Anda di halaman 1dari 17

ROLE PLAY

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DEPRESI

DOSEN PENGAMPU:
Fadliyana Ekawaty, M.Kep., Ns.Sp.Kep.An

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
1. Indah Widya Astuti N. G1B119022
2. Syifa Inayati G1B119023
3. Vinola Adiesty Pratami G1B119024
4. Muhammad Nasril Lukman G1B119026
5. Rizki Dini Maharani G1B119029
6. Okti Maghfirawati G1B119032
7. Putri Dwi Azizi G1B119033
8. Sri Mulyani G1B119034
9. Tasya Nabila G1B119040
10. Esa Surya Aulia G1B119042
11. Septia Dwi Mawarti G1B119050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah role play dengan judul “KOMUNIKASI
TERAPEUTIK PADA PASIEN DEPRESI” ini dapat selesai pada waktunya.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun dan kami berharap bermanfaat dan dapat
mendampingi kita dalam proses belajar, dan kami juga mengucapkan terima kasih banyak atas
dukungan dari teman-teman dan dosen pembimbing kami Ibu Fadliyana Ekawaty, M.Kep.,
Ns.Sp.Kep.An

Jambi, November 2020

Kelompok 2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah strategi


khusus, ada beberapa hal yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa
dengan gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah penderita gangguan jiwa
cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih
memiliki konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik, contohnya:
pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien penyakit terminal dan lain-lain).
Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan
tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat,
fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata
bisa saja kacau balau (Setiadi, 2006).

Alat utama bagi proses penyembuhan pasien gangguan jiwa baik sedang maupun
akut adalah komunikasi. Komunikasi yang dibangun dengan pasien gangguan kejiwaan
sangat menentukan cepat lambatnya proses kesembuhan. Komunikasi yang dilakukan
kepada pasien gangguan kejiwaan tidak bisa dilakukan begitu saja. Karena setiap
komunikasinya akan berdampak pada pasien baik itu dampak positif maupun negatif.
Untuk itu sangat penting seorang perawat harus membangun hubungan yang dekat
dengan pasien. Hubungan yang terbentuk antara perawat dengan pasien merupakan
hubungan saling membutuhkan. Dimana perawat bertugas memberikan bantuan dan
pasien sebagai penerima bantuan. Khususnya pada penanganan terhadap pasien gangguan
kejiwaan, peran perawat bukan hanya memberikan asuhan keperawatan saja namun
perawat juga bertugas menjadi pendamping bagi pasien selama ia mendapatkan
perawatan di rumah sakit jiwa. Untuk melakukan asuhan keperawatan, perawat mengacu
pada teknik komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik dalam dunia keperawatan
terdiri dari 4 (empat) fase yaitu : fase pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase
terminasi. Uniknya bahwa komunikasi pada penanganan terhadap pasien gangguan
kejiwaan merupakan alat utama untuk melakukan terapi penyembuhan justru porsinya
lebih besar daripada obat-obatan medis. Sehingga hal yang memungkinkan dapat diambil
dalam komunikasi yang tercipta antara perawat dengan pasiennya, adalah komunikasi
terapeutik yang ada dalam dunia medis ini setiap orang dapat lebih peduli dengan mereka
yang mengalami gangguan kejiwaan kemudian mengadaptasinya sesuai dengan
kemampuan dirinya dan dengan begitu akan mampu membantu proses penyembuhan
bagi penderita gangguan kejiwaan di sekitarnya (Afnuhazi, 2015).

Komunikasi terapeutik sendiri memandang gangguan jiwa bersumber pada


gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan dirinya.
Interaksi perawat dan pasien akan menghasilkan informasi untuk perawat tentang
keadaan pasien dan pada waktu yang bersamaan, perawat dapat memberikan informasi
tentang cara-cara menyelesaikan masalah dengan strategi tertentu sehingga pasien
terpengaruh dan mau melakukannya untuk penyelesaian masalah pasien. Jika pasien
menerima dan melakukan informasi yang diberikan oleh perawat maka perilaku pasien
dapat dikatakan menuju ke arah penerimaan yang merupakan hasil utama dari tindakan
keperawatan (Damayanti, 2010).

