Kelas : IK3A
NIM : 1833005
Ruang Intensif Care Unit (ICU) merupakan sebuah ruangan khusus untuk
merawat pasien yang mengalami keadaan kritis (Suryani, 2012). Ruang ICU
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
yang terancam jiwanya karena kegagalan atau disfungsi satu organ atau ganda
akibat suatu penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya
(Rahmatiah, 2013). Dasar pengelolaan pasien di ruang ICU adalah dengan
pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan yang akan memberikan kontribusi
sesuai dengan bidang keahliannya dan akan saling bekerja sama di dalam tim
yang dipimpin oleh seorang dokter intensif sebagai ketua tim (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Dalam mewujudkan ketrampilan komunikasi yang baik, seorang perawat
harus memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat memiliki kemampuan
komunikasi interpersonal yang baik. Hal tersebut dapat dicapai oleh seorang
perawat dengan berbagai cara misalnya: melalui pelatihan-pelatihan tentang cara
membangun komunikasi yang baik dan efektif, ataupun dengan belajar mandiri
(Hanafi & Richard, 2012). Menurut penelitian yang di lakukan Elmi (2006)
menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi terapeutik mempunyai pengaruh
terhadap peningkatan keterampilan perawat
sesudah pendidikan untuk berkomunikasi terapeutik dalam memberikan
pelayanan keperawatan.
Komunikasi terapeutik yang baik antara perawat dengan keluarga yang
diteruskan ke pasien sangat mendukung keberhasilan dari asuhan keperawatan
(Nugroho, 2013). Terlebih lagi di ruang ICU perawat akan menjadi orang yang
membantu pasien dan keluarga, perawat juga akan memiliki interaksi paling
sering dengan pasien dan keluarga.Hal tersebut membuat perawat mempunyai
pengaruh utama terhadap pasien dan keluarga (Christopher et al, 2012). Selain itu
Asmadi (2008), menyebutkan bahwa dengan komunikasi yang baik, seorang
perawat dapat meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya, dan sebaliknya
jika perawat kurang baik dalam berkomunikasi, hal ini akan berpengaruh terhadap
penilaian klien terhadap dirinya.
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal
ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan
pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi. (Pendi, 2009)
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima komponen dalam
komunikasi yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator
(pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada
komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang
telah diterima. Selain itu, komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada
komunikator sehingga terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Pendi(2009) juga mengatakan, keterampilan berkomunikasi merupakan critical skill
yang harus dimiliki oleh perawat, karena komunikasi merupakan proses yang dinamis
yang digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau
informasi kesehatan mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup,
menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan
menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa dalam
keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan. Seorang
perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan
data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi pelaksanaan dari
intervensi yang telah dilakukan, melakukan perubahan untuk meningkatkan kesehatan
dan mencegah terjadinya masalah- masalah legal yang berkaitan dengan proses
keperawatan. Menurut Potter dan Perry (2005), ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal,
tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
a. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan
tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah
alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu
untuk berespon secara langsung.
c. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo,
laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Komunikasi dengan Pasien di Ruang ICU
Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu komunikasi dengan
menggunakan teknik komunikasi khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan
motorik pasien mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan gangguan
kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat
membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi
utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan oleh
beragam penyebab, yaitu baik primer intrakranial ataupun ekstrakranial, yang
mengakibatkan kerusakan struktural atau metabolik di tingkat korteks serebri, batang
otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak sadar ini, kita tidak
menemukan feed back (umpan balik), salah satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan
klien tidak dapat merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien
sendiri tidak sadar.
4. Informasi
Fungsi ini sangat lekat dengan asuhan keperawatan pada proses
keperawatan yang akan kita lakukan. Setiap prosedur tindakan
keperawatan harus dikomunikasikan untuk menginformasikan pada klien
karena itu merupakan hak klien. Klien memiliki hak penuh untuk
menerima dan menolak terhadap tindakan yang akan kita berikan. Pada
pasien tidak sadar ini, kita dapat meminta persetujuan terhadap keluarga,
dan selanjutnya pada klien sendiri. Pasien berhak mengetahui apa saja
yang akan perawat lakukan pada klien. Perawat dapat memberitahu
maksud tujuan dari tindakan tersebut, dan apa yang akan terjadi jika kita
tidak melakukan tindakan tersebut kepadanya.
Hampir dari semua interaksi komunikasi dalam proses keperawatan
menjalankan satu atau lebih dari ke empat fungsi di atas. Dengan kata lain,
tujuan perawat berkomunikasi dengan klien yaitu untuk menjalankan
fungsi tersebut. Dengan pasien tidak sadar sekalipun, komunikasi penting
adanya. Walau, fungsi yang dijalankan hanya salah satu dari fungsi di atas.
Dibawah ini akan diuraikan fungsi-fungsi berkomunikasi dengan klien,
terhadap klien tidak sadar. Untuk dipertegas, walau seorang pasien tidak
sadar sekali pun, ia merupakan seorang pasien yang memiliki hak-hak
sebagai pasien yang harus tetap kita penuhi.
