Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN


MASALAH PSIKOSOSIAL KEHILANGAN BERDUKA
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa di ampu oleh :
Ns. Ari Setyawati.,M.Kep
Ns., Fifi Alviana., S.Kep., MSN

Di susun oleh Kelompok 5 Kelas 2A D3 Keperawatan :


- Adila Dwi Agustin (2020200062)
- Rochimah (2020200066)
- Siti Muzayanah (2020200067)
- Afriana Dewi Lestari (2020200068)
- Dimas Rifqi Hidayat(2020200069)

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2022/2023
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................3
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................6
A. Definisi......................................................................................................6
B. Etiologi......................................................................................................6
C. Klasifikasi..................................................................................................8
D. Manifestasi Klinik.....................................................................................9
E. Rentang Respon..........................................................................................10
F. Akibat..........................................................................................................11
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan...............................................12
H. Pohon Masalah........................................................................................13
I. Konsep Askep.............................................................................................14
1. Pengkajian...............................................................................................14
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................17
3. Intervensi Keperawatan...........................................................................17
4. Implementasi keperawatan......................................................................19
5. Evaluasi keperawatan..............................................................................20
BAB III ILUSTRASI KASUS..............................................................................22
Kasus..................................................................................................................22
Identitas Klien....................................................................................................22
A. Pengkajian...............................................................................................22
B. Diagnose Keperawatan............................................................................27
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................28
D. Impementasi keperawatan.......................................................................28
E. Evaluasi Keperawatan.............................................................................30
BAB IV PENUTUP...............................................................................................32
A. Kesimpulan..............................................................................................32
B. Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat
dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang
lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain (Kemenkes, 2013).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia
(Keliat, 2022). Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk
mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu,
keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat (UU
Kesehatan Jiwa, 2022).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-
negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat
pengobatan apapun pada tahun utama (Hardian, 2018).
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan
kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini
dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari

3
diri yang bersangkutan atau disekitarnya. Pandangan pandangan tersebut dapat
menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi
perawatan yang tidak tetap.
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan Perawat membantu klien untuk
memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga
kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar
artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Keperawatan secara holistik dan
komprehensif kepada pasien dengan masalah psikososial kehilangan
berduka.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui teori dasar seperti Definisi,Etiologi, Klasifikasi,
Manifestasi klinik, Rentang respon, Akibat, Penatalaksanaan medis
dan keperawatan, Pohon masalah serta Konsepasuhan keperawatan
jiwa pada pasien dengan masalah psikososial kehilangan berduka.
b. Mengetahui cara melakukan pengkajian pada klien dengan masalah
psikososial kehilangan berduka.
c. Mengetahui cara menegakkan diagnosa keperawatan pada klien
dengan masalah psikososial kehilangan berduka
d. Mengetahui cara memberikan intervensi keperawatan kepada klien
dengan masalah psikososial kehilangan berduka

4
e. Mengetahui cara melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
intervensi pada klien dengan masalah psikososial kehilangan berduka
f. Mengetahui cara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien
dengan masalah psikososial kehilangan berduka
g. Mengetahui cara mendokumentasian asuhan keperawatan pada klien
dengan masalah psikososial kehilangan berduka.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan
adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadisebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dancenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwayang biasa terjadi
pada orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari
keadaansemula (keadaan yang sebelumya ada menjadi tidak ada).
Berduka (Grieving) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian
maupun kematian. Breavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan
selama individu melewati rekasi. Berduka adalah respon emosi
yangdiekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya
perasaan sedih, gelisah, cemas,sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadiankehilangan. Dukacita adalah
proses kompleks yang normal meliputi respon dan perilakuemosional,
fisik, spritual, sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan
komunitas,memasukan kehilangan, yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan
kedalam kehidupan sehari–hari mereka.

B. Etiologi
1. Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah
1) Faktor genetic
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis

6
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
(Prabowo, 2022 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat,
2009 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa
kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2022 : 116).
2. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi
individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2022 : 117).

