Anda di halaman 1dari 5

5.

KEPUTUSAN ETIK DAN STANDAR KEPERAWATAN


5.1 Masalah dan Dilema Etik
Etika profesi digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan praktek keperawatan,
yaitu bagaimana meletakkan dasar dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan dalam
setiap kesempatan maupun permasalahan etik yang dihadapi (James H & Husted, 2008).
Perkembangan tekhnologi dan ilmu pengetahuan telah memberikan dampak yang luas
terhadap pola fikir dan perilaku dalam masyarakat yang terkadang menjadi dilema dalam
pengambilan sebuah keputusan terhadap pemberian asuhan keperawatan. Dilema diartikan
sebagai sebuah persoalan yang menghadapkan seseorang kepada pilihan yang tidak
menyenangkan dalam hal ini dapat terjadi konfrontasi antara dokter, orang tua dan keluarga
pasien, bagaimanapun hal ini harus menjadi perhatian para perawat (para spesialis) karena
keluarga seringkali meminta bantuan dan rasa nyaman kepada perawat(Lachman, 2006).
Menurut Efendi,2009 perawat berada dalam berbagai situasi yang mengharuskan
untuk membuat keputusan. Pada penyelesaian dilema etik kita kenal prinsip DECIDE, yaitu:
D = Define the Problems
E = Ethical Review
C = Consider the Options
I = Investigates outcomes
D= Decide on action
E = Evaluate Results
Saat menghadapi dilema etik, kita dapat menanggapi dengan cara yang berbeda
dengan tahapan sebagai berikut (Huber, 2000), yaitu:
1. Menunjukkan maksud baik
2. Mengidentifikasi semua orang penting
3. Mengumpulkan informasi yang relevan
4. Mengidentifikasi prinsip etis yang penting
5. Mengusulkan tindakan alternative
6. Melakukan tindakan

5.2 Pengambilan Keputusan Etik


Salah satu keputusan penting yang harus diambil oleh perawat berada dalam area
keputusan klinis, yaitu sebuah proses pengambilan keputusan yang melewati observasi,
proses informasi, berpikir kritis, mengevaluasi,evidence, penerapan ilmu pengetahuan yang
sesuai dan problem solving skill. Keputusan yang diambil juga harus mempertimbangkan
kesehatan yang optimal dan meminimalkan resiko yang membahayakan pasien (Standing,
2005)
Dalam memutuskan sebuah keputusan etik tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip etik
yangberlaku. Terdapat 4 prinsip dasar etik yang mendasari dalam mengambil keputusan
etik (Ashcroft, Dawson, Draper, & McMillan, 2007),yaitu :

1. Otonomi
Otonomi harus diikuti oleh hak seseorang untuk memahami keputusannya dengan
mendapatkan informasi yang cukup dari tenaga profesional dalam pelayanan. Dalam
otonomi seseorang harus terbebas dari intervensi atau campur tangan orang lain,
bebas dari paksaan dan memiliki kapasitas mental yang baik dalam memahami dan
mengambil keputusan.
2. Non Maleficence (tidak membahayakan)
Prinsip non maleficence berarti tidak melakukan kekerasan yang mengakibatkan
kerugian bagi pasien. Prinsip Non Maleficence dilaksanakan dengan tetap menjunjung
hak otonomi pasien. Prinsip non meleficence terkadang dapat berbenturan dengan
aturan-aturan moral yang ada dalam masyarakat.
3. Beneficence (Berbuat baik)
Beneficence merupakan nilai paling fundamental dalam etika pelayanan kesehatan,
dimana berbuat baik menjadi landasan dalam tingkah laku seseorang dalam
memberikan pelayanan. Prinsip beneficence didasarkan pada kewajiban moral untuk
memberikan kebaikan bagi orang lain dengan memaksimalkan keuntungan dan
meminimalkan kerugian bagi pasien.
4. Justice (Keadilan)
Prinsip keadilan dilakukan dengan memberikan pelayanan kepada pasien sesuai
dengan kebutuhan mereka, pasien dengan kebutuhan terapi yang besar harus
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kondisinya demikian juga sebaliknya.
Kontroversi yang terjadi pada prinsip keadilan adalah tentang pertimbangan yang
relevant dalam penggolongan karakteristik pasien yang membutuhkan terapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan, yaitu


a. Agama
b. Sosial
c. Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
d. Legislasi dan keputusan yuridis
e. Dana atau keuangan
f. Pekerjaan
g. Kode etik keperawatan
h. Hak-hak pasien

