Oleh:
dr. Maya Fitriani
Pembimbing:
dr. Arlia Novita
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang
dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks
tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah
tuberkulosis di suatu negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai
saat ini belum ada satu negara pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan penyakit yang
dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi,
yaitu penderita TB dewasa. Disamping itu dengan adanya penyakit karena HIV maka
perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan Anak biasanya tertular TB, atau juga
disebut mendapat infeksi primer TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin
akan menjadi positif. Tidak semua anak yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB.
Setelah beberapa puluh tahun penurunan insidensi tuberculosis, angka kasus tuberculosis
telah bertambah secara dramatis selama decade terakhir ini. Hampir 1,3 kasus dan 450.000
kematian terjadi pada anak-anak setiap tahunnya di seluruh dunia.
Penyebaran penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia dari tahun ke ke tahun
mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan terutama terjadi
beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 262 ribu penderita baru di Indonesia. Di
Indonesia, penyakit TBC bahkan menjadi penyebab kematian akibat penyakit infeksi nomor
tiga setelah stroke dan jantung.
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health
Organization), jumlah penderita TBC di Indonesia sekira 0,3 persen dari jumlah penduduk
total setiap tahun. Meskipun dari persentase kecil, namun jumlah penderita TBC cukup
tinggi apalagi setelah krisis ekonomi melanda negara Indonesia, yang ditandai dengan
penurunan kualitas hidup masyarakat, angka penderita semakin naik. 2
1
Jawa barat dengan jumlah penduduk sekitar 36 juta, ada sekira 108 ribu penderita
TBC paru setiap tahunnya. 8 program pengendalian TBC secara directly observed treatment
shortcourse (DOTS) telah luas dilaksanakan pemerintah sejak 1999. Namun sampai
sekarang hanya menjangkau sekitar 30% saja dari jumlah penderita yang ada. Sisanya yang
70% sebagian di antaranya diduga menjadi pasien yang dikelola oleh fasilitas swasta.
Berdasarkan hasil penilaian semua kinerja Puskesmas di kota Bandar Lampung tahun
2021 diharapkan sasaran kasus TBC pada anak yang harus ditemukan diharapkan target
mencapai 85% kasus TBC anak. Sedangkan di wiilayah kerja Pusksemas Pasar Ambon
diharpkan sasaran kasus TBC anak yang ditemukan selama periode 12 bulan sejumlah 25
orang. Sehingga perlu dilakukan evaluaai program untuk mengidentifikasi dan mencari
solusi yang tepat agar dapat memenuhi target di periode tahun berikutnya.
1.3. TujuanPenulisan
a. Tujuan Umum dan Khusus
1. Mengevaluasi program penjaringan penyakit menular TB anak di Puskesmas Pasar
Ambon pada periode Januari – Juni tahun 2021.
2. Mengetahui kemungkinan penyebab masalah masih rendahnya target pencapaian
kasus TB anak di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ambon.
3. Menyusun alternatif pemecahan masalah agar tercapainya sasaran target TB anak di
Puskesmas Pasar Ambon pada periode berikutnya.
2
1.4. ManfaatPenulisan
a. Bagi Penulis
1. Menerapkan ilmu kedokteran komunitas yang telah diperoleh semasa perkuliahan.
2. Menambah ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi pelaksanaan pencegahan
dan penanggulangan penyakit menular tuberkulosis paru .
3. Menganalisis penyebab masalah dan merumuskan alternatif pemecahan masalah
yang akan dihadapi dalam menjalankan suatu program kesehatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
b. Bagi Puskesmas
1. Mengetahui masalah yang ada dalam pelaksanaan Program Penjaringan Tuberkulosis
Anak di wilayah kerjanya.
2. Memperoleh masukan dan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi agar
tercapainya keberhasilan program di masa mendatang secara optimal.