7
C. Klasifikasi
1. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya,
atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat,
atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
2. Berduka Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa
antara lain:
1) Berduka normal Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang
normal terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan,
menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses
perpisahan dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum
ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke
tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung
seolah – olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan
orang yang bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak

8
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin
D. Manifestasi Klinik
1. Kehilangan
Menurut Prabowo (2022 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas (Eko prabowo, 2022 : 117).
2. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat
badan menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala,
pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat , susah
bernapas.
2) Efek emosi Mengingkari, bersalah , marah, kebencian,
depresi,kesedihan, perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk
berkonsentrasi, gagal dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian
terhadap orang yang meninggal.
3) Efek social.
- Menarik diri dari lingkungan.
- Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
-

9
E. Rentang Respon

Rentang respon Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat


melalui tahap – tahap berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan
Perry, 1997) :
1. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok,
tidak percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan
benar – benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang
menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi
tambahan (Hidayat, 2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,
mulai, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini
dapat berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat,
2009 : 245).
2. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang
timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang
yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku
agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan,
bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang
sering terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).
3. Tahap tawar – menawar

10
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan
secara halus atau terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat
dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar
dengan memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
4. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri,
kadang – kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh
diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah
tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain – lain (Prabowo, 2022 :
115).
5. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang
atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang
dialaminya dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau
orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya
akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap
tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri
proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas.
Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan memengaruhi kemampuan
individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya
(Hidayat, 2009 : 245 - 246).

F. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi
tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada
saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai

11
pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan
antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun( Prabowo, 2022 : 117).

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


 Penatalaksanaan medis
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang
bisa dilakukan adalah :
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode
yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus
tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik
dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak
menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak. Tujuan
ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk
meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2022 : 118).
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi : memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
yang terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
3. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih
dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga
diri seseorang. Tujuan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk

12
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi
abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun mental,
dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan memperhatikan
kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam
keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2022 : 118)
 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik
untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
2. Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi
sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

H. Pohon Masalah
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi effect

Isolasi Sosial : menarik diri Cor problem

Koping individu inefektif causa

Kehilangan objek eksternal


Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangansesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangansuatu aspek diri

13
Kehilangan hidup

I. Konsep Askep
J. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka
cita klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan
melalui perilaku. Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian
agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
3. Perilaku koping yang adekuat selama proses
A. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit
mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu
permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola
hidup yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi
stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa
terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan
perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan
yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau
perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan
mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).

14
5) Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif,
perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang
rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
B. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi
individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
C. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon
antara lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas
stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering
ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis
mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak
tepat.
D. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
E. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan

15
6) Perubahan sistem imune dan endokrin
F. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu
atau benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan
keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
G. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang
meninggal adalah pembimbing.
H. Perilaku, Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku
seperti:
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan
bersama orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal
ingin membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau
pembunuhan

16
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
K. Diagnosa Keperawatan
1) Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah /
kronis.
2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan
koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan
pasangan.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

L. Intervensi Keperawatan
- Intervensi untuk klien yang berduka :
1) Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan
yang adaptif.
2) Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
3) Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan
masa lalu saat ini.
4) Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
5) Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
6) Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
7) Gunakan komunikasi yang efektif.
 Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
 Dorong penjelasan
 Ungkapkan hasil observasi
 Gunakan refleksi
 Cari validasi persepsi
 Berikan informasi
 Nyatakan keraguan
 Gunakan teknik menfokuskan
 Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan
hal yang tersirat

17
8) Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
 Kehadiran yang penuh perhatian
 Menghormati proses berduka klien yang unik
 Menghormati keyakinan personal klien
 Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan,
konsisten
 Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang
berhubungan dengan kehilangan
9) Prinsip Intervensi  Keperawatan pada Pasien dengan Respon
Kehilangan
 Bina dan jalin hubungan saling percaya
 Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian
yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan
mengambil hikmahnya
 Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
 Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
 Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
 Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
 Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
 Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a. Fase Pengingkaran
o Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya.
o Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap
menerima, ikhlas dan memberikan jawaban yang jujur terhadap
pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian.
b. Fase marah
o Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c. Fase tawar menawar

