BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi
2. Untuk mengetahui pengertian aksiolog dalam kontek pendidikan
3. Untuk mengetahui cara mengemas pendidikan berkarakter dan menarik
4. Untuk mengetahui persaingan antar lembaga pendidikan di Indonesia
5. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi dalam
sudut pandang aksiologi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa yunani “axios” yang berarti
bermanfaat dan „logos‟ berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Secara istilah,
aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau
dari sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu juga aksiologi adalah studi tentang
hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan
kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi
dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang baik atau bagus
itu.
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,
terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori.
Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa
Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia,
kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia
dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian peserta didik. Dengan
demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang mempelajari tentang
nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu.Berbicara mengenai nilai itu
sendiri dapat kita jumpai dalam kehidupan seperti kata-kata adil dan tidak adil,
jujur dan curang. Hal itu semua mengandung penilaian karena manusia yang
dengan perbuatannya berhasrat mencapai atau merealisasikan nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat
3
4
Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral
(morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam
dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.
Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar
dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends).
Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia
bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka
memungkinkan seseorang u ntuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata
atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should).
Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-
konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Pertama, teori nilai intuitif (the initiative theory of value). Teori ini berpandangan
bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai
6
yang bersifat ultim atau absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang ultim atau
absolut itu eksis dalam tatanan yang bersifat obyektif.
Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tata moral yang bersifat baku. Mereka
menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam hubungan
antarobyek, dan validitas dari nilai obyektif ini tidak bergantung pada eksistensi atau
perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses
intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan
preskripsi-preskripsi moralnya.
Kedua, teori nilai rasional (the rational theory of value). Bagi mereka janganlah
percaya pada nilai yang bersifat obyektif dan murni independen dari manusia. Nilai tersebut
ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia dan pewahyuan supranatural. Fakta bahwa
seseorang melakukan sesuatu yang benar ketika ia tahu dengan nalarnya bahwa itu benar,
sebagaimana fakta bahwa hanya orang jahat atau yang lalai yang melakukan sesuatu
berlawanan dengan kehendak atau wahyu Tuhan. Jadi dengan nalar atau peran Tuhan,
seseorang menemukan nilai ultim, obyektif, absolut yang seharusnya mengarahkan
perilakunya.
Ketiga, teori nilai alamiah (the naturalistik theory of value). Nilai menurutnya
diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang
dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan, dipakai, diuji
oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia.
Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak
absolut atau ma’sum (infallible) tetapi bersifat relatif dan kontingen. Nilai secara umum
hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi (kebutuhan/keinginan) manusia.
Keempat, teori nilai emotif (the emotive theory of value). Jika tiga aliran
sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini
memandang bahwa bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual tetapi hanya
merupakan ekspresi emosi-emosi atau tingkah laku (attitude). Nilai tidak lebih dari suatu
opini yang tidak bisa diverifikasi, sekalipun diakui bahwa penilaian (valuing) menjadi
bagian penting dari tindakan manusia.
7
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu sangat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah
dunia.
Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu
merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi
malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu
merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal
baik ataupun buruk melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa
filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal,
yaitu filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah
kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu; filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya
dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan; Filsafat sebagai metodologi dalam
memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu,
setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara
menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila
cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang
berkembang dalam kehidupan manusia.
8
Secara etimologi karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti
mengukir. Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. (Abdullah
Munir: 2010). Tidak mudah luntur oleh waktu dan aus oleh gesekan. Menghilangkan ukiran
10
sama dengan menghilangkan benda tersebut karena ukiran telah menyatu dengan
bendanya. Ini berbda dengan gambar atau tulisan tinta yang hanya disapukan di atas
permukaan benda yang mudah hilang dan tidak meninggalkan bekas jika dihapus.
Jika seseorang memiliki sebuah sifat buruk, meski telah diberi nasehat ratusan kali,
masukan dari manapun, sifatnya tidak berubah, mungkin berubah sesaat saat diberi nasehat
namun akan muncul lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sifat tersebut sudah melekat
dan sulit diubah, itulah karakter. (Abdullah Munir: 2010)
Beberapa hasil penelitian dan survei menunjukkan bahwa 90% anak usia 8-16
tahun telah membuka situs porno di internet di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (25
Juli 2008. Media Indonesia). Jumlah pengguna narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP,
dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak. Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak
1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA sebanyak 10.326 anak. Data BNN
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2018 menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta dan
Provinsi Sumatera Utara menduduki Peringkat 1 dan 2 secara nasional, tentunya masih
banyak data serta fakta lainnya yang bisa kita ungkap. Tapi data-data di atas sudah cukup
mewakili bagaimana potret anak usia sekolah di negeri ini. Kini, dinyatakan bahwa
Indonesia Darurat Narkoba.
individu yang tidak berkualitas dan tidak siap bersaing. Setujukah Anda jika saya berkata
“permainan tradisional sudah mulai punah, padahal permainan tersebut merupakan
karakter asli anak-anak Indonesia”. Begitu banyak permainan tradisional yang
membutuhkan keaktifan dan kreativitas anak. Apakah yang seperti ini bukan bagian dari
pendidikan? Apakah pendidikan hanya melulu berbasis kurikulum yang diajarkan di
sekolah? Agaknya pemikiran Anda perlu diperluas lagi. Pendidikan karakter tidak hanya
harus diberikan di lingkungan sekolah, namun keluarga juga sangat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter anak. Selain keluarga, lokasi bermain pun demikian. Cara mengajar
di kelas perlu ada inovasi. Menurut saya, pendidikan karakter anak harus dimulai dari
lingkup terkecil, yaitu keluarga, kemudian sekolah dan tempat bermain. Apa yang
diperoleh anak dalam kegiatan sehari-harinya bisa diperbaiki ketika di rumah. Orang tua
dalam hal ini harus mendidik anaknya agar memiliki karakter sendiri. Pendidikan karakter
tidak harus masuk dalam kurikulum pendidikan. Ini hanyalah proses dari perbaikan sistem
nilai dan akhlak di Indonesia. Jika pendidikan karakter dimasukkan dalam kurikulum, maka
hal tersebut akan sangat berkaitan dengan norma-norma yang ada dan lebih mendekati
pendidikan agama. Bukankah di semua jenjang pendidikan, pelajaran agama sudah
diberikan? Jadi, output dari pendidikan karakter adalah membentuk manusia-manusia
berkualitas dan berkarakter yang siap bersaing tanpa terbawa arus yang berlebihan.
Pendidikan seperti apa yang berkarakter? Semua jenis pendidikan pasti memiliki
karakter atau kekhasan tersendiri dalam pelaksanaannya. Seperti halnya di Indonesia, Ujian
Nasional masih menjadi penentu kelulusan para siswa, padahal bukan nilai ujian yang nanti
menentukan berhasil atau tidaknya siswa-siswa tersebut di lapangan. Ketika sekolah mulai
menerapkan dan melaksanakan nilai-nilai atau karakter tertentu pada siswa, maka setiap
nilai tersebut harus senantiasa disampaikan oleh guru melalui pembelajaran langsung atau
disatukan ke dalam setiap mata pelajaran. Sebagai contoh, seorang guru biologi yang
menyampaikan materi asal usul makhluk hidup, maka ia dapat menyebutkan asal usul
manusia dari Adam dan menyebutkan keberadaan Tuhan. Dengan demikian pendidikan
karakter akan berjalan beriringan dengan pendidikan umum yang lain. Di samping itu,
seorang guru harus kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Hal ini
akan membuat siswa lebih senang dalam belajar karena mendapat suasana belajar yang
sesuai dan menyenangkan. Para siswa yang selama ini bosan dalam belajar akan merubah
paradigma mereka ketika belajar dengan kerativitas yang diberikan oleh guru.
12
Nilai-nilai karakter yang disampaikan oleh guru kepada para siswa juga harus
diterapkan secara teratur dan berkelanjutan oleh semua warga sekolah. Mulai dari petugas
keamanan, penjaga parkir, petugas kebersihan, karyawan administrasi, hingga kepala
sekolah. Jika telah diterapkan oleh semua warga sekolah dengan baik, maka pendidikan
karakter yang dilakukan akan menunjukkan hasil yang cukup baik. Penataan lingkungan
dan kegiatan-kegiatan disekolah dapat menguatkan nilai-nilai karakter yang mulai
diterapkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat spanduk yang berisi dukungan
agar terbentuk suasana kehidupan sekolah yang berakhlak yang baik. Kegiatan
ekstrakurikuler seperti futsal, basket, osis, dan kegiatan lain dapat terus menguatkan nilai
kerja sama, saling menyayangi dan menghargai antar sesama siswa. Dengan demikian
pendidikan karakter akan terus berlangsung dengan nilai-nilai karakter yang terus menguat.
Peran orang tua, keluarga dan masyarakat, dan sekolah sangat menentukan
pembentukan pendidikan karakter siswa. Keluarga merupakan media utama dan pertama
yang memberikan pengajaran mengenai tingkah laku dan perbuatan. Dalam kehidupan
bermasyarakat, siswa juga sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosial masyarakat
seperti kerja bakti dan penggalangan dana. Masyarakat juga menjadi kontrol bagi para
remaja dalam mengembangkan karakter yang mereka miliki. Ketika mereka melakukan
kesalahan, mereka juga akan mendapat hukuman dari masyarakat namun jika berbuat baik
akan diberikan penghargaan dari masyarakat. Oleh karena itu, pihak sekolah harus sering
berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat dalam membimbing serta
mengembangkan karakter siswa.
Munculnya lembaga-lembaga pendidikan baru, pada satu sisi merupakan sinyal positif
akan tingginya tingkat perhatian masyarakat maupun pemerintah dalam dunia pendidikan.
Namun, disisi lain hal ini menyebabkan persaingan antar lembaga pendidikan meningkat
atau atau semakin atraktif. Sangat terlihat pada massa penerimaan peserta didik baru.
Masing-masing lembaga berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan atau
memperoleh simpati dari calon peserta didik dengan berbagai cara, seperti promosi
lembaga pendidikan ke masyarakat dengan menggunakan menggunakan media cetak
seperti brosur, spanduk, dan media online internet seperti di media sosial yaitu web,
13
instagram, facebook, twitter, youtube dan whatsapp dengan konten yang persuasif untuk
menarik calon peserta didik. Persaingan antar lembaga ini juga dialami oleh negara lain
seperti Inggris, Amerika, Canada, yang juga memberikan perhatian pada sektor ini , hal
yang wajar jika kedatangan calon peserta didik dari luar negara tersebut , disamping
suasana akademis yang variatif , juga menjadi pemasukan (income) negara tersebut dan
menjadi sebuah nilai tambah tersendiri bagi lembaga pendidikan tersebut.
Kondisi yang menyebabkan persaingan atau faktor penyebab persaingan menurut PISA
(The Programme For Internasional Student Assesment ).
Maka dari itu, lembaga pendidikan sebaiknya dikelola dengan manajemen yang sebaik-
baiknya. Seperti halnya perusahaan yaitu dengan melakukan pengontrolan kulitas (quality
control) dan pengontrolan keluaran (Output Control), diharapkan alumni dari lembaga
tersebut betulu-betul memiliki standar yang baik dan kualifikasi yang baik, sehingga
alumninya ketika terjun dimasyrakat dan memasuki dunia kerja akan menjadi tenaga yang
terampil.
1. sebagai lembaga nonprofit yang bergerak dalam bidang jasa pendidikan, untuk level
apa saja, perlu meyakinkan masyarakat “pelanggan” bahwa lembaga pendidikan
masih tetap eksis.
14
3. Ketiga, Manajemen Berbasis Sekolah, salah satu aspek yang perlu dilakukan
reformasi dalam bidang pendidikan adalah perlunya pembenahan lembaga-lembaga
pendidikan dari aspek manajemen. Sebagai implikasi dari otonomi daerah, maka
pengelolaah sekolah juga membutuhkan otonomi dan salah upaya dalm aspek tersebut
adalah pembenahan sekolah dari aspek manajemen. Faslil Jalal (ed.) (2001) menawarkan
beberapa strategis untuk membenahi manajemen sekolah yaitu: a). kurikulum yang
berbasis inklusif, b). proses belajar mengajar yang efektif, c). lingkungan sekolah yang
mendukung, d). sumber daya yang berasas pemerataan, dan e), standarisasi dalam hal-hal
tertentu, monitoring, evaluasi, dan tes. Menurut Faslil Jalal kelima strategi tersebut harus
menyatu ke dalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah yaitu: 1).
Manajemen/organisasi/kepemimpinan, 2) proses belajar mengajar, 3), sumber daya
manusia, dan 4). Administrasi sekolah.
terdapat jumlah prinsip umum yang dipakai sebagai rambu-rambu atau pedoman
agar kurikulum yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan keinginan yang
diharapkan semua pihak, yakni peserta didik sendiri, keluarga, lembaga pendidikan,
masyarakat dan juga pemerintah. Prinsip-prinsip pengembagan kurikulum ini
bukan bersifat mutlak, dalam artian bisa berubah, ditambah atau dikurangi sesuai
dengan kebutuhan yang ada (Lismina (2017:39)).
21
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
23