1.2 Landasan Teori

1.2.1 Pengertian Sehat Jiwa

Kesehatan jiwa bagi manusia berarti terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan
sanggup menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa
berarti mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,
masyarakat, dan lingkungan. Manusia terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual yang saling
berinteraksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.
Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita rasakan
dan diamati keadaannya. Orang ‘gemuk’ dianggap sehat dan orang yang mempunyai keluhan
dianggap tidak sehat. Faktor subjektifitas dan kultural mempengaruhi pemahaman dan
pengertian orang terhadap konsep sehat. World Health Organization (WHO) merumuskan
sehat dalam arti kata yang luas, yaitu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
social, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat.
Kesehatan fisik telah lama menjadi perhatian manusia, tetapi jangan dilupakan bahwa
manusia adalah mahluk yang holistic, terdiri tidak hanya fisik tapi juga mental dan social
yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara kesehatan fisik dengan mental dapat
dibuktikan oleh Hall dan Goldberg tahun 1984 (Notosoedirjo, 2005), bahwa pasien yang
sakit secara fisik menunjukkan adanya gangguan mental seperti depresi, kecemasan,
sindroma otak organik, dan lain-lain. Terdapat tiga kemungkinan hubungan antara sakit
secara fisik dan mental, pertama orang yang mengalami sakit mental karena sakit fisiknya.
Karena kondisi fisik tidak sehat, sehingga tertekan dan menimbulkan gangguan mental.
Kedua, sakit fisik yang diderita itu sebenarnya gejala dari adanya gangguan mental. Ketiga,
antara gangguan mental dan fisik saling menopang, artinya orang menderita secara fisik
menimbulkan gangguan secara mental, dan gangguan mental turut memperparah sakit
fisiknya.

1.2.2 Cara Meningkatkan Kesehatan Jiwa

1. Asertif
Jujur, mengatakan apa adanya tanpa menyinggung perasaan orang lain.
2. Solitude
Introspeksi diri, merenung untuk berpikir dan mengoreksi diri.
3. Kesehatanfisikumum
Menjaga kesehatan fisik dengan olahraga, nutrisi yang sehat dan periksa
kesehatan rutin.
4. MekanismeKoping
Melatih mekanisme koping yang positif (adaptif/konstruktif) dan berusaha
menghilangkan mekanisme koping yang negative (maladaptive/destruktif).

1.2.3 Prinsip dalam Kesehatan Jiwa

Prinsip kesehatan jiwa dalam upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan


jiwa, serta mencegah terjadinya gangguan jiwa meliputi:

1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, seperti:


a. Kesehatan dan penyesuaian jiwa tidak terlepas dari kesehatan fisik dan
integritas organisme.
b. Untuk memelihara kesehatan jiwa dan penyesuaian yang baik, perilaku
manusia harus sesuai dengan sifat manusia sebagai pribadi yang yang
bermoral, intelektual, religius, emosional dan social.
c. Kesehatan dan penyesuaian jiwa memerlukan integrasi dan pengendalian diri
yang meliputi pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilaku.
d. Dalam pencapaian pemeliharaan kesehatan dan penyesuaian jiwa, diperlukan
perluasan pengetahuan tentang diri sendiri.
e. Kesehatan jiwa memerlukan konsep diri yang sehat yang meliputi penerimaan
diri dan usaha yang realistis terhadap status atau harga dirinya sendiri.
f. Pemahaman diri dan penerimaan diri harus ditingkatkan untuk mencapai
kesehatan dan penyesuaian jiwa.
g. Stabilitas jiwa dan penyesuaian yang baik memerlukan pengembangan terus
menerus dalam diri seseorang mengenai kebijakan moral yang tinggi meliputi
hukum, kebijaksanaan, ketabahan, keteguhan hati, penolakan diri, kerendahan
hati, dan moral.
h. Mencapai dan memelihara kesehatan jiwa tergantung pada penanaman dan
perkembangan kebiasaan yang baik.
i. Stabilitas dan penyesuaian jiwa menuntut kemampuan adaptasi, kapasitas
untuk mengubah situasi dan kepribadian.
j. Kesehatan jiwa memerlukan perjuangan yang continue untuk kematangan
dalam pemikiran, keputusan, emosionalitas, dan periaku.
k. Kesehatan jiwa memerlukan belajar mengatasi secara efektif dan sehat
terhadap konflik mental dan kegagalan serta ketegangan yang dihadapi.
2. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan lingkungannya, seperti:
a. Kesehatan dan penyesuaian jiwa tergantung pada hubungan interpersonal
yang sehat, khususnya kehidupan dalam keluarga.
b. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung pada kecukupan
dan kepuasan kerja.
c. Kesehatan dan penyesuaian jiwa memerlukan sikap yang realistic yaitu
menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.
3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, seperti:
a. Stabilitas jiwa memerlukan pengembangan kesadaran realitas terbesar dari
dirinya yang menjadi tempat bergantung pada setiap tindakan yang
fundamental.
b. Kesehatan jiwa dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan
antara manusia dan Tuhannya.
1.3 . Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas praktik
lapangan blok Komunikasi Keperawatan II

