Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pada skema besar filsafat terdapat tiga aspek utama yang mendasari

perspektif filafat dalam memandang setiap problem filsafat yang dihadapi. Ketiga

aspek tersebut adalah ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Masing-masing aspek

ini mengkaji problem filsafat dengan cara pandang yang saling berbeda.

Aksiologi dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika.

Logika adalah bagian ilmu filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis

secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan logis matematis. Etika merupakan

bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam kaitanya dengan

baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun dalam masyarakat.

Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam

pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik

dalam karya seni, seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan

karya seni.

Filsafat pendidikan merupakan refleksi kritis dan filosofis terhadap urgensi

dan keberadaan pendidikan di pandang dari perspektif kefilsafatan hingga

mencapai pemahaman radikal dan menyeluruh tentang apa itu pendidikan. Dalam

konteks aksiologi, permasalahan pendidikan dapat dipersoalkan. Ketepatasasan

metode pembelajaran dalam pendidikan harus dapat diuji secara logis matematis,

dimana segala sesuatu yang pantas diajarkan biasanya menuntut kepastian

1
metodologi. Logika membantu perumusan materi-materi pembelajaran dan

menyeleksi apakah suatu materi layak atau tidak untuk diajarkan. Pendidikan

membutuhkan alat bantu berupa rasio akal budi, yang dari rasio inilah prinsip-

prinsip logika dapat muncul dan dipelajari. Dalam ranah etika, pendidikan

dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan etis. Tujuan yang dimaksud

adalah menjawab pertanyaan tentang pentingnya pendidikan yang sarat nilai dan

isi moral manusia. Melalui kajian etika, penentuan tujuan dan orientasi

pelaksanaan pendidikan dapat lebih jelas dan terarah. Sedangkan dimensi estetika

lebih mengarah pada bagaimana pendidikan dapat dirumuskan sedemikian rupa

sehingga penyampaian materi pendidikan dapat diterima secara teratur dan

tersistematisasi.

Hal ini menunjukkan perlunya nilai-nilai seni dalam pendidikan. Seni yang

dimaksud adalah seni mengajarkan atau seni menyusun argumentasi dan bahan

ajar pendidikan. Dengan demikian, dimensi aksiologi yang mempersoalkan nilai-

nilai dalam perspektif filsafat dapat menyumbang perumusan nilai-nilai etis yang

terkandung dalam pendidikan. Melalui kajian aksiologi, tujuan penyelenggaraan

pendidikan dapat dirumuskan guna mencapai cita-cita pendidikan yang diarahkan

untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)?


2. Bagaimanakah Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan?
3. Apa Implikasi Aksiologi dalam Filsafat Pendidikan?
4. Apa Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan ?

2
C. TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)


2. Mengetahui Etika dan Estetika dalam Filsafat Pendidikan
3. Mengetahui Implikasi Aksiologi dalam Filsafat Pendidikan
4. Mengetahui Kegunaan Aksiologi dalam Ilmu Pendidikan

BAB II

PEMBAHASAN

3
A. Pengertian Aksiologi (Etika dan Estetika)

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang

berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami

sebagai teori nilai.

Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,

terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi

aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[1]

Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan

kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia

aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian

tentang nilai-nilai khususnya etika.[2]

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada

umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat

banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai

yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan

dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan

estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.

Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :

1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus,

yaitu etika.

1 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36

2 Jujun S. Sumantri. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : 2005, Sinar Harapan), hlm. 105

4
2. Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan

keindahan.

3. Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan

filsafat sosial politik.

Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa

permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu

yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang

dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika

dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan

bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat

dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi

baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi

yang melibatkan norma-norma.

Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan

yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di

sekelilingnya. Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian

tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta

tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu

teori yang konsisten untuk perilaku etis.

Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa

permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu

yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang

5
dinilai. Teori tentang aksiologi (nilai) dalam filsafat mengacu pada permasalahan

etika dan estetika.

B. AKSIOLOGI DALAM PANDANGAN ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT

Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh cara pandang

dan pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing aliran filsafat, yakni :3

1. Pandangan Aksiologi Progresivisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James (1842-

1910), Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan Jhon

Dewey. Menurut progressivisme, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa.

dengan demikian, adanya pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan nilai-

nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak,

perasaan, dan kecerdasan dan individu-individu. Dalam hubungan ini kecerdasan

merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah

faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dan

lingkungannya, baik yang terwujud sebagai lingkungan fisik maupun kebudayaan

atau manusia.