Perawat itu adalah manusia pilihan Tuhan, yang telah terpilih untuk
membantu sesama, memiliki rasa bahwa kita sesama saudara yang harus
saling membantu. Perawat akan membantu siapapun walaupun ia seorang
yang tidak sadar sekalipun. Dengan tetap memperhatikan hak-haknya
sebagai klien.
Komunikasi yang dilakukan perawat bertujuan untuk membentuk
hubungan saling percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualitas.
Pada komunikasi dengan pasien tidak sadar kita tetap melakukan
komunikasi untuk meningkatkan dimensi ini sebagai hubungan membantu
dalam komunikasi terapeutik.
c. Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah memberikan
informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan klien, perawat dapat
memberi informasi kepada klien. Informasi itu dapat berupa intervensi yang
akan dilakukan maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan
keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan kepercayaan
klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d. Mempertahankan Ketenangan
Mempertahankan ketenangan pada pasien tidak sadar, perawat dapat
menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien. Ketenagan yang
perawat berikan dapat membantu atau mendorong klien menjadi lebih baik.
Ketenagan perawat dapat ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan
komunikasi non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan yang
hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata, merupakan salah
satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk mengirimkan pasan kepada orang
lain. Sentuhan adalah bagian yang penting dari hubungan antara perawat dan
klien.Untuk komunikasi yang efektif dengan kasus seperti ini, keefektifan
komunikasi lebih diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah
yang melakukan komunikasi satu arah tersebut.
Prinsip Komunikasi dengan Klien di Ruang ICU
Menurut Pastakyu (2010), Pada saat berkomunikasi dengan klien yang tidak sadar,
hal-hal berikut perlu diperhatikan, yaitu:
a. Berhati-hati melakukan pembicaraan verbal di dekat klien, karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terkhir yang
mengalami penurunan penerimaan, rangsangan pada klien yang tidak
sadar. Klien yang tidak sadar seringkali dapat mendengar suara dari
lingkungan walaupun klien tidak mampu meresponnya sama sekali.
b. Ambil asumsi bahwa klien dapat mendengar pembicaraan perawat.
Usahakan mengucapkan kata dan menggunakan nada normal dan
memperhatikan materi ucapan yang perawat sampaikan dekat klien.
c. Ucapkan kata-kata sebelum menyentuh klien. Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada klien
dengan penurunan kesadaran.
d. Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk
membantu klien fokus terhadap komunikasi yang perawat lakukan.
Tahap Komunikasi dengan Pasien Tidak Sadar
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase
kerja dan fase terminasi. Setiap fase atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan
uraian tugas dari petugas, yaitu.
a. Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri. Petugas juga perlu menganalisa kekuatan kelemahan profesional
diri. Selanjutnya mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan
pertemuan pertama dengan pasien.
b. Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan komunikasi atau
kontrak komunikasi dengan pasien, serta penentuan program orientasi. Program
orientasi tersebut meliputi penentuan batas hubungan, pengidentifikasian masalah,
mengakaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien, serta mengkaji apa yang
diharapkan dari komunikasi yang akan dilakukan bersama antara petugas dan
klien.Tugas petugas pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta
pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka.
Merumuskan kontrak bersama klien, mengeksplorasi pikiran, perasaan dan
perbuatan klien sangat penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini. Dengan
demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan selanjutnya
merumuskan tujuan dengan klien.
c. Fase Kerja
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan
faktor fungsional dari komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan
interaksi sosial dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk
mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik
sebagai cara pemecahan dan dalam mengembangkan hubungan kerja sama.
Mengembangkan atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik
dengan melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan
komunikasi pasien dan mengurangi ketergantungan pasien pada petugas, dan
mempertahankan tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan
masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor
yang terjadi pada klien dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan
kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan
mengarahkan atau mengatasi penolakan perilaku adaptif.
d. Fase Terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk membuat
perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang telah didapatkan dan
mempertahankan batas hubungan yang telah ditentukan. Petugas harus
mengantisipasi masalah yang akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin
menjadi tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan pasien pada
pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga pasien merasa sunyi, menolak dan
depresi. Diskusikan perasaan-perasaan tentang terminasi.
Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan realitas perpisahan.
Petugas juga dapat membicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan. Saling
mengeksplorasi perasaan bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih,
marah dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini.
Pertanyaan :
1) Cara komunikasi dengan keluarga yang mau masuk ke ruang ICU ? (Petro)
Menjelaskan kepada pasien bahwa ruang ICU adalah tempat yang steril dan pasien butuh
ketenangan & istirahat,waktu kunjungan juga terbatas sesuai jadwal besuk.
6) Apa kita harus juga memotivasi pasien di ICU dan keluarga? (Amal)
Ya,Walaupun pasien tidak sadar memerlukan motivasi agar tidak terbebani dan untuk mendorong
melawan penyakit yang di deritanya dan kita sebagai perawat juga harus memotivasi keluarga
agar mereka tidak kepikiran terus menerus dengan kondisi si pasien.