Disusun Oleh:
dr. Fendy Ferdian
Dokter Pendamping:
dr. H. Faisal, MARS
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
dah hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan mini project ini dengan baik. Penulis
melaksanakan mini project untuk memenuhi tugas program Dokter Internship serta
menambah wawasan dan keterampilan di bidang kesehatan masyarakat.
Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. H. Faisal, MARS, selaku pembimbing dan Kepala UPTD Puskesmas DTP Pulomerak
2. Hj.Widiastuti, SST,Keb selaku koordinator program tuberkulosis di UPTD Puskesmas
DTP Pulomerak.
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan mini project ini
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mini project ini tidak sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan selanjutnya. Penulis berharap agar
mini project ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi masalah masih rendahnya angka penemuan kasus TB
dilingkungan Pulomerak
2. Mencari upaya untuk menyelesaikan masalah atau alternatif lainnya agar angka
penemuan kasus TB meningkat hingga melebihi target yang ditentukan
1.4. Manfaat
Manfaat untuk Puskesmas
1. Teridentifikasi masalah rendahnya angka penemuan kasus tuberkulosis
dilingkungan puskesmas Pulomerak
2. Ditemukan penyebab rendahnya angka penemuan kasus tuberkulosis
dilingkungan Pulomerak
3. Mendapatkan pembelajaran dan masukan dari laporan yang telah terselesaikan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang bersifat aerob yang tahan asam (BTA), Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri TB dapat menyerang berbagai organ di tubuh, terutama menyerang paru-paru.
Namun dapat juga menyerang tulang, persendian, kelenjar dan lainnya.2
2. Epidemiologi
Penyebaran kasus TB didunia tidak merata. 86% dari total kasus TB ditanggung oleh
negara yang sedang berkembang. 55% dari seluruh kasus TB berada di benua Asia, 31% di
benua Afrika dan 14% sisanya tersebar di benua-benua lainnya. WHO telah menetapkan 22
negara yang dianggap sebagai High-burden countries dengan jumlah penderita TB terbanyak
dan Indonesia masuk kedalam 22 negara tersebut, sehingga perlu pemantauan lebih untuk
menanggulangkan dan menyelesaikan kasus TB tersebut.
Walaupun jumlah kematian TB turun 22% antara tahun 2010 dan 2015, TB tetap
merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Berdasarkan laporan
WHO dalam Global Report 2015, indonesia berada pada peringkat ke 2 penderita TB
terbanyak di dunia setelah India yang menduduki peringkat pertama. Kemudian disusul oleh
China, Nigeria dan Pakistan
3. Etiologi
Bakteri utama penyebab penyakit tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. M.
tuberculosis berbentuk basil atau batang ramping lurus yang berukuran kira-kira 0,2-0,4 x 2-10
µm, dan termasuk gram positif. Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama beberapa tahun.
Pada medium kultur, koloni bakteri ini berbentuk kokus dan filamen. Identifikasi terhadap
bakteri ini dapat dilakukan melalui pewarnaan tahan asam metode ziehl-neelsen maupun
tanzil, yang mana tampak sebagai basil berwarna merah di bawah mikroskop.
4. Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Seseorang dapat tertular bila droplet itu terhirup ke
dalam saluran pernapasan.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita itu dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
5. Patofisiologi
► Tuberkulosis Primer
Bila droplet terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas atau jaringan
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer. Selanjutnya
kuman akan dihadapi oleh neutrofil, lalu oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan keluar oleh makrofag bersama gerakan silia dengan sekretnya.
7
Bila kuman menetap di jaringan paru, maka akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag, bersarang di jaringan paru akan membentuk suatu sarang
pneumonik, yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya.
Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman
►Tuberkulosis Pasca-Primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-
primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama
yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis,
tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini
akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).
6. Pemeriksaan pasien TB
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuberkulosis paru adalah mulai dari
terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, waktunya berkisar 4-12 minggu untuk
1
tuberkulosis paru. Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru lain
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kangker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
UPK dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai seorang tersangka pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan salah satu cara yang paling efisien
untuk mengidentifikasi penderita TBC. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB
hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Kriteria BTA positif apabila
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.