c. Bagi Masyarakat
1. Memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi penderita
tuberkulosis anak di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ambon
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
4
b. Bersifat tahan asam dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
c. Memerlukan media khusus untuk kultur seperti Lowenstein Jensen, Ogawa
d. Tampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan mikroskop
e. Tahan terhadap suhu rendah antara 40C hingga -700C
f. Sangat sensitif terhadap panas, sinar matahari, dan sinar UV
g. Sebagian besar akan mati dalam beberapa menit jika terkena paparan langsung terhadap
sinar ultraviolet
h. Akan mati dalam waktu kurang lebih 1 minggu dalam sediaan sputum pada suhu antara
30 – 370C
i. Dapat bersifat dormant atau “tidur” atau tidak berkembang
2.4 Patogenesis
Paru-paru merupakan port d’entree dari >98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percikan
droplet yang ukurannya sangat kecil <5um akan terhirup dan mencapai alveolus. Beberapa
kasus kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik
sehingga tidak timbul respons imunologis spesifik. Namun pada beberapa kasus lain, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Selanjutnya peran makrofag alveolus yang akan memfagosit
kuman TB tersebut untuk sebagian besar dihancurkan. Kuman TB sebagian kecil yang tidak
dapat dihancurkan akan berkembang biak dalam makrofag yang kemudian menyebabkan
lisis makrofag. Kemudian kuman TB tersebut akan membentuk lesi di tempat tersebut yang
dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman T menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional yang menyebabkan inflamasi pada saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis
5
dinamakan kompleks primer. Saat terbentuk kompleks primer, imunitas selular tubuh
terhadap TB terbentuk, saat inilah uji tuberkulin positif. Kemudian fokus primer di jaringan
paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi (Kemenkes RI, 2016).
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung perkembangbiakan
basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil tuberkulosis merupakan BTA
(Basil Tahan Asam) yang dapat berkembangbiak apabila ada di ruangan yang gelap dan
6
lembab, akan mati jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan
perlu diperhatikan.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi. Ekonomi
juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab penularan tuberkulosis
primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka untuk mencukupi makanan bergizi
untuk tumbuh kembang anak susah, sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja
tanpa mengetahui nilai gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan
sehat dan bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kekebalan
tubuh anak terhadap penyakit.
4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di Indonesia
maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh pemerintah, melihat penderita
penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan membutuhkan
perawatan intensive. Apabila tingkat pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan
mempengaruhi penyembuhan tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan
bekerja secara optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan
seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan masyarakat dalam
menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi angka kematian anak yang tinggi.
7
1) Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
3) Pengobatan setelah putus berobat (Default) Adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan
kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Lain-lain: Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga
mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran TB
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
8
2. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB
paru BTA negatif harus meliputi:
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda Tuberkulosis Paru.
Gejala utama yang terjadi adalah batuk lama (selama dua minggu atau lebih) dan
berdahak. Gejala tambahan yang sering terjadi yaitu batuk darah atau dahak bercampur
9
darah, sesak nafas, nyeri dada, badan lemas, keletihan, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
aktifitas fisik, demam meriang lebih dari sebulan. Ditemukan adanya kontak dengan
pasien TB paru dewasa.
b. Pemerikksaan Fisik
- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
- Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias negative pada
anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau beru menderita
campak
- Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi
badan.
c. Pemeriksaan Tuberculin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang
terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan
diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen
tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di control.Uji tuberkulin lebih
penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada
anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya
masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis. 10
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono dengan salep,
dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan menyuntikan
intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara Heat
andTine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit
tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan
Tween 80.9 Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling
dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat
diketahui banyaknya.
10
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan diukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang penderita akan mulai
berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor –
factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi
karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang
berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis.
Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap tuberculin, dengan pengaruh
yang sangat bervariasi10.
11
d. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diambil dari rontgen dada dengan proyeksi postero-anterior
(PA). Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis
memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak – anak dan
tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui
pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran
radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit
leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan, tetapi
kadang – kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang
tidak batuk atau pada anak –anak. Padapemeriksaan sputum kurang begitu berhasil
karena pada umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas
laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan biaya yang
12
banyak Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi
adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya ditemukan tiga
batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.
B. PENATALAKSANAAN5
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologic tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
13
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat
pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak dapat diberikan setiap hari, baik
pada intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam bentuk
paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak
berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z),
sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet KDT untuk
anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.
Dosis KDT pada anak
Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 Tablet 1 Tablet
10-14 2 Tablet 2 Tablet
14
15-19 3 Tablet 3 Tablet
20-32 4 Tablet 4 Tablet
Keterangan :
- Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit
- Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak anak dosisnya
Di Indonesia digunakan sistem skoring TB anak untuk menentukan tatalaksana yang akan
diberikan kepada anak tersebut :
15
Gambar 3. Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Anak sesuai dengan Sistem Skoring
Lalu ditentukan apabila skor ≥ 6 maka diberikan terapi OAT selama 2 bulan dan
kemudian dilakukan pemeriksaan ulang untuk melihat terapi OAT tersebut memberikan
respon perbaikan pada anak. Jika terjadi respon perbaikan makan terapi OAT diteruskan,
sedangkan jika respons negative maka dipikirkan adanya faktor lain seperti gizi buruk,
pengobatan yang tidak rutin, ataupun TB multidrug resistance (TB MDR).
