KAJIAN PUSTAKA
1. Nilai Etika
Nilai yang dalam bahasa Inggrisnya value berasal dari bahasa Latin
Sehingga nilai sering diartikan sebagai suatu kualitas hal yang menjadikan hal
itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan
(Lorens Bagus, 2005: 713). Nenggo yang berguna bagi kehidupan masyarakat
Nilai dijawab dengan tiga macam cara: (1) nilai sepenuhnya berhakekat
namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan
esensi-esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Pendirian ini dinamakan
Nilai-nilai nyanyian nenggo pada pertunjukan tari caci dapat diketahui dengan
6
pelaku nenggo, interpretasi pengapresiasi nenggo, dan kesesuaian dengan pola
berbeda dari pandangan Kant. Max Scheler mendasarkan etika (tindakan baik
manusia) pada nilai, sedangkan Kant berpendapat bahwa tindakan baik manusia
kewajiban karena bernilai secara moral (Wahana, 2008: 100). Pandangan Max
Kualitas pada nyanyian nenggo adalah nilai. Nenggo disebut sebagai hal
bernilai yang membawa kualitas nilai. Penangkapan nilai yang terdapat pada
7
nyanyian nenggo tergantung dari pengapresiasi nenggo. Harus diketahui bahwa
nilai merupakan hal yang berbeda dan tidak tergantung pada nenggo. Nilai pada
nyanyian nenggo bersifat mutlak dan tidak akan pernah berubah. Perubahan dari
cara mengalunkan nenggo (gaya dari pelaku nenggo) merupakan suatu hal yang
Menurut Scheler ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas
berbeda satu sama lain: Pertama, nilai-nilai sekitar "yang enak” dan
"yang tak enak” (bagi Scheler "nilai negatif", anti-nilai, juga termasuk di
alam nilai). Kedua, nilai-nilai vital, di mana yang paling utama adalah
nilai "yang luhur" dan "yang hina" di mana juga termasuk "keberanian"
dan "sifat takut-takutan", perasaan "sehat" dan "tak enak badan", dan
sebagainya. Gugus ketiga mencakup nilai-nilai rohani yang sama dengan
gugus nilai keempat, kejiwaan ciri khаѕ bаhwа mеrеkа tidаk mеmрunуаi
perasaan ара pun pada perasaan fisik di tubuh kita. Ada tiga macam nilai
rohani: 1) nilai "yang indah" dan "yang jelek”, jadi nilai-nilai estetik; 2)
nilai-nilai “yang benar" dan "yang tidak benar” (dalam arti "dapat" dan
"tidak dapat dibenarkan"), kita dapat mengatakan wilayah nilai keadilan.
3) nilai-nilai "pengertian kebenaran murni”, yaitu kebernilaian
pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri dan bukan karena barangkali
ada manfaatnya. 4) gugus nilai keempat dan tertinggi adalah nilai-nilai di
sekitar "yang Kudus" dan "yang profan" yang dihayati manusia dalam
pengalaman religius. (Suseno, 2018: 17-18).
nilai nyanyian nenggo memiliki jenis yang berbeda namun saling keterkaitan
mereka peroleh, baik saat pertunjukan tari caci berlangsung maupun dari
tatanan nilai.
Di antara empat gugus nilai itu terdapat tatanan atau hirarki: Ada
yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah. Nilai yang paling rendah
adalah nilai-nilai "yang enak" dan "yang tak enak". Nilai-nilai vital
berhakekat lebih tinggi karena menyangkut dinamika kehidupan
8
seutuhnya. Nilai-nilai rohani lebih tinggi daripada nilai-nilai yang secara
hakiki terikat pada (bahasa Scheler: relatif terhadap) perasaan badani.
Gugus nilai paling tinggi yang selalu harus didahulukan adalah nilai-nilai
sekitar "yang Kudus". Hirarki di antara gugus nilai itu bersifat apriori,
jadi berlaku lepas dari segala pengalaman. Begitu kita sadar akan
beberapa nilai yang bersaing, kita langsung sadar pula nilai mana yang
seharusnya didahulukan terhadap nilai-nilai lain. Misalnya, kita langsung
menyadari bahwa "yang sehat" atau "yang luhur" harus didahulukan
terhadap "yang enak". Begitu pula orang langsung sadar bahwa nilai
"yang benar" harus didahulukan terhadap "yang sehat" atau "yang enak"
tidak tahu apa itu "yang benar" (Suseno, 2018: 17-18).
adat masyarakat Manggarai khususnya pada pertunjukan tari caci, memiliki nilai
kepada lawan main maupun kepada seluruh masyarakat yang hadir menyaksikan
masalah nilai sesuai yang sudah dipaparkan. Nilai-nilai etika pada nyanyian
masyarakat Manggarai.
9
2.2.1 Pengertian Sastra
Secara harafiah, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos”, memiliki
makna watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Lazimnya, etika berkaitan dengan
moral yang dalam bahasa Latinnya yakni “mos” dan bentuk jamaknya
“mores”, di mana maknanya adalah adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
(Achmad, 2018: 9). Salah satu filsuf yang mengkaji ilmu etika adalah Marx
Etika Scheler muncul dari hasrat untuk melanjutkan etika Kant, meskipun dengan
Scheler etika Kant merupakan etika tertinggi yang pernah dihasilkan oleh seorang
jenius dalam bidang filsafat. Walalupun demikian Kant pada dasarnyanya telah
dikritik, dikoreksi, dan disempurnakan dengan berhasil oleh para filsuf yang
10
...,etika Kant harus diselamatkan dari tuduhan yang hanya
menganggapnya sebagai ‘formalisme’. Hal ini tidak berarti bahwa Scheler
mengakui kecenderungan etika material yang merupakan etika empiris
mengenai benda-benda dan tujuannya serta meneguhkan kembali prinsip a
priori yang ditetapkan Kant. Prinsip ini merupakan titik tolak pemikiran
Scheler. Scheler menegaskan bahwa Kant melakukan dua kesalahan.
Pertama, Kant mengacaukan antara yang a priori dengan yang formal.
Kedua, Kant mengacaukan antara yang a priori dengan yang rasional. Etika
Scheler bermaksud untuk mengoreksi kesalahan ini dengan menggunakan
sebuah etika nilai material dan apriorisme emotif. Itulah yang merupakan
sintesis dari pemikiran etis Scheler (Frondizi, 2007: 108).
empirisisme dan validitas induktif menjadi dasar dalam mengubah bentuk hidup
Kant, ia berpikir bahwa etika mengenai benda-benda dan tujuan, serta memiliki
benda-benda dan tujuan. Benda adalah sesuatu yang bernilai dan merupakan
suatu yang keliru apabila nilai berada pada posisi yang sama dengan benda-
sehingga nilai moral manusia tidak tergantung pada benda-benda. Nilai empiris,
11
indukatif dan prinsip yang didasarkan bersifat relatif dimiliki benda-benda.
tertentu tidak mungkin dikritik, karena benda-benda secara pasti didasarkan oleh
etika.
pada benda. Hal inilah yang membentuk sebuah etika aksiologis Kant yang
material dan apriori. Untuk tujuan tersebut, Scheler memberi dasar yang kuat
dan membuktikan bahwa nilai itu tidak tergantung pada benda-benda. Akhirnya
etika aksiologis Kant yang material dan apriori dikoreksi dengan menggagas
bahasa Inggris disebut “culture”, berasal dari perkataan Latin “Colere“ yang
12
Terutama mengelola tanah atau bertani. Dari pengertian ini kemudian
berkembang arti culture sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk
berasal dari bahasa Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan dapat dipahami sebagai segala
kegiatan atau aktifitas manusia yang didasari dari akal atau budi dan dapat
dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, oleh karena itu
yang menghasilkan daya kemudian dituangkan dalam bentuk cipta, karsa, dan
rasa. Dari cipta, karsa, dan rasa tersebut menghasilkan suatu kebudayaan.
sini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti
yang sama (Widagdho, dkk, 1994: 18). Nyanyian tradisi nenggo sebagai wujud
kebudayaan masyarakat Manggarai merupakan hasil cipta, karsa, dan rasa para
leluhur Manggarai yang kemudian terus dipelajari dan diwariskan secara turun
Manggarai memiliki musik rakyat yang terdapat pada jenis nyanyian dan
alat musiknya. Nyanyian terdapat pada nenggo, landu, dan mbata, sedangkan
alat musiknya seperti nggong (gong), gendang, sunding tongkeng, prere, dan
juk (gambus). Jenis musik tradisi tersebut dapat ditampilkan pada berbagai
13
Alat musik gong dan gendang merupakan alat musik yang sering
alat musik nggong dan gendang dimainkan sebagai musik iringan keseluruhan
1. Nenggo
daerah Manggarai NTT yang biasanya dinyanyikan pada saat acara adat, gelar
menggunakan nada khas serta makna yang tersampaikan berupa tersurat dan
2. Tari Caci
kata; kata caci berasal dari kata ‘ca’ yang artinya satu. Kemudian kata ‘ci’ jika
berdiri sendiri artinya paksa atau memaksa. Pengertian caci secara harfiahnya
yaitu satu-satu, satu di sana, satu di sini, memukul dan menangkis secara
a. Lelaki
b. Selek
c. Lomes
14
2.2.4. Pengertian pendekatan
orang, ras, atau kelompok budaya (A.D. Smith, 1989: 13-18). Ketika ‘etno’
yang memfokuskan diri pada upaya untuk menggambarkan cara hidup umat
Antropologi deskriptif yang juga disebut etnografi dinilai tidak mengacu pada
teori dan murni berkaitan dengan deskripsi. Dalam pandangan seorang ahli
etnografis seringkali dipandu oleh citra-citra dunia yang menentukan data apa
yang benar atau relevan dan yang samar: suatu perhatian pada suatu benda,
bukannya benda yang lain menunjukkan satu dimensi dari nilai komitmen
beberapa jurnal penelitian yang memiliki kesamaan dalam aspek kajian teori dan
15
Jurnal penelitian ini ditulis oleh Dietmar Von der Pfordten pada tahun 2011.
Jurnal ini mengkaji etika normatif antara konsekuensialisme atau utilitarianisme dan
Jurnal ini ditulis oleh Kim Dunphi pada tahun 2019. Dijelaskan bahwa
masyarakat adat sekarang meneruskan tradisi kuno (tarian dan seni lainnya) agar
Nenggo
Etika
Analisis Data
Kesimpulan
Gambar 1. Kerangka Berpikir
16