Penderita dengan sediaan positif sepuluh kali lebih infeksius dibandingkan
dengan penderita sediaan negatif. Tujuan pemeriksaan mikroskopis dahak adalah
menegakkan diagnosis TBC, menentukan tingkat penularan, memantau kemajuan
8
pengobatan, menentukan terjadinya kegagalan pada akhir pengobatan.
Pengumpulan dahak dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu hari-1, pagi hari-2, dan
6
sewaktu hari-2 (SPS).
○ Sewaktu hari-1 (S): dahak dikumpulkan pada saat penderita datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, penderita membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
○ Pagi hari-2 (P): penderita mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
○ Sewaktu hari-2 (S): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi
Selain pengumpulan dahak dapat juga dilakukan pemeriksaan biakan untuk
identifikasi M. Tuberculosis khususnya juga dapat untuk mengetahui apakah pasien
yang bersangkutan tidak resisten terdahap OAT yang digunakan.
Selain pemeriksaan diatas, terdapat juga mantoux test/ tuberculin test.
Pemeriksaan ini digunakan untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis
terutama pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc tuberkulin
P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.
7. Terapi
Pengobatan TB dilakukan dengan 2 tahap. Yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
Tahap Awal (Intensif) 2RHZE
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif (konversi dalam 2 bulan).
Tahap Lanjutan 4H3R3
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Efek samping pada penderita yang mengkonsumsi obat TB adalah
b. Tenaga Kesehatan
1) Belum meratanya jumlah kader TB di tiap RT di kecamatan Pulomerak.
2) Kurangnya jumlah tenaga kesehatan pemegang program pengendalian TB
di UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.
3) Belum ada petugas khusus pemeriksa dahak yang terlatih di laboratorium
UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.
2. Metode
1) Masih minimnya penyuluhan TB yang efektif dan efisien yang dapat
meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang penyakit TB dan
bahayanya.
2) Tidak terintegrasinya data TB antara praktek swasta / klinik dengan Puskesmas
dan rumah sakit.
3) Belum ada SOP tertulis untuk pengambilan dan pemeriksaan dahak di
laboratorium UPTD Puskesmas DTP Pulomerak.
4) Tingginya hasil negatif palsu akibat pengambilan spesimen dahak yang kurang
baik dan perlakuan pada spesimen sampai dilakukan pemeriksaan yang kurang
tepat.
5) Pemantauan tindak lanjut Pasien TB dengan BTA negatif belum maksimal.
6) Rendahnya upaya deteksi kasus TB anak disertai sulitnya melakukan
pemeriksaan TB pada anak.
3. Material
Kurangnya media promosi untuk mensosialisasikan program TBdan juga
bahayanya kepada masyarakat
4. Lingkungan
Jarak tempuh yang cukup jauh antara puskesmas dan tempat tinggal pasien yang
kebanyakan tinggal di pegunungan dengan akses jalan yang sempit dan rusak
sehingga menyulitkan pasien untuk mendapatka pengobatan dan terjaring dalam
penemuan kasus TB baru.
BAB IV
Hasil Penelitian
Posisi strategis Kota Cilegon yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, merupakan
satusatunya jalan darat untuk menuju Jakarta dari Pulau Sumatra dan sebaliknya.
Pelabuhan penyeberangan Merak~Bakauni yang menghubungkan Pulau Jawa dan
Sumatera, berada di wilayah Kecamatan Pulomerak
Sepanjang perjalanan menuju lokasi puskesmas adalah daerah perindustrian, yang
tentunya berciri khas urbanisasi dan perpindahan penduduk dari kota-kota kecil
lainnya menuju Cilegon untuk bekerja serta juga menanbah aktivitas dari penduduk
sekitar puskesmas.
Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan mobilitas manusia dan kendaraan sangat
tinggi, sehingga meningkatkan resiko kecelakaan maupun penyakit menular disekitar
lokasi puskesmas. Terutama pada saat hari libur nasional dimana banyak masyarakat
yang akan mudik kedaerah masing-masing.
Masyarakat juga banyak yang bertempat tingga didaerah pegunungan dimana sulit
dijangkau menggunakan kendaraan. Hal ini menyebabkan banyaknya masyarakan
yang sulit mengakses fasilitas kesehatan ke Puskesmas karena keterbatasan baik biaya
maupun kendaraan. Oleh karena itu, pihak puskesmas menyediakan sarana puskesmas
keliling, dimana dokter dan perawat pergi menuju daerah yang sulit terjangkau untuk
melakukan penjaringan berbagai macam penyakit.
