Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No.

2, Mei 2017
101

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG TRANSCULTURAL NURSING


DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN YANG BERBEDA BUDAYA DI RSUD I.A MOEIS SAMARINDA

The Correlation Of Nurses Knowledge About Transcultural Nursing With Their Attitude In
Providing Nursing Care To Patients Of Different Cultures In i.a Moeis Hospital Samarinda
Ns. Alfi Ari Fakhrur Rizal, M.Kep
STIKES Muhammadiyah Samarinda

ABSTRAK

Latar belakang :

Perawat sering mempunyai latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan
klien. Penting artinya bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan
pandangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, didasarkan pada
keyakinan
sosial-budaya dan agama klien. Kalimantan Timur khususnya kota Samarinda memiliki penduduk
yang
multi etnis, yang mempunyai beragam adat, bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, maka akan berakibat cultural shock dan cultural imposition, konflik dan
pertentangan antara perawat dengan pasien/ keluarga pasien seperti perdebatan, komunikasi yang
tidak
baik bahkan ketidakpuasan akan terjadi.

Tujuan penelitian :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Pengetahuan perawat tentang
transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Metode Penelitian :

Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation dengan metode pendekatan cross
sectional. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan dari bulan Maret sampai dengan April 2013.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang memberikan pelayanan kepada pasien secara
langsung di RSUD I.A Moeis Samarinda pada tahun 2012 berjumlah 143 orang, cara pengambilan
sampel dengan simple random sampling didapatkan jumlah sampel 105 perawat. Alat yang digunakan
kuesioner dengan pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan tentang transcultural nursing sebanyak
15 item, pernyataan sikap dalam memberikan asuhan keperawatan sebanyak 25 item pertanyaan.
Analisa untuk uji hipotesis dengan uji statistik Chi Square.

Hasil penelitian :

Hasil uji statistik Chi Square diketahui nilai P = 0,038 nilai tersebut lebih kecil dari
alfa (P<0,05) maka Ho ditolak berarti ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat
tentang transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.
Kesimpulan :

Ada hubungan yang signifikan/ bermakna antara pengetahuan perawat tentang


transcultural nursing dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda.

Saran:

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu mempelajari dan memahami konsep
Transcultural Nursing secara mendalam. Sehingga dalam pemberian asuhan keperawatan, perawat
dan pasien tidak mengalami Cultural shock dan Cultural imposition.

Kata Kunci :

transcultural nursing, perbedaan budaya, asuhan keperawatan.

ABSTRACT

Background:
Nurses often have ethnic backgrounds, cultures, and different religions with clients.
Important for nurses to understand that clients have insights and interpretations about different
diseases and health, based on the socio-cultural beliefs and religious clients. East Kalimantan
Samarinda city in particular has a multi-ethnic population, who have diverse customs, languages and
different customs.if it is ignored by nurses, it will result in culture shock and cultural imposition,
conflict and disagreement between nurses with patient / family like debate, communication is not
good even dissatisfaction will occur.

Objective:
This study aimed to determine the correlation of nurses knowledge about transcultural
nursing with their attitude in providing nursing care to patients of different cultures in I.A Moeis
Hospital Samarinda.

Methods:
The study design was a descriptive correlation with cross sectional method. The experiment
was conducted for two months from Maret to April 2013. The study population was all nurses who
provide direct care to patients in I.A Moeis Hospitals Samarinda in 2012 amounted to 143 people, a
way of sampling with simple random sampling of 105 nurses found the number of samples.
Instrument
used a questionnaire with questions of knowledge about the Transcultural nursing as many as 15
items, in the statement provide nursing care as much as 25 item questionnaire. Analysis to test the
hypothesis with the statistical test Chi Square.

The results:
The results of the statistical test Chi Square known P value = 0.038, the value is smaller
than alpha (P <0.05) then Ho is rejected means that there is a significant correlation between nurses'
knowledge about the Transcultural nursing with their attitude in providing nursing care to patients of
different cultures in I.A Moeis Hospitals Samarinda.

Conclusion:
There is a significant correlation between nurses' knowledge about transcultural nursing
with their attitude in providing nursing care to patients of different cultures in I.A Moeis Hospital
Samarinda.