Pada anak OAT diberikan secara harian baik pada fase intensif maupun fase lanjutan.
TB paru : INH, Rifampisin, dan Pirazinamid selama 2 bulan fase intensif, lalu
dilanjutkan dengan INH dan RIfampisin hingga genap 6 bulan tera
pi (2RHZ-4HR)
TB paru berat (milier, destroyed lung) dan TB ekstraparu : diberikan 4-5 OAT selama
2 bulan fase intensif, lalu dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin hingga genap 9-12
bulan terapi.
TB kelenjar superficial : terapinya sama dengan TB paru.
TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu, lalu dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu (total pemberian waktu 1
bulan).
16
OAT Kombipak fase awal/intensif pada anak
Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
C. KOMPLIKASI 3
Komplikasi yang dapat timbul antara lain :
TB milier
Meningitis TB
Efusi pleura
Pneumotoraks
Bronkiektasis
Atelektasis
D. PROGNOSIS 6
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi, keadaan
gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan adanya
infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.
17
2.9 Pedoman Penyelenggaraan P2TB
2. surveilans TB
Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus
terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan penanggulangan
yang efektif dan efisien.
18
f. penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TB di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, dan di luar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. pemberian kekebalan
Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan melalui
imunisasi BCG terhadap bayi.
b. Tujuan Khusus :
1. Meningkatkan penjaringan suspek dan penemuan kasus baru
BTA +
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TBC
3. Mengurangi angka kejadian TBC di masyarakat melalui
penemuan kasus secara dini
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus
19
baru TBC
5. Membentuk patisipan aktif ( Toam, Toga, Kader) untuk
mendukung penemuan kasus
C. Ruang Lingkup
a. Pelayan P2 TB dalam gedung
1. Pelayanan rawat jalan (konseling dan pemeriksaan suspek)
2. Pelayaanan rawat inap (asuhan keperawatan pada pasien suspek
maupun BTA +)
- Laboratorium
20
pada kegiatan kusus (sosialisasi TB pada tingkat sekolah,
Desa Siaga dll)
21
Desa : Menjamin terlaksananya pelayanan kesehatan rutin di
Desa seperti posyandu Paru Sehat, pemeriksaan kontak
serumah dan pelacakan kasus tersangka TB Paru (
Suspek ).Menyediakan sarana dan prasarana termasuk
kesiapan Kader di Desa, Sekolah.
komunitas di Desa
- Advokasi dan lobi pada penguasa Wilayah
- Kunjungan rumah
b. Pemanfaatan Teknologi
- Media komunikasi HP untuk melakukan komunikasi dengan Kader atau
sasaran
- Memanfaatkan Komputer dengan program SITT 10, 03 untuk sistim
pelaporan
22
1. Penemuan pasien Tuberkulosis secara pasif-intensif
Kegiatan penemuan yang dilaksanakan di dalam fasilitas kesehatan dengan
memperkuat jejaring layanan TB melalui kegiatan Public-Private Mix (PPM)
di tingkat kabupaten/kota dan memperkuat kolaborasi layanan antara layanan
TB dengan layanan kesehatan lain yang diselenggarakan di fasyankes
(Kemenkes RI, 2013).
a. Jejaring layanan
Strategi peningkatan penemuan pasien TB di fasilitas layanan kesehatan
(fasyankes) melalui kegiatan penguatan jejaring eksternal antar
fasyankes yang memberikan layanan diagnosis TB untuk menghindari
terjadinya miss-opportunity yang disebabkan karena keterbatasan sarana
diagnosis yang dimiliki oleh fasyankes yang melakukan kontak pertama
dengan pasien TB. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan semua
pasien TB akan mendapatkan layanan diagnosis yang bermutu dan sesuai
standar dimanapun pasien memilih untuk berobat. Sesuai dengan
Permenkes No.67/2016 semua kasus TB yang ditemukan dan diobati di
fasyankes wajib dilaporkan kepada program nasional pengendalian TB.
b. Kolaborasi layanan
Strategi peningkatan penemuan pasien TB melalui penguatan jejaring
internal antara unit-unit layanan yang mungkin akan menemukan terduga
atau pasien TB misalnya di poliklinik umum, poliklinik paru, poliklinik
penyakit dalam dan poliklinik anak. Kegiatan ini juga bisa berupa
kegiatan integrasi dan kolaborasi penemuan pasien TB dengan
penyelenggaraan layanan kesehatan selain TB yang tersedia di
fasyankes, terutama di unit layanan kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada populasi kunci yang rentan untuk TB
misalnya unit layanan HIV, DM (Diabetes Mellitus), Gizi, Lansia, klinik
berhenti merokok, klinik KIA dan ANC. Penguatan kolaborasi layanan
TB secara manajerial juga bisa dilaksanakan dengan penerapan sistem
manajemen layanan kesehatan yang terintegrasi di fasyankes misalnya
dengan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru/ PPKP (PAL =
Practical Approach to Lung health), Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), Manajemen Terpadu Dewasa Sakit (MTDS) (Kemenkes RI,
2013).