18
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan
perasaan takutnya.
d. Fase depresi
o Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
o Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e. Fase penerimaan
o Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa
dihindari.
10) Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon
Kehilangan
 Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta
menjaga anak selama masa berduka.
 Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya
yang salah.
 Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan
perilaku yang diperhatikan oleh orang lain.
 Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah
duka.
11) Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon
Kehilangan  (Kematian Anak)
 Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
 Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
 Menyiapkan perangkat kenangan.
 Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila
diperlukan.
 Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang
patologis serta Tempat mereka minta bantuan bila diperlukan

19
M. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya.
Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan.

N. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respons keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai
pola pikirnya.
S :Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O :Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A :Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang
kontradikdif dengan masalah yang ada.
P :Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon
keluarga
Pada pasien kehilangan berduka, Evaluasi kemampuan pasien
mengatasi kehilangan dan berduka berhasil apabila pasien dapat:

20
1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses
berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap
tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses
berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang
berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-
perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan disfungsi berduka
dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup sehari-hari secara
mandiri.

21
BAB III

ILUSTRASI KASUS
Kasus
Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan gangguan psikososial pada
Ny.M dengan kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03 Kecamatan Delanggu.
Asuhan keperawatan tersebut terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Data yang
didapatkan pada kasus ini berasal dari klien, keluarga klien, dan observasi
langsung terhadap klien.
Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada hari Kamis tanggal 15 Mei 2022 pukul 16.00
WIB, dengan metode autoanamnesa. Data yang diperoleh dari pengkajian ini
adalah nama klien Ny.M, umur 48 tahun, jenis kelamin perempuan, agama Islam,
suku bangsa Jawa, pendidikan S1, pekerjaan guru, alamat Kepanjen Delanggu.
Penanggung jawab terhadap klien : Tn.A, jenis kelamin laki-laki, pendidikan
SMA, alamat Kepanjen Delanggu, hubungan dengan klien adalah anak kandung.
A. Pengkajian
Alasan masalah timbul : ± 3 hari klien sering menyendiri, berdiam diri
dirumah, jarang mau mengobrol dengan orang lain, pandangan tidak fokus,
sering menundukkan kepala jika di ajak bicara dan sering melamun. Hal itu
terjadi semenjak kematian suaminya pada tanggal 11 Mei 2022.

Faktor predisposisi : Hasil dari pengkajian didapat klien pernah


mengalami kehilangan sebelumnya yaitu kematian ayahnya pada tahun 2007.
Saat dikaji klien mengatakan sedih yang dirasakan sangat jauh berbeda. Klien
mengatakan syok dan terpukul atas kematian suaminya “Tidak, saya tidak
percaya bahwa itu terjadi”, ”Itu tidak mungkin”. Saat dikaji klien tampak
menangis dan terlihat lemas. Anak klien mengatakan, Ny.M selalu merenung
dan menangis sambil melihat foto suaminya, Ny.M juga tidak mau makan dan
hanya berdiam diri dirumah, jarang mau bertemu dengan orang lain semenjak

22
suaminya meninggal. Ny.M hanya mau bertemu dengan keluarga dan orang
terdekat. Anak klien mengatakan Ny.M tidak pernah mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga, maupun tindakan
kriminal yang terjadi pada dirinya.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N : 80 x/mnt, R : 20


x/mnt, S : 367 oC. Antopometri didapatkan TB : 153 cm, BB : 54 kg. Klien
mengatakan tidak ada keluhan fisik.
Data genogram klien :

ny.
m

23
Keterangan :

: Laki -laki

: Perempuan

Ny.
: Pasien
m

: Tinggal 1 Rumah

: Garis Keturunan

: Meninggal

: Garis Pernikahan

Berdasarkan genogram diatas, dapat dijelaskan bahwa klien adalah


seorang ibu berumur 48 tahun, memiliki 4 orang anak kandung yang tinggal
satu rumah dengannya. Keputusan dan aturan rumah ditentukan oleh
suaminya, tetapi sekarang keputusan ditentukan dirinya dan terkadang
berdasarkan pendapat dari anaknya.
Data konsep diri meliputi citra diri : klien mengatakan menyukai
semua anggota tubuhnya dan tidak mengeluhkan keadaan fisiknya, klien
mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Allah SWT. Identitas diri : klien
adalah seorang perempuan berumur 48 tahun, seorang ibu dari 4 orang anak
dan sekarang menjadi janda sepeninggalan suaminya. Peran diri : klien