Suggestion:
Nurses as providers of nursing care need to learn and understand in depth the concept of
Transcultural Nursing. So that the provision of nursing care, the nurse and the patient did not
experience Cultural shock and Cultural imposition.

Keywords:
Transcultural nursing, different culture, nursing care

PENDAHULUAN

Seorang perawat kesehatan adalah petugas kesehatan yang mempunyai peran dominan dalam
membantu pasien sembuh dari penyakit yang dideritanya. Seorang perawat sebagai ujung tombak
pelayanan di rumah sakit, sebagai aktor yang langsung berhadapan dengan pasien dalam waktu yang
lama. Kondisi yang seperti itu menuntut totalitas seorang perawat dalam menjalankan fungsinya.
Nilai-nilai budaya bersifat kompleks, karena setiap manusia yang menjadi pasien mempunyai latar
belakang, lingkungan hidup, dan pengalaman hidup yang tidak sama. Perkembangan IPTEK
mempunyai dampak dalam dinamika nilai-nilai budaya, yang mempengaruhi paradigma seseorang
terhadap persepsi yang dihadapinya. Realitas yang seperti itu menuntut seorang perawat yang selalu
berhadapan dengan pasien harus banyak memahami model pemenuhan harapan pasien bukan hanya
dari sisi metode pelayanan klinis teknis keperawatan namun pendekatan nilai-nilai budaya yang
beraneka ragam yang menjadi milik pasien harus dimengerti dan dipahami, agar harapan pasien
sebagai manusia dapat dipenuhi secara komprehensif dan holistik. Transcultural nursing merupakan
suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai
budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien/ klien). 1 Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada
abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) dimungkinkan,
menyebabkan adanya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Leininger beranggapan
bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Perawat sering mempunyai latar belakang etnik, budaya, dan
agama yang berbeda dengan klien.

Penting artinya bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai wawasan pandangan
dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda, didasarkan pada keyakinan sosial
budaya dan agama klien. Jika kesadaran tentang dan kepekaan klien terhadap keunikan keyakinan
dan praktik kesehatan serta penyakit disampaikan kepada perawat, maka terbina hubungan yang baik.
Hubungan ini meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang aman dan yang secara budaya
efektif.² Kalimantan Timur khususnya Kota Samarinda memiliki penduduk yang multi etnis, yang
mempunyai beragam adat, bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock dan cultural imposition. Cultural shock akan
dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan
tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami
disorientasi. Ketika mengantisipasi atau mengalami suatu penyakit atau krisis, individu bisa saja
menggunakan pendekatan modern atau tradisional untuk pencegahan dan penyembuhan, atau
mungkin menggunakan kedua pendekatan tersebut. Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan
memberikan pertanyaan mengenai konsep transcultural nursing kepada dua belas orang perawat di
RSUD I. A Moeis didapatkan informasi bahwa delapan dari dua belas perawat belum mengerti dan
memahami tentang konsep transcultural nursing. Dari pengamatan yang dilakukan peneliti, sikap
perawat di RSUD I. A Moeis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda
budaya dan kultur sangat bervariasi, seperti dalam hal pasien mengungkapkan perasaan nyeri dengan
cara berteriak dan mengeluarkan kata-kata yang menurut perawat tidak pantas dan terlalu berlebihan,
tetapi bagi pasien itu merupakan hal yang biasa. Perawat cenderung menghindari komunikasi dengan
pasien dalam waktu yang lama. Adanya perbedaan bahasa antara perawat dan pasien sehingga terjadi
hambatan dalam berkomunikasi. Apabila hal semacam itu tidak dipahami oleh perawat, maka akan
berakibat terjadinya konflik dan pertentangan antara perawat, pasien/ keluarga pasien seperti
perdebatan, komunikasi yang tidak baik bahkan ketidakpuasan. Sehingga penelitian ini sangat perlu
dilakukan untuk menghindari konflik diatas.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah Descriptive Correlation yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel independen dan variabel dependen 3, dengan
metode pendekatan Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor dan resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada satu saat (point time approach) .4 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang
memberikan pelayanan kepada pasien secara langsung di RSUD I.A Moeis Samarinda pada tahun
2012 sebanyak 143 orang. Teknik sampel yang dipakai adalah Probability sampling dengan simple
random sampling yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. 5 Jumlah sampel sebanyak 105 responden.
Besarnya sampel ditentukan dengan rumus. 6 Sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi, criteria
inklusinya yaitu bersedia menjadi responden, perawat yang bekerja di RSUD I.A Moeis Samarinda
yang melayani pasien secara langsung. Sedangkan criteria eksklusinya perawat yang sedang
menjalani cuti pada saat dilakukan penelitian, perawat yang pernah menjadi responden dalam uji
validitas dan reliabilitas dalam penelitian. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini pengetahuan
perawat tentang Transcultural Nursing dan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.A Moeis Samarinda. Alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti
yang diambil dari teori/ referensi terkait. meliputi, kuesioner pengetahuan perawat tentang
transcultural nursing dan kuesioner mengenai sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien yang berbeda budaya.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian tentang hubungan antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing
dengan sikap perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di
RSUD I.A Moeis Samarinda yang datanya telah dikumpulkan pada bulan Maret sampai April 2013,
dengan jumlah responden sebanyak 91 perawat. Pengumpulan data menggunakan instrumen berupa
kuesioner. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan tekstual yang didasarkan pada analisis
univariat dan bivariat.