23
2. Penemuan pasien Tuberkulosis secara aktif dan/atau masif berbasis
keluarga dan masyarakat
Kegiatan ini merupakan penemuan terduga atau pasien TB yang dilakukan di
luar fasyankes melalui beberapa upaya penjangkauan secara aktif oleh
petugas kesehatan atau potensi kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
menemukan dan merujuk terduga TB ke fasyankes untuk penegakan
diagnosis (Kemenkes RI, 2015).
a. Investigasi kontak
Kegiatan investigasi kontak diselenggarakan melalui kolaborasi antara
pemberi layanan kesehatan dengan potensi kesehatan masyarakat.
Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien
TB. Kontak erat adalah orang yang tinggal serumah (kontak serumah)
maupun orang yang berada di ruangan yang sama dengan pasien TB aktif
(detected cases/ confirm cases) yang ternotifikasi selama satu periode
tertentu, yaitu sekurang-kurangnya selama 8 jam sehari selama satu
bulan atau lebih (Kemenkes RI, 2013).
24
diselenggarakan di daerah-daerah beresiko tinggi untuk TB, misalnya
dilaksanakan di daerah KUPAT-KUMIS (KUmuh PAdaT dan KUmuh
MISkin) dan daerah dengan beban TB yang tinggi (di atas angka estimasi
insidensi TB nasional). Kegiatan dilaksanakan dengan dua metode, yaitu
(Kemenkes RI, 2016):
Metode skrining/ penapisan gejala pada populasi kunci yang datang
ke layanan UKBM;
Metode penelusuran terhadap kondisi-kondisi tertentu yang mungkin
dipengaruhi oleh terjadinya TB, misalnya pada anak batita/balita
dengan grafik tumbuh-kembang di bawah garis merah, Lansia yang
mengalami penurunan berat badan atau pada pasien DM yang tidak
terkontrol;
Hasil temuan dari UKBM tersebut dirujuk ke fasyankes untuk dilakukan
evaluasi untuk penegakan diagnosis.
c. Penemuan di tempat khusus
Penemuan aktif yang dilakukan di tempat khusus yaitu pada lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat
kerja, asrama, pondok pesantren, sekolah, panti jompo, panti sosial, dan
tambang. Kegiatan penemuan aktif di tempat khusus dapat dilakukan
dengan skrining massal tahunan, skrining kesehatan bagi warga baru,
skrining kontak dan pemantauan batuk secara rutin. Penemuan aktif
ditempat khusus membutuhkan kolaborasi yang erat antara stakeholder
yang terkait. Semua hasil terkait kegiatan penemuan aktif di tempat
khusus harus dikelola oleh Puskesmas setempat sebagai penanggung
jawab UKM di wilayah tersebut (Kemenkes RI, 2016).
d. Penemuan di populasi berisiko
Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan secara berkala pada anggota
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah atau tempat yang memiliki
akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan
pengungsi, daerah kumuh, dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan
Kepulauan). Upaya ini dilakukan dengan kegiatan ‘jemput bola’ oleh
petugas kesehatan dibantu potensi kesehatan masyarakat. Metode
kegiatan bisa dilakukan dengan mengirimkan sediaan dahak dari terduga
TB yang ditemukan selama kegiatan ke fasyankes pemeriksa maupun
25
dengan mendatangkan sarana diagnostik TB yang bersifat mobile
(Kemenkes RI, 2015).
e. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
Dilaksanakan secara rutin oleh anggota keluarga maupun kader
kesehatan yang melakukan skrining gejala pengawasan batuk terhadap
orang yang tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan
batuk untuk memeriksakan diri ke fasyankes terdekat. Kegiatan
pemantauan batuk ini bisa diintegrasikan kepada kegiatan kader
kesehatan yang sudah rutin berjalan misalnya kegiatan ketuk pintu kader
kesehatan, kegiatan kunjungan rumah kader jumantik, kader posyandu
dan posbindu serta kegiatan upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang lain. Selain mendukung penemuan kasus TB, kegiatan ini
akan sangat bermanfaat dalam rangka penyampaian edukasi mengenai
TB terhadap anggota keluarga dan masyarakat sehingga akan terbentuk
awareness tentang TB di kemudian hari (Kemenkes RI, 2015; Kemenkes
RI, 2016).
f. Penemuan aktif berkala
Metode ini dilakukan oleh Puskesmas pada wilayah yang teridentifikasi
sebagai daerah kantung TB, yaitu daerah yang memiliki jumlah pasien
yang banyak apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada
(Kemenkes RI, 2016).