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pengertian komunikasi


terapeutik pada pasien pada gangguan jiwa atau depresi.

2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan proses prinsip komunikasi


terapeutik pada pasien gangguan jiwa atau depresi.

3. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan teknik komunikasi pada pasien
gangguan jiwa dan depresi.
BAB II
ISI

2.1. Deskripsi Pelaksanaan Role Play


1. Setting tempat : Di rumah
Di Rumah Sakit
2. Setting waktu : Pagi hari
3. Pembagian peran :
Indah Widya Astuti N : Dokter
Syifa Inayati : Pasien
Vinola Adiesty Pratami : Perawat 1
Muhammad Nasril Lukman : Ayah Pasien
Rizki Dini Maharani : Perawat 2
Okti Maghfirawati : Narator
Putri Dwi Azizi : Perawat 3
Sri Mulyani : Perawat UGD
Tasya Nabila : Teman 1
Esa Surya Aulia : Teman 2
Septia Dwi Mawarti : Ibu Pasien

2.2. Skenario

Komunikasi Terapeutik Pada Remaja

Pasien Remaja berusia 17 tahun bernama Syifa telah satu kali melakukan usaha bunuh
diri dengan cara menyayat pergelangan tangannya dan berhasil diselamatkan tepat pada
waktunya. Alasan bunuh dirinya, disebabkan pasien tersebut mengalami depresi karena ia tidak
bisa masuk ke universitas yang di cita-citakannya setelah mencoba tesnya berkali-kali. Pasien
tersebut merasa sangat putus asa dan kehilangan harapan. Padahal kedua orang tuanya sudah
memberikan dukungan yang sudah maksimal, baik itu dukungan mental, material dan maupun
pendidikannya. Karena perasaan bersalah yang ditimbulkan dan mengecewakan orang tuanya,
tidak berhasil atas kemampuannya sendirilah yang mengakibatkan pasien tersebut melakukan
tindakan bunuh diri.
*Dirumah Pasien*
Syifa : “Gays aku gak lulus lagi. Udah berapa kali aku gagal tahun ini? Bikin malu terus bisa
nya. Udahlah duit habis, waktu habis, yang lebih penting Ibu sama Ayah pasti sedih.
Mau jadi apa aku nanti... Ih, bodoh amat yah otak ni” (sambil menjenggut-jenggut
rambut).
Tasya : “Sudahlah syifa, jangan sedih terus. Masih banyak kesempatan yang lain, gak harus jadi
dokter untuk banggain Ibu sama Ayah kamu”
Syifa : (muka sedih dan hampir menangis) ” Tetep aja tasya, Kasian Ibu sama Ayah. Memang
aku anak gak berguna, lebih baik aku mati dari pada ngeliat mereka kecewa sama aku”.
Esa : “Jangan Syifa, ingat Tuhan mu ingat perjuangan ke dua orang tua mu. Apa kamu mau di
lemparkan ke neraka jika kau mati bunuh diri ?”.
Syifa : “Kalian pulang aja, aku masih mau sendiri”
Tasya : “Yaudah kalo gitu aku sama Esa pamit pulang ya”
Esa : “jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh, kalo kamu butuh sesuatu kamu bisa hubungin
aku atau Tasya”
Syifa : “Iya”
Setelah Tasya dan Esa pulang….
Syifa : “Alaaa sedih sekali rasanya hati ni.. pengen mati aja” (sambil membentur-benturkan
kepala ke tembok ) Pasti beban Ibu dan Ayah langsung hilang”

Syifa pun kemudian beranjak pergi dan mengambil cutter. Tanpa pikir panjang lagi, Syifa lalu
menyayat pergelangan tangannya. Beberapa Menit kemudian...