A.Hasil Penelitian
1.AnalisaUnivariat
a.Karakteristik Responden
1) Umur Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden Di
RSUD I.A Moeis Samarinda Bulan Maret 2013

Mean Median Modus Standar Deviasi


Min Max 27,10 27,00 27 3,518 21 – 40

Sumber:
Data Primer Berdasarkan tabel diatas diperoleh gambaran bahwa dari 91
responden yang terlibat dalam penelitian ini rata-rata usia responden 27,10
tahun dengan umur minimal 21 tahun dan maksimal 40 tahun

2)Jenis kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin Di RSUD I.A Moeis


Samarinda Bulan Maret 2013 B e r d Berdasarkan tabel diatas dari 91
responden yang terlibat dalam penelitian ini sebagian besar adalah berjenis
kelamin perempuan (72,5%) yaitu 66 responden. Sedangkan yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 25 responden (27,5%).

3)Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan dari 91 responden yang terlibat dalam


penelitian ini semua berpendidikan
Diploma tiga Keperawatan yaitu sebesar 100%.
4) Lama Kerja Distribusi responden berdasarkan
…………………………….lama kerja Di RSUD I.A Moeis Samarinda Bulan
Maret 2013 Sumber: Data Primer Tabel diatas menggambarkan bahwa dari
91 responden yang terlibat dalam penelitian ini berdasarkan lama kerja
responden terbanyak yaitu 1 tahun sebanyak 22 orang (24,2%) dengan
ratarata lama kerja 3,51 tahun.
b.Variabel
1)Pengetahuan Distribusi responden berdasarkan Pengetahuan Di RSUD I.A
Moeis Samarinda Bulan Maret 2013 Sumber: Data Primer Berdasarkan tabel
diatas diperoleh gambaran responden yang mempunyai pengetahuan baik
sebanyak 56 responden (61.5%) dan yang mempunyai
pengetahuan kurang baik sebanyak 35 responden (38.5%).
2)Sikap Distribusi responden berdasarkan Sikap Di RSUD I.A Moeis
Samarinda Bulan Maret 2013
Sikap Frekuensi Persentase (%)
Tidak Sesuai 45 49.5
Sesuai 46 50.5
Total 91 100.0

