Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan penyakit menular mematikan teratas didunia.


Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2021), Tuberkulosis
(TBC) masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. Pada tahun
2020, terdapat 9,9 juta orang di dunia mengidap TBC, dan 1,5 juta nyawa
meninggal akibat penyakit TBC yang dapat dicegah dan diobati ini. Pandemi
COVID-19 menyebabkan kemunduran progres TBC dunia, untuk pertama
kalinya kematian TBC meningkat selama satu dekade pada tahun 2020.
Sedangkan  penemuan kasus di dunia menurun 18% jauh seperti pada tahun
2012, dari 7.1 juta pada tahun 2019 menjadi 5.8 juta pada tahun 2020. Merujuk
pada Global TB Report WHO 2021, Indonesia merupakan negara dengan beban
Tuberkulosis (TBC) tertinggi  ketiga  setelah  India dan Cina, yang berpenduduk
lebih dari 1 Milyar. Saat ini Indonesia termasuk satu dari delapan negara yang
menyumbang 2/3 kasus TBC di dunia. Penularan yang tinggi menyebabkan
banyaknya yang tertular, pengobatan yang lama menyebabkan risiko drop out
OAT jadi tinggi. Sehingga isu kepatuhan minum OAT menjadi persoalan yang
krusial dalam mewujudkan salah satu program pemerintah yaitu “Eliminasi TBC
tahun 2030”.

Tuberkulosis penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis yang


sampai saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat didunia, penyakit
tuberculosis sudah ribuan tahun sebelum masehi. Menurut hasil penelitian.
Penyakit tuberkulosis sudah ada sejak jaman Mesir kuno yang dibuktikan
dengan penemuan pada mumi, dengan penyakit ini juga sudah ada kitab
pengobatan Cina ‘pen tsao’ sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada Tahun 1882

1
2

Ilmuan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis yang merupakan


penyebab penyakit ini. Kuman berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan
nama (Mycobacterium tuberculosis). Penularan dapat melalui percikan ludah
atau dahak yang ada di udara. Hal tersebut terjadi ketika penderita TBC batuk
atau bersin. Ketika penderita bersin atau dahak yang disertai keluarnya bakteri
TB yang kemudian akan terbawa ke udara. Kemudian, bakteri TB tersebut akan
masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya (Achmad Wahdi,
2021).

Menurut data dari WHO Global TB Report, pada tahun 2019 terdapat 10 juta
kasus dengan angka kematian mencapai 1,4 juta penderita TBC. Pada tahun
2020 Corona Virus Disease 2019 menggeser TBC sebagai penyakit menular
penyebab kematian tertinggi secara global, diperkirakan ada 10 juta orang
menderita TBC diseluruh dunia dengan angka kematian 1,5 juta orang (termasuk
214.000 orang dengan HIV).

Pada tahun 2021 penderita TBC dunia diperkirakan sekitar 10,6 juta penderita
yang terdiri dari 6 juta orang laki-laki, 3,4 juta perempuan dan 1,2 juta anak-
anak. Sedangkan angka kematian akibat TBC sebanyak 1,6 juta orang (termasuk
187.000 orang dengan HIV) (WHO, 2022). Berdasarkan data tersebut terdapat
kenaikan pada tahun 2021 dengan kenaikan 600 ribu kasus, pada 2020 data tidak
akurat dikarenakan adanya pandemi Covid-19.

Sedangkan data di Indonesia, pada tahun 2019 jumlah penderita TBC di


Indonesia sekitar 843.000 orang dan pada tahun 2020 meningkat menjadi sekitar
845.000 orang. Berdasarkan Global TB Report 2021, pada tahun 2021 di
Indonesia diperkirakan ada 824.000 kasus TBC, namun pasien TBC yang
berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional
hanya 393.323 (48%). Masih ada sekitar 52% kasus TBC yang belum ditemukan
3

atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan. Indonesia sendiri berada pada
posisi kedua dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India,
diikuti oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik
Demokratik Kongo secara berutan. Dari data di atas di dapati peningkatan kasus
TB di Indonesia naik setiap tahunnya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi TB paru di


Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 16.043 orang (Riskesdas, 2018). Angka
kasus tuberkulosis di Kalimantan Selatan mencapai 163 per 100.000 penduduk,
sedangkan target WHO untuk keberhasilan pengobatan 85% dan angka
keberhasilan pengobatan di Kalimantan Selatan dari jumlah penduduk penderita
TB 84,7% (Kemenkes RI, 2019).

