Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun
disiplinnya. Tanpa mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan
kemanusiaan dan keberlangsungan lingkungan hidup baik hayati
maupun non hayati adalah pembunuhan diri eksistensi manusia. Etika
merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang
dikenal dengan aksiologi. Aksiologi itu sendiri ialah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut
pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang
pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang
khusus seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan
epistimologi.
Sejak dulu hingga sekarang manusia sering mempertanyakan
mana yang baik dan mana yang buruk, karena kerap kali manusia
dihadapkan pada pilihan – pilihan etis yang tidak bisa dijawab oleh
agama dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut merupakan alasan dalam
pembahasan makalah kali ini. Dalam sejarah perkembangan ilmu,
filsafat etika merupakan aliran pertama dalam filsafat, dengan
Socrates sang mahaguru para filsuf sebagai pelopornya.
Etika merupakan cabang Aksiologi yang pada pokoknya
membicarakan masalah predikat – predikat nilai betul dan salah
dalam arti susila serta tidak susila . Etika atau moralitas merupakan
suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang
membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada
kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang,
tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan
mempunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan
sendirinya sesuai huku malam) dan keharusan moral (hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atautidak melakukan sesuatu). Jadi,
pada intinya alasan pemilihan judul makalah iniyakni menjadi acuan
manusia untuk lebih baik dalam bertindak. Yang pastinya,manusia
berperilaku berlandaskan dengan etika, yang seolah menjadi batas
pembeda manusia dengan makhluk lainnya dalam berperilaku.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud aksiologi?
1.2.2 Apa fungsi aksiologi?
1.2.3 Bagaiman hubungan aksiologi dengan filsafat ilmu?
1.2.4 Apa yang dimaksud etika?
1.2.5 Jenis-jenis etika?
1.2.6 Apa fungsi etika?
1.2.7 Bagaiman penerapan etika dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk memahami apa yang dimaksud aksiologi.
1.3.2 Untuk memahami fungsi aksiologi.
1.3.3 Untuk memahami hubungan aksiologi dengan filsafat ilmu.
1.3.4 Untuk memahami apa yang dimaksud etika.
1.3.5 Untuk memahami jenis-jenis etika.
1.3.6 Untuk memahami fungsi etika.
1.3.7 Untuk memahami penerapan etika dalam kehidupan sehari-
hari

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penulis, penulis dapat berbagi pengetahuan kepada
pembaca
1.4.2 Bagi pembaca, memperoleh dan memperluas wawasan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aksiologi


Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya
nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam
Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi
disamakan dengan value and valuation.
Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian
yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam
pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala
bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata
sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada
sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu
yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem
seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah
sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut
sebagai kebenaran atau kenyataan itu sebagaimana kehidupan kita
yang menjelajahi kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik
materiil, dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukan
aspeknya sendiri-sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan
kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan
ilmu kedalam praksis

3
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah
etika dan estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau
kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau
pun fisik material. (Koento, 2003: 13). Jadi, aksiologi adalah teori
tentang nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :
a. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
b. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah
nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai
dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
c. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang
aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan
praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih
sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai
tindakan baik secara moral.
d. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri
atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian
filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang,
sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian
yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
e. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu
pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan.
Menurut Bramel dalam Amsal (2009), Aksiologi terbagi tiga
bagian :
a. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan
disiplin khusus yaitu etika.
b. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini
melahirkan keindahan.
c. Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan
melahirkan filsafat social politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas
bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan
berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan
bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia,
dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku
manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi
yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan

4
fenomena di sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang
menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar
dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means
and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten
untuk perilaku etis.1[2]
Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan
mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
a. Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat
subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi
yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya
tergantung dari pengalaman.
b. Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan
ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan
waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui
melalui akal.
c. Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur
obyektif yang menyusun kenyataan.

2.2 Fungsi Aksiologi


Aksiologi ilmu pengetahuan sebagai strategi untuk
mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan
pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara
lain :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan
menemukan kebenaran yang hakiki.
2. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara
etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan
martabat manusia.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat
meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat
manusia serta memberikan keseimbangan alam lewat pemanfaatan
ilmu.

5
2.3 Aksiologi Nilai Kegunaan Ilmu
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan
etika dan estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai.
Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada
subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam
memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai
pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak
senang. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi, sains dan
teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup manusia agar
lebih mudah dan nyaman.
Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan
sains dan teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban
manusia berhutang budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan
teknologi pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan dengan
lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik dibidang kesehatan,
pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah
mempermudah kehidupan manusia.
Sejak dalam tahap-tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan
tujuan perang, disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor
kemanusiaan, dimana bukan lagi teknologi yang berkembang seiring
dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun sebaliknya
manusialah yang akhirnya yang harus menyesuaikan diri dengan
teknologi.
Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya
mempelajari alam sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal
yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu harus
digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu akan berkembang?
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.
Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan
berbagai bentuk kemudahan bagi manusia.
Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologinya merupakan berkah dan penyelamat
bagi manusia, terbebas dari kutuk yang membawa malapetaka dan
kesengsaraan? Memang mempelajari teknologi seperti bom atom,

6
manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi bagi
keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga
berakibat sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom
atom yang menimbulkan malapetaka.
Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada
esensinya mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai
dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu
dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuan terbagi kedalam
golongan pendapat yaitu golongan pertama yang menginginkan
bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara
ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa
netralisasi terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metavisis
keilmuan sedangkan dalam penggunaanya ilmu berlandaskan pada
moral golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal
yakni: Ilmu secara factual telah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang dunia
yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan.
Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga
ilmuan telah mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya
penyalahgunaan.Ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan
yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan tehnik
perubahan sosial. Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat
dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip
oleh Jujun S. Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah
kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru
malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi
malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa
mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu
sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.