Sumber: Data Primer


Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 25 27,5
Perempuan 66 72,5
Total 91 100.0
Lama Kerja Frekuensi Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7
22
12
5
17
21
13
1
24,2
13,2
5,5
18,7
23,1
14,3
1,1
Total 91 100.0
Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
Kurang Baik 35 38.5
Baik 56 61.5
Total 91 100.0
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017
105
Tabel diatas menggambaran bahwa
responden yang mempunyai sikap sesuai
sebanyak 46 responden (50.5%) dan yang
mempunyai sikap tidak sesuai sebanyak 45
responden (49.5%).
2. Analisa Bivariat
Hasil analisis bivariat antara variabel
pengetahuan perawat tentang Transcultural
Nursing dengan sikap perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A
Moeis Samarinda tahun 2013. Hubungan
masing-masing variabel tersebut didapatkan
berdasarkan analisa dengan menggunakan
uji statistik Chi Square dengan tingkat
kemaknaan 95% atau p value < 0,05.
Dinyatakan ada hubungan yang signifikan
jika P value < dari 0,05, atau jika λ hitung
lebih besar dari λ tabel dianggap memiliki
hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Hubungan antara
variabel tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel Hubungan antara pengetahuan perawat tentang Transcultural Nursing dengan sikap
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I.
A Moeis Samarinda tahun 2013
Sumber: Data Primer
Berdasarkan tabel 4.6 di gambarkan
bahwa dari 35 responden ada 12 responden
(34.3%) yang mempunyai pengetahuan kurang
baik bersikap tidak sesuai, dan 23 responden
(65.7%) bersikap sesuai sedangkan dari 56
responden yang mempunyai pengetahuan baik
ada 33 responden (58.9%) bersikap tidak
sesuai dan 23 responden (41.1%) bersikap
sesuai. Dari hasil tersebut secara persentase,
responden yang mempunyai pengetahuan baik
lebih banyak daripada responden yang
berpengetahuan kurang baik dengan sikap
yang sama-sama berimbang.
Hasil uji chi-square didapatkan nilai p =
0,038 (P < 0,05) dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan perawat tentang Transcultural
Nursing dengan sikap perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien
yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis
Samarinda. Analisis faktor resiko antara dua
variabel diperoleh nilai OR 0,364 (95% CI
0,151 – 0,875), artinya responden yang
berpengetahuan kurang baik mempunyai
peluang 0,364 kali bersikap sesuai
dibandingkan responden berpengetahuan baik.
PEMBAHASAN
Bab ini membahas dan menjelaskan
tentang hasil penelitian serta membandingkan
dengan teori dengan penelitian terkait,
mendiskusikan hasil penelitian yang telah
diuraikan pada bab sebelumnya, menjelaskan
keterbatasan penelitian dan implikasi penelitian
untuk keperawatan.
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden
1) Umur
Sebagian besar responden berumur
27 tahun dengan rata-rata usia 27,10
tahun. Umur dewasa muda (20-30
tahun) merupakan periode pertumbuhan
fungsi tubuh dalam tingkat optimal,
dibarengi tingkat kematangan
emosional, intelektual, dan sosial.7
Umur adalah individu yang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai
saat beberapa tahun. Semakin cukup
umur maka tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja, dari segi
kepercayaan masyarakat yang lebih
dewasa akan lebih percaya diri daripada
orang yang belum cukup tinggi
Pengetahuan
Sikap
Total P Value OR
Tidak Sesuai Sesuai (95%CI)
n % n % n % 0,022 0,364
( 0,151-0.875)
Kurang Baik 12 34.3 23 65.7 35 100
Baik 33 58.9 23 41.1 56 100
Jumlah 45 49.5 46 50.5 91 100
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017
106
kedewasaannnya. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman dan kematangan jiwanya.³
Banyaknya umur dewasa muda
memungkinkan perawat untuk menjadi
kreatif dalam bekerja sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Sedangkan
perawat yang berusia dewasa menengah
lebih mengarahkan atau membimbing
perawat yang berusia dewasa muda sesuai
dengan pengalaman yang dimilikinya.
Dengan bertambahnya umur seseorang akan
terjadi perubahan pada aspek psikis dan
psikologis (mental) dan secara tidak
langsung taraf berfikir seseorang akan
semakin matang dan dewasa.
Ruang perawatan sebaiknya terdapat
perpaduan umur yang seimbang antara yang
dewasa muda dan dewasa menengah
sehingga secara tidak langsung tercipta
regenerasi perawat. Dan apabila dalam satu
ruangan perawatan terdapat perbedaan umur
antar perawat hal itu tidak menjadikan
sebagai suatu masalah, perawat yang lebih
tua tidak ada salahnya bertanya bahkan
bertukar pikiran pada perawat yang berumur
lebih muda.
2) Jenis Kelamin
Responden yang terlibat dalam
penelitian ini lebih dari 50 % berjenis
kelamin perempuan (72.5%) yaitu 66
responden. Sedangkan yang berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 25 responden
(27.5%). Hal itu dikarenakan dunia
keperawatan identik dengan ibu atau wanita
yang lebih dikenal dengan mother insting
dan juga seorang perempuan lebih
menggunakan perasaan dalam bertindak
melayani pasien. Ditambah lagi output
perawat yang dihasilkan dari perguruan
tinggi keperawatan yang rata-rata juga
perempuan lebih banyak dibandingkan
dengan laki-laki.
Seorang laki-laki cenderung
menekanka menggunak
perilakunya
n an