24
mengatakan biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu,
memasak, mencuci, tetapi sekarang jarang melakukan aktifitas tersebut
karena merasa malas dan lemas untuk beraktifitas, sekarang putrinya yang
sering melakukan pekerjaan rumah. Perannya sebagai guru belum Ny.M
lakukan lagi karena klien belum mau keluar rumah dan kesedihannya
belum berkurang. Ideal diri : klien mengatakan ingin bisa seperti biasa,
tegar dan siap untuk bertemu dengan orang banyak, klien juga ingin
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Harga diri : klien mengatakan
malu dan belum siap bertemu dengan orang lain karena kehilangan dan
keterpurukannya. Klien juga mengatakan ingin dirumah saja dahulu sampai
kesedihan berkurang dan menerima dengan keadaannya sekarang.
Data spiritual meliputi nilai dan keyakinan : klien beragama islam
dan meyakini bahwa keadaan yang dialaminya sekarang adalah
kehendakNya.
Kegiatan ibadah : klien mengatakan selalu berdo’a dan rutin sholat 5
waktu.
Status mental didapatkan hasil penampilan : penampilan klien
cukup rapi, penggunaan pakaian sesuai dan tampak bersih, klien ganti
pakaian 2x sehari. Pembicaraan : cara bicara klien pelan, kadang diam dan
tampak melamun, ketika diwawancara dan saat ditanya, “Ny.M sudah
makan ?”, kontak mata klien tidak fokus dan pertanyaan harus diulang
kembali. Aktifitas motorik : aktifitas motorik klien grimasem, saat
diwawancara klien kadang tampak biasa menanggapi pertanyaan (kadang
tersenyum) dan klien tampak murung, berdasarkan observasi klien
mengalami agitasi saat diamati klien tampak banyak bergerak (gelisah).
Alam perasaan : alam perasaan klien adalah sedih karena dirumah klien
merasa masih terbayang-bayang suaminya dan klien merasa terpuruk (tidak
menerima keadaan kematian suaminya yang mendadak).
Afek : afek klien datar, tidak ada perubahan roman muka pada saat
stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan, saat diajak bercanda klien
hanya diam saja, wajahnya tampak datar. Interaksi selama wawancara :

25
selama wawancara klien kooperatif, selalu menjawab pertanyaan meskipun
terkadang pertanyaan harus diulang karena kontak mata klien yang tidak
fokus, tidak mau menatap saat diajak bicara hanya sesekali menatap, pada
saat diwawancarai klien sering memejamkan mata dan terkadang mata
klien seperti sedang melamun, klien juga sering menundukkan kepala.
Persepsi : klien mengalami gangguan persepsi halusinasi
penglihatan, ketika ditanya klien mengatakan “kadang-kadang saya melihat
suami saya tersenyum melihat saya, kemudian saya memanggilnya sambil
menjulurkan tangan” dalam sehari terkadang bayangan itu muncul tiga kali
ketika saya sedang sendiri, biasanya muncul ketika malam hari. Proses pikir
: klien mengalami proses pikir bloking, pada saat diwawancarai “Ny M
sudah makan ? Makan apa tadi ? Klien menjawab “sudah makan” tiba-tiba
berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi jawabanya “sudah makan
sama telur tadi”. Isi pikir : klien mengalami depersonalisasi yaitu perasaan
yang merasa asing terhadap orang lain, hal ini terjadi mungkin karena
keadaannya sekarang, klien hanya mengurung diri dirumah dan tidak
bersosialisasi dengan orang lain. Waham : klien tidak mengalami waham
apapun. Tingkat kesadaran : klien tidak mengalami disorientasi, baik
waktu, tempat dan orang. Klien mengetahui apa yang terjadi padanya, dan
tahu sedang diruang keluarga dan mengetahui kalau sore hari pada saat
ditanya.
Memori : klien tidak mengalami gangguan memori jangka panjang,
saat ditanya “ Dulu menikah umur berapa ?” klien menjawab “umur 22
tahun”. Klien juga tidak mengalami gangguan memori jangka pendek, saat
ditanya “Keluarga dari Surabaya pulang kapan ?”. Klien menjawab “tiga
hari yang lalu yaitu hari selasa”. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tingkat
konsentrasi klien mudah beralih, klien akan mudah beralih pandangannya
apabila merasa tidak nyaman, malas diganggu dan mengantuk. Klien tidak
mau menjawab pertanyaan ataupun ngobrol. Terkadang klien beralih
pandangan apabila menonton televisi. Klien mampu berhitung dengan baik,
saat dimintai uang anaknya 30.000 klien mampu memberinya. Daya tilik