Pada daerah kantong ini dilakukan kegiatan skrining aktif setiap 6 bulan
sekali sampai tidak ditemukan kasus TB pada kegiatan penemuan aktif
berkala 2 kali berturut-turut. Kegiatan penemuan secara aktif berkala
akan sangat efektif apabila dipadukan dengan kegiatan penemuan aktif
berbasis keluarga dan masyarakat (Kemenkes RI, 2015).
g. Skrining masal
Kegiatan penemuan aktif melalui skrining massal yang dilaksanakan
sekali setahun untuk meningkatkan penemuan pasien TB di wilayah yang
penemuan kasusnya masih sangat rendah. Puskesmas bekerja sama
dengan aparat desa/ kelurahan, kader kesehatan dan potensi masyarakat
melakukan skrining gejala TB secara masif di masyarakat dan
membawanya ke layanan kesehatan luar gedung (Kemenkes RI, 2016).
26
2.11 Upaya Pengendalian TB
Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi Directly Observed
Treatment Short-course (DOTS) sebagai kerangka dasar dan memerhatikan strategi
global untuk mengendalikan TB. Ada enam komponen dalam the Stop TB Strategy
(WHO, 2015):
1. Memperluas dan meningkatkan kualitas DOTS yang bermutu
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat
miskin serta rentan lainnya
3. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajmen
program pengendalian TB
4. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela),
perusahaan dan swasta melalui pendekatan Pelayanan TB Terpadu Pemerintah
dan Swasta
5. Memberdayakan masyarakat komunitas dan pasien TB
6. Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi strategis
Fokus utama DOTS, yaitu penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini kemudian akan memutus rantai
penularan TB sehingga menurunkan insiden TB di masyarakat. Upaya pencegahan
penularan TB dilakukan dengan cara terbaik yaitu menemukan dan menyembuhkan
pasien. Adapun lima komponen kunci dari strategi DOTS itu sendiri (WHO, 2015),
yaitu:
27
Upaya pengendalian faktor risiko TB juga dilakukan bertujuan mengurangi hingga
mengeleminasi penularan dan kejadian sakit TB di masyarakat. Upaya yang
dilakukan antara lain (Permenkes RI, 2016):
a. Pengendalian Kuman Penyebab TB
1. Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan tetap
tinggi
2. Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta yang mempermudah
terinfeksi TB, misalnya HIV, diabetes, dll.
28
e. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), empat pilar:
1. Pengendalian secara manajerial
2. Pengendalian secara administratif
3. Pengendalian lingkungan fasyankes
4. Pemanfaatan alat pelindung diri
29
h. Pasien dan keluarganya harus diberikan informasi terkait efek samping dan
tanda-tanda bahaya yang mungkin terjadi dan apa yang harus dilakukan jika
kondisi tersebut muncul.
i. Pasien TB yang masih batuk agar tetap memakai masker baik di rumah maupun
saat keluar rumah, dan disarankan untuk memiliki ruang tidur yang terpisah dengan
anggota keluarga lainnya
j. Setiap pasien TB harus mempunyai 2 nomor telepon yang bisa dihubungi yaitu
nomor pasien dan nomer Pengawas Minum Obat. Petugas juga harus memberikan
nomor telepon kepada pasien dan keluarganya untuk memberikan akses apabila
terjadi kejadian efek samping obat atau kondisi lain yang memerlukan bantuan
medis dan penyesuaian pengobatan (pindah / pergi jarak jauh).
k. Manajer kasus dan pasien supporter tetap menjalankan fungsinya dengan
melakukan penyesuaian dengan kontak tidak langsung melalui telefon atau media
komunikasi lain yang lebih efektif.
30
BAB III
METODE EVALUASI
31
2. Seriousness: melihat seberapa serius atau fatal pengaruh yang disebabkan
masalah tersebut.
3. Growth: menilai aspek kemungkinan meluasnya atau berkembangnya.
masalah atau kemungkinan timbulnya masalah.
Untuk sistem skoringnya, yaitu nilai 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (cukup), 4
(tinggi), dan 5 (sangat tinggi).
d. Identifikasi penyebab masalah
Langkah selanjutnya dari prioritas masalah yang telah ditentukan, perlu
diidentifikasi mengenai penyebab-penyebab masalah yang mungkin. Langkah
ini dapat dilakukan dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar
komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian yang
ada di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, penyebab masalah tersebut dapat
diprioritaskan. Adapun metode yang dapat digunakan yaitu menggunakan
diagram fishbone.