5.3 Standar Keperawatan


Sebuah standar ditetapkan untuk menjadi dasar yang memberi batasanspesifik agar
sebuah proses yang dilakukan dapat berjalan optimal dan dapat dipertanggungjawabkan.
Standar keperawatan menjadi dasar dalam praktek keperawatan, yang meliputi standar
pelayanan, standar profesi dan standar SOP dengan tetap mempertimbangkan kode etik
profesi keperawatan (UU Keperawatan No.38 tahun 2014)
Lingkup standar praktik keperawatan Indonesia dirangkum oleh PPNI, meliputi :
1) Standar praktik Profesional, yang terdiri dari :
a. Standar I : Pengkajian
b. Standar II : Diagnosa keperawatan
c. Standar III : Perencanaan
d. Standar IV : Pelaksanaan Tindakan / implementasi
e. Standar V : Evaluasi

2) Standar kinerja Profesional


a. Standar I : Jaminan mutu
b. Standar II : Pendidikan
c. Standar III : Penilaian kinerja
d. Standar IV : Kesejawatan ( collegial )
e. Standar V : Etik
f. Tandar VI : Kolaborasi
g. Standar VII : Riset
h. Standar VIII : Pemanfaatan sumber - sumber

Sedangkan lingkup standar profesional menurut American Nurses Association


(ANA,2010), meliputi :

1) Standar praktik keperawatan,meliputi :


a. Standar I : Pengkajian
b. Standar II : Diagnosa keperawatan
c. Standar III : Identifikasi hasil
d. Standar IV : Planning
e. Standar V : Implementasi
Va : Koordinasi dalam pelayanan kesehatan
Vb : Bimbingan dan promosi kesehatan
Vc : Konsultasi
Vd : Otoritas dalam terapi
f. Standar VI : Evaluasi

2) Standar Penampilan Profesional, meliputi :


a. Standar 7 : Etik
b. Standar 8 : Pendidikan
c. Standar 9 : Evidence- Based practice dan riset
d. Standar 10 : Praktek keperawatan yang berkualitas
e. Standar 11 : Komunikasi
f. Standar 12 : kepemimpinan
g. Standar 13 : kolaborasi
h. Standar 14 : Evaluasi
i. Standar 15 : Pemanfaatan Sumber Daya
j. Standar 16 : Kesehatan lingkungan

5.4 Pengambilan Keputusan Etik di Indonesia


Permasalahan etik keperawatan di Indonesia menjadi lebih terarah dengan adanya
Undang-Undang Keperawatan Nomor 38 Tahun 2014 yang menjadi landasan dalam
pengambilan keputusan etik dan dilema etik yang terjadi di Indonesia. Kesenjangan sering
terjadi dalam isu kolaborasi dan kemitraan interdisiplin, dimana status yuridis seiring
perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks.
Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian.
Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah
maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun
rumah sakit. Organisasi profesi perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur
organisasi agar dapat mengantisipasi perubahan.
Perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
profesional, arah kebijakan yang diperlukan yakni ketersediaan perawat demi memperkuat
promotif dan preventif. Lulusan perawat berpendidikan diploma 3 (D-3) lebih banyak
dibanding ners (berpendidikan strata 1 dan profesi). Kini 500-an institusi pendidikan
vokasional keperawatan menghasilkan lulusan D-3 dan 200-an institusi menghasilkan S1-
Ners.
Pemenuhan kebutuhan perawat di daerah tak cukup dengan perawat D-3 karena
belum punya kemampuan komprehensif menuntaskan masalah. Pemerintah perlu
menempatkan spesialis keperawatan keahlian di atas ners di kabupaten atau kota.

Referensi
James H, H., & Husted, G. L. (2008). Ethical Decision Making in Nursing and Health Care:
The Symphonological Approach.
Lachman, V. D. (2006). Applied ethics in nursing. Retrieved from
http://site.ebrary.com/id/10265603
Perpres. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, .Jakarta, Kemenkes RI.
http://lifestyle.kompas.com/read/2016/11/16/140000223/peran.perawat.belum.optimal

Anda mungkin juga menyukai