26
diri : klien tampak menyalahkan orang lain atau lingkungan yang
menyebabkan kondisi saat ini.
“Andai kegiatan rekreasi tidak diadakan dari pihak sekolah pasti keadaan
ini tidak akan terjadi”.

Pola kebiasaan sehari-hari didapatkan hasil meliputi : pola nutrisi,


klien mengatakan makan 2 sampai 3 kali sehari, makan habis 3 sampai 5
sendok makan setiap makan, dengan menu nasi, sayur, lauk, terkadang
makan mie instan. Makanan disajikan dan disiapkan oleh anaknya. Pola
eliminasi : klien mengatakan BAB sehari sekali dan BAK 5 sampai 6 kali
perhari. Pola istirahat dan tidur : klien mengatakan sulit tidur karena
suasana hatinya yang sedih dan terkadang membayangkan dirinya dengan
suaminya. Pola aktivitas dan latihan : klien mengatakan terkadang
melakukan aktivitas dirumah seperti menyapu, mencuci baju dan mencuci
piring.

Mekanisme koping klien maladaptif, hal ini terlihat karena klien


lebih sering menyendiri, diam dikamar dan terkadang diam di ruang
keluarga dan hanya sesekali duduk bersama anaknya namun hanya
sebentar.

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 15 Mei 2022 didapatkan data fokus
yang dibedakan menjadi data subyektif dan obyektif. Data subyektif
didapatkan hasil bahwa klien mengatakan dirinya lebih nyaman menyendiri.
Klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal dan rindu
kepada suaminya. Anak klien mengatakan klien suka melamun, menangis,
jarang mau bertemu dan mengobrol dengan orang lain. Data obyektif
didapatkan hasil klien kalau diajak bicara sering menunduk, kontak mata tidak
fokus, pandangan kosong, gelisah, dan jika menjawab pelan, kadang diam.
Klien tampak menangis, lemas, dan tampak melamun. Klien tampak

27
mengingkari kehilangan. Berdasarkan hasil data fokus, maka didapatkan
diagnosa keperawatan “Duka Cita”.

C. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan utama pada Ny.M dapat dilakukan
tindakan keperawatan dengan tujuan, kriteria hasil dan perencanaan yaitu
tujuan umum : klien dapat berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat, klien mampu mengungkapkan perasaan duka, klien mampu
menjelaskan makna kehilangan seseorang/objek, klien mampu berbagi rasa
dengan orang yang berarti, klien mampu menerima kenyataan kehilangan
dengan perasaan damai, klien mampu membina hubungan baik dengan orang
sekitar. Kriteria hasil : ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang,
ada kontak mata, mau mengungkapkan perasaan yang dirasakan, menyatakan
pengetahuan tentang proses berduka.

Berdasarkan masalah keperawatan di atas maka dapat dilakukan


intervensi keperawatan meliputi bina hubungan saling percaya dengan klien.
Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmah.
Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka.
Kurangi/hilangkan faktor penghambat poses berduka. Beri dukungan terhadap
respon kehilangan. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
Anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tentukan kondisi
pasien sesuai dengan fase yang dialami yaitu fase pengingkaran : beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Dengarkan
klien dengan penuh pengertian dan jangan menghukum atau menghakimi.
Jelaskan pada klien bahwa sikapnya itu wajar terjadi pada orang yang
mengalami kehilangan

28
D. Impementasi keperawatan
Sebagai tindak lanjut dari proses keperawatan telah dilakukan tindakan
keperawatan berdasarkan pada diagnosa dan intervensi yang telah
direncanakan.
Tanggal 16 Mei 2022 pukul 10.00 WIB telah dilakukan implementasi
yaitu membina hubungan saling percaya, menyapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal dengan respon subyektif klien mengatakan selamat
pagi, data obyektif klien berjabat tangan dengan peneliti. Pukul 10.15 WIB
memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya,
mendengarkan dengan penuh pengertian dan tidak menghakimi dengan respon
subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah meninggal
dan rindu kepada suaminya, “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”,
“Itu tidak mungkin, kasihan anak-anak saya, saya suka cerita kepada anak
saya”, data obyektif klien tampak lemas, menangis dan memandangi foto
suaminya.
Pukul 11.10 WIB menjelaskan kepada klien bahwa sikapnya itu wajar
terjadi pada orang yang mengalami kehilangan dengan respon obyektif klien
tampak memandang perawat dan hanya diam sambil mengusap air matanya.
Pukul 11.40 WIB memberi dukungan terhadap respon kehilangan dengan
respon obyektif klien tampak tenang dan berhenti menangis.
Tanggal 17 Mei 2022 pukul 16.00 WIB telah dilakukan implementasi
yaitu memberikan salam terapeutik dengan respon subyektif klien mengatakan
selamat sore, data obyektif klien tampak duduk di ruang tamu dan mau
berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB mendiskusikan dengan klien dalam
mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna
positif dan mengambil hikmah dengan respon subyektif klien mengatakan
mengetahui bahwa dibalik ini semua akan ada hikmah dan akan indah pada
waktunya, data obyektif klien tampak tersenyum tetapi pandangan mata
kosong, nada suara klien terdengar pelan dan kadang terdengar keras, klien
tidak menatap lawan bicara dan masih tampak lemas.

29
Pukul 16.40 WIB mengidentifikasi kemungkinan faktor yang
menghambat proses berduka dengan respon subyektif klien mengatakan masih
terbayang-bayang suaminya dan terkadang melihat bayangan suaminya yang
tersenyum melihatnya kemudian klien memanggilnya sambil menjulurkan
tangannya, klien mengatakan lebih suka menyendiri dan membayangkan saat
bersama suaminya data obyektif klien masih tampak belum bisa melawan
kesedihannya, tampak melamun lagi.
Pukul 17.00 WIB menganjurkan untuk mengurangi/menghilangkan
faktor penghambat proses berduka dengan mengurangi menyendiri berkumpul
dan ngobrol dengan keluarga, tidak melamun dan pandangan mata kosong
dengan respon subyektif klien mengatakan anaknya juga sering mengajaknya
ngobrol dan menonton televisi bersama, respon obyektif tampak anak klien
berada disamping klien dan mengajaknya bicara, klien tampak tersenyum dan
sesekali melamun.
Tanggal 18 Mei 2022 pukul 16.00 WIB telah dilakukan implementasi
yaitu, memberikan salam terapeutik dengan respon subyektif klien
mengatakan selamat sore, saya lebih tenang, data obyektif klien tampak
tersenyum dan berjabat tangan. Pukul 16.10 WIB menganjurkan untuk
meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga dengan respon
subyektif klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan anak dan
cucunya seperti sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri walaupun
kesedihan muncul lagi, data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata
fokus, pandangan tidak kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga.
Pukul 16.30 WIB menganjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan respon subyektif klien mengatakan akan selalu berdo’a
dan sholat bersama anaknya dan terkadang mengaji bersama untuk
mendo’akan suaminya, data obyektif klien tampak tenang bercerita, tampak
tidak melamun dan mau memandang jika di ajak bicara.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 16 Mei 2022 pukul 12.10 WIB,
dengan data subyektif klien mengatakan tidak percaya kalau suaminya sudah