Septia : ( Menggedor pintu) “Syifa, bangun nak, sudah pagi sayang. Cepat bangun nak, temani
ibu ke pasar yuk nak. (Merasa tidak ada yang menjawab, Ibu pun lalu membukan pintu)
(Ekspresi kaget dan panik) “Syifa..., kamu kenapa sayang? Nak, nak, bangun nak,
Syifa... Ya ampun nak, kenapa kamu jadi kayak gini... (sedih dan kemudian
memanggil Ayah) “Ayah!! Coba kesini sebentar, coba kamu liat anak kita yah”.
Nasril : (Datang sambil tergopoh-gopoh) “Kenapa sih buk? Astaghfirullah nak ! kamu kenapa
nak ?? Buk, syifa kenapa??”
Septia : “Lihatlah tangannya yah. sudah berdarah-darah. Nak, nak kenapa kamu kayak gini,
cepat telpon ambulans yah !”.
Nasril : “Iya, Buk. Tunggu sebentar, Ayah ngambil Hp.” (Setelah mengambil Hp dan menelpon
ambulans, Syifa pun dibawa ke rumah sakit terdekat)

Setelah percobaan bunuh dirinya, remaja tersebut dibawa kerumah sakit untuk dilakukan
tindakan medis. Di ruangan IGD sudah langsung ditangani oleh dokter jaga IGD dan perawat
IGD telah terpasang infus ditangan kanan dan oksigen

Indah : “ Selamat siang Ibu dan Bapak, anak anda membutuhkan 2 kantong darah, dikarenakan
kandungan hemoglobin di dalam darahnya kurang akibat banyak kehabisan darah...”
Nasril : “ Baik dok... saya ingin yang terbaik untuk anak saya... saya ingin anak saya sadar...”
Indah : “Baiklah pak... saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk anak bapak, sekarang
bapak tolong bantu mendoakannya”
Septia : “Nak... sadar nak” (sambil menangis tersedu-sedu)

Setelah pasien mendapat kan penanganan transfusi, penjahitan luka, penanganan kegawat
daruratan, observsi dan dilihat dari keadaan umum dan pemeriksaan fisiknya akhirnya
kondisinya pun stabil

Sri : “ Selamat siang,... ”

Datanglah perawat Sri yang bertugas shift siang, setelah operan dengan shift pagi mengenai
semua pasien yang ada di IGD. Dan Sri pun bertemu dengan keluarga Syifa

Sri : “Selamat siang pak bu perkenalkan nama saya Sri Mulyani, perawat yang jaga siang,
bagaimana kabarnya hari ini ?” (tersenyum)
Nasril : (Tampak kebingungan) “Saya bingung Ners, apakah saya bisa menggunakan BPJS
disini, saya akan menyuruh saudara saya untuk mebuatnya ke kantor BPJS”
Sri : “Oh... karena itu bapak merasa bingung ?” (kontak mata lebih dalam)
Nasril : “Iya Ners. saya mohon penjelasannya, tadi di pendaftaran tidak menjelaskannya”
Sri : “Baik pak, saya akan menjelaskan mengenai prosedur BPJS, bagaimana kalau selama 5
menit dan kita bisa duduk di ruang sebelah untuk mejelaskannya ?”

