tersentuh gangguan psikotik dan depresif.

Kasus-kasus gangguan kejiwaan yang ditangani oleh para psikiater dan dokter di RSJ
menunjukkan bahwa penyakit jiwa tidak mengenal baik strata sosial maupun usia. Ada orang
kaya yang mengalami tekanan hebat, setelah kehilangan semua harta bendanya akibat
kebakaran. Selain itu kasus neurosis pada anak dan remaja, juga menunjukkan
kecenderungan meningkat. Neurosis adalah bentuk gangguan kejiwaan yang mengakibatkan
penderitanya mengalami stress, kecemasan yang berlebihan, gangguan tidur, dan keluhan
penyakit fisik yang tidak jelas penyebabnya. Neurosis menyebabkan merosotnya kinerja
individu. Mereka yang sebelumnya rajin bekerja, rajin belajar menjadi lesu, dan sifatnya
menjadi emosional. Melihat kecenderungan penyakit jiwa pada anak dan remaja kebanyakan
adalah kasus trauma fisik dan nonfisik. Trauma nonfisik bisa berbentuk musibah, kehilangan
orang tua, atau masalah keluarga.

Tipe gangguan jiwa yang lebih berat, disebut gangguan psikotik. Klien yang
menunjukkan gejala perilaku yang abnormal secara kasat mata. Inilah orang yang kerap

8
mengoceh tidak karuan, dan melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya dan orang
lain, seperti mengamuk.

3. Kecenderungan faktor penyebab gangguan jiwa


Terjadinya perang, konflik, lilitan krisis ekonomi berkepanjangan merupakan salah satu
pemicu yang memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada
manusia. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan
jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001)
menyataan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental.
WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa.

Bukti lainnya, berdasarkan data statistik, angka penderita gangguan kesehatan jiwa
memang mengkhawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami
gangguan mental, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya. Angka ini lumayan kecil jika dibandingkan dengan upaya bunuh diri dari para
penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa setiap tahunnya.

Adanya gangguan kesehatan jiwa ini sebenarnya disebabkan banyak hal. Namun,
menurut Aris Sudiyanto, (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa (psikiatri) Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa ini.
Pertama, gangguan fisik, biologis atau organic. Penyebabnya antara lain berasal dari faktor
keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, hepatitis, malaria dan lain-lain),
kecanduan obat dan alkohol dan lain-lain. Kedua, gangguan mental, emosional atau kejiwaan.
Penyebabnya, karena salah dalam pola pengasuhan (pattern of parenting) hubungan yang
patologis di antara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. Ketiga,
gangguan sosial aau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan,
problem orangtua, hubungan antarpersonal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan
hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik,
dan lain-lain).

4. Kecenderungan situasi di era globalisasi


Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas sebagai ciri
globalisasi, akan berdampak pada semua faktor termasuk kesehatan. Perawat dituntut mampu
memberikan askep yang profesional dan dapat mempertanggung jawabkan secara ilmiah.
Perawat dituntut senantiasa mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan

9
khususnya keperawatan jiwa. Perawat jiwa dalam era global harus membekali diri dengan
bahasa internasional, kemampuan komunikasi dan pemanfaatan teknologi komunikasi, skill
yang tinggi dan jiwa entrepreneurship.

5. Perubahan Orientasi Sehat


Pengaruh globalisasi terhadap perkembangan pelayanan kesehatan termasuk
keperawatan adalah tersedianya alternatif pelayanan dan persaingan penyelenggaraan
pelayanan. (persaingan kualitas). Tenaga kesehatan (perawat “jiwa”) harus mempunyai
standar global dalam memberikan pelayanan kesehatan, jika tidak ingin ketinggalan.
Fenomena masalah kesehatan jiwa, indicator kesehatan jiwa di masa mendatang bukan lagi
masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada konteks
kehidupan sosial. Fokus kesehatan jiwa bukan hanya menangani orang sakit, melainkan pada
peningkatan kualitas hidup. Jadi konsep kesehatan jiwa buka lagi sehat atau sakit, tetapi
kondisi optimal yang ideal dalam perilaku dan kemampuan fungsi sosial.

Paradigma sehat Depkes, lebih menekankan upaya proaktif untuk pencegahan daripada
menunggu di RS, orientasi upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan
promotif. Penangan kesehatan jiwa bergeser dari hospital base menjad community base.

Empat ciri pembentuk struktur masyarakat yang sehat:

a. Suatu masyarakat yang di dalamnya tak ada seorang manusia pun yg diperalat oleh
orang lain. Oleh karena itu seharusnya tidak ada yang diperalat/ memperalat diri
sendiri, dimana manusia itu menjadi pusat dari semua aktivitas ekonomi maupun
politik diturunkan pada tujuan perkembangan diri manusia.
b. Mendorong aktivitas produktif setiap warganya dalam pekerjaannya, merangsang
perkembangan akal budi dan lebih jauh lagi, mampu membuat manusia untuk
mengungkapkan kebutuhan batinnya berupa seni dan perilaku normatif kolektif.
c. Masyarakat terhindar dari sifat-sifat rakus, eksploitatif, pemilikan berlebihan,
narsisme, tidak mendapatkan kesempatan meraup keuntungan material tanpa batas.
d. Kondisi masyarakat yang memungkinkan orang bertindak dalam dimensi-dimensi
yang dapat dipimpin dan diobservasi. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab dalam
kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan struktur masyarakat sehat, kuncinya :
Setiap orang harus meningkatkan kualitas hidup yang dapat menjamin terciptanya
kondisi sehat yang sesungguhnya. Mandiri dan tidak bergantung pada orang lain
merupakan orientasi paradigma kesehatan jiwa.

10
6. Kecenderungan Penyakit
Masalah kesehatan jiwa akan menjadi “The global burdan of disease“ (Michard &
Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi ”Public Health Policy” yang secara
tradisional memberi perhatian yang lebih pada penyakit infeksi. Standar pengukuran untuk
kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian akibat penyakit. Ini
telah menyebabkan gangguan jiwa seolah-olah bukan masalah. Dengan adanya indikator
baru, yaitu DALY (Disabilitty Adjusted Lfe Year) diketahuilah bahwa gangguan jiwa
merupakan masalah kesehatan utama secara internasional.

Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik yang tidak
menentu menyebabkan semakin tigginya angka pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan,
situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan jiwa dalam kehidupan
manusia ( Antai Otong, 1994). Untuk menjawab tantangan ini diperlukan tenaga-tenaga-
kesehatan seperti psikiater, psilolog, social Worker, dan perawat psikiatri yang memadai baik
dari segi kuantitas.

Saat terjadinya tsunami di Aceh, banyak orang yang terpapar dengan kejadian
Traumatis, yang mengalami, menyaksikan kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian
atau kematian yang sebenarnya dan mereka yang cedera serta yang dalam ancaman terhadap
integritas fisik diri sendiri atau orang lain. Respons yang terjadi berupa rasa takut yang kuat
serta tidak berdaya, sedangkan bagi anak-anak apa yang menghadapinya akan dieksperikan
dengan perilaku yang kacau.

Trauma itu merupakan sesuatu yang katastropik, yaitu trauma diluar rentang.
Pengalaman trauma yang umum dialami manusia dalam kejadian sehari-hari. Pengalaman
katastropik dalam berbagai bentuk, baik peperangan (memang sedang terjadi), pemerkosaan
(banyak dialami sebagian wanita di Aceh), maupun bencana alam, (gempa dan bencana
tsunami), sungguh mengerikan.