2. Pandangan Aksiologi Essensialisme

Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah Desiderius Erasmus,

John Amos Comenius (1592- 1670), John Locke (1632-1704), John Hendrick

Pestalalozzi (1746-1827), John Frederich Frobel (1782-1852), Johann Fiedirich

3 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006) hlm. 157-158

6
Herbanrth (1776-1841),dan William T. Horris (1835-1909). Bagi aliran ini, nilai-

nilai berasal dari pandangan-pandangan idealisme dan realisme karena aliran

essensialisme terbina dari dua pandangan tersebut.

a. Teori nilai menurut idealisme

Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum

kosmos karena itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam

pelaksanaan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan

ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.

Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain

yang membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk

itu, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan

kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan

keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.

b. Teori nilai menurut realisme

Menurut realisme, sumber semua pengetahuan manusia terletak pada

keteraturan lingkungan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan

buruknya keadaan manusia tergantung pada keturunan dan lingkungannya.

Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan antara pembawa-pembawa fisiologis

dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. George Santayana memadukan

pandangan idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan menyatakan bahwa

"nilai" itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat,

perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu.

Walaupun idealisme menjunjung tinggi asas otoriter atau nilai-nilai, namun tetap

7
mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan nilai-nilai itu atas dirinya

sendiri.

3. Pandangan Aksiologi Perenialisme

Tokoh utama aliran ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas

Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai

zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan,

kebingungan dan kesimpangsiuran. Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman

yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan

lingkungan sosial dan kultural yang lain. Sedangkan menyangkut nilai aliran ini

memandangnya berdasarkan asas-asas 'supernatular', yakni menerima universal

yang abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi, dan epistemolagi yang

didasarkan pada teologi dan supernatural, tetapi juga aksiologi. Tingkah laku

manusia dipengaruhi oleh potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya.

Masalah nilai merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia

berdasarkan pada asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi,

khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia terletak pada jiwanya.

Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-

perbuatannya.

4. Pandangan Aksiologi Rekonslruksionisme

8
Aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang berusaha merombak

kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan perenialisme yang memandang

bahwa keadaan sekarang merupakan zaman kebudayaan yang terganggu oleh

kehancuran, kebingungan,dan kesimpangsiuran. Aliran rekonstruksionalisme

dalam memecahkan masalah, mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam

kehidupan manusia yang memerlukan kerja sama.

C. ETIKA DAN ESTETIKA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN.

1. Etika dalam Filsafat Pendidikan.

Etika adalah bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan

perilaku orang. Semua perilaku mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian.

Jadi, tidak benar suatu perilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, perilaku

adalah beretika baik atau beretika tidak baik. Sejalan dengan perkembangan

penggunaan bahasa yang berlaku sekarang, istilah tidak etis dan etis tidak baik

untuk hal yang sama. Demikian juga etis dan etis baik.

Perlu juga diingat, bahwa pada banyak wacana dalam hal perilaku ini

digunakan istilah baik dan jahat untuk etika karena perbuatan manusia yang tidak

baik akan berarti merusak, sedangkan perbuatan yang baik akan membangun.[3]

Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan

manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan

filsafat tentang perilaku manusia. Antara ilmu pendidikan dan etika memiliki

hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk

menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk

9
mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit

membayangkan perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika

agama. Untuk itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat

dipergunakan sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan

pendekatan etik-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari

perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu

siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas.

Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu

kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif. Tidak hanya pada

siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan

pendidikan. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius menjadi

target arah pengembangan sistem pendidikan. Oleh sebab itu berdasarkan pada

pendekatan etik moral, pendidikan harus berbentuk proses pengarahan

perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas

kehidupan yang lebih baik, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan

peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio

budaya masing-masing.[4]

2. Estetika dalam Filsafat Pendidikan

Estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang

memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah

pasangan dikotomis, dalam arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial


4 A. Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah,
(Yogyakarta : SIPress, 1994), hlm. 256

10
adalah pengindraan atau persepsi yang menimbulkan rasa senang dan nyaman

pada suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak nyaman pada pihak lainnya. Hal ini

mengisyaratkan, bahwa ada baiknya bagi kita untuk menghargai pepatah de

gustibus nun disputdum, meskipun tidak mutlak, tidak untuk segala hal.

Estetika merupakan bagian aksiologi yang membicarakan permasalahan

(Russel), pertanyaan (Langer), atau issues (Farber) mengenai keindahan

menyangkut ruang lingkup, nilai, pengalaman, perilaku, dan pemikiran seniman,

seni, serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia.[5]

Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan dan estetika

pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada predikat keindahan yang

diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh

Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :

Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat

kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman.

Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah

nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan

yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan

pendidikan coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan

masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat

luas. Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu

kepribadian yang kreatif, berseni.