Mereka pun berlalu dan duduk di ruang sebelah

Sri : “Begini pak, BPJS kesehatan itu nama tempatnya dan nama programnya itu Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang terdiri dari dua peserta yaitu bayar iur terdiri dari
Jamkesmas, Jamkesda, SKTM yang dibayarkan pemerintah dan non iur pembayaran
secara mandiri. Dan menurut peraturan yang ada bila kita membuat kartu BPJS mandiri
itu bisa aktif digunakan setelah 7 hari dari pendaftaran dan untuk yang ditanggung
pemerintah bisa aktif setelah 1 bulan terdaftar. Pendaftarannya pun tak bisa diwakilkan
oleh orang, lain dan semua anggota keluarga harus ikut terdaftar”
Nasril : “Oh begitu ya Ners... terima kasih infonya, saya membuat pun tidak bisa langsung
digunakan...”
Sri : “Benar pak, namun jika bapak ingin membuatnya tetap ajukan saja dari sekarang, kita
tidak tahu kan.. keadaan kita bila tiba-tiba sakit atau kondisi yang tak diinginkan...”
(dengan nada sedikit tegas dan meyakinkan)
Nasril : “Baiklah pak terima kasih banyak, besok saya sendiri akan ke kantor BPJS untuk
mendaftarkan semua keluarga saya..”
Sri :“Iya pak, saya setuju sekali kalau bapak mau mendaftar ke BPJS. Jika bapak sudah
paham... sekarang saya akan memeriksa tekanan darah anak bapak, jika ada hal yang
kurang dimengerti, bapak jangan segan panggil saya... mari”

Setelah melakukan observasi beberapa jam kondisi pasien pun dinyatakan stabil, meskipun
belum sadar, dan bisa dipindahkan ke ruangan perawatan. Perawat yang bertugas di ruangan
perawatan tersebut sudah mempersiapkan diri dan menganalisis diri sejauh mana kesiapan fisik,
psikologis pengetahuan dan cara mengendalikan hambatan yang ada dalam dirinya sebelum
menghadapi pasien.
*Di Ruang perawatan*
Septia : “Aduh, nak, nak. Kasian dirimu.. pasti sakit kan nak ? Janganlah kayak gitu lagi nak”
Nasril : “Sudahlah bu. Anak kita lagi nggak sadar. Sebaiknya kita doakan saja”
Septia : “Iya pak. Tetap aja sedih melihatnya”. (menutup muka dan mata berkaca-kaca)
Vinola : “Assalamualaikum. Selamat Pagi Pak, Bu...” (tersenyum)
Rizky : “Assalamualaikum...” (tersenyum)
Septia dan Nasril : “Waalaikumsalam, Selamat pagi....” (tersenyum)
Vinola : ”Perkenalkan pak buk, nama saya perawat Vinola dan ini perawat Rizky, kami yang
akan bertugas melakukan perawatan kepada anak ibu dari jam 8 sampai dengan jam 2
siang nanti pak buk. Bagaimana pak buk keadaan anaknya? Apa belum masih
menunjukan tanda – tanda akan sadar?
Nasril : “Kata dokter tadi sih anak saya sudah tidak dalam kondisi kritis. Tapi, dari tadi anak
saya masih belum sadar juga. Kenapa ya ?”
Vinola : (Diam mendengarkan penuh perhatian) (Teknik diam) “Oh, baguslah kalau begitu.
Anak bapak sudah melewati kondisi kritisnya. Anak bapak masih belum sadar mungkin
karena pengaruh obat bius yang diberikan oleh tim medis tadi saat penjahitan lukanya.
Baiklah pak, izinkan saya untuk memeriksa tekanan darah, denyut nadi, pernafasan,
suhu anak bapak kurang lebih selama 7 menit ke depan. Bolehkah pak ?”
Nasril : “Oh, ya. Silahkan ....”
Septia : “Bagaimana ? Tanda-tanda vitalnya bagaimana? “
Vinola : “Oh, iya bu. Tadi saya sudah menghitung denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan
napas anak ibu. Semuanya normal kecuali tekanan darah anak ibu yang masih agak
rendah akibat kehilangan darah sewaktu dia terluka tadi.”
Nasril : ”Wah gawat dong ya?”
Rizky : “Tenang saja pak. Karena tadi telah melakukan transfusi darah, tidak lama lagi tekanan
darah anak bapak akan kembali normal kok pak”.
Nasril : “Oh, begitu ya.. Syukurlah”
Rizky : “Iya, pak. Kalau begitu kami permisi dulu ya pak. Jika pasien atau keluarga ada perlu,
silahkan hubungi saya di ruangan perawat dengan menggunakan bel disamping tempat
tidur atau langsung datang keruangan, kami ingin bapak dan keluarga merasa nyaman
disini”.
Tak beberapa lama kemudian...
Septia : (memencet bel berulang-ulang) sudah selama 3 menit
Putri : ( mendengar bunyi bel dari ruang 4, namun perawat Lele memutus colokan kabelnya
karena merasa berisik dan dia meneruskan membuat lipatan
kassa sambil mengomel ) “ini pasien baru saja masuk sudah pencet-pencet bel,
rese.....!”
Nasril : ( bergegas ke ruang perawat, karena merasa perawat tidak ada yang datang juga ke
kamar) “ Permisi Ners... bisa ke ruangan anak saya dulu untuk melihat kondisinya ?”..
Putri : “ Baik... pak, saya akan ke sana nanti “ (sambil pandangan mata ke bawah dan tetap
melanjutkan melipat kassa )

Waktu sudah berlalu 10 menit, namun perawat Putri tetap saja tidak kunjung ke kamar pasien,
dia tetap saja melanjutkan melipat kasa dan menonton televisi.. Kemudian Ayah yang tidak
sengaja bertemu perawat Vinola dan perawat Rizky yang baru keluar dari kamar lain dan segera
memanggilnya..

Nasril : “Permisi ..., bisa lihat keadaan anak saya sebentar...”


Perawat Vinola dan Rizky pun segera bergegas...
Nasril : “Ini ners, alhamdulillah anak saya sudah sadar”.
Vinola : “Oh, baguslah Pak. Selamat siang Syifa, bagaimana perasaannya?” (tersenyum)
Syifa : (Diam, dengan tatapan kosong)
Rizky : “Bagaimana perasaan mu Syifa?”
Syifa : “Akkkkkkkhhhhhhh... jangan dekati aku. Aku tak mau diganggu (berontak)
Rizky : “Tenang, tenang (sambil mengusap punggung Syifa ) Saya tidak akan menyakiti mu...”
Syifa : “Tidaaak!! Jangan sentuh aku. Keluar! Keluar dari ruangan ini sekarang...”
Septia : “Tenang nak, tenang.... perawatnya hanya mau bicara.”
Vinola : “Iya betul. Kami cuma mau tahu perasaanmu syifa...” (lebih mendekat kepada pasien)
Syifa pun menjadi sedikit tenang.
Rizk : “Baiklah, karena Syifa sudah tenang, perkenalkan nama saya perawat Rizky dan ini
perawat Vinola, di sini kami yang akan merawat Syifa. Jangan segan sama saya, jika
ada yang ingin Syifa ceritakan keluh kesahnya silahkan cerita kepada kami, kami siap
mendengarkan dan semoga kami bisa membantu” ( senyum )
Karena keramahan perawat, perasaan Syifa pun menjadi lebih tenang