7
2.4 Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun
ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat
mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis
Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa
“pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan
berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun
terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa
mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu
sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam
menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu
atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya
dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami
dan mereaksi dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut
membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk
suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari
teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat
ilmu.
b. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi
yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan
hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui
didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka
batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah
masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan
masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit.
Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah
tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu
biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang
dalam kehidupan manusia.

8
2.5 Pendekatan-Pendekatan dalam Aksiologi
Pendekatan-pendekatan dalam aksiologi dapat dijawab dengan
tiga macam cara, yaitu :
1. Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut
pandang ini, nilai-nilai merupaka reaksi-reaksi yang diberkan oleh
manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung pada
pengalaman-pengalaman mereka.
2. Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari
segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.
3. Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun
kenyataan.2[4]

2.6 Kaitan Aksiologi Etika Dengan Filsafat Ilmu


Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif.
Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau
kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan
pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia
menjadi tolak ukur penilaian.Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia,
seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang.
Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai
kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang
membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah
terletak pada objektifitasnya.Seorang ilmuan harus melihat realitas
empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis,
agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-
eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada
proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil
dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak
mau terikat pada nilai subjektif. Etika merupakan cabang filsafat yang
membicarakan perbutan manusia. Cara memandangnya dari sudut
baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku
manusia.

9
2.7 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat
tinggal yangbiasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat, watak,
perasaan, sikap, caraberpikir. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. Dalam bentuk jamak ta etha artinya
adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika
yang olehAristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama
dengan etika.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa
disebut sistem nilai.Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku
Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode
etik). Misalnya kode etik kedokteran, kodeetik peneliti, dll. Ketiga,
etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu
bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagisuau
penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat
moral.Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis.
Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan
etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang
berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain:
etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika
menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku
dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam
kaitannya dengan lingkup sosial. Etiket bersifat relatif, tergantung
pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan
segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah. Moralitas merupakan
suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang
membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada
kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang,
tentang yang harus dan tidak pantas dilakukan. Keharusan
memunyai dua macam arti: keharusan alamiah(terjadi dengan
sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu). St.
John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam
kajian filsafat praktis (practical philosophy).

10
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis
dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu
akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan
dapat dikatakan sebagai etika .Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain
yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia.
Etika merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu,
dengan argument bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan
mendatangkan bencana atau atau keburukan bagi manusia. Oleh
karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-
kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksanaanya tidak
ditunjuk.
Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses
perkembangan ilmu. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang
paling menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu. Dalam hal ini
berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu harus memperhatikan
kodrat dan martabat manusia, manjaga keseimbangan ekosistem,
bertanggung jawab pada kepentingan umum, dan generasi yang akan
datang, serta bersifat universal, karena hakikat ilmu adalah untuk
mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan
penerapan ilmu secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi,
menyadari juga apa yang seharusnya di kerjakan atau tidak
dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia,
baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dengan lingkungannya
maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap
khaliknya.
Jadi tugas terpenting ilmu adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya. Ilmu bukan saja sarana untuk mengembangkan diri
manusia, tetapi juga mrupakan hasil perkembangan dan kreatifitas
manusia itu sendiri.
Dalam diskusi tentang ilmu dan etika muncul perdebatan yang
panjang antara pandangan yang memegangi bahwa ilmu adalah
bebas nilali dan pandangan yang mengatakan bahwa ilmu itu tidak
bebas nilai. Berikut ini di jelaskan maksud kedua pandangan
tersebut.

11
a. Ilmu Bebas nilai atau Tidak Bebas Nilai

Bebas Nilai
Aliran ini memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral,
bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi
ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah
kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau
buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya
secara total seperti pada waktu Galileo. Menurut aliran ilmu bebas
nilai atau value free pembatasan-pembatasan etis hanya kan
membatasi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai sebagaimana
Situmorang menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap
setiap kegiatan ilmiah agar di dasarkan pada hakekat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Menurutnya ada tiga factor sebagai indikator
bahwa pengetahuan itu bebas nilai, yaitu sebagai berikut:
 Ilmu harus bebas dari pengandaian, yakni bebas dari pengaruh
eksternal seperti factor politis, idiologis, agama, budaya, dan unsure
kemasyarakatan lainnya
Perlunya kebebasan ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
 Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan
penentuan diri
 Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering
di tuding menghambat kemajuan ilmu, karean nilai etis itu sendiri
bersifat universal
Dalam pandangan ilmu bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas bisa
jadi di benarkan untuk kepentingan ilmu itu sendiri, seperti juga
ekspresi seni yang menonjolkan pornoaksi dan pornografi adalah
sesuatu yang wajar karena ekspresi tersebut semata-mata untuk
seni.
Tidak Bebas Nilai
Berbeda dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas
nilai memandang bahwa ilmu itu selalu terkait denagn nilai dan harus
di kembangkan dengan pertimbangan aspek nilai. Pengembangan
ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, kepentingan-
kepentingan, baik politis, ekonomis, sosial, religious, dsb.
Jurgen habermas berpendapat bahwa ilmu bahkan ilmu alam
sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena pengembangan setiap
ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia membedakan tiga ilmu
dengan kepentingan masing-masing
 Ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris dan analitis, ilmu
ini menyelidiki gejala-gejala alam yang bekerja secar aempiris dan

12
menyajikan hasil penyelidikan itu untuk kepentingan-kepentingan
manusia.
 Pengetahuan yang mempunyai pola yang sangant berlainan
sebab tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu,
melainkan memahami manusia sebagai sesamanya, memperlancar
hubungan sosial.
 Teori kritis yang membongkar penindasan dan mendewasakan
manusia pada otonomi dirinya sendiri.
Jelas sekali dalam pandangan habermas bahwa ilmu itu sendiri di
kontruksi untuk kepentingan-kepentingan tertentu, yakni nilai
relasional antara manusia denagn alam, manusia denagn manusia,
dan nilai penghormatan terhadap manusia.
Problem ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai sebenarnya men
unjukkan suatu hubungan antara ilmu dan etika. Dapat pendapat
yang mengatakan bahwa ada tiga pandangan tentang hubungan ilmu
dan etika.
Pendapat pertama, mengatakan bahwa ilmu merupakan suatu
system yang saling berhubungan dan konsisten dari ungkapan-
ungkapan yang sifat bermakna atau tidak maknanya dapat
ditentukan. Ilmu dipandang semata-mata sebagai aktivitas ilmiah,
logis, dan berbicara tentang fakta semata.Pendapat kedua,
menyatakan bahwa etika dapat berperan dalam tingkah laku
ilmuwan, seperti pada bidang penyelidikan, putusan-putusan
mengenai baik tidaknya penyingkapan hasil-hasil dan petunjuk
mengenai penerapan ilmu, tetapi tidak dapat berpengaruh pada ilmu
itu sendiri. Dengan kata lian memang ada tanggung jawab dalam diri
ilmuwan, namun dalam struktur logis ilmu itu sendiri tidak ada
petunjuk etis yang dipertanggung jawabkan.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa aktivitas ilmiah tidak dapat
dilepaskan begitu saja dari aspek-aspek kemanusiaan, sebab tujuan
utama iolmu adalah untuk kemaslahatan umat manusia.
Berlainan dengan etika ilmu lebih menekankan pentingnya
obyektivitas kebenaran, bukan nilai. Yang terpenting dalam ilmu
bukanlah nilai melainkan kebenaran. Namuan demikian dalam aspek
penggunaan atau penerapan ilmu untuk kepentingan kehidupan
manusia dan ekologi, etika memiliki peran yang sangant menentukan
tidak hanya bagi pengembangan ilmu selanjutnya tetapi juga bagi
keberlangsungan eksistensi manusia.
Etika dengan demikian lebih merupakan suatu dimensi pertanggung
jawabab moral dari ilmu. Apabila diperhatikan dengan seksama.
Sebenarnya berpihaknya ilmu pada etika bukan berarti menghambat
laju pengembangan ilmu. Karena pertanggungjawaban etis dari ilmu
lebih bermakna pada keberlangsungan eksistensi manusia. Jika hal
ini terjadi ancaman eksistensi manusia dan kerusakan ekologi bisa
mudah terjadi dan oleh karenanya pengembangan ilmu juga akan

13
terganggu.

b. Problematika Etika dan Tanggungjawab Ilmu


Pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh
oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan , dapat
diungkapkan juga dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan
itu seharusnya bebas . Namun demikian jelaslah kiranya bahwa
kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama
dengan ketidakterikatan mutlak. Patutlah kita menyelidiki lebih lajut
bagaimana kebebasan ini.
Bila kata “kebebasan” dipakai, yang dimaksudkan adalah dua
hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak subjek
bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan,
harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang
bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam
perbincangan ilmu pengetahuan.
Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi
keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia,
menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada
kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan
bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah
untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan
untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau
bahkan “menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan
dapat sebagai umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu
sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia.
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di
cegah perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin
lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya.
Apalagi kalau melihat kenyataan bahwa manusia sekarang hidup
dalam kondisi sosio-tekhnik yang semakin kompleks. Khususnya ilmu
pengetahuan – berbentuk tekhnologi – pada masa sekarang tidak lagi
sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ketaraf
memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini
tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.

14
2.8 Perbedaan dan Persamaan Etika dan Etiket
a. Persamaan Etika dan Etiket
Persamaan yang mendasar antara etika dan etiket, persamaan
itu adalah:
 Etika dan etiket sama-sama menyangkut perilaku manusia.
 Etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara
normative, yang artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan
dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Justru karena sifat normatif ini kedua istilah
memang sering gampang dicampur adukkan.
b. Perbedaan Etika dan Etiket
Dalam pembicaraan sehari-hari sering tidak bisa dibedakan
antara etika dan etiket. Dengan kata lain sering kedua istilah ini
dicampuradukkan. Keduanya sebenarnya memiliki perbedaan yang
hakiki, perbedaan tersebut adalah:
 Etiket berkaitan dengan cara suatu perbutan yang harus
dilakukan. Misalnya jika anak menerima sesuatu dari orang lain, ia
hartus menggunakan tangan kanan. Dia akan dianggap melanggar
etiket kalau ia menggunakan tangan kiri untuk menerima sesuatu.
Dengan kata lain, etiket adalah tata krama atau sopan santun. Di
dalamnya terkandung kumpulan cara-cara sikap bergaul yang baik
diantara orang-orang yang telah beradab. Jadi etiket lebih membahas
“apa yang sopan dan pantas”. Etika tidak terbatas pada cara yang
dilakukan dalam suatu perbuatan. Etika justru memberi norma
tentang suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. Dengankata lain,
etika justru lebih mendalam daripada etiket. Jadi etika justru
menyangkut perbuatan itu sendiri, sementara etiket berkaitan
dengan cara suatu perbuatan dilakukan.
 Etiket hanya berlaku dalam interaksi ataupun relasi dengan
sesama. Dengan kata lain bila tidak ada orang lain yang hadir dan
melihat sebagai saksi mata dalam melakukan perbuatan, maka etiket
sebenarnya tidak berlaku. Etika tidak bergantung akan hadirnya
saksi, karena etika sendiri merupakan nilai yang menjadi norma dan
mendasari suatu tindakan.
 Etiket bersifat relative, yang artinya bisa berlaku dalam
tempat, budaya, situasi tertentu namun tidak sama dalam tempat,
budaya dan situasi yang lain. Etika jauh bersifat mutlak, kerana
berlaku disetiap tempat, kebudayaan dan situasi serta tidak bisa
ditawar-tawar atau diberi dispensasi.
 Etiket memandang manusia hanya dari segi lahiriah saja,
sedangkan etika justru menyangkut manusia dari segi mendalam.

15
Orang bisa saja mengikuti tata cara secara penuh dan diperlihatkan
dalam tindakan, akan tetapi batinnya justru bobrok dan penuh
dengan kebusukan, banyak orang yang nampaknya baik akan tetapi
justru melalui kebaikan yang ia tunjukkan dia justru mempunyai
rencana yang jahat.
2.9 Jenis-Jenis Etika
Beberapa pandangan terhadap etika:
Etika dapat ditinjau dari beberapa pandangan. Dalam Sejarah
lazimnya pandangan ini dilihat dari segi filosofis yang
melahirkan etika filosofis, ditinjau dari segi teologis yang
melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis
yang melahirkan etika sosiologis.
a. Etika filosofis
Etika filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat.
Kata filosofis sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari
bahasa Yunani yakni: “philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang
berarti kebenaran atau kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika
yang menguraikan pokok-pokok etika atau moral menurut pandangan
filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas pada baik-buruk,
masalah hak-kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara mendasar.
Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa
mendalam dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk
menganalisa.
b. Etika teologis
Etika teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik
dan buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang
semua perbuatan moral sebagai:
 Perbuatan-perbuatan yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub
sesuai dengan kehendak Tuhan.
 Perbuatan-perbuatan sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan
 Perbuatan-perbuatan sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.
Orang beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin
moral itu dibangun tanpa agama atau tanpa menjalankan ajaran-
ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber pengetahuan dan
kebenaran etika ini adalah kitab suci.
c. Etika sosiologis
Etika sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini
menitik beratkan pada keselamatan ataupun kesejahteraan hidup
bermasyarakat. Etika sosiologis memandang etika sebagai alat
mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup
bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan
pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalankan
hidupnya dalam hubungannya dengan masyarakat.

16
d. Etika Diskriptif dan Etika Normatif
Dalam kaitan dengan nilai dan norma yang digumuli dalam etika
ditemukan dua macam etika, yaitu :
Etika Diskriptif
Etika ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap
dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
kehidupan sebagai sesuatu yang bernilai. Etika ini berbicara tentang
kenyataan sebagaimana adanya tentang nilai dan pola perilaku
manusia sebagai suatu fakjta yang terkait dengan situasi dan realitas
konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang realitas
penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini hanya
memaparkab, karenyanya dikatakan bersifat diskriptif.
Etika Normatif
Etika ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku
yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak.
Jadi etika ini berbicara tentang norma-norma yang menuntun
perilaku manusia serta memberi penilaian dan hiambauan kepada
manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya Dengan. Demikian
etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia
harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan berbagai etika
normative yang menjadi pedoman bagi manusia untuk bertindak.
Norma-norma tersebut sekaligus menjadi dasar penilaian bagi
manusia baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum norma-
norma tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
 Norma khusus
Norma khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku dan
tindakan manusia dalam kelompok/bidang tertentu. Seperti etika
medis, etika kedokteran, etika lingkungan, eyika wahyu, aturan main
catur, aturan main bola, dll. Di mana aturan tersebut hanya berlaku
untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua bidang. Misal:
aturan main catur hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan
tidak bisa dipakai untuk mengatur permainan bola.
 Norma Umum
Norma umum justru sebaliknya karena norma umum bersifat
universal, yang artinya berlaku luas tanpa membedakan kondisi atau
situasi, kelompok orang tertentu. Secara umum norma umum dibagi
menjadi tiga (3) bagian, yaitu :
1. Norma sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola
tingkah laku dan sikap lahiriah seperti tata cara berpakaian, cara

17
bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih berkaitan dengan tata cara
lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak penilaiannnya kurang
mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.
2. Norma hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh
masyarakat. Alasan ketegasan tuntutan ini karena demi kepentingan
bersama. Dengan adanya berbagai macam peraturan, masyarakat
mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma
sopan santun lebih tegasdan lebih pasti karena disertai dengan
jaminan, yakni hukuman terhadap orang yang melanggar norma ini.
Norma hukum ini juga kurang berbobot karena hanya memberikan
penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak menentukan
moralitas seseorang.
3. Norma moral;norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia
sebagai manusia. Norma moral menjadi tolok ukur untuk menilai
tindakan seseorang itu baik atau buruk, oleh karena ini bobot norma
moral lebih tinggi dari norma sebelumnya. Norma ini tidak menilai
manusia dari satus segi saja, melainkan dari segi manusia sebagai
manusia. Dengan kata lain norma moral melihat manusia secara
menyeluruh, dari seluruh kepribadiannya. Di sini terlihat secara jelas,
penilannya lebih mendasar karena menekankan sikap manusia dalam
menghadapi tugasnya, menghargai kehidupan manusia, dan
menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang
diembannya. Norma moral ini memiliki kekhusunan yaitu :
 Norma moral merupakan norma yang paling dasariah, karena
langsung mengenai inti pribadi kita sebagai manusia.
 Norma moral menegaskan kewajiban dasariah manusia dalam
bentuk perintah atau larangan.
 Norma moral merupakan norma yang berlaku umum
 Norma moral mengarahkan perilaku manusia pada kesuburan
dan kepenuhan hidupnya sebgai manusia.
e. Etika Deontologis
Istilah deontologis berasal dari kata Yunani yang berati
kewajiban, etika ini menetapkan kewajiban manusia untuk bertindak
secara baik. Argumentasi dasar yang dipakai adalah bahwa suatu
tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat
atau tujuan baik dari suatu tindakan, melainkan berdasarkan
tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri.
Dari argumen di atas jelas bahwa etika ini menekankan motivasi,
kemauan baik, dan watak yang kuat dari pelaku, lepas dari akibat
yang ditimbulkan dari pelaku. Menanggapi hal ini Immanuel kant
menegaskan dua hal:
1. Tidak ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi
kecuali kemauan baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa
merugikn kalau tanpa didasari oleh kemauan baik. Oleh karena itu

18
Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan syarat mutlak untuk
memperoleh kebahagiaan.
2. Dengan menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik
adalah tindakan yang tidak saja sesuai dengan kewajiban, melainkan
tindakan yang dijalankannya demi kewajiban. Sejalan dengan itu
semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai
tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu
berguna, harus ditolak.
Namun, selain ada dua hal yang menegaskan etika tersebut,
namun kita juga tidak bisa menutup mata pada dua keberatan yang
ada yaitu:
Bagaimana bila seseorang dihadapkan pada dua perintah atau
kewajiban moral dalam situasi yang sama, akan tetapi keduanya
tidak bisa dilaksankan sekaligus, bahkan keduanya saling
meniadakan.
Sesungguhnya etika seontologist tidak bisa mengelakkan pentingnya
akibat dari suatu tindakan untuk menentukan apakah tindakan itu
baik atau buruk.

f. Etika Teleologis
Teleologis berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati
tujuan. Etika teleologis menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik
buruknya suatu tindakan. Dengan kata lain, suatu tindakan dinilai
baik kalau bertujuan untuk mencapai sesuatu yang baik atau kalau
akibat yang ditimbulkan baik.
g. Universitas
Berarti umum. Universalisme sebagai ajaran etika berarti
sesuatu dapat dinilai baik bila dapat memberikan kebaikan kepada
orang banyak. Universalisem berarti memikirkan kepentingan umum
dimana kepentingan individu tidak terpadat di dalamnya.

h. Intuitionisme
Berasal dari kata intuition: ilham, bisikan kalbu. Paham ini
berpendapat bahwa baik buruknya atau susah tidaknya dapat
merupakan suatu pertimbangan rasa yang timbul dari bisikan kalbu.
Bukan merupakan pemikiran secara analisis tapi dengan jalan
perenungan dan semadi.
Menurut psikologi dan sosiologi, ada 2 sumber kekuatan yang
mempengaruhi perbuatan dan kelakuan seseorang:
 Ekstern : pengaruh pergaulan, ajaran/pendidikan, kebudayaan
 Intern : pengaruh cara berpikir, karsa/kemauan, insting, dan
kejiwaan
i. Hedonism
Berasal dari kiat hedone : pleasure : kesenangan. Prinsipnya
bahwa sesuatu dianggap baik sesuai dengan kesenangan yang

19
didatangkan. Jadi semua yang mendatangkan kesusahan dianggap
tidak baik.
Pengatnut ajaran ini biasanya boros dan memburu kesenangan
tanpa melihat halal-haramnya

j. Eudemonisme
Berasal dari kata eudaemonisme : happy : bahagia, dengan
menitik beratkan pada rasa.
Prinsip ajaran menilai baik buruk sesuatu berdasarkan ada
tidaknya kebahagiaan yang didatangkan. Walau menempuh jalan
yang susah tapi didapatkan perasaan bahagia maka cara ini dianggap
baik oleh aliran ini.

k. Altruisem
Berasal dari kata alteri : others : prinsipnya mengutamakan
kepentingan orang sebagai lawan kepentingan diri sendiri.

l. Tradisional
Berasal dari kata tradisional : kebiasaan, adat-istiadat.
Menurut paham ini susah tidaknya dinilai dari sebagai kebiasaan atau
adat istiadat yang berlaku. Apa yang memperkukuh tradisi dianggap
baik dan yang menentang dianggap tidak baik.
j. Vitalisme
Aliran ini menilai baik buruknya perbuatan manusia memakai
ukuran ada tidaknya daya hidup yang maksimum mengendalikan
perbuatan itu. Yang dianggap baik menurut aliran ini ialah orang
yang kuat yang dapat memaksakan dan melangsungkan
kehendaknya yang berkuasa dan sanggup menjadikan dirinya selalu
ditaati oleh orang-orang yang lemah.
Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Friendich nietzsche (1844-
1900). Nietzsche dalam filsafat menonjolkan eksistensi (perwujudan)
manusia baru sebagai Ubermensch yang berkemauan keras
menempuh hidup baru sebagai dewa yang menghancurkan yang
lama dan menciptakan yang baru sama sekali.

2.10 Fungsi Etika


1. Etika membuat kita memiliki pendirian dalam pergolakan berbagai
pandangan moral yang kita hadapi.
2. Etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi dalam
transformasi budaya, sosial, ekonomi, politik dan intelektual dewasa
ini melanda dunia kita.
3. Etika juga membantu kita sanggup menghadapi idiologi-idiologi
yang merebak di dalam masyarakat secara kritis dan obeyktif.

20
2.11 Contoh Penerapan Etika dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Etika Berbeda Pendapat
 Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di
saat berbeda pendapat.
 Menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan
nafsu.
 Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada
Kitab Al-Qur’an dan Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa
Ta’ala telah berfirman yang artinya:
“Dan jika kamu berselisih pendapat
tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan
Rasul”. (An-Nisa: 59).
 Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat
denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan
menganggapnya cacat.
 Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing
perselisihan, yaitu dengan cara menafsirkan pendapat yang keluar
dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang
baik.
 Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan
orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan
secara matang. Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang
ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan
kepada anda.
 Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan
khilafiyah dan fitnah.
 Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari
perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan.

b. Etika Bercanda
 Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-
ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah
telah berfirman tentang orang-orang yang memperolok-olokan
shahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam , yang ahli baca al-
Qur`an yang artimya: “Dan jika kamu tanyakan kepada
mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah
mereka menjawab: “Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda
gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”.

21
Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah
beriman”. (At-Taubah: 65-66).
 Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung
dusta.
 Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-
cerita khayalan supaya orang lain tertawa. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah bagi orang
yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi
tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad dan dinilai
hasan oleh Al-Albani).
 Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur
menyakiti perasaan salah seorang di antara manusia. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang di antara
kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda
atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil
tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya
kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-
Albani).
 Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih
tua darimu, atau terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak
dapat menerimanya, atau terhadap perempuan yang bukan
mahrammu.
 Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga
menjadi tabiatmu, dan jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu
mudah dipermainkan oleh orang lain.

c. Etika Bergaul dengan orang lain


 Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau
menilai mereka cacat.
 Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan
akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa
yang sepantasnya.
 Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-
masing dari mereka diberi hak dan dihargai.
 Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka,
dan tanyakanlah keadaan mereka.
 Bersikap tawadhu’lah kepada orang lain dan jangan merasa
lebih tinggi atau takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda“Tidak akan masuk
jannah (surga) barang siapa di dalam hatinya terdapat setitik
kesombongan. Ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya orang
itu menyukai pakaian yang bagus, sandal yang bagus.” Maka
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah menyukai
keindahan, sombong itu adalah menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain.”

22
 Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu
orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan
akal mereka.
 Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai
mereka.
 Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-
cari kesalahan-kesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap
mereka.
 Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah
perdebatan dan bantah-membantah dengan mereka.

d. Etika Bertamu
(1) Untuk orang yang mengundang:
 Jangan anda membebani tamu untuk membantumu,
karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
 Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu,
tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka
manis dan berbicara ramah.
 Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu,
karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
 Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan)
sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
 Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah.
Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
(2) Bagi tamu :
 Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir
dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi
undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap
perasaannya.
 Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini
memberatkan yang punya rumah, juga jangan tergesa-gesa datang
karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.
 Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan
rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
 Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan
kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

e. Etika Buang Hajat


 Apabila seseorang merasa akan buang air maka
hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut
berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.
 Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-
jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari
Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu ‘anhu yang menyatakan demikian.

23
 Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah
kecuali karena terpaksa.
 Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan
tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan
berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari
penghinaan dan tindakan meremehkannya.
 Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung /
penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat,
maka boleh menghadap ke arah kiblat.

f. Etika Di Jalan
 Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak
sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong
atau mengalihkan wajah
 Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa
makanan di jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau
kecil di situ atau di tempat yang dijadikan tempat mereka
bernaung.
 Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh
setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
 Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), memberikan
bantuan kepada orang yang membutuhkan dan menegur
orang yang berbuat keliru serta membela orang yang
teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: “Setiap persendian
manusia mempunyai kewajiban sedekah dan disebutkan
diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah,
menolong dan membawanya di atas kendaraannya adalah
sedekah atau mengangkatkan barang-barangnya ke atas
kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan jalan adalah
sedekah….” (Muttafaq alaih).
 Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di
jalan-jalan yang ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan
untuk orang lain dan memberikan kesempatan kepada orang
lain untuk lewat. Semua itu tergolong di dalam tolong-
menolong di dalam kebajikan.

g. Etika Jenazah dan Ta’ziah


 Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk
meringankan beban keluarganya dan sebagai rasa belas
kasih terhadap mereka.
 Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan
tidak merobek-robek baju.
 Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur.

24
 Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan
menyebut kebaikan-kebaikannya dan tidak mencoba untuk
menjelek-jelekkannya.
 untuk janazah setelah dikuburkan.
 Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan
makanan untuk mereka.
 Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan
menyarankan mereka untuk tetap sabar, dan mengatakan
kepada mereka: “Sesungguhnya milik Allahlah apa yang telah Dia
ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia berikan; dan segala sesuatu
disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka hendaklah kamu bersabar
dan mengharap pahala dari-Nya”. (Muttafaq’alaih).

h. Etika Makan dan Minum


 Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
 Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan
agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu
mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
 Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan
kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan
bekas makanan yang ada di tanganmu.
 Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman
yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
 Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam
keadaan menyungkur.
 Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat
dari emas dan perak.
 Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca
Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
 Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai
dari yang ada di depanmu.
 Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu
sesudahnya.
 Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan
membuang bagian yang kotor darinya lalu memakannya.
 Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat
minum.
 Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
 Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke
muka orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia
menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut dapat
menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.
 Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan
di dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik

25
kerena dia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut
bertentangan dengan etika.
 Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain
bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau
kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat
makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna
kotor dan menjijik-kan.
 Jangan minum langsung dari bibir bejana,
 Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur.
i. Etika Memberi Salam
 Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan: “Yang lebih muda
memberi salam kepada yang lebih tua.”
 Makruh memberi salam dengan ucapan: “Alaikumus salam”
 Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak
banyak jumlahnya.
 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Engkau
memberi makan orang miskin dan memberi salam kepada orang
yang kau kenal maupun tidak kau kenal.” (HR. Al Bukhari dan
Muslim)
 Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan
memberikan salam kepada orang yang berjalan kaki, dan orang
yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk, orang
yang sedikit kepada yang banyak, dan orang yang lebih muda
kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan di dalam
hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
 Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian
pula menjawabnya, kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang
sedang tidur.
 Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis
dan ketika akan meninggalkannya.
 Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah
sekalipun rumah itu kosong.
 Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC
 Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak.
 Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlul Kitab.
 Disunnatkan memberi salam kepada orang yang kamu
kenal ataupun yang tidak kamu kenal.
 Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan
salam lewat orang lain dan kepada yang dititipinya. Pada
suatu ketika seorang lelaki datang kepada Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Sesungguhnya ayahku
menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab : “`alaika
wa`ala abikas salam”