30
meninggal dan rindu kepada suaminya. Data obyektif klien tampak lemas,
menangis dan memandangi foto suaminya. Assesment klien mau bercerita
walaupun dengan menangis. Planning diskusikan dengan klien dalam
mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna
positif dan mengambil hikmah, identifikasi kemungkinan faktor yang
menghambat proses berduka, kurangi/hilangkan faktor penghambat proses
berduka.
Evaluasi kedua dilakukan pada tanggal 17 Mei 2022 pukul 17.20 WIB,
dengan data subyektif klien mengatakan masih terbayang-bayang suaminya
dan tahu bahwa ada hikmah dibalik semua kejadian ini. Klien mengatakan
akan berusaha tidak menyendiri lagi dan berkumpul dengan keluarga. Data
obyektif klien tampak tersenyum tetapi pandangan mata kosong, klien tidak
menatap lawan bicara dan masih tampak lemas, nada suara klien terdengar
pelan dan kadang terdengar keras. Assesment klien masih sering menyendiri
dan jarang berkumpul dengan keluarga. Planning tingkatkan rasa kebersamaan
antar anggota keluarga, anjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Evaluasi ketiga dilakukan pada tanggal 18 Mei 2022 pukul 17.10 WIB,
dengan data subyektif klien mengatakan akan lebih sering berkumpul dengan
anak dan cucunya seperti sekarang dan berusaha untuk tidak menyendiri
walaupun kesedihan muncul lagi. Klien mengatakan akan selalu berdo’a dan
sholat bersama anaknya dan terkadang mengaji bersama untuk mendo’akan
suaminya. Data obyektif klien tampak lebih segar, kontak mata fokus,
pandangan tidak kosong, klien tampak menyapu ruang keluarga, klien tampak
tenang bercerita, tidak melamun. Assesment klien tampak berkumpul dengan
anak dan cucunya, klien tampak melakukan aktifitas keluarga yaitu menyapu.
Planning motivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya kepada keluarga,
tingkatkan kebersamaan dengan keluarga dan lebih mendekatkan diri kepada
Allah SWT.

31
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu
hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat
dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang
lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain (Kemenkes, 2013).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia
(Keliat, 2014). Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk
mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu,
keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat (UU
Kesehatan Jiwa, 2014).
1. Simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M dengan
Gangguan Psikososial : Kehilangan di Desa Kepanjen RT 01 RW 03
Kecamatan Delanggu” yang telah dilakukan didapatkan temuan-temuan
sebagai berikut : Kesulitan pada pengkajian awal dalam berkomunikasi
dengan klien karena klien masih kurang fokus dalam diskusi yang
dilakukan. Tetapi setelah 3 hari klien mulai terbuka dan mau
berkomunikasi dengan baik.
2. Saat melakukan pengkajian status kesehatan klien dengan duka cita,
pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi terhadap klien dan
keluarga klien. Perawat juga mendelegasikan kepada keluarga untuk
memantau klien selama perawat tidak mengunjungi klien, sehingga dapat

32
diperoleh data yang tepat sesuai dengan kondisi klien dan sesuai masalah
yang timbul.
3. Perencanaan asuhan keperawatan terutama dalam perencanaan asuhan
keperawatan pada klien duka cita, dibuat berdasarkan yang diperoleh dari
pengkajian, disesuaikan juga dengan kondisi klien, dengan demikian dapat
membantu menyelesaikan proses kehilangan.
4. Dokumentasi yang lengkap dalam asuhan keperawatan akan
mempermudah dalam intervensi dan implementasi tindakan keperawatan
yang sesuai dengan kondisi klien.

B. Saran
Berdasarkan simpulan dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.M
dengan Gangguan Psikososial : kami selaku penulis menyarankan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan harus dibutuhkan ketelitian serta
ketajaman dalam pengkajian dan analisa masalah, sangat diperlukan oleh
seorang perawat, sehingga perawat mampu mengenal dan mengetahui
tindakan bagi klien dengan duka cita serta melibatkan keluarga untuk lebih
dekat dengan klien dengan cara lebih sering mengajak berbicara dan
berkumpul bersama.
2. Saat melakukan pengkajian hendaknya dilakukan secara terperinci dan
secara sistematis sehingga dapat memperoleh data yang sesuai dengan
kondisi klien agar memudahkan perawat dalam melakukan analisa data,
intervensi, implementasi dan pendokumentasian.
3. Pada saat melakukan komunikasi perlu adanya reinforcement positif yang
diberikan kepada klien. Dengan adanya reinforcement tersebut maka akan
dapat meningkatkan harga diri klien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial.
Jakarta: Trans Info Media.
Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Prabowo, E. (2022). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Keliat B, dkk. (2022). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Stuart, G. W. (2022). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Prabowo, Eko. 2022. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

34

Anda mungkin juga menyukai