Jarak antara puskesmas dan rumah sakit daerah terdekat di kota Cilegon juga
terbilang cukup jauh dimana membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit
menggunakan mobil dan 1 jam jika menggunakan kendaraan umum seperti bus
ataupun mikrolet. Sehingga diperlukan tempat perawatan di puskesmas pulomerak.
2. Wilayah kerja
Luas wilayah kecamatan pulomerak adalah 19.86 km2 atau 11,32% dari total
wilayah kota Cilegon.
Jumlah Kelurahan
Kecamatan Pulomerak terdiri dari 4 kelurahan 27 RW 124 RT, yaitu:
Kelurahan Suralaya : terdiri dari 5 RW dan 21 RT (5.75 km2)
Kelurahan Lebakgede : terdiri dari 9 RW dan 43 RT
Kelurahan Tamansari : terdiri dari 6 RW dan 35 RT (3.36 km2)
Kelurahan Mekarsari : terdiri dari 7 RW dan 30 RT
3. Data demografik
Jumlah Penduduk pada tahun 2015 menurut BPS kota cilegon : 44.960 jiwa
Jumlah Penduduk miskin yang menerima jamkesda : 3411 jiwa
Uraian Jumlah
Penduduk 44.960 jiwa
Laki-laki 22.916 jiwa
Perempuan 22.044 jiwa
Kepadatan penduduk 2264 jiwa/km
Sex ratio 100:104
B. Sarana Transportasi
Kendaraan roda empat : 1 unit Pusling, 2 unit ambulance
Kendaraan roda dua : 8 unit motor dinas
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di puskesmas Pulomerak
Jenis Ketenagaan Ada Kekurangan
Dokter umum 2 2
Dokter gigi 1 1
Apoteker 1 1
Perawat umum 16 4
Perawat gigi 1 1
Bidan 19 2
Rekam medik 1 2
Pekarya 1 0
Admin 5 0
Analis kesehatan 1 1
Gizi 2 0
Kesling 2 0
Kebersihan 2 0
Supir 2 0
Cakupan Program Pengendalian TB
Tabel 1.
Triwulan (2016) Target suspek Pencapaian
1 140.5 106 18%
2 140.5 111 19%
3 140.5 142 25%
4 140.5 137 24%
Total 562 496 88%
Metode Lingkungan
Jauhnya jarak
Tidak integrasinya puskesmas dari
Tidak adanya SOP
data RS, klinik dan tempat tinggal
Pemeriksaan
puskesmas penduduk
Dahak / BTA
Kebersihan
Banyaknya
lingkungan belum
Kurangnya permukiman
terjaga
Tingginya Hasil penyuluhan padat penduduk
negatif palsu
Sulitnya deteksi
Follow up pasien
TB paru anak di
positif belum
Puskesmas
maksimal
Penemuan kasus
TB yang masih
rendah
Rendahnya
pengetahuan
masyarakat
Banyaknya pasien
yang putus
Kurangnya Tidak adanya alat Minimnya media
berobat
kesadaran untuk promosi TB
rontgen
Tidak ada petugas
Kader belum
lab khusus dahak
merata
PMO belum
maksimal
Manusia Material
BAB V
Pembahasan
1. Kesimpulan
Untuk menilai keberhasilan pengobatan TB digunakan indikator CDR untuk
penemuan pasien baru dan CR untuk keberhasilan pengobatan
Berdasarkan laporan TB di UPTD Puskesmas DTP Pulomerak, angka penemuan
kasus TB & angka keberhasilan pengobatan dari bulan Januari sampai bulan
Desember 2016 masih di bawah target nasional (90%), yaitu sebesar 89.28% dan
84%
Untuk meningkatkan pencapaian angka penemuan kasus TB harus dilakukan
kerjasama multisektoral, mulai dari tingkat internal di UPTD Puskesmas DTP
Pulomerak, kader kesehatan, masyarakat, klinik/dokter praktek swasta, rumah
sakit sekitar, sampai pejabat di wilayah setempat.
2. Saran
Penulis berharap melalui hasil penelitian ini, dapat memberikan alternatif solusi
kepada puskesmas untuk membenahi program-program TB paru agar angka
penemuan dan kesembuhan kasus TB dapat meningkat dn menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA