Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH INDIVIDU

DIAGNOSIS TB PARU PADA ANAK, DEWASA DAN LANSIA

(DOSEN PENGAMPU : Dr. Sariana Pangaribuan, SKM.,M.Kes)

Disusun oleh

Yulce A. Towansiba (201813201039)

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA


(YPMP)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) SORONG
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KOTA SORONG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas mata kuliah saya.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Beresiko Menular
II Di Papua. Saya menyada bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat saya harpkan Akhir kata saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pembaca. Sekian dan terima kasih. Tuhan memberkati.

Sorong, 17 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.........................................................................................................
B. Rumusan masalah....................................................................................................
C. Tujuan penulisan......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Diagnosis TB paru pada anak..................................................................................


B. Diagnosis TB paru pada dewasa dan lansia.............................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran dan kritik........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

` Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri


berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis.
Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak (droplet) dari
penderita TB kepada individu yang rentan (daya tahan tubuh rendah). Pada
umumnya TB menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ
lainnya.nLaporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun
ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara
dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika
Selatan, Nigeria dan Indonesia. Penderita TB paru BTA positif akan menjadi
sumber penularan bagi lingkungan di sekitarnya. (Sub Direktorat TB Depkes RI
dan WHO, 2008). Pada Global Report WHO 2010, didapat data TB Indonesia
total seluruh kasus TB tahun 2009 sebanyak 294731 kasus, dimana 169213 adalah
kasus TB baru BTA positif, 108616 adalah kasus TB BTA negatif, 11215 adalah
kasus TB Ekstra Paru, 3709 adalah kasus TB kambuh, dan 1978 adalah kasus
pengobatan ulang diluar kasus kambuh (retreatment, relaps) (PPTI, 2010). Prinsip
diagnosis dan penatalaksanaan TB di berbagai belahan dunia adalah sama, yaitu
mulai dari diagnosis yang akurat, pengobatan yang sesuai standart, monitoring,
dan evaluasi pengo batan serta tanggungg jawab kesehatan masyarakat. Ketepatan
diagnosis sangat menentukan keberhasilan tahap penatalaksanaan TB berikutnya.
ISTC (International Standarts of Tuberculosis Care) dikembangkan oleh
organisasi profesi intrnasional dan telah diadopsi oleh Program Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional dan ikatan Dokter Indonesia (termasuk Perhimpunan
Dokter Spesialis (PDSp). ISTC disepakati digunakan di Indonesia dalam
penanganan pasien TB. Untuk mencapai keberhasilan TB, ISTC diterapkan
dengan strategi DOTS.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana diagnosis TB paru pada anak, orang dewasa dan lanjut usia
(lansia) ?

C. Tujuan Penulisan
Untuk menegtahui bagaimana diagnosis TB paru pada anak, orang dewasa
dan lanjut usia (lansia)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diagnosis TB paru pada anak

TBC pada anak terjadi karena anak menghirup bakteri Mycobacterium


tuberculosis yang berada di udara. Bakteri tersebut kemudian berdiam di paru-
paru dan dapat berkembang ke bagian tubuh yang lain, seperti tulang
belakang,ginjal,bahkan otak.

Anak-anak yang terkena TBC atau tuberkulosis kemungkinan besar tidak


tertular dari teman-teman sebayanya, melainkan dari orang dewasa yang
menderita penyakit tersebut. Ketika orang dewasa yang menderita TBC batuk atau
bersin, bakteri penyebab TBC akan menyebar ke udara. Pada saat itulah,
penularan penyakit TBC ke orang-orang di sekitarnya dapat terjadi, baik ke anak-
anak maupun orang dewasa. Anak-anak yang memiliki sistem kekebalan tubuh
lemah, misalnya karena HIV pada anak atau kurang gizi, memiliki risiko lebih
tinggi untuk terkena TBC anak.

a) Infeksi TBC pada Anak

Penyakit TBC, atau biasa disebut TB, dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

 Tahap paparan (exposure)


Pada tahap ini, anak sudah terinfeksi kuman TBC. Namun jika daya tahan
tubuh anak kuat, kuman TBC dapat ditekan pertumbuhannya sehingga tidak
menimbukan gejala apa pun. Sebagian kasus TBC anak, khususnya pada anak
yang sudah lebih besar, infeksi hanya sampai pada tahap paparan. Jika seperti
ini, anak tidak mengalami keluhan apa pun meskipun hasil pemeriksaan
tuberkulin menunjukkan bahwa ia pernah terpapar kuman TBC.
 Tahap penyakit TB aktif
Bila daya tahan tubuh anak tidak mampu melawan kuman TBC yang masuk,
maka kuman tersebut akan berkembang biak dan menyebabkan penyakit
TBC. Beberapa gejala penyakit TBC pada anak adalah:

Batuk lama yang tidak kunjung sembuh, biasanya hingga lebih dari 3 minggu.

Demam hingga lebih dari 2 minggu.

 Batuk darah.
 Tubuh lemah.
 Kehilangan nafsu makan.
 Berat badan tidak kunjung bertambah.
 Sesak napas.
 Berkeringat di malam hari.
 Pembengkakan kelenjar getah bening.
 Pertumbuhan terhambat.

b) Metode Pemeriksaan TBC Anak


Meski sudah dilakukan pemeriksaan fisik dan foto Rontgen dada, bisa saja
tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi TBC pada anak. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat, dokter akan melakukan tes kulit
tuberkulin atau tes Mantoux. Tes tuberkulin dilakukan untuk mengetahui
apakah anak pernah terpapar bakteri tuberkulosis. Jika hasil tes tuberkulin
positif, maka kemungkinan besar anak telah terinfeksi, apalagi jika gejalanya
memang mendukung. Selain melakukan tes tuberkulin, dokter juga akan
melakukan pemeriksaan dahak dan kultur dahak untuk mengetahui apakah
kuman TBC ada di dalam tubuh anak, khususnya di saluran pernapasan.

c) Pengobatan TBC pada Anak


Jika anak sudah dinyatakan positif TBC, maka pengobatan perlu segera
dilakukan. Pengobatan TBC diberikan pada anak yang sudah dalam tahap
TBC aktif, maupun anak yang sudah terinfeksi kuman TBC meskipun belum
menampakkan gejala. Penyakit ini bisa ditangani oleh dokter anak atau dokter
anak ahli respirologi. Anak yang baru terinfeksi bakteri TBC dan belum
menunjukkan gejala TBC aktif akan diberikan obat antituberkulosis
(OAT) isoniazid, yang harus dikonsumsi setiap hari selama sembilan bulan.
Sementara pada anak yang telah dipastikan terdiagnosis TBC aktif, dokter
akan memberikan pengobatan yang terdiri dari tiga jenis OAT,
yaitu isoniazid, pyrazinamid, dan rifampicin. Obat-obatan ini harus
dikonsumsi setiap hari selama 2 bulan. Kemudian untuk 4 bulan selanjutnya,
hanya dua jenis obat yang diteruskan, yaitu rifampicin dan isoniazid. Tidak
semua obat TBC untuk dewasa dapat digunakan pada anak. Anak-anak
umumnya tidak diberikan OAT jenis ethambutol, karena obat ini dapat
memberikan dampak yang berbahaya bagi penglihatan anak. Hingga saat ini,
Indonesia masih merupakan salah satu negara dengan kasus TBC terbanyak
di dunia. Melalui berbagai program pemerintah dan penyuluhan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan
kesehatan, diharapkan jumlah penderita TBC pada anak bisa menurun.
Dengan menjalani  pengobatan sampai tuntas sesuai durasi yang telah
ditentukan oleh dokter, anak-anak dapat pulih total dari TBC dan terhindar
dari komplikasi. Penyakit ini bisa ditangani oleh dokter anak atau dokter anak
ahli penyakit infeksi tropis.