Ini akan membuat mereka dalam keadaan stress berkepanjangan dan berusaha untuk
tidak mengalami stress yang sedemikian. Dalam kriteria klinik seperti yang disusun dalam
diagnostic and statical manual of mental disorder lll dan Lv serta Pedoman Pengggolongan
dan Diagnosis gangguan jiwa lll di Indonesia menyatakan, gejala yang ditemukan pada
mereka itu menggambarkan suatu yang stress yang terjadi berbulan-bulan, bahkan bertahun-
tahun. Dengan demikian mereka menjadi manusia yang invalid dalam kondisi kejiwaan
dengan akibat dan resultante akhir penderita ini akan menjadi tidak produktif. Padahal seperti

11
diketahui ada diantara mereka yang berkali-kali telah mengalami pengalaman katastropik
yaitu saat daerah tersebut ada dalam kondisi berlangsungnya Daerah Operasi Militer dan
peristiwa-peristiwa sesudahnya. Kondisi itu memang amat melumpuhkan tidak hanya ragawi,
tetapi juga kondisi kejadian masyarakat di daerah NAD. Di kemudian hari, mereka menjadi
manusia yang tanpa alasan selalu berusaha menghindar terhadap kejadian yang mirip,
terutama terhadap kekerasan yang sebernarnya tidak akan terjadi. Mereka juga menjadi
manusia yang selalu bermimpi menakutkan terjadi secara berulang-ulang. Akibatnya, tidur
yang seharusnya kan membuat restorasi terhadap kondisi tubuh, namun yang terjadi adalah
sebaliknya. Mereka berada dalam keadaan lelah dan seakan berada dalam kondisi depresi.
Mungkin saja mereka kan berperilaku atau merasa seakanakan kejadian traumatis itu terjadi
kmbaki, termasuk pengalaman, ilusi, halusinasi, dan episode kilas balik dalam bentuk
disosiatif.

Penelitian mutakhir tentang kajian trauma (trauma studies) mulai memahami bahwa
trauma bukan semata-mata gejala kejiwaan yang bersifat individual. Trauma muncul sebagai
akibat dari saling keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang
mengguncang eksistensi kejiwaan. Dalam konteks tsunami Aceh dan bencana-bencana besar
lainnya di Indonesia, kompleksitas sosial dan kultural sangat penting mengingat bahwa
masyarakat telah mengalami dan menjadi saksi berbagai macam kekerasan sejak
berlangsungnya operasi keamanan di daerah ini. Oleh karena itu, pemahaman tentang trauma
sebagai proses sosial dan sekaligus proses kejiwaan yang bersifat personal mutlak diperlukan
untuk mencari jalan keluar dari lingkaran ingatan traumatis yang dialami oleh klien-klien
yang mengalami yang mengalami bencana di seluruh penjuru Indonesia. Menariknya,
Sigmund Freud sendiri pernah mengemukakan bahwa trauma adalah suatu ingatan yang
direpresi. Dan, karena direpresi itulah maka trauma sering berlangsung secara tidak sadar
dalam periode yang cukup lama. Guncangan psikologis yang disebabkan oleh ingatan
mengerikan tentang gelombang tsunami, tentang mayat-mayat yang berserakan, dan tentang
kehilangan banyak anggota keluarga sekaligus berpotensi untuk membentuk ingatan yang
traumatis.

Perawat jiwa pada masa akan datang penting untuk menekuni kajian trauma, juga
menggarisbawahi proses yang dalam studi psikologi sering disebut sebagai transference.
Istilah ini merujuk pada ‚“transfer“ pengalaman traumatis yang terjadi dari orang yang secara
fisik langsung mengalami peristiwa yang mengerikan kepada orang lain yang tak secara
langsung mengalaminya. Freud memberi contoh bahwa psikoanalis juga dapat mengalami

12
proses transference saat ia secara tak sadar melakukan identifikasi dengan korban trauma
tersebut. Dori Laub, psikiater yang terlibat dalam pembuatan Shoah, mengatakan bahwa
transference itu bisa terjadi saat psikoanalis, atau siapapun juga yang melakukan wawancara
dengan korban.