Syifa :“Begini, saya depresi karena saya tidak pernah lolos di universitas yang saya favoritkan.
Saya sangat sedih Ners, rasanya saya tidak akan bisa menggapai cita cita saya, saya
sangat berambisi untuk dapat menggapai cita cita saya. Saya stress.... “
Vinola : Memangnya apa cita-cita Syifa ?
Syifa : “Saya ingin menjadi dokter Ners. Karena biaya kuliahnya mahal, jadi saya coba ikut tes
di beberapa universitas yang menyelenggarakan beasiswa. Sudah beberapa kali saya
tes, tapi selalu gagal”.
Vinola : “Oooh.. Syifa ingin menjadi Dokter.. Kenapa? Apa alasannya?
Syifa : “Begini Ners, saya ingin membantu perekonomian keluarga. Dari kabar yang saya
dengar, katanya Dokter uangnya banyak. Lagipula, saya juga bisa sekalian mengajak
keluarga saya jalan-jalan karena kami jarang berpergian. Itu cita-cita saya dari kecil
Ners”.
Septia : “Benar Ners. Dari kecil anak saya memang bercita-cita jadi Dokter. Mungkin
terpengaruh oleh Tantenya yang telah sukses menjadi Dokter”.
Nasril : “Iya, betul. Tapi ayah nggak nyangka kalo samapai segitunya kamu kepingin jadi
Dokter. Sampai mau bunuh diri gitu, Nak. Asalkan kamu tau, tanpa jadi dokterpun ayah
selalu bangga sama kamu”
Rizky : “Iya, Syifa, cita-cita mu sangat bagus Apa yang kamu lakukan bukanlah jalan keluar
yang terbaik. Walaupun itu cita-cita mu, tetap saja hal itu hanya akan membuat kamu
dan kedua orang tua mu menjadi lebih susah. Sebaiknya, jika ada masalah, Syifa dan
keluarga harus bicara baik-baik, dan Syifa belajar untuk berpikir panjang atas resiko
tindakan yang dilakukan..”
Syifa : “Tapi Ners, saya hanya ingin membahagiakan kedua orang tua saya. Pasti Ibu dan Ayah
kecewa sekali sama Syifa”. ( sambil menunduk dan penuh penyesalan)
Nasril : “Jangan salah paham dulu nak. Ayah dan ibu, hanya menginginkan yang terbaik buat
Syifa”.
Septia : “Iya, betul nak. Jalan untuk menjadi sukses bukan cuma menjadi Dokter saja. Orang
sukses adalah orang yang telah diridhoi oleh orang tuanya. Mungkin Syifa kali ini
gagal, tapi kegagalan adalah awal dari sebuah keberhasilan.
Syifa : “Iya, Bu. Syifa sudah sadar. Maafkan Syifa ya Bu, Yah. Syifa janji tidak akan
mengulangi perbuatan ini lagi dan akan terus berusaha untuk membahagiakan Ayah dan
Ibu. Walaupun tidak dengan menjadi Dokter. Terima kasih Ners, atas nasehatnya”.
Vinola : “Iya, Syifa, sama-sama (tersenyum) Kalau begitu kami permisi dulu. Semoga cepat
sembuh. Dan untuk Bapak sama Ibu tolong awasi keadaan Syifa, dan apabila ada
keperluan, silahkan pencet bel disamping tempat tidur, saya ingin semuanya merasa
nyaman disini ”
Nasril : “ Iya terimakasih Ners.. oh iya Ners, saya kurang suka sama perawat Putri.. dia acuh tak
acuh sama kami “. (dengan nada sedikit kesal) “ Kami memencet bel, dan saya ke ruang
perawat ternyata ada perawat Putri tapi dia tak kunjung juga ke ruangan kami, malah
asik menonton TV ”
Rizky : “ Oh.. begitu ya Pak, baik Pak nanti kami akan bicarakan dengan perawat Putri, dan
sebelumnya kami minta maaf atas sikap perawat Putri itu. Permisi semuanya... “

Setelah 2 hari kemudian, Syifa pun diperbolehkan oleh tim medis untuk pulang kerumahnya.
Perawatan berjalan dengan baik, discharge planing sudah dipersiapkan perawat dan dijalankan
sesuai perencanaannya. Sementara suster Putri dipanggil oleh kepala ruangan dan komite karena
banyak pasien dan keluarga yang mengeluhkan mengenai sikapnya, Perawat Putri pun
menceritakan semua hambatannya dan dibantu oleh rekan-rekan kerjanya akhirnya perawat Putri
dapat memperbaiki sikapnya
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah kumpulan dari keadaan – keadaan
yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Ada tiga
faktor penyebab gangguan jiwa yaitu : Faktor somatic (somatogenik) atau organobiologis,
faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif dan faktor sosio-budaya(sosiogenik) atau
sosiokultural. Gejala umum yang muncul pada seseorang yang mengalami gangguan mental
(Sundari,2005) adalah : keadaan fisik, keadaan mental dankeadaan emosi. Tujuan
komunikasi pada pasien jiwa yaituperawat dapat memahami orang lain, menggali perilaku
klien,memahami perlunya member pujian dan memperoleh informasi klien.
3.2. Saran

Calon perawat harus mengetahui cara berkomunikasi dengan baik pada pasien
terutama pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, Tri. 2006. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia. E-Book. Internet. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Komunikasi-dalam-Keperawatan-Komprehensif.pdf

Machfoedz, Mahmud. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).


Yogyakarta: Ganbika

Anda mungkin juga menyukai