26
 Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada
uzur, seperti karena sedang shalat atau bisu atau karena orang
yang akan diberi salam itu jauh jaraknya.
 Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan
saudaranya.
 Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu
di saat berjabat tangan sebelum orang yang dijabat tangani
itu melepasnya.
 Haram hukumnya mengucapkan salam terlebih dahulu
kepada orang kafir.
 Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud
ketika memberi penghormatan.
 Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan
mahram.

j. Etika Pergaulan Menurut Islam


 Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi
dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu
kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi
setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Tiga kunci utama
dalam pergaulan, antara lain :
 Ta’aruf
 Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika
kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama,
kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
 Tafahum
 Memahami, setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu
juga semua yang iasukai dan yang ia benci. Dengan memahami kita
dapat memilih dan memilah siapa yang harus menjadi teman bergaul
kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat.
”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak
wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama
dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan
tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita
bersamanya.”Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama
dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita
menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita
bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa
kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
 Ta’awun
 Sikap ta’awun (saling menolong). Islam sangat menganjurkan
kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa.
Rasullullah SAW telah mengatakan bahwa “Bukan termasuk umatnya

27
orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain”. Dan
Allah SWT pun telah berfirman:
 Ta’aruf, tafahum, dan ta’awun tidak akan ada artinya jika
dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu
yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling
menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah.
Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan
Allah dan seluruh makhluknya.
k. Etika Tidur dan Bangun
 Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat
dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi
diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah
ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik
maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu wata’ala dan jika
sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya,kembali
dan bertobat kepada-Nya.
 Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah
Radhiallahu’anha: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu
beliau melakukan shalat”.(Muttafaq`alaih)
 Disunnatkan berwudhu’ sebelum tidur, dan berbaring miring
sebelah kanan. Al-Bara’ bin `Azib Radhiallahu’anhu menuturkan:
Rasulullah SAW. bersabda: “Apabila kamu akan tidur, maka
berwudlu’lah sebagaimana wudlu’ untuk shalat, kemudian
berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan…” Dan tidak mengapa
berbalik kesebelah kiri nantinya.
 Disunnatkan pula mengibaskan sprei tiga kali sebelum
berbaring.
 Makruh tidur tengkurap.
 Makruh tidur di atas dak terbuka,
 Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu
sebelum tidur.
 Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah,
Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas),
karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal
tersebut.
 Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya
shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, seperti :
Allaahumma qinii yauma tab’atsu ‘ibaadaka”Ya Allah, peliharalah aku
dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap
hamba-hamba-Mu”. Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di
hasankan oleh Al Albani)Dan membaca: Bismika Allahumma ahya Wa
Amuutu” Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku
hidup.” (HR. Al Bukhari)

28
 Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa
ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan
do`a berikut ini :” A’uudzu bikalimaatillaahit taammati min
ghadhabihi Wa syarri ‘ibaadihi, wa min hamazaatisy
syayaathiini wa an yahdhuruuna”, artinya “Aku berlindung dengan
Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan
hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka
kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)”.
 Hendaknya apabila bangun tidur membaca :”Alhamdu
Lillahilladzii Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru”.
Artinya “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami
setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami
dikembalikan.” (HR. Al-Bukhari)”.

l. Etika Berbicara
 Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan.
 Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat didengar,
tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas
dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau
dipaksa-paksakan.
 Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu.
 Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar.
 Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun
kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta
sekalipun bercanda.
 Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
 Menghindari perkataan jorok (keji).
 Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam
berbicara.
 Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan
mengadu domba.
 Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak
memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui
apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya
atau mendustakannya.
 Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah
kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
 Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang
menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan
pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut
dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.
 Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan
memandang rendah orang yang berbicara.

m. Etika Bertetangga

29
 Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap
mereka.
 Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita,
tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau
udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah
merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti
perasaannya.
 Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak
di rumah. Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari
tangan-tangan orang jahil; dan hendaknya kita ulurkan tangan
bantuan dan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan,
serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan
merahasiakan aib mereka.
 Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka,
seperti suara radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan
melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutup jalan
bagi mereka.
 Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran
kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang
ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan
nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan
mereka.
 Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga
kita.
 Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan
mereka dan berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia
sakit, kita tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila
menjumpainya; dan hendaknya kita undang untuk datang ke rumah.
Hal-hal seperti itu mudah membuat hati mereka jinak dan sayang
kepada kita.
 Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan
mereka dan jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan
seharusnya kita tidak memandang kekeliruan dan kealpaan
mereka.
 Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka
terhadap kita.

n. Etika Di Masjid
 Berdo`a di saat pergi ke masjid.
 Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan
khidmat.
 Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi
orang yang masuk masjid mendahulukan kaki kanan,

30
kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam
lalu mengucapkan:”(Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu
rahmat-Mu)” Dan bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu
bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
kemudian membaca do`a:”(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
bagian dari karunia-Mu)”. (HR.Muslim).
 Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila
telah masuk masjid.
 Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang
di dalam masjid.
 Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih,
bawang merah atau orang yang badannya berbau tidak sedap.
 Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan.
 Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan
disunnatkan bagi orang yang shalat menaruh batas di
depannya.
 Tidak menjadikan masjid sebagai jalan.
 Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak
mengganggu orang-orang yang sedang shalat. Termasuk
perbuatan mengganggu orang shalat adalah membiarkan
Handphone anda dalam keadaan aktif di saat shalat.
 Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias
bila akan pergi ke masjid.
 Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk
masjid.

o. Etika Membaca Al-qur’an


 Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan
sudah berwudhu, suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta
telah bergosok gigi.
 Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun
pas, karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih
tenang.
 Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-
dian basmalah pada setiap awal surah selain selain surah At-
Taubah.
 Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid
dan membunyikan huruf sesuai dengan makhrajnya serta
membacanya dengan tartil (perlahan-lahan).
 Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah
suara di saat membacanya.
 Hendaklah selalu menjaga al-Qur’an dan tekun
membacanya dan mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak
lupa.