d) Diagnosis TB paru pada anak


 Untuk menegakkan diagnosis TB anak perlu anamnesis cermat, pemeriksaan
fisis, uji tuberculin atau IGRA, pemeriksaan bakteriologis dan foto torak.
Indonesia sudah  menyusun sistem skoring untuk membantu menegakkan
diagnosis TB pada anak. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar
tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan
penunjang sederhana sehingga mengurangi
terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB. Sistem skoring ini
diharapkan dapat diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Kejadian
TB Resisten Obat (RO) pada anak  masih belum ada data pasti karena
kesulitan mendapatkan konfirmasi bakteriologis pada anak. Diagnosis TB RO
harus dipikirkan pada anak yang mempunyai gejala TB disertai dengan
kondisi berikut: riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya, tidak ada
perbaikan setelah pengobatan TB lini pertama selama 2-3 bulan, kontak
dengan pasien TB RO, kontak dengan pasien TB yang meninggal saat
pengobatan TB atau pengobatan TB yang gagal.
diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang seperti uji tuberkulin, foto toraks, pemeriksaan laboratorium
(namun tidak begitu spesifik) dan sistem skoring TB. Adanya riwayat kontak
dengan pasien TB dewasa dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif, gejala
dan tanda penyakit tuberkulosis (TB), uji tuberkulin positif, dan foto toraks
yang mengarah pada TB (suspect TB) merupakan beberapa kriteria dalam
skoring TB. Tuberkulosis paru pada anak jarang didapatkan produksi sputum.
Umumnya anak belum mampu untuk mengeluarkan sputum. Upaya untuk
mendapatkan sputum pada anak dilakukan dengan menggunakan metode
bilas lambung. Namun demikian, perolehan hasil BTA (+) tetap rendah, yaitu
berkisar 20−40%. WHO melaporkan BTA (+) pada anak usia 0−14 tahun di
Indonesia tahun 2003 hanya 2/100.000 populasi. Pada sejumlah teori
menjelaskan bahwa untuk mendiagnosis TB disarana yang memadai,
penilaian sistem skoring hanya digunakan sebagai uji tapis. Setelah itu
dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan gejala yang
dikeluhkan, seperti bilas lambung (BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologi
anatomi, pungsi pleura, pungsi lumbal, CT-scan, funduskopi serta
pemeriksaan radiologis untuk tulang dan sendi. Pemeriksaan bakteriologis
(mikroskopis/ TCM) tetap merupakan pemeriksaan utama untuk konfirmasi
diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memperoleh
spesimen dahak diantaranya induksi sputum. Pemeriksaan mikroskopis
dilakukan 2 kali dan dinyatakan positif jika satu spesimen yang diperiksa
memberikan hasil positif. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu
dilakukan jika anak bergejala namun tidak ditemukan cukup bukti untuk
mendiagnosis penyakit TB. Jika gejala menetap, maka anak akan tetap
dirujuk ke pemeriksaan yang lebih lengkap. Pada kondisi tertentu dimana
tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan penilaian klinis untuk
menentukan diagnosis TB anak. Pada anak yang dievaluasi di bulan kedua
dan tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, penyakit penyerta, gizi nuruk, TB resisten obat maupun masalah
kepatuhan obat yang dikonsumsi oleh pasien. Yang dimaksud dengan
perbaikan klinis yaitu perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak
tersebut pada saat diagnosis awal berobat.

B. Diagnosis Tb paru pada dewasa dan Lansia

Beberapa prosedur pemeriksaan medis yang umum dilakukan untuk


mendiagnosis TBC adalah:

1. Tes kulit (Mantoux test)


Tes kulit, atau mantoux tuberculin skin test (TST), merupakan metode yang
paling sering digunakan dalam pemeriksaan TBC. Biasanya, tes ini
dilakukan di negara-negara dengan angka kejadian TBC yang rendah, di
mana kebanyakan orang hanya memiliki TBC jenis laten di dalam tubuhnya.
Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan yang disebut dengan
tuberkulin. Itu sebabnya, tes ini disebut juga dengan nama uji tuberkulin.
Tuberkulin disuntikkan di bagian bawah lengan Anda. Setelah itu, Anda
akan diminta untuk kembali ke dokter dalam waktu 48-72 jam setelah
tuberkulin disuntikkan. Tim medis akan mengecek apakah terdapat
pembengkakan (benjolan) atau pengerasan—atau disebut indurasi—di
bagian tubuh Anda. Jika ternyata ada, tim medis akan mengukur indurasi
tersebut. Hasil diagnosis TBC akan bergantung pada ukuran pembengkakan
tersebut. Semakin besar area yang bengkak akibat suntikan tuberkulin,
semakin besar pula kemungkinan Anda terinfeksi oleh bakteri TBC.
Sayangnya, tes kulit dengan cairan tuberkulin belum dapat menunjukkan
apakah Anda memiliki TBC jenis laten atau penyakit TBC aktif.

2. The Interferon Gamma Release Assays (IGRA)


IGRA adalah jenis pemeriksaan TBC terbaru yang dilakukan dengan
mengambil sedikit sampel darah Anda. Tes darah dilakukan untuk
mengetahui bagaimana sistem imun tubuh Anda merespons bakteri penyebab
TBC. Pada prinsipnya, sistem imun tubuh Anda memproduksi molekul yang
disebut dengan sitokin. Tes IGRA bekerja dengan cara mendeteksi salah satu
jenis sitokin bernama interferon gamma. Terdapat dua jenis IGRA yang sudah
disetujui dan sesuai dengan standar FDA, yaitu QuantiFERON®–TB Gold
In-Tube test (QFT-GIT) danT-SPOT® TB test (T-Spot). Tes IGRA untuk
diagnosis TBC biasanya akan berguna ketika hasil tes kulit tuberkulin Anda
menunjukkan adanya bakteri M. tuberculosis, tapi Anda masih perlu
memastikan jenis TBC tersebut.