Konsep dasar dari diagram fishbone, yaitu permasalahan mendasar diletakkan
di bagian kanan dari diagram (bagian kepala dari kerangka tulang ikan),
sedangkan penyebab permasalahan di bagian sirip dan durinya. Dalam analisis
penyebab masalah digunakan kategori 5 M (Man, Money, Material, Method,
Machine). Setelah diidentifikasi faktor-faktor penyebab masalah, selanjutnya
dapat ditentukan prioritas penyebab masalah tersebut dengan menggunakan
teknik kriteria matriks.
Kriteria matriks dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut:
1. Importancy (I), atau pentingnya masalah. Terdiri dari beberapa unsur:
a) Besarnya masalah (Prevalence/P)
b) Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (Severity/S)
c) Kenaikan besarnya masalah (Rate of Increase /RI)
d) Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (Degree of Unmeet
Need/DU)
e) Keuntungan sosial karena selesainya masalah (Social Benefit/SB)
f) Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (Public concern/PB), dan
g) Suasana politik (Political Climate/PC).
2. Techinal feasibility (T), atau kelayakan teknologi: ketersediaan teknologi
dalam mengatasi suatu masalah.
32
3. Resource availability (R), atau sumber daya yang tersedia. Sumber daya
yang dimaksud yaitu tenaga (man), dana (money), dan sarana (material)
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Selanjutnya dalam perhitungan digunakan rumus (I x T x R) dengan
menggunakan skoring nilai 1 (tidak penting) hingga 5 (sangat penting).
Penyebab masalah yang dipilih sebagai prioritas adalah penyebab masalah
dengan nilai tertinggi.
e. Menyusun alternatif pemecahan masalah
Setelah ditentukan prioritas penyebab masalah, dapat dilakukan penyusunan
mengenai alternatif pemecahan masalah tersebut. Alternatif pemecahan
masalah ini ditentukan dengan melihat situasi dan kondisi fasilitas kesehatan di
Puskesmas Pasar Ambon.
f. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah
Satu cara pemecahan masalah, untuk masing-masing penyebab masalah, yang
dianggap paling baik dan memungkinkan dipilih dari berbagai alternatif cara
pemecahan masalah yang telah dibuat. Penilaian efektifitas jalan keluar dapat
dilakukan dengan kriteria tambahan sebagai berikut.
33
perkalian nilai MxIxV dibatasi dengan C. Jalan keluar dengan nilai P (prioritas)
tertinggi adalah prioritas jalan keluar terpilih. Secara matematis, prioritas
alternatif jalan keluar dapat dihitung dengan rumus P=(M x I x V)/C.
34
1. Lihat keseimbangan diagram. Jika ada kelompok dengan banyak item pada
suatu area dapat mengindikasikan perlunya pengkajian lebih lanjut. Jika ada
kategori utama dengan sedikit penyebab minor dapat mengindikasikan
perlunya indentifikasi lagi penyebab minornya.
2. Lihat apakah ada penyebab yang muncul berulang, karena berpotensi
menjadi penyebab akar
3. Lihat apa yang bisa diukur dari setiap penyebab dan identifikasi penyebab-
penyebab yang dapat diambil tindakan.
Data yang diambil merupakan data bulan Januari – Juni tahun 2021 di Puskesmas
Pasar Ambon.
35
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH PUSKESMAS PASAR AMBON
36
Pesawahan, Kelurahan Talang, Kelurahan Sumur Putri, dan Kelurahan
Gedung Pakuon.
Adapun Batas Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Ambon adalah sebagai berikut
:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Gunung Mas dan
Kecamatan Tanjung Karang Pusat.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bumi Waras
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung dan Teluk Betung
Timur.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat
37
4.1.3 Visi dan Misi Puskesmas Pasar Ambon
4.1.3.1 Visi
Terwujudnya masyarakat sehat melalui peningkatan mutu pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Pasar Ambon.
4.1.3.2 Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu dan
berstandar.
b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan induvidu, keluarga, kelompok
dan masyarakat beserta lingkungannya.
c. Meningkatkan kesejahteraan pegawai puskesmas
4.1.3.3 Moto dan Strategi
Motto
SEHAT ITU ASET MASA DEPAN
TATA NILAI
S : Sopan
E : Empati
H : Handal
A : Akuntable dan Adil
T : Teladan
I : Inisiatif dan Inovasi
Strategi
Untuk mencapai visi dan misi tersebut diatas, digunakan strategi;
a. Pertanggungjawaban wilayah
b. Pemberdayaan masyarakat
c. Keterpaduan lintas program
d. Keterpaduan lintas sektor
e. Sistem rujukan; rujukan upaya kesehatan perorangan dan rujukan
upaya kesehatan masyarakat
38
4.1. Sumber Daya
4.2.1 Ketenagaan
Tabel 2 : Data Ketenagaan di Puskesmas Pasar Ambon Tahun 2021.
Jumlah 28 28 56
39
dari Pemda Tingkat II, Dinas Kesehatan dan Lainnya dimulai dari
tahun 1990 hingga tahun 2017. Mulai tahun 2012 sampai tahun
2019 Puskesmas Pasar Ambon membeli aset dari dana sumber
lainnya.
Bangunan Puskesmas Pasar Ambon sudah mengalami
perbaikan/ perubahan dari tahun 2014 sampai 2019 dalam rangka
Peningkatan Mutu Pelayanan.
Puskesmas Pasar Ambon terdiri dari 3 Gedung, yaitu:
a. Gedung A :
Pendaftaran, Ruang Tungggu Dalam, Mushola, Ruang
Rekam Medis,Ruang Kepala Puskesmas, Ruang Kepala Tata
Usaha dan Manajemen, dan Ruang Tamu Puskesmas.
b. Gedung B :
Laboratorium, Poli Lansia, Poli Umum, Poli KIA, Gudang
Obat, Poli Gigi, Klinik Akupresur, Konsultasi Gizi, Klinik
Sanitasi, Hatra, Apotik, dan Ruang Tindakan.
c. Gedung C :
Aula, Ruang PAL, Gudang dokumen, Dapur dan 3 Kamar
Mandi.
d. Mempunyai Satu Puskesmas Pembantu di Kelurahan Sumur
Putri.
e. Mempunyai Satu Ambulance dan 2 buah Sepeda Motor.
f. Peran Serta Masyarakat
40
4.1.4.1 Cakupan kunjungan rawat jalan meningkat 10 % pada tahun
2019
4.1.4.2 Cakupan target SPM yang mendukung tercapai program
4.1.4.3 Manajemen puskesmas berjalan baik.
4.2. Gambaran Pencapaian Program Kasus TBC Anak yang Harus
Ditemukan di Puskesmas Pasar Ambon Periode Januari-Juni 2021.
Tabel 3 . Sasaran Kasus TBC Anak yang Harus Ditemukan Periode Januari- Juni 2021
Semester I (2021) Sasaran Target Pencapaian Jumlah
Januari 2 anak 0 anak 0%
Februari 2 anak 0 anak 0%
Maret 2 anak 1 anak 8,3%
April 2 anak 0 anak 0%
Mei 2 anak 0 anak 0%
Juni 2 anak 1 anak 8,3%
Total 12 anak 2 anak 16,6%
Berdasarkan data di atas data diambil dari lima kelurahan wilayah kerja
Puskesmas Pasar Ambon yaitu dari kelurahan Pesawahan, Talang, Teluk Betung, Sumur
Putri, dan Gedung Pakuon. Berdasarkan data perolehan Sasaran Terduga TB anak dan
Kasus TB anak di Kota Bandar Lampung di Puskesmas Pasar Ambon untuk tahun
2021 periode Januari – Desember 2021 Sasaran Kasus TB anak yang harus ditemukan
sebanyak 25 anak, sedangkan untuk dibulan Januari- Juni 2021 sasaran TBC anak
ditemukan sebanyak 12 anak. Untuk wilayah kerja Puskesmas Pasar Ambon belum
mencapai target.
41
BAB V
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN
Targetnya
Masalah adalah kesenjangan antara tolak ukur dengan hasil pencapaian pada unsur
kesenjangan antara tolak ukur dengan data keluaran tersebut maka harus dicari
Pasar Ambon
42
5.3. Mentapkan Prioritas Masalah
Kerangka Konsep
Untuk mempermudah dalam mengidentifikasi faktor penyebab masalah
capaian cakupan TB Anak di Puskesmas Pasar Ambon di lima kelurahan
dalam periode Januari-Juni 2021 masih kurang maka diperlukan kerangka konsep
dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai berikut:
43
5.5 Identifikasi Penyebab Masalah
Dari kerangka konsep yang telah dibuat, selanjutnya dapat diidentifikasi mengenai
44
5.6 Menentukan Prioritas Penyebab Masalah
Dari diagram fishbone di atas, perlu ditentukan prioritas penyebab masalah yang
memiliki peranan dalam tercapainya keberhasilan program pengendalian TB anak
di Puskesmas Pasar Ambon. Dengan menggunakan model teknik kriteria matriks
pemilihan prioritas dapat dipilih masalah yang paling dominan.