7. Meningkatnya Post Traumatic Syndrome Disorder


Trauma yang katastropik, yaitu trauma di luar rentang pengalaman trauma yang umum
di alami manusia dlm kejadian sehari-hari. Mengakibatkan keadaan stress berkepanjangan
dan berusaha untuk tidak mengalami stress yang demikian. Mereka menjdi manusia yang
invalid dalam kondisi kejiwaan dengan akibat akhir menjadi tidak produktif. Trauma bukan
semata2 gejala kejiwaan yang bersifat individual, trauma muncul sebagai akibat saling
keterkaitan antara ingatan sosial dan ingatan pribadi tentang peristiwa yang mengguncang
eksistensi kejiwaan.

8. Meningkatnya Masalah Psikososial


Lingkup masalah kesehatan jiwa, sangat luas dan kompeks juga saling berhubungan
dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa (psychitri), secara garis besar masalah
kesehatan jiwa digolongkan menjadi:

a. Masalah perkembangan manusia yang harmonis dan peningkatan kualitas, hidup


yaitu masalah kejiwaan yang berkait dengan makna dan nilai-nilai kehidupan
manusia, misalnya:
1. Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan lifecycle kehidupan manusia,
mulai dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja,
dewasa, usia lanjut.
2. Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
3. Pemukiman yang sehat.
4. Pemindahan tempat tinggal.
b. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai aikbat
terjadinya perubahan sosial, misalnya :
1. Psikotik gelandangan (seseorang yang berkeliaran di tempat umum dan
diperkirakan menderita gangguan jiwa psikotik dan dianggap mengganggu
ketertiban/keamanan lingkungan).
2. Pemasungan penderita gangguan jiwa.

13
3. Masalah anak jalanan.
4. Masalah anak remaja (tawuran, kenakalan).
5. Penyalahgunaan Narkotika dan psikotropika.
c. Masalah seksual (penyimpangan seksual, pelecehan seksual, dan lainlain).
1. Tindak kekerasaan sosial (kemiskinan, penelataran tidak diberi nafkah, korban
kekerasaan pada anak dan lain-lain).
2. Stress pascatrauma (ansietas, gangguan emosional, berulang kali merasakan
kembali suatu pengalaman traumatik, bencana alam, ledakan, kekerasaan,
penyerangan/penganiyaan secara fisik atau seksual, termasuk pemerkosaan,
terorisme dan lain-lain).
3. Pengungsi/imigrasi (masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya suatu perubahan sosial, seperti cemas, depresi, stress pascatrauma, dan
lain-lain.
d. Masalah usia lanjut yang terisolasi (penelataran, penyalahgunaan fisik, gangguan
psikologis, gangguan penyesuaian diri terhadap perubahan, perubahan minat,
gangguan tidur, kecemasan, depresi, gangguan pada daya ingat, dll).
e. Masalah kesehatan tenaga kerja ditempat kerja (kesehatan jiwa tenaga kerja,
penurunan produktivitas, stress di tempat kerja, dan lain-lain).

9. Trend Bunuh Diri pada Anak dan Remaja


Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam Sejak tahun
1958, dari 100.000 penduduk Jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Sedangkan untuk negara Austria, Denmark, dan Inggris, rata-rata 25 orang. Urutan pertama
diduduki Jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24 menit
seorang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya 10 kali lebih
besar dari angka tersebut, tetapi cepat tertolong. Kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri
mulai tampak meningkat terjadi pada anak-anak dan remaja.

Di Benua Asia, Jepang dan Korea termasuk Negara yang sering diberitakan bahwa
warganya melakukan bunuh diri. Di Jepang, harakiri (menikam atau merobek perut sendiri)
sering dilakukan bawahan untuk melindungi nama baik atasannya. Sebagai contoh, sekretaris
pribadi mantan Perdana Menteri Takeshita melakukan bunuh diri, ketika skandal suap
perusahaan Recruits Cosmos terbongkar pada tahun 1984 atau yang paling terkenal kasus

14
bunuh dirinya sopir pribadi mantan Perdana menteri Tanaka, ketika skandal suap Lockheed
terbongkar. Sang sopir menusuk perutnya, demi menjaga kehormatan pimpinannya.

Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa
satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau terjadi dalam seiap 40 detiknya. Bunuh
diri juga termasuk satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain
faktor kecelakaan.

10. Masalah Napza dan HIV/AIDS


Gangguan penggunaan zat adiktif ini sangat berkaitan dan merupakan dampak dari
pembangunan serta teknologi dari suatu negara yang semakin maju. Hal terpenting yang
mendukung merebaknya NAPZA di negara kita adalah perangkat hukum yang lemah bahkan
terkadang oknum aparat hukum seringkali menjadi backing, ditambah dengan keragu-raguan
penentuan hukuman bagi pengedar dan pemakai, sehingga dampaknya SDM Indonesia kalah
dengan Malaysia yang lebih bertindak tegas terhadap pengedar dan pemakai NAPZA.
Kondisi ini akan semakin menigkat untuk masa yang akan datang khususnya dalam era
globalisasi.

Dalam era globalisasi tersebut terdapat gerakan yang sangat besar yang disebut dengan
istilah “Gerakan Kafirisasi“. Bila beberapa dekade yang lalu kita mengenal istilah zionisme,
maka dengan ini sejalan dengan globalisasi kita berhadapan dengan dengan ideologi
kafirisasi yang disebut dengan Neozionisme, sebuah ideologi yang ingin menciptakan tatanan
dunia global yang sekuler dan terlepas sama sekali dari ajaran agama yang mereka anggap
sebagai kepalsuan, racun, dan dogmatis fundamentalis.

Gerakan konspirasi mereka telah membuat carut marut dan tercabiknya wajah kaum
beragama, utamanya umat muslim, mereka menuduh umat islam sebagai fundamentalis,
ekstrimis, dan tiran. Bahkan Hungtington (Misionaris Yahudi) pernah mengatakan : “Musuh
Barat terbesar setelah Rusia hancur adalah Islam“. Salah satu program mereka adalah
menghancurkan islam melalui penghancuran generasi mudanya dengan cara menebarkan
narkotik dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Sekarang para imperalis dan konspirasi Yahudi
telah memanfaatkan energi yang tersimpan dalam generasi negeri ini (1,3 juta orang pemuda)
yang berusia 15-25 tahun melalui NAPZA (Narkotik dan Zat Adikif lainnya) dan telah
membunuh 30 orang perbulannya. Masalah lainnya muncul seiring dengan merebaknya
pemakaian NAPZA. Menjelang tahun 2008 pertumbuhan HIV AIDS di dunia dapat mencapai
4 orang permenit. Ini merupakan ancaman hilangnya kehidupan dan runtuhnya peradaban.

15
Kita semua, khususnya tim kesehatan harus merasa terpanggil menyelamatkan generasi
penerus bangsa dari cangkraman NAPZA (Narkotika, Alkohol, psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya). Perawat merupakan komponen terbesar dari seluruh tim kesehatan, maka
upayaupaya pengcegahan dan penatalaksanaan keperawatan menjadi hal yang sangat penting
karena perawat senantiasa berada di sisi klien dalam rentang waktu yang lama di banding tim
kesehatan lainnya. Melalui forum presentasi orientasi keperawatan jiwa kami berusaha
memaparkan suatu topik dengan tema Asuhan Keperawatan pada Pengguna NAPZA.

11. Pattern Of Parenting dalam Keperawata Jiwa


Dengan banyaknya bunuh diri dan depresi pada anak, maka saat ini pola asuh keluarga
menjadi sorotan. Pola asuh yang baik adalah pola asuh dimana orang tua menerapkan
kehangatan tinggi yang disertai dengan kontrol yang tinggi. Kehangatan adalah bagaimana
orang tua menjadi teman curhat, teman bermain, teman yang menyenangkan bagi anak
terutama saat rekreasi, belajar, dan berkomunikasi. Adakalanya kehangatan diwujudkan
dengan mendekap, mencium, menggendong atau mengajak anak menjalajahi alam sambil
belajar. Kehangatan adalah upaya-upaya yang dilakukan orang tua agar anak dekat dan berani
bicara pada orang tuanya pada saat anak mendapatkan masalah. Orang tua menjadi teman
dalam express feeling anak sehingga anak menjadi sehat jiwanya.

Kontrol yang tinggi adalah bagaimana anak dilatih mandiri dan mengenal disiplin di
rumahnya. Kemandirian ini menjadi hal yang sangat penting dalam kesehatan jiwa. Anak
mandiri terbiasa menyelesaikan masalahnya, ia akan memiliki self confidence yang cukup.
Contoh kontrol yang diterapkan orang tua adalah kapan anak harus bangun pagi, kapan
belajar, kapan anak berlatih memakai kaos kaki sendiri, makan sendiri dan berpakaian secara
mandiri. Orang tua juga melatih anak bertanggung jawab mengerjakan tugas-tugas di rumah
seperi mencuci, menyiram bunga, dan sebagainya.

Tipe pola asuh :

a. Autoriatif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol yang tinggi dan
kehangatan tinggi.
b. Otoriter : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol tinggi dan kehangatan
rendah.
c. Permisif : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah dan
kehangatan tinggi.

16
d. Neglected : Bila orang tua menerapkan pola asuh dengan kontrol rendah dan
kehangatan rendah.

12. Masalah Ekonomi dan Kemiskinan


Pengangguran lebih dari 40 juta orang telah menyebabkan rakyat Indonesia semakin
terpuruk. Daya beli lemah, pendidikan rendah, lingkungan buruk, kurang gizi, mudah
terigitasi, kekebalan menurun dan infrastruktur yang masih rendah menyebabkan banyaknya
rakyat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa. Masalah ekonomi merupakan masalah
yang paling dominant menjadi pencetus gangguan jiwa di Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan
bahwa saat terjadi kenaikan BBM selalu disertai dengan peningkatan dua kali lipat angka
gangguan jiwa. Hal ini diperparah dengan biaya sekolah yang mahal, biaya pengobatan tak
terjangkau dan penggusuran yang kerap terjadi.

17
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Sejarah Keperawatan mental psikiatri muncul sebagai sebuah profesi pada awal abad
ke-19. Kemudian sejak tahun 1940 keperawatan mental psikiatri mulai berkembang pesat,
tetapi pelayanan masih terpusat di Rumah Sakit. Hal ini terjadi sejalan dengan program
deinstitusionalisasi. Deinstitusionalisasi adalah suatu program pembebasan klien gangguan
jiwa kronik dari institusi rumah sakit dan mengembalikan mereka ke lingkungan rehabilitas
di masyarakat. Angka kejadian gangguan jiwa dapat diminimalkan dengan menggunakan
cara-cara preventif seperti menemukan kasus-kasus secara dini, diagnosa dini dan intervensi
krisis. Perspektif keperawatan jiwa adalah pandangan yang menjadi kerangka dasar dalam
praktik keperawatan jiwa. Proses terjadi nya gangguan jiwa melalui faktor faktor penyebab
yang bisa menyebabkan seseorang terkena gangguan jiwa.

3.2. Saran
Perawat/mahasiswa keperawatan perlu untuk mengetahui mengenai sejarah
keperawatan jiwa dan mengkaji serta mempelajari trend dan isu keperawatan jiwa global agar
dapat mengetahui dan menangani masalah kesehatan jiwa yang terjadi di masyarakat
sehingga dapat diterapkan dalam pelayanan keperawatan/asuhan keperawatan jiwa.

18
Daftar Pustaka

Novi Dwi Yanti, 2020 Menganalisis sejarah keperawatan jiwa dan trend isu dalam
keperawatan jiwa global. Politeknik kesehatan kalimantan timur diakses pada 15
oktober 2021 pukul 13. 37

World Health Organization. (2008). Investing in Mental Health. Geneva: WHO

Wulandari febriana 2020 makalah kesehatan keperawatan jiwa 1 proses terjadinya ganggalam
perspektif keperawatan jiwa program studi s1 ilmu keperawatan universitas
muhamadiyah kudus

Yusuf, AH., PK, Rizky Fitryasari., Nihayati, Hanik Endang. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jak

19

Anda mungkin juga menyukai