logika atau pikiran, sedangkan seorang


perempuan lebih menggunakan hati atau
perasaan. Secara fisikpun laki-laki lebih
kuat daripada seorang perempuan yang
mampu mengayomi ataupun melindungi
sehingga seorang perempuan akan
merasa lebih aman. Hal ini berlaku juga
dalam praktik keperawatan dimana
seharusnya dalam satu ruangan
perawatan terdapat keseimbangan
antara jumlah perawat laki-laki maupun
perempuan. Karena akan menimbulkan
lingkungan kerja yang lebih kondusif,
terjalin kerjasama yang harmonis, tidak
ada saling iri dalam melakukan suatu
tindakan keperawatan. Mereka tahu
bagaimana menempatkan diri dan
menggunakan metode kerja masingmasing sesuai dengan karakteristik
yang dimiliki,.
Tingkat kecerdasan antara pria dan
wanita berimbang. Hal ini menjadi
rujukan, bahwa baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kesempatan yang
sama dalam memperoleh pendidikan,
bersikap dan bertanggung jawab dalam
menginterpretasikan pengetahuan yang
didapat.8
3) Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan
yang terlibat dalam penelitian ini semua
responden berpendidikan D-III
keperawatan yaitu sebanyak 91
responden (100%). Hal ini dikarenakan
rata-rata perawat yang bekerja di RSUD
I.A Moeis Samarinda mempunyai
pendidikan D-III Keperawatan. Ada
beberapa perawat yang berpendidikan
SPK dan S1 Keperawatan tetapi dalam
pelaksanaan penelitian tidak masuk
dalam kriteria inklusi penelitian.
Seorang perawat dapat menambah
pengetahuan dengan mengikuti
seminar–seminar, pelatihan ataupun
kajian ilmiah alangkah baiknya jika
yang mengadakan adalah Rumah Sakit
dimana mereka bekerja. Jadwal dibuat
untuk setiap ruangan, secara bergantian
perawat mana yang akan mengikuti
seminar atau pelatihan. Hal ini tentu
akan menambah wawasan bagi seorang
perawat, pelayanan perawatan yang
berkualitaspun akan terwujud.
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017
107
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, oleh
karenanya mereka yang menempuh
pendidikan diperguruan tinggi semakin
mudah dalam menerima informasi serta
cenderung untuk mendapatkan informasi
baik dari orang lain maupun dari media
massa, semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan.9
Pendidikan baik formal maupun non-formal
dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan dan berperilaku.
Dengan pendidikan seseorang dapat
meningkatkan kematangan intelektual
sehingga dapat membuat keputusan dalam
bertindak. Semakin tinggi pendidikan
seseorang akan semakin mudah baginya
untuk menerima serta mengembangkan
pengetahuan dan teknologi.10
4) Lama Kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 91 responden yang terlibat dalam
penelitian ini responden terbanyak memiliki
lama kerja selama 1 tahun yaitu berjumlah
22 responden (24,2%) dengan rata-rata lama
kerja 3,51 tahun. Hal ini menunjukkan
banyaknya perawat baru di RSUD I.A
Moeis Samarinda.
Masa kerja berpengaruh terhadap
kinerja perawat karena semakin lama masa
kerja seorang perawat semakin banyak
pengalaman yang diperolehnya dalam
menyelesaikan pekerjaannnya sehingga
meningkatkan kinerjanya.11 Sebaiknya ada
variasi pengalaman kerja dalam satu ruang
perawatan karena hal tersebut dapat menjadi
sarana bagi perawat untuk dapat bertukar
pendapat baik ilmu maupun keterampilan
antar sesama perawat. Perawat yang sudah
banyak pengalaman dapat memberikan
masukan dalam hal keterampilan pada
perawat yang masih baru, begitu juga
dengan perawat yang masih baru, bisa saja
mereka memberikan masukan terhadap para
perawat yang sudah lama tentang
perkembangan terkini ilmu
keperawatan.
2. Variabel
a. Pengetahuan perawat tentang
Transcultural Nursing
Sebagian besar tingkat pengetahuan
perawat tentang Transcultural Nursing
adalah baik yang berjumlah 56 responden
(61,5 %) dan 35 responden (38,5%)
mempunyai pengetahuan kurang baik.
Seseorang yang memiliki
pengetahuan kurang cenderung memiliki
perilaku yang kurang baik dalam
perilakunya, sehingga peluang untuk
menerapkan konsep dasar ilmu yang ia
miliki juga kurang. Semakin tinggi
pengetahuan maka semakin besar
kemungkinannya untuk melakukan
penerapan ilmu yang ia miliki.9
Materi tentang Transcultural Nursing
diberikan secara lebih mendalam pada
jenjang S1 Keperawatan sedangkan untuk
D-3 materi diberikan hanya sekilas
sehingga pemahaman tentang
Transcultural Nursing tidak maksimal, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang
didapatkan semua responden
berpendidikan D-3 Keperawatan.
b. Sikap perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang berbeda
budaya
Sikap perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien yang
berbeda budaya didapatkan sebanyak 46
responden (50,5%) bersikap sesuai dan
45 responden (49,5%) tidak sesuai. Pada
penelitian ini sikap perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan di
RSUD I.A Moeis Samarinda lebih
dipengaruhi oleh budaya perawat itu
sendiri yang menganggap budayanya
lebih baik dari budaya pasien, padahal
terdapat perbedaan budaya antara perawat
dengan pasien karena masyarakatnya yang
multi etnis sehingga terjadi cultural shock
dan cultural imposition.
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017
108
Sikap juga menggambarkan suka atau
tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau
orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang mendekati atau menjauhi orang lain
atau objek lain. Sikap positif terhadap nilainilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam
suatu tindakan nyata. Perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi dan
sebagainya. Disamping itu, ketersediaan
fasilitas, sikap dan perilaku para petugas
kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.9
Transcultural nursing merupakan suatu area
kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai
budaya (nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat
melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien/ klien).1
Sikap perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang berbeda budaya
yaitu 49,5% menunjukkan sikap tidak
sesuai. Sikap tidak sesuai/ negatif terdapat
kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Sikap negatif dipengaruhi oleh faktor antara
lain pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa,
institusi atau lembaga pendidikan/ agama
dan faktor emosi dalam diri individu. 12
3. Bivariat
Hubungan antara pengetahuan perawat
tentang Transcultural Nursing dengan sikap
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A
Moeis Samarinda.
Hubungan antara pengetahuan dengan
sikap perawat tentang Transcultural Nursing
menunjukkan arah kecenderungan perawat
dengan pengetahuan yang kurang baik akan
lebih ke arah negatif/ tidak sesuai, sedangkan
pada perawat dengan pengetahuan yang baik
akan mempunyai kecenderungan ke arah yang
positif/ sesuai. Tetapi berdasarkan hasil analisis
perbedaan keduanya tidak begitu signifikan.
Hasil uji chi-square didapatkan nilai p =
0,038 (P < 0,05) dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan perawat tentang Transcultural
Nursing dengan sikap perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A
Moeis Samarinda. Analisis faktor resiko
antara dua variabel diperoleh nilai OR 0,364
(95% CI 0,151 – 0,875), artinya responden
yang berpengetahuan kurang baik
mempunyai peluang 0,364 kali bersikap
sesuai dibandingkan responden
berpengetahuan baik.
Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan adalah
pendidikan. Pendidikan adalah sebuah
proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok serta usaha
mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Semakin tinggi
pendidikan, semakin banyak pengetahuan
yang didapat.13 Faktor lain yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah
pengetahuan. Sikap merupakan kesiapan
untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek.9
Ketika mengantisipasi atau mengalami
suatu penyakit atau krisis, individu bisa saja
menggunakan pendekatan modern atau