Menurut data yang disajikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan
yang dirilis pada 5 Agustus 2022, pada tahun 2019 tercatat ada sebanyak 7.238
orang pengidap penyakit TBC. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar
622 kasus pada tahun 2020 menjadi sebanyak 6.616 orang, dan kembali
mengalami penurunan 37% yaitu sebanyak 2.476 kasus pada tahun 2021
menjadi 4.140 orang pengidap penyakit TBC. Dari data di atas jumlah pengidap
TB di Provinsi Kalimantan Selatan terjadi penurunan dari tahun ke tahun.

Prevalansi penderita TB Paru tertinggi pada kota Banjarmasin dari tahun 2019
ke tahun 2020 yaitu 1.317 orang dan prevalansi pada tahun 2020 ke 2021
mengalami penurunan drastis dari angka 4.025 kasus menjadi 940 kasus (Dinkes
Prov Kalsel, 2022). Namun kasus yang disajikan tersebut merupakan data yang
terkonfirmasi melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan, tidak termasuk kasus
yang tidak terkonfirmasi, tidak terobati dan tidak tercatat. Hal tersebut terjadi
dikarenakan pandemi Covid-19 yang mengakibatkan menurunnya pelaporan dan
pendataan kasus baru TBC, serta enggannya masyarakat untuk melakukan
4

pemeriksaan ke fasilitas kesehatan, sehingga banyak kasus baru yang tidak


tercatat. Berdasarkan data di atas bisa diketahui bahwa terjadi penurunan dari
tahun ke tahun, walaupun terjadi penurunan pada itu lebih dikarenakan adanya
pandemi Covid-19 yang menyebabkan tidak adanya petugas yang melakukan
pendataan pasien TB dan enggannya pasien dalam berobat ke fasilitas kesehatan.
Sebagai upaya preventif, penemuan kasus baru TB Paru dimulai dari fasilitas
pelayanan kesehatan pertama dan terdekat. Keberadaan satu Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) dan puskesmas yang merata disetiap wilayah akan
mempermudah penanganan dan pengawasan TB Paru oleh petugas kesehatan. Di
Kota Banjarmasin terdapat 1 puskesmas dengan jumlah kasus baru TB Paru
BTA positif tertinggi, yaitu Puskesmas Pekauman dengan angka kejadian 115
orang pada tahun 2020. (Dinas kesehatan Kota Banjarmasin, 2020).

Menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit tuberkulosis serta


mencegah terjadinya resistensi obat yang telah dilaksanakan program nasional
penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO. Metode DOTS telah
diterapkan di Indonesia mulai tahun 1995 dengan 5 komponen yaitu komitmen
politik kebijakan dan dukungan dana pengumpulan Tb, diagnosis TB dengan
pemeriksaan secara miskroskopik, pengobatan dengan anti TB yang diawasi
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), ketersediaan obat dan
pencatatan kinerja program TB.

Upaya mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan kepatuhan berobat bagi


setiap penderita. Paduan Obat Anti Tuberkulosis jangka pendek dan penerapan
pengawasan menelan obat merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan
penderita, walaupun obat yang digunakan baik tetapi bila penderita tidak berobat
dengan tidak teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan.
Kenyataan lain bahwa penyakit TB Paru sulit untuk disembuhkan karena obat
5

yang diberikan beberapa macam serta pengobatan makan waktu lama,


setidaknya 6 bulan sehingga menyebabkan beberapa penderita putus berobat.
Hal yang menjadi penyebabnya kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari
berbagai pihak terkait, akibatnya penanggulangan TB di berbagai daerah
menjadi lemah.