Tabel 5. Teknik Kriteria Matriks USG Pemilihan Prioritas Penyebab Masalah
2 Method
Kurang efektifnya program penjaringan yang 5 4 4 80
dilakukan oleh nakes, kader dan tokoh
masyarakat
Kerjasama P2TB dengan Lintas 5 5 5 125
Program/Lintas Sektor masih kurang
Kurangnya sosialisasi mengenai deteksi dini 5 5 4 100
dan penjaringan TB
3 Machine
Kurangnya koordinasi pihak RT dan kelurahan 4 5 4 80
dengan puskesmas dalam penemuan kasus TB
anak
Jumlah kader TB banyak namun kurang 5 5 4 100
bergerak aktif penjaringan TB anak
4 Material
Media penyuluhan mengenai TB anak tidak 3 3 3 27
memadai
45
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
46
Tabel 6 Alternatif pemecahan masalah
Keterangan:
P : Prioritas alternatif pemecahan masalah (MIV/C)
M :Magnitude, yaitu besarnya masalah yang dilihat dari morbiditas dan mortalitas.
I : Importance, yang ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena
masalah/penyakit.
V :Vulnerability, yaitu ada/tersedianya cara-cara pencegahan dan pemberantasan masalah
yang bersangkutan.
47
C :Cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut.
48
Kasus TB Anak pada Program Penjaringan TB anak di Puskesmas Pasar Ambon
sehingga memenuhi sasaran target nasional.
Adapun dengan rincian kegiatan yang dilakukan sebagai berikut :
1. Melakukan advokasi bersama institusi pemerintah seperti camat, lurah, pkk,
kader dan tokoh masyarakat
2. Mempersiapkan sarana dan prasarana agar terselenggaranya program P2TB
3. Membentuk tim pelaksana program TB anak
4. Melakukan pelatihan P2TB
5. Pelaksanaan program TB anak dengan gerakan TOSS TB (Temukan TBC
Obati Sampai Sembuh)
6. Peningkatan penjaringan dan kontak erat TB anak
7. Pencatatan dan palaporan hasil kegiatan
8. Evaluasi dan monitoring berkala mengenai pencapaian dan perkembangan
jumlah kasus dalam bentuk lokmin tribulanan
9. Tindak lanjut hasil evaluasi
Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan capaian TB anak di daerah
wilayah kerja Puskesmas Pasar Ambonn sehingga memenuhi target yang
diharapkan.
49
Tabel 8. Matriks Kerangka Acuan Kegiatan
2021 Penanggung
NO Kegiatan
Jawab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Melakukan
advokasi bersama
institusi
pemerintah seperti
camat, lurah, pkk,
kader dan tokoh
masyarakat
2 Mempersiapkan
sarana dan
prasarana agar
terselenggaranya
program P2TB
3 Membentuk tim
pelaksana program
TB anak
4 Melakukan
pelatihan P2TB
5 Pelaksanaan
program TB
dengan gerakan
TOSS TB
(Temukan Obati
Sampai Sembuh)
6 Peningkatan
penjaringan dan
kotak erak TB
anak
7 Pencatatan dan
palaporan hasil
kegiatan
8 Evaluasi dan
monitoring
berkala mengenai
pencapaian dan
perkembangan
jumlah kasus
dalam bentuk
lokmin tribulanan
9 Tindak lanjut
evaluasi
50
51
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diperoleh dari laporan evaluasi program ini, antara
lain:
16,6%% dan belum mencapai target, yaitu 100%. Hal ini masih menjadi
7.2 Saran
52
2. Meningkatkan kerjasama P2TB dengan Lintas Program/Lintas Sektor dan faskes
Penanggulangan Tuberkulosis.
anak, pentingnya penjaringan suspek dan deteksi dini, sehingga mengubah pola
pikir masyarakat.
53
DAFTAR PUSTAKA
Campbell IA, Bah-Sow O. 2009. Pulmonary tuberculosis: diagnosis and treatment. BMJ
(Clinical research.). 332(7551): 1194–97
Kemenkes RI. 2019. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: InfoDatin.
Kemenkes RI. 2016. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: InfoDatin.
Nedjaka NO, Matji R, Ogubanjo GA. 2008. An approach to the diagnosis , treatment
and referral of tuberculosis patients : The family practitioner’s role. SA Farm
Pract. 50:4.
Puskesmas Pasar Ambon 2021. Profil Puskesmas Puskesmas Pasar Ambon .
Bandarlampung: Puskesmas Pasar Ambon
WHO. 2015. Implementing The End TB Strategy: The Essentials. Geneva: WHO
54