tradisional untuk pencegahan dan
penyembuhan, atau mungkin menggunakan
kedua pendekatan tersebut. Karena di
Kalimantan Timur khususnya kota
Samarinda memiliki penduduk yang multi
etnis, yang mempunyai beragam adat,
bahasa dan kebiasaan yang berbeda. Cultural
shock akan dialami oleh klien pada suatu
kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya
dan kepercayaan. Cultural imposition
berkenaan dengan kecenderungan tenaga
kesehatan untuk memaksakan kepercayaan,
praktik dan nilai diatas budaya orang lain
karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan
beberapa mengalami disorientasi.
KETERBATASAN PENELITIAN
Jurnal Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2, Mei 2017
109
Desain penelitian menggunakan rancangan
deskriptif dengan pendekatan cross sectional
dimana pengukuran variabel baik independen
maupun dependen dilakukan dalam waktu yang
bersamaan sehingga penelitian ini tidak dapat
diketahui hubungan sebab akibat secara langsung,
tetapi hanya menggambarkan hubungan satu arah
saja. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner
yang dibuat oleh peneliti sendiri sehingga masih
terdapat beberapa kelemahan yang perlu untuk
dikembangkan sehingga lebih valid dan reliabel
walaupun instrumen penelitian ini sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 105
perawat tetapi dalam pelaksanaannya hanya 91
perawat yang mengisi kuesioner dengan lengkap
dan 14 perawat masuk kriteria eksklusi. Dan
keterbatasan sumber rujukan, jurnal-jurnal yang
berasal dari hasil penelitian lain sangat terbatas,
sehingga pembahasan hasil penelitian ini dirasakan
peneliti masih kurang mendalam.
KESIMPULAN
1. Gambaran pengetahuan perawat tentang
Transcultural Nursing di RSUD I. A Moeis
Samarinda dari 91 responden yang mempunyai
pengetahuan baik sebanyak 56 responden
(61.5%) dan yang mempunyai pengetahuan
kurang baik sebanyak 35 responden (38.5%).
2. Gambaran sikap perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien yang berbeda
budaya di RSUD I. A Moeis Samarinda dari 91
responden yang mempunyai sikap sesuai
sebanyak 46 responden (50.5%) dan yang
mempunyai sikap tidak sesuai sebanyak 45
responden (49.5%).
3. P value = 0,038 (P < α 0,05), artinya Ho ditolak
atau ada hubungan yang signifikan/ bermakna
antara pengetahuan perawat tentang
Transcultural Nursing dengan sikap perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien yang berbeda budaya di RSUD I. A Moeis
Samarinda tahun 2013.
KEPUSTAKAAN
Sudiharto (2007). Asuhan Keperawatan
Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural, Jakarta, EGC
Perry, A.G & Potter, P.A (2005). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan, Konsep,
Proses, dan Praktek, Jakarta, EGC
Nursalam (2011). Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen
Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Sugiyono, (2003). Statistik Non Parametris
Untuk Penelitian, Bandung, AlfaBeta.
Silalahi, G.A. (2003). Metodologi Penelitian
dan Studi Kasus, Sidoarjo, Citra Media.
Maulana, I. (2003). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Motivasi Perawat
Untuk Melanjutkan Pendidikan Pada
Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan.
Skripsi tidak dipublikasikan, Surabaya,
Universitas Airlangga, Indonesia.
Andriewongso. (2007). Jenis Kelamin
Menentukan Kecerdasan. http://andriewongso.com, diperoleh tanggal 28
Februari 2013.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Mulyana. (2006). Faktor-Faktor Ibu Balita
Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Follow Up Penderita Pneumonia Balita Di
Puskesmas Cisaga, Ciamis, Jawa Barat.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/2515,
diperoleh tanggal 28 Februari 2013.
As’ad. (2000). Psikologi Industry Edisi 4.
Yogyakarta : Lyberty
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya, (Edisi ke 2), Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
Irmayanti, dkk. (2007). Pengetahuan. Jakarta :
Lembaga Penerbitan FEUI

Anda mungkin juga menyukai