31
 Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam
keadaan suci.
 Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur’an dengan
tidak menyentuh mushafnya menurut salah satu pendapat ulama
yang lebih kuat, karena tidak ada hadits shahih dari Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang hal tersebut.
 Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur’an selagi
tidak ada unsur yang negatif, seperti riya atau yang serupa
dengannya, atau dapat mengganggu orang yang sedang shalat,
atau orang lain yang juga membaca Al-Qur’an.
 Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila
sudah ngantuk.

p. Etika Pergaulan Suami Istri


 Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai
berduaan. Nabi Shallallaahu alaihi wasallam selalu bercanda,
tertawa dan merayu istri-istrinya.
 Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya.
 Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua
raka`at bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
 Membaca basmalah sebelum melakukan jima`.
 Jika sang suami ingin bersenggama lagi, maka dianjurkan
berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah
bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali
maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).
 Disunatkan bagi kedua suami istri berwudhu sebelum tidur
sesudah melakukan jima`,
 Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia
sedang haid atau menyetubuhi duburnya.
 Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia
hubungan keduanya.
 Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik,
dan melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang
lain.
 Hendaknya suami berlaku lembut dan bersikap baik
terhadap istrinya dan mengajarkan sesuatu yang dipandang perlu
tentang masalah agamanya, serta menekankan apa-apa yang diwajib
Allah terhadapnya. ).
 Hendaknya istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai
kemampuannya asal bukan dalam hal kemaksiatan, dan
hendaknya tidak mematuhi siapapun dari keluarganya bila tidak
disukai oleh suami dan bertentangan dengan kehendaknya,
dan hendaknya istri tidak menolak ajakan suami bila
mengajaknya.

32
 Hendaknya suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di dalam
masalah-masalah yang harus bertindak adil.

q. Etika Menjenguk Orang Sakit


(1) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
 Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu
yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak
menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan
membahagiakannya.
 Hendaknya mendekat kepada si sakit dan menanyakan
keadaan dan penyakit yang dirasakannya, seperti mengata-
kan: “Bagaimana kamu rasakan keadaanmu?”. Sebagai-mana
pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam.
 Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi
Allah, selamat dan disehatkan.
 Mengusap si sakit dengan tangan kanannya, dan berdo`a:
“Hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya) wahai Tuhan bagi
manusia, sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada
kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit”. (Muttafaq’alaih).
 Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jangan mengatakan “tidak akan
cepat sembuh”, dan hendaknya tidak mengharapkan kematiannya
sekalipun penyakitnya sudah kronis.
 Hendaknya mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya
akan tiba, memejamkan kedua matanya dan mendo`akan-
nya.
(2) Untuk orang yang sakit:
 Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal
shalih.
 Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat
bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara
makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-
butuhkan ketaatannya.
 Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-
kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera mem-
bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya,
dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

33
Bab III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu;
axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti
ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi ilmu (nilai)
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang
umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan (Kattsoff: 1992).
Kaitan Antara Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu adalah Nilai itu
bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai.
Aksiologi membberikan jawaban untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu di pergunakan. Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah nilai. Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan nilai.
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma nilai.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal
yangbiasa, padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat, watak,

34
perasaan, sikap, caraberpikir. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab.
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan
pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok.

3.2 Saran
Pendidikan Etika dan Moral perlu diajarkan sejak kecil berawal
dari lingkungan keluarga berkembang di masyarakat dan tempat
kerja,untuk menjadikan kehidupan menjadi lebih baik. Dalam
pergaulan sehari-hari di kita dituntut memiliki etika yang baik agar
dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis dengan orang
lain yang memiliki adat, budaya, suku, ras, agama dan keyakinan
yang berbeda dengan kita.
Kepada para pembaca yang budiman di dalam penulisan
makalah ini kami yakin terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi
maupun penulisannya, hal itu disebabkan oleh terbatasnya ilmu yang
kami milikioleh karena itu, kami berharap kepada para pembaca agar
dapat memberikan kritik dan sarannya kepada kami supaya kami
dapat lebih bisa mengembangkan tulisan kami berikutnya.

Daftar Pustaka :
 http://sibage.blogspot.co.id/2013/04/makalah-tentang-
etika.html
 http://tempatberbagieko.blogspot.co.id/2013/07/contoh-
makalah-etika_23.html
 https://slametnya.wordpress.com/2012/04/30/makalah-etika-
moral-akhlak-2/
 http://nurdinfivers1.blogspot.co.id/2014/02/makalah-agama-
tentang-etika-moral-dan.html
 http://firmansyam22.blogspot.co.id/2015/11/makalah-
pengertian-etika-dan-sopan.html
 http://irmairmaagro01.blogspot.co.id/2014/05/makalah-
pengelolaan-air-pada-berbagai.html
 http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2012/10/aksiologi.html
 https://ikartiwa.wordpress.com/2011/03/04/makalah-aksiologi/
 http://miftahwakaka.blogspot.co.id/2014/05/makalah-
aksiologi.html
 http://zudi-pranata.blogspot.co.id/2014/01/filsafat-ilmu-
aksiologi.html

35
 http://susanto-edogawa.blogspot.co.id/2013/05/aksiologi-
filsapat-ilmu_19.html

36

Anda mungkin juga menyukai