3. Sputum smear microscopy


Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya TBC adalah
sputum smear microscopy, atau mengambil sedikit cairan dahak untuk
diperiksa di bawah mikroskop. Anda mungkin lebih mengenalnya dengan
nama tes dahak atau pemeriksaan BTA. Saat Anda batuk, dokter akan
mengambil sampel dari dahak Anda. Dahak kemudian akan dioleskan ke
lapisan kaca tipis. Proses ini disebut dengan smear. Setelah itu, cairan tertentu
akan diteteskan ke sampel dahak tersebut. Dahak yang telah tercampur
dengan tetesan cairan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk
mengetahui adanya bakteri TBC. Terkadang, ada cara lain yang dapat
meningkatkan akurasi sputum smear, yaitu dengan menggunakan mikroskop
fluorescent. Cahaya yang dikeluarkan dari mikroskop jenis ini menggunakan
lampu berkekuatan merkuri yang tinggi, sehingga lebih banyak area sampel
dahak yang terlihat dan proses mendeteksi bakteri akan jauh lebih cepat.
Potensi penularan TBC ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat
dalam pemeriksaan sputum atau sampel dahak. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan sputum untuk TBC, makin tinggi risiko penderita
menularkan penyakitnya kepada orang lain.

4. Rontgen thorax TB paru


Hasil rontgen dada (thorax) dapat memberikan gambaran klinis dari kondisi
paru-paru seseorang sehingga bisa mendeteksi penyakit TBC. Pemeriksaan
TBC ini mungkin dilakukan setelah satu spesimen tes dahak BTA
menunjukkan hasil positif dan dua spesimen lainnya negatif. Anda juga akan
diminta melakukan rontgen thorax apabila hasil tes Anda negatif semua dan
Anda telah diberikan obat antibiotik non-TB paru, tapi tak ada perbaikan.
Dari foto rontgen thorax dapat diketahui apakah terdapat tanda-tanda infeksi
bakteri di paru-paru. Hasil foto rontgen thorax yang abnormal menunjukan
bakteri TB aktif menginfeksi bagian paru-paru. Itu sebabnyan sering disebut
dengan gambaran tuberkulosis aktif. Dalam artikel ilmiah Pulmonary
Tuberculosis: Role of Radiology, menjelaskan hasil rontgen abnormal
ditandai dengan kemunculan area putih berbentuk iregular di sekitar area
paru-paru yang ditunjukkan dengan bayangan berwarna hitam. Area putih
tersebut merupakan lesi, yaitu kerusakan jaringan yang terjadi akibat infeksi.
Semakin luas area putih menandakan semakin besar kerusakan yang
disebabkan infeksi bakteri di paru-paru. Dokter akan memeriksa bentukan lesi
untuk melakukan diagnosis lanjutan terhadap perkembangan penyakit
tuberkulosis. Lesi dapat ditunjukkan dalam bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda yang diklasifikasikan sebagai kavitas, infiltrat dengan pembesaran
kelenjar, dan nodul. Masing-masing lesi menunjukkan tahap perkembangan
infeksi ataupun tingkat keparahan penyakit TBC.

5. tingkat keakuratan pemeriksaan TBC


Masing-masing metode pemeriksaan TBC memiliki kelebihan dan
kekurangan. Beberapa jenis tes tidak dapat menunjukkan hasil yang cukup
akurat, bahkan berpotensi memberikan hasil yang salah. Tes mantoux dinilai
salah satu yang berpotensi kurang akurat. Pasalnya, uji tuberkulin ini tidak
mampu membedakan apakah Anda menderita TB laten atau aktif. Hasil yang
muncul pada orang yang telah menerima vaksinasi BCG juga kurang optimal.
Hasil tes bisa saja menunjukkan positif terkena infeksi TBC jika pernah
menerima vaksinasi tersebut. Padahal, Anda mungkin belum terpapar bakteri
TBC sama sekali. Uji tuberkulin negatif juga sering terjadi pada kalangan
tertentu, seperti anak-anak, lansia, dan penderita HIV/AIDS. Tes dahak
(pemeriksaan BTA) hanya memiliki persentase akurasi sebesar 50-60 persen.
Bahkan, di negara-negara dengan kasus kejadian TBC yang tinggi, akurasinya
malah semakin menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan karena TBC pada
penderita penyakit lainnya, seperti HIV, memiliki kadar bakteri TBC yang
rendah di dalam dahaknya. Akibatnya, bakteri sulit dideteksi.

Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya


BTA positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga pemeriksaan dahak SPS
(Sewaktu- Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Berdasarkan diagnosis di atas
WHO pada tahun1991 memberikan kriteria pada pasien TB paru menjadi: a).
Pasien dengan sputum BTA positif adalah pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya pada 2
kali pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis
yang sesuai dengan gambaran TB aktif /1 sediaan sputumnya positif disertai
biakan yang positif. Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang
pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama
sekali, tetapi pada biakannya positif (Hapsari, 2007). Bila hanya 1 spesimen
yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada
atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. 1). Kalau hasil rontgen mendukung
Tb, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. 2). Kalau
hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya, Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak
ada perubahan, namun gejala klinis mencurigakannTB, ulangi pemeriksaan
dahak SPS. 1). Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. 2). Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan
pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB:

Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan
TB.

 Pemeriksaan Darah

Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal. Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali ke normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai
turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan: anemia
ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama globulin meningkat, dan
kadar natrium darah menurun (Puspita, 2007). Diagnosis TB paru sesuai alur yang
dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana bisa dilihat disebagai berikut : Pada
saat ini uji tuberkulin tidak mempunyaiarti dalam menentukan diagnosis TBC
pada orangdewasa sebab sebagian besar masyarakat sudahterinfeksi dengan
Mycobacterium tuberculosiskarena tingginya prevalensi TBC. Suatu ujituberkulin
positif hanya menunjukkan bahwa yangbersangkutan pernah terpapar
denganmycobacterium tuberculosis.Kelemahan tes ini adalah adanya positifpalsu
yakni pada pemberian BCG atau terinfeksidengan Mycobacterium lain, negatif
palsu pada pasienyang baru 2-10 minggu terpajan TB, anergi, penyakitsistemik
serta (Sarkoidosis, LE), penyakiteksantematous dengan panas yang akut
(morbili,cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitasmenurun pada penyakit
hodgkin, pemberian obatimunosupresi, usia tua, malnutrisi, uremia, danpenyakit
keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux ± 5 mm, dinilai positif
(Bahar,2007). Metode pemeriksaan TBC yang terbukti menunjukkan hasil
diagnosis paling akurat sejauh ini adalah tes darah IGRA. Sayangnya, tes IGRA
belum tersedia di beberapa daerah, terutama kawasan dengan fasilitas medis yang
kurang memadai.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
TBC pada anak terjadi karena anak menghirup bakteri Mycobacterium
tuberculosis yang berada di udara. Bakteri tersebut kemudian berdiam di
paru-paru dan dapat berkembang ke bagian tubuh yang lain, seperti tulang
belakang,ginjal,bahkan otak.
Anak-anak yang terkena TBC atau tuberkulosis kemungkinan besar tidak
tertular dari teman-teman sebayanya, melainkan dari orang dewasa yang
menderita penyakit tersebut. Ketika orang dewasa yang menderita TBC batuk
atau bersin, bakteri penyebab TBC akan menyebar ke udara. Pada saat itulah,
penularan penyakit TBC ke orang-orang di sekitarnya dapat terjadi, baik ke
anak-anak maupun orang dewasa. Anak-anak yang memiliki sistem
kekebalan tubuh lemah, misalnya karena HIV pada anak atau kurang gizi,
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TBC anak.
Diangnosis TB paru yaitu :
 Ditegakkan berdasarkan gambaran klinis klasik
 Mantoux test atau tuberculin skin test (TST)
 Pemeriksaan foto rontgen dada
 Sputum BTA
 Kultur sputum
 Interferon –gamma release assay (IGRA)

B. Saran dan kritik


Saran dari saya, untuk tetap menjaga kesehatan dan elalu mengikuti
anjuran yang sampaikan oleh petugas kesehatan. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Apa bila ada kritik yang
membangun guna menambah pengetahuan saya, saya sangat
mengharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Safitri safiyah. Diagnosis TB Paru Pada Anak Dan Dewasa Berdasarkan ISTC
(International Standard for TB Care).2018. Universitas muhamadiyah malang.
Vol.7 No.5 yang diakses melalui (PDF) https://www.google.co.id/search?
q=diagnosis+tb+paru+pada+dewasa&oq=diagnosis+&aqs=chrome.1.69i57j69i59l3j69i61
.5520j0j1&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai