TBC PARU
Disusun Oleh:
Nama : dr. Hj. Isnayati
NIP : 19840716 201101 2 002
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini,
sebagai salah satu persyaratan kenaikan golongan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan landasan
pemikiran mengenai Tuberculosis .
Penulis menyadari makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga dapat bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi, terutama paru-paru. Penyakit tuberkulosis ini, selain menyerang paru-paru juga
dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meningens, ginjal, tulang, nodus
limfe.(4)
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman Tuberkulosis
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.
(4)
2.1.2 Epidemiologi
Tuberculosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia walaupun
upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995.
(5,6)
Menurut WHO Global Tuberculosis Control (2010), saat ini peringkat Indonesia sudah
menurun menjadi peringkat 5 dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria, dari
sebelumnya peringkat ke-3 dalam beban penderita tuberkulosis. Diperkirakan angka kematian
akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. (4) Tahun 1995 Indonesia
menerapkan strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) sebagai strategi
penanggulangan TB yang direkomenasikan WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB
Nasional di berbagai negara termasuk Indonesia.(4)
Laporan WHO tahun 2006 menyimpulkan ada 22 negara dengan kategori beban
tertinggi terhadap TB paru. Sekitar 80% penderita TB paru di dunia berada pada 22 negara
berkembang. Setiap hari ada 25.205 orang jatuh sakit TB. Kejadian TB di Indonesia, setiap hari
ada 1.464 orang akan jatuh sakit TB.(6) Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun
2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang
meninggal akibat TB di seluruh dunia.(7)
Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah mendekati target Millenium
Development Goals (MDGs). Pada tahun 2008 prevalensi TB di Indonesia mencapai 253 per
100.000 penduduk. Sasaran strategi nasional pengendalian tuberkulosis hingga 2014 mengacu
pada rencana strategis Kementrian Kesehatan 2009-2014 yaitu menurunkan angka prevalensi
tuberculosis dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Saat ini
diperkirkan ada 1 setiap 3 kasus tuberculosis yang masih belum terdeteksi oleh program.
Sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000 penduduk.(4,8)
Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam Penanggulangan TB di
Indonesia, tapi tantangan masalah TB ke depan masih besar. Terutama dengan adanya
tantangan baru berupa perkembangan HIV dan MDR (Multi Drugs Resistance) TB. Menkes
menyadari TB tidak bisa diberantas oleh Pemerintah atau jajaran kesehatan saja, tetapi harus
melibatkan dan bermitra dengan banyak sektor.(6)
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan
program pengendalian TB, yang terutama adalah indikator penemuan kasus, indikator
pengobatan dan angka keberhasilan pengobatan TB yang dipublikasi dalam bentuk Infodatin
Tuberkulosis.(9)
2.1.3 Penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena
jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit
dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga
masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA
positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan
pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi
apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius
tersebut.(5)
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.(10) Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan
Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit.
Orang dengan BTA (+) dapat menginfeksi hingga 10-15 orang lain melalui kontak dekat
selama setahun. Tanpa pengobatan yang tepat, dua pertiga orang dengan sakit TB akan
meninggal dunia.(10)
2.1.6 Patogenesis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar
kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel infeksi ini terisap
oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk
ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
(10)
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit,
terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh
organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran
ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.(10)
Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Kuman akan
menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan
mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan
silia dengan sekretnya.(10)
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di
sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek prime atau
sarang (fokus) Ghon. (10)
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat
menjadi: (10)
· Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
· Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berupa garis-garis fibrosis, kalsifikasi di hilus
· Berkomplikasi dan menyebar secara per kontinuitatum (menyebar ke skitarnya), secara
bronkogen pada paru yang bersangkutan, secara limfogen dan secara hematogen.
Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkim dan tidak
ke nodus hiler paru. (10)
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel
Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat.(10)
Pemeriksaan Radiologis
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas tidak tegas. Bila lesi sudah
diliputi jaringan ikat maka banyangn terlihat berupa bulatan dengan batas tegas, lesi dikenal
sebagai tuberkuloma.(4)
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdiniding tipis. Lama-lama
dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan bergaris-garis.
Pada kalsifikasi bayangannya terlihat sebagai bercak-bercak dengan densitas tinggi. Gambaran
radiologis lain yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura, efusi pleura, empiema.(4)
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).(11)
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
· P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di sarana pelayanan
kesehatan.
· S (sewaktu): dahak dikumpulkan di sarana pelayanan kesehatan pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi.
Peran biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis (Mt) pada penanggulangan
TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT
yang digunakan.(6) Pemeriksaan tes cepat molekular (TCM) TB dengan metode Xpert MTB/RIF
merupakan sarana untuk penegakkan diagnosis, namun tidak dapat dimanfaatkan sebagai
evaluasi hasil pengobatan.
1. Obat harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, perlu dilakukan pengawasan
langsung (DOT) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal intensif dan
tahap lanjutkan.
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tuberculosis sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia
walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan di banyak
negara sejak tahun 1995.(5,6) Menurut WHO Global Tuberculosis Control
(2010), saat ini peringkat Indonesia sudah menurun menjadi peringkat 5 dunia
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria, dari sebelumnya peringkat ke-3
dalam beban penderita tuberkulosis. Diperkirakan angka kematian akibat TB
adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.(4)
2. Tahun 1995 Indonesia menerapkan strategi Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) sebagai strategi penanggulangan TB yang direkomendasikan
WHO. Strategi ini diterapkan sebagai Program TB Nasional di berbagai negara
termasuk Indonesia.(4)
3.2 Saran