Berdasarkan penelitian Gebreweld Tahun 2018 yang berjudul “Factors


influencing adherence to tuberculosis treatment in Asmara, Eritrea: a
qualitative study” pasien yang kurang memiliki pengetahuan tentang penyebab,
penularan dan durasi pengobatan TB menjadi alasan paling umum untuk pasien
menghentikan pengobatan TB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Yusnia Ningrum Tahun 2021 yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB” menyatakan beberapa faktor yang
mempengaruhi kepatuhan pengobatan TBC yaitu durasi pengobatan yang lama,
usia yang terlalu tua, kurangnya pengetahuan dan juga kurangnya pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gendhis Indra Dhewi Tahun 2014 yang berjudul
“Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB Paru di BKPM Pati” menyatakan
bahwa ada hubungan hubungan bermakna antara pengetahuan dengan nilai p-
value = 0,000, ada hubungan bermakna antara sikap p-value= 0,001 dan
dukungan keluarga p value= 0,000 dengan kepatuhan minum obat TB Paru di
BPKM Pati. Penelitian yang dilakukan oleh Gunawan Tahun 2017 yang berjudul
“Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Kepatuhan Pasien Terhadap
Pengobatan Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas Sekota Pekanbaru”
menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi pasien terhadap
pengobatan TB Paru terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi yaitu motivasi
untuk sembuh, peran keluarga, peran petugas puskesmas dan Pengawas Minum
Obat (PMO).
6

Dari keempat penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor


yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien TB didominasi oleh
lamanya durasi pengobatan, usia pasien, kurangnya pengetahuan, kurangnya
pendidikan, sikap pasien dan dukungan keluarga dalam pengobatan TB.

Di poliklinik TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin, terhitung dari


bulan januari hingga bulan oktober 2022 didapati ada sejumlah 10 (sepuluh)
pasien yang diketahui drop out OAT dikarenakan tidak datang untuk berobat
lagi, sejumlah 255 (dua ratus lima puluh lima) pasien masih melanjutkan
pengobatannya, serta sejumlah 90 (sembilan puluh) pasien diketahui telah
menyelesaikan pengobatannya. Sepanjang tahun 2021 didapat 22 (dua puluh
dua) pasien yang diketahui drop out OAT tidak datang berobat lagi, serta 175
(seratus tujuh puluh lima) pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya.
Sedangkan pada tahun 2020 didapat 20 (dua puluh) pasien yang diketahui drop
out OAT, 2 (dua) pasien diketahui meninggal dunia dan 80 (delapan puluh)
pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya. Untuk tahun 2019 RSUD
Sultan Suriansyah belum memberikan pelayanan pengobatan TB. Berdasarkan
data didapati pengidap TB di Ruang Poliklinik RSUD Sultan Suriansyah
meningkat setiap tahunnya.

Banyak upaya-upaya yang telah dilakukan baik pemberian pemahaman


mengenai pentingnya menyelesaikan pengobatan, pemberian motivasi
kesembuhan kepada penderita TB, layanan kemudahan dalam melakukan
pendaftaran berobat di poli TB DOTS hingga memberikan pemahaman
mengenai cara penularan, peningkatan kasus baru, serta akibat yang ditimbulkan
jika pasien memutuskan untuk DO OAT. Hal itu dilakukan agar seluruh pasien
yang terdata dan tercatat sebagai penderita TB dapat mengikuti terapi
pengobatan hingga selesai. Namun pada kenyataannya di lapangan masih saja
ada penderita TB yang memutuskan menghentikan pengobatannya sehingga
7

secara tidak langsung akan berdampak pada adanya peningkatan jumlah pasien
aktif TB.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 november 2022


di Poli TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah pada 10 (sepuluh) penderita TB Paru
yang diketahui drop out OAT, didapati data bahwa penderita TB Paru
melakukan DO OAT dikarenakan faktor lamanya durasi pengobatan sebanyak 4
(empat) orang, dikarenakan faktor kurangnya dukungan keluarga yang
memotivasi untuk sembuh sebanyak 3 (tiga) orang, dikarenakan faktor usia
sebanyak 2 (dua) orang, dan dikarenakan faktor kurangnya pengetahuan
sebanyak 1 (satu) orang.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) di Ruang Poliklinik TB DOTS RSUD Sultan
Suriansyah Banjarmasin”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti ingin mengetahui apakah durasi
pengobatan, dukungan keluarga, usia, pengetahuan dan jenis kelamin
berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik
TB DOTS RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum
obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan
Suriansyah Banjarmasin
8