5 Sutardjo , Op. cit hlm . 162

11
D. HUBUNGAN ANTARA AKSIOLOGI DENGAN PENDIDIKAN

Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu

pengetahuan,menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan

estetika.Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan

adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan

bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain itu adalah mata pelajaran

kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya

manusia. Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan

tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk

memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses

pembudayaan manusia secara beradab. Dalam ruang aksiologi, filsafat pendidikan

akan mengulas makna keberadaan pendidikan dalam ruang kehidupan.

Filsafat pendidikan akan mempersoalkan faliditasi urganisasi umum yang

menyatakan bahwa pendidikan adalah sesuatu hal yang penting dalam kehidupan

manusia. Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan

menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut didalam kehidupan manusia

dan membinanya didalam kepribadian anak. Karena untuk mengatakan sesuatu

bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah apalagi menilai secara mendalam

dalam arti untuk membina kepribadian ideal.

E. IMPLIKASI AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN

Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan

mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya

12
dalam kepribadian peserta didik. Memang untuk menjelaskan apakah yang baik

itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar,

indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian

ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.

Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus,

buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat

dari segi etika, estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu

terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga,

tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia

pendidikan bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian.[6]

F. KEGUNAAN AKSIOLOGI DALAM ILMU PENDIDIKAN

1. Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Teoretis

a. Kegunaan bagi ilmu dan teknologi

Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan

dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia. Pemahaman

tersebut secara potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan

konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas

dan signifikan) konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun

melahirkan atau menciptakan konsep-konsep baru, yang secara langsung dan tidak

langsung bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada.

Dengan kata lain, pemahaman terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan secara

6 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakata: Kencana, 2008) , hlm : 2

13
potensial mempunyai nilai kegunaan untuk mengembangkan isi dan metode ilmu

pendidikan, mengembangkan mutu professional teoretikus dan praktisi

pendidikan.

Rowntree dalam educational technologi in curuculum

development antara lain menyatakan: bahwa oleh karena teknologi pendidikan

adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka teknologi pendidikan berkenaan

dengan desain dan evaluasi kurikulum dan pengalaman-pengalaman belajar, serta

masalah-masalah pelaksanaan dan perbaikannya. Pada dasarnya teknologi

pendidikan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah pendidikan secara

rasional, suatu cara berpikir skeptis dan sistematis tentang belajar dan mengajar.

b. Kegunaan bagi filsafat

Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara

potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang

dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang

dari kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para

ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan

pengembang pendidikan. Maraknya kritik pendidikan memberikan kondisi yang

menunjang pada berkembangnya Filsafat Ilmu Pendidikan.

2. Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Praktis

a. Kegunaan bagi praktek pendidikan

Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis

turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-

tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan

14
menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan.

Penguasaan yang mantap terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan

pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan.

Apabila hal ini terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja

konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas

terbaca dan kokoh. Tindakan-tindakannya akan menunjukan arah yang lebih jelas,

dan bentuknya pun tidak asal-asalan, tetapi lebih terpola yang dipilih berdasarkan

pertimbangan prinsip-prinsip pendidikan yang diyakini dan dianutnya.

b. Kegunaan bagi seni pendidikan

Disamping memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan,

penerapan konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan dalam praktek, dapat pula

memberi peluang pada berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan

pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja

mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi

keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta didikmaupun pendidiknya.

Dalam kegiatan sebagai seni, berlangsungnya suatu proses hubungan

sosial, melibatkan emosi yang cukup mendalam dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal

ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam

praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional,

berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang sejenisnya. Hal ini dapat dicapai

15
hanya apabila dikemas dalam bentuk prosedur dan teknik-teknik pendidikan yang

manusiawi dalam arti memperhitungkan aspek emosional.[7]

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang

berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami

sebagai teori nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia

7 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2002). Cet. II hlm .189-199

16
untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang

nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. etika

merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Sedangkan

estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya

manusia dari sudut indah dan jelek.

B. KRITIK DAN SARAN

Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini. Meskipun

penulisan ini jauh dari sempurna tapi minimal penulis telah mengimplementasikan

tulisan ini. Masih banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu

penulis butuh saran dan kritikan demi kesempurnaan makalah ini dan bisa

menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik dari pada sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sadulloh, Uyoh, 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar

Harapan

17
Wiramihardja, Sutardjo A., 2006, Pengantar Filsafat, Bandung: PT. Refika Aditama

Mulkhan, A. Munir, 1994, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat

Pendidikan Islam & Dakwah, Yogyakarta : SIPress

Nata, Abuddin, 2008, Manajemen Pendidikan, Jakata: Kencana.

Mudyahardjo, Redja, 2002, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya. Cet. II

18
19

Anda mungkin juga menyukai