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Menganalisis hubungan durasi pengobatan TB dengan
kepatuhan minum obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB
DOTS RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin

1.3.2.2 Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan


minum obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS
RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin

1.3.2.3 Menganalisis hubungan usia dengan kepatuhan minum obat anti


tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD Sultan
Suriansyah Banjarmasin

1.3.2.4 Menganalisis hubungan pengetahuan dengan kepatuhan minum


obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD
Sultan Suriansyah Banjarmasin

1.3.2.5 Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan minum


obat anti tuberkulosis di ruang poliklinik TB DOTS RSUD
Sultan Suriansyah Banjarmasin

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pasien


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif untuk
pengobatan pada pasien TB, berupa kepatuhan minum obat TB. Sehingga
akan menurunkan angka kejadian drop out obat TB.

1.4.2 Bagi Keluarga Pasien


Hasil penelitian ini diharapkan menambahkan dukungan keluarga dalam
9

pemberian motivasi agar pengobatan TB dapat diselesaikan, serta


mengetahui faktor penyebab kepatuhan minum obat TB.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis. Hal tersebut guna menunjang proses ketepatan dalam
pengobatan TB Paru. Sebagai tempat penelitian maka Rumah Sakit
Umum Daerah Sultan Suriansyah Banjarmasin akan mendapat data
melalui hasil penelitian yang dibuat oleh penulis.

1.4.4 Bagi Layanan Kesehatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa
Health Education kepada penderita dan masyarakat tentang penyakit TB
Paru sehingga mampu menjalani pengobatan secara maksimal.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini bisa digunakan untuk penelitian yang selanjutnya.

1.5 Penelitian Terkait

1.5.1 Penelitian pertama yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Alif Arditia Yuda dari Universitas
Airlangga Surabaya dengan judul Hubungan Karakteristik, Pengetahuan,
Sikap Dan Tindakan Penderita Tuberkulosis Paru Dengan Kepatuhan
Minum Obat Di Puskesmas Tanah Kalikedinding pada tahun 2018.
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Penelitian Cross-
Sectional dimana ada 32 responden dalam penelitian tersebut. Variabel
Independen adalah karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan status pekerjaan) serta variabel dependen yaitu kepatuhan minum
10

obat anti tuberkulosis. Hasil studi dari penelitian ini terbilang cukup kecil
dengan total 32 responden dan masih mencakupi daerah yang kecil.

1.5.2 Penelitian kedua yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Maria Ulfah dari Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis (TBC) di
Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan pada tahun
2011. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
menggunakan desain Cross-Sectional dengan jumlah responden sebanyak
68 pasien tuberkulosis yang sudah menjalani pengobatan selama 3 – 6
bulan. Teknik pengambilan sampel secara simple random sampling.
Variabel Independen adalah dukungan keluarga, sedangkan Variabel
Dependen yaitu kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Hasil studi dari
penelitian ini terbilang cukup kecil dengan variabel independen hanya
terpaku pada satu variabel.

1.5.3 Perbedaan penelitian yang akan dilakukan penulis lakukan adalah terletak
pada jumlah responden, jumlah variabel independen serta lingkup dari
objek penelitian. Jika penelitian yang dilakukan oleh Alif Arditia Yuda
dari Universitas Airlangga Surabaya dilakukan pada tahun 2018 dan
menjadikan objek penelitian berupa Pusat Kesehatan Masyarakat tingkat
Kecamatan maka peneliti kali ini akan melakukan penelitian dengan
lingkup daerah yang lebih besar dan tentunya dengan jumlah responden
lebih besar.

Penelitian yang akan dilakukan penulis juga melingkupi variabel


independen yang lebih banyak dan beragam terkait faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Peneliti
akan melakukan melakukan penelitian dengan metode Cross-Sectional
11

dengan total 155 responden yang seluruhnya merupakan pasien yang


pernah berobat di Poli TB DOTS Rumah Sakit Umum Daerah Sultan
Suriansyah Banjarmasin dalam rentang waktu tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai