Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia membutuhkan pendidikan dalam hidupnya agar mampu


menjalani kehidupannya secara baik, dengan mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui berbagai
kegiatan pembinanaan individu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang
sistem pendidikan No. 20. Tahun 2003 Bab I, pasal 1 ayat (1) yaitu:
Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pendidikan
diri, rendah.

Untuk mencapai tujuan pendidikan, di sekolah sebagai institusi


penyelenggara pendidikan melaksanakan proses pembelajaran. Pada
hakikatnya proses pembelajaran merupakan belajar mandiri bagi peserta
didik, untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Didalam
keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian
tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar
yang dialami oleh peserta didik sebagai anak didik.

1
2

Peserta didik merupakan anak didik yang memasuki masa transisi


menuju masa dewasa, yang memerlukan bantuan dan bimbingan orang lain
agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai manusia, warga negara,
anggota masyarakat dan individu. Peserta didik adalah komponen sistem
pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam lembaga pendidikan. Pada
saat individu memasuki tahapan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama, maka individu memasuki masa remaja.

Peserta didik yang meranjak remaja akan mengalami suatu proses


pertumbuhan dan perkembangan fisik, yang ikut mempengaruhi aktivitas
belajar peserta didik di sekolah, sehingga muncul sikap lalai, cepat lelah
dan mengalami kejenuhan belajar. Belajar merupakan kewajiban bagi
setiap orang yang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam
rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Hal ini dinyatakan dalam
surat Mujadalah ayat 11 sebagai berikut :

‫ح ا‬
ْ ‫اككك للكككمم‬ ‫لياَ أليَيلهاَ الاحذيلن آلمكنوُا إحلذا حقيِلل للككمم تلفلاسكحوُا حفيِ امللملجككاَلح ح‬
‫س لفاَمفلسكككحوُا يلمفلسك ح‬

‫اككك‬ ‫اك الاحذيلن آلمكنوُا حممنككمم لوالاحذيلن كأوكتوُا املحعمللم لدلرلجككاَ ت‬


‫ت ٍ لو ا‬ ‫لوإحلذا حقيِلل امنكشكزوا لفاَمنكشكزوا يلمرفلحع ا‬

‫بحلماَ تلمعلمكلوُلن لخحبيِر‬

Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan


kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majlis-majlis.” Maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan, “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah maha teliti
apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Mujadalah:11)1
Surat Mujadalah ayat 11 tersebut menjelaskan tentang pentingnya
ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia diberi potensi bagi Allah
SWT berupa akal yang harus diasah, diberdayakan dengan cara belajar dan
berkarya. Dengan belajar manusia bisa mendapat ilmu dan wawasan baru.

1 Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahannya, ( Bandung: PT Sygma


Ezxamedia Arkanleema), h. 542.
3

Dengan ilmu manusia dapat berkarya untuk kehidupan yang lebih baik
bahwa kemudahan dan kesukseskan hidup baik di dunia maupun diakhirat
dapat dicapai oleh manusia melalui ilmu pengetahuan.

Di dalam proses pencapaian pengetahuan dan kapasitas intelektual


dibutuhkan proses pembelajaran yang mampu memfasilitasi individu agar
belajarnya dapat mudah dan lancar guna memperoleh keberhasilan dari
suatu proses pendidikan serta mendapat perkembangan yang optimal
sebagai manusia.

Belajar merupakan proses dari perkembangan hidup manusia


dengan belajar manusia dapat berkembang. Semua aktivitas dan prestasi
hidup tidak lain adalah hasil belajar. Kita hidup dan bekerja menurut apa
yang telah kita pelajari. Belajar itu bukan sekedar pengalaman. Belajar
adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung
secara aktif dan integrative dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Menurut pengertian psikologis, belajar merupakan suatu proses


perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, perubahan
tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku.2 Hal ini
berarti bahwa perubahan perilaku yang terjadi pada diri kita merupakan
hasil dari belajar dan pengalammnya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.

Perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan secara lahir tetapi


juga perubahan secara batin, tidak hanya perubahan tingkah lakunya yang
nampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat diamati.
perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan yang negatif, tetapi juga
dapat perubahan yang positif yang menuju kearah kemajuan.

2 Widodo Supriono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 128.


4

Pembelajaran yang berhasil ditandai dengan antuasisme dan


semangat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. Faktor lain
yang mendukung proses pembelajaran adalah suasana belajar yang tidak
membosankan dan aktivitas yang membuat peserta didik senang serta tidak
merasa jenuh dalam belajar.

Kejenuhan merupakan suatu hal yang dialami oleh semua manusia,


tidak terkecuali pada peserta didik tingkat SMP yang sedang memasuki
tahap remaja, dan dipenuhi berbagai macam kegiatan, sehingga
berpengaruh terhadap aktivitas belajarnya. Menurut Pikunas menyatakan
bahwa fase perkembangan periode remaja merupakan perkembangan
masa strom dan setres, yaitu konflik dan krisis penyesuain dan perasaan
tersisihkan dari kehidupan sosial dan budaya orang dewasa.3

Kondisi ini kerapkali membuat remaja mengalami kejenuhan pada


peserta didik. Menurut Hakim mengatakan bahwa kejenuhan belajar
adalah suatu kondisi mental seseorang saat mengalami rasa bosan dan
lelah yang amat sangat sehingga mengakibatkan timbulnya rasa enggan,
lesu, tidak bersemangat melakukan aktivitas belajar.

Kejenuhan belajar adalah masalah yang banyak dialami oleh para


pelajar dimana akibat serius dari masalah tersebut adalah menurunnya
keinginan dalam belajar, timbulnya rasa malas yang berat, dan
menurunnya prestasi belajar.4 Kejenuhan (burnout) belajar adalah kondisi
seseorang yang mengalami kelelahan emosioan, fisik, kognitif dan
kehilangan motivasi saat aktivitas belajar.

Peserta didik yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-


akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada
kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil belajar ini pada umumnya tidak

3 Retnowati, Jurnal Bimbingan dan Konseling, Keefektivan Konseling Rational Emotive


Behaviour Untuk Menurunkan Kejenuhan Belajar Siswa SMP, ( Volume 1, Nomor 1, September
2018), h. 33.
4 Ibid, h. 33.
5

berlangsung selamanya, tetapi dalam rentan waktu tertentu saja. Namun


tidak sedikit peserta didik yang mengalami rentan waktu yang membawa
kejenuhan belajar itu berkali-kali dalam satu periode belajar tertentu.

Akibat yang ditimbulkan karena peserta didik alami kejenuhan


dalam belajar adalah menurunya nilai prestasi dalam belajar atau memiliki
prestasi yang rendah dalam belajar, membolos, tidak disiplin, malas untuk
belajar, pasif dikelas, ramai dikelas, sering meninggalkan kelas, kurangnya
motivasi, malas mengerjakan tugas, tidak mampu menjawab pertanyaan,
meski harus diakui, kejenuhan dapat dialami oleh siapa saja. Peserta didik
yang dianggap pintar dapat mengalaminya.

Melihat hal tersebut akan membuat potensi peserta didik tidak


dapat berkembang dengan baik. Sebagai individu, peserta didik memiliki
berbagai potensi yang dapat dikembangkan. Kenyataan yang dihadapi,
tidak semua peserta didik menyadari potensi yang dimiliki untuk
kemudian memahami dan mengembangkannya.

Adapun faktor penyebab kejenuhan belajar dapat dikategorikan


menjadi empat macam, yaitu:

a. Karena kecemasan peserta didik terhadap dampak negative yang


ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri.
b. Karena kecemasan peserta didik terhadap standar atau patokan
keberhasilan bidang-bidang studi tertentu yang dianggap terlalu
tinggi terutama ketika peserta didik tersebut sedang merasa bosan
mempelajari bidang-bidang studi.
c. Karena peserta didik berada ditengah-tengah situasi komperatif
yang ketat dan menuntut lebih banyak kerja intelek yang berat.
d. Karena peserta didik mempercayai konsep kerja akademik yang
optimum, sedangkan dia sendiri menilai belajarnya sendiri hanya
berdasarkan ketentuan yang ia buat sendiri (self imposed).5

5 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: rajawali Pers, 2011), h. 182-183.


6

Tidak semua peserta didik memiliki kemampuan untuk mengatasi


persoalan yang terkait dengan belajar. Seringkali kemampuan itu mesti
difasilitasi oleh guru pembimbing untuk dapat direalisasikan. Walaupun
mungkin peserta didik memiliki potensi yang baik, namun yang
bersangkutan kurang punya kemampuan untuk mengembangkannya,
sudah tentu hasil belajarnya kurang baik.

Hal diatas menunjukan bahwa kehadiran orang lain dalam hal ini
para guru dan guru pembimbing menjadi amat penting untuk membantu
mengembangkan potensi peserta didik dan dalam menghadapi masalah-
masalah yang berkait dengan belajar. Menyadari hal tersebut peserta didik
perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar dapat bertindak dengan tepat
sesuai dengan potensi yang ada pada diri peserta didik.

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia,


berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing
pelayanan ini berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan
memberikan dampak posisi sebesar-besarnya terhadap kelangsungan
perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang
menjadi faktor pelayanan yang dimaksud. Begitu pula dalam ranah
pendidikan pelayanan bimbingan dan konseling diberikan untuk
membantu dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan peserta didik.

Menyoroti tentang fenomena yang banyak dijumpai di sekolah-


sekolah saat ini adalah masih banyak peserta didik yang memiliki
kejenuhan belajar tinggi sebagaimana juga terjadi di SMPN 22 Bandar
Lampung.

Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru BK di SMPN


22 Bandar Lampung, guru bimbingan dan konseling belum pernah
mengadakan konseling kelompok untuk memecahkan permasalahan
7

kejenuhan belajar yang dialami oleh peserta didik. Menurut guru BK


terdapat kelas VIII yang memiliki kejenuhan belajar yang tinggi.

Peserta didik kelas VIII dikatakan memiliki kejenuhan belajar


tinggi dikarenakan peserta didik pada kelas tersebut kurangnya motivasi
untuk belajar, mudah merasakan lelah, prestasi belajar menurun, keadaan
kelas yang membuat tidak nyaman, tidak mendengarkan guru saat
menjelaskan materi.

Dari hasil wawancara tersebut, penulis melakukan observasi


tehadap peserta didik kelas VIII di SMPN 22 Bandar Lampung. Penulis
tidak hanya mengamati aktivitas peserta didik tetapi juga mengamati
lingkungan sekolah. Pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM)
berlangung, kondisi sekolah nampak sangat tenang dan ada kelas yang
didalamnya tidak terdapat guru, namun peserta didik tetap kondusif dan
mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru piket, meski tanpa
pengawasan oleh guru.

Di SMPN 22 Bandar Lampung masih banyak peserta didik yang


memiliki masalah kejenuhan belajar terutama pada peserta didik kelas VIII
. Hal ini didasarkan hasil wawancara dengan guru BK, dan penyebaran
angket kejenuhan belajar pada tgl 5 Maret 2019 berdasarkan hasil pra
penelitian didapat dokumentasi pada saat survey pra penelitian dengan
guru Bimbingan dan Konseling diperoleh data tentang keadaan peserta
didik yang mengalami kejenuhan belajar. Selain itu juga penulis
memberikan angket kepada peserta didik kelas VIII D dan Kelas VIII G.
Dari hasil angket yang diberikan menunjukan bahwa peserta didik yang
teridentifikasi memiliki kejenuhan belajar tinggi kelas VIII D dan VIII G,
data tersebut dijelaskan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1
8

Data Permasalahan Kejenuhan Belajar Peserta Didik Kelas


VIII G (Kelas Eksperimen) di SMPN 22 Bandar Lampung Tahun
Ajaran 2018/2019

Indikator
1 2 3 4 5
No Nam Sko Kriteri
a r a
1 EV √ √ √ √ √ 80 Tinggi
2 AFA √ √ √ √ √ 81 Tinggi
3 NMH √ √ √ √ √ 77 Tinggi
4 TOF √ √ √ √ √ 77 Tinggi
5 NAL √ √ √ √ √ 82 Tinggi
6 IP √ √ √ √ √ 77 Tinggi
Sumber: Data awal yang diperoleh dari penyebaran angket kejenuhan
belajar.

Berdasarkan data tabel diatas, keterangan indikator : (1) letih, (2)


semangat rendah, (3) prestasi makin menurun, (4) sering sakit kepala, (5)
merasa tidak nyaman. Peserta didik memiliki kejenuhan belajar tinggi
yaitu terdapat 6 peserta didik kelas VIII G di SMPN 22 Bandar Lampung
sebagai kelas eksperimen.

Tabel 2
9

Data Permasalahan Kejenuhan Belajar Peserta Dididk Kelas


VIII D (Kelas Kontrol) di SMPN 22 Bandar Lampung Tahun Ajaran
2018/2019.

Indikator
1 2 3 4 5
No Nam Sko Kriteri
a r a
1 IMP √ √ √ √ √ 79 Tinggi
2 JWP √ √ √ √ √ 79 Tinggi
3 GNC √ √ √ √ √ 83 Tinggi
4 SHR √ √ √ √ √ 81 Tinggi
5 DA √ √ √ √ √ 79 Tinggi
6 ANP √ √ √ √ √ 82 Tinggi
Sumber : data awal yang diperoleh dari penyebaran angket kejenuhan
belajar.

Berdasarkan data tabel diatas, keterangan indikator : (1) letih, (2)


semangat rendah, (3) prestasi makin menuru, (4) sering sakit kepala, (5)
merasa tidak nyaman. Peserta didik memiliki kejenuhan belajar tinggi
yaitu terdapat 6 peserta didik yang memiliki kejenuhan belajar tinggi kelas
VIII D di SMPN 22 Bandar Lampung sebagai kelas kelas kontrol. Berikut
penulis paparkan presentase perolehan data secara keseluruhan yang
penulis dapatkan ketika melakukan pra penelitian kelas VIII D dan kelas
VIII G di SMPN 22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019.

Tabel 3
10

Presentase Peserta Didik Yang Mengalami Kejenuhan Belajar Tinggi


Berdasarkan Kategorinya.

Kategori Rentang ∑ Presentase


Tinggi 76-100 12 20%
Sedang 51-75 24 40%
Rendah 25-50 24 40%
Jumlah 60 100%
Sumber : data hasil keseluruhan penyebaran angket kejenuhan belajar.

Individu yang mengalamai kejenuhan belajar cenderung


menunjukan perilaku yang tidak tepat seperti malas belajar akibat
kurangnya motivasi untuk belajar, sering tidur didalam kelas, sering
merasakan ngantuk saat proses belajar, banyaknya hafalan materi pelajaran
yang membuatnya merasa pusing, rendahnya hasil nilai ulangan, dan
keadaan kelas yang tidak kondusif membuat belajar tidak nyaman.
Perilaku ini merupakan bentuk dari penarikan diri secara psikologis dalam
merespon setres yang berlebihan dan berkepanjangan. Kejenuhan belajar
terjadi karena adanya irasionalitas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menghadapi


suatu permasalahan peserta didik di sekolah, guru bimbingan dan
konseling harus mampu menguasai wawasan dan landasan pendidikan dan
salah satunya juga harus bisa mengembangkan program bimbingan dan
konseling. Oleh sebab itu guru bimbingan dan konseling dapat
menggunakan pendekatan atau layanan-layanan yang terdapat dalam
program bimbingan dan konseling, salah satunya yaitu layanan konseling
kelompok.

Konseling kelompok adalah layanan konseling yang diberikan


kepada sejumlah peserta didik atau konseli dalam suasana kelompok
dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk saling belajar dari
11

pengalaman para anggotanya sehingga peserta didik atau konseli dapat


mengatasi permasalahanya.6

Modelling (penokohan) merupakan salah satu teknik dalam


pendekatan behavioral (Behavioral Therapy). Pendekatan behavior
didasari oleh hasil eksperimen yang melakukan investigasi tentang prinsip-
prinsip tingkah laku manusia. Ekperimen tersebut menghasilkan teknik-
teknik spesifik dalam pendekatan ini yang dipelopori oleh beberapa tokoh
behaviorisme yang melahirkan teknik-teknik konseling antara lain: Skiner,
Watson, Pavlov dan Bandura.

Pendekatan tingkah laku atau behavioral menekankan pada


dimensi kognitif individu yang menawarkan berbagai metode yang
berorientasi pada tindakan (action orientad) untuk membantu mengambil
tingkah laku yang jelas dalam mengubah tingkah laku dapat dipelajari,
tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia
memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk. Tepat atau salah.
Selain itu manusia dipandang sebagai individu yang mampu melakukan
refleksi atau tingkah lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol
perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi
perilaku orang lain.7

Teknik modelling (penokohan) adalah istilah yang menunjukan


terjadinya proses belajar melalui pengamatan (observational learning)
terhadap orang lain dan perubahan terjadi melalui peniruan. Peniruan
(imitation) menunjukan bahwa perilaku orang lain yang diamati, yang
ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan diamati.
proses belajar melalui pengamatan menunjukan bahwa terjadinya proses
belajar setelah mengamati perilaku orang lain.8
6 Amdani Sarjun, Panduan Operasional Penyelenggara Bimbingan dan Konseling
Sekolah Menengah Atas, (Jakarta, 2016), h. 49.
7 Gantina Komalasari, Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta Barat :
Indeks Penerbit, 2011), h. 141.
8 Gantina Komalasari, Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta Barat: Indeks
Penerbit, 2011), h. 176.
12

Modelling merupakan salah satu teknik dalam membantu individu


untuk mempelajari perilaku tertentu. Modelling ialah belajar melalui
observasi dengan menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang
teramati, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses
kognitif. Dalam kehidupan sehari-hari banyak perilaku individu terbentuk
sebagai hasil dari peniruan dari model atau contoh.9

Dalam islam, terdapat ayat mengenai penokohan (modelling) atau


suri tauladan, berada dalam surah Al-Ahzab ayat 21:
‫اح أكمسلوُةة لحلسنلةة لحلممن لكاَلن يلمركجوُ ا‬
‫ال لوامليِلموُلم املحخلر لولذلكلر‬ ‫للقلمد لكاَلن للككمم حفيِ لركسوُحل ا‬

‫ا‬
‫ال لكحثيِررا‬

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasululloh itu suri


tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengaharap (rahmat)
Allah dan (keteladanan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.10
Dari ayat tersebut menjelaskan suatu pendidikan dengan
keteladanan berarti pendidikan dilakukan dengan cara memberi contoh dan
mencontoh atau meniru baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir dan
sebagainya.

Konseling kelompok behavior dengan teknik modelling adalah


penokohan (modelling), peniruan (imitation), dan belajar melalui
pengamatan (observational learning) terhadap orang lain dan perubahan
yang terjadi melalui peniruan. Peniruan (imitation) menunjukan bahwa
perilaku orang lain yang diamati. Proses belajar melalui pengamatan
menunjukan terjadinya proses belajar setelah mengamati perilaku orang
lain.11

Dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik akan cenderung


cepat bosan menerima pelajaran karna hati dan fikirannya teralihkan oleh

9 Tri Susanti, Jurnal Ilmiah, Efektivitas Teknik Modeling Untuk Meningkatkan Empati
Mahasiswa Prodi BK Universitas Ahmad Dahlan, (Volume 1, Nomor 2, Desember 2015), h. 191.
10 Al-Qur’an dan Terjemahan, Surah Al-Ahzab: 21.
11 Ibid, h. 176.
13

sesuatu yang menarik. Guru hanya mampu mengarahkan agar anak


tumbuh minat belajarnya. Tapi tanpa disadari saat peserta didik termotivasi
oleh model yang tepat maka tanpa disuruhpun peserta didik akan meniru,
mengajar bahkan melampui model yang ditirunya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik


melakukan penelitian apakah dengan layanan konseling kelompok
behavior dengan teknik modelling dapat mengurangi kejenuhan belajar
peserta didik. Sehingga penulis mengangkat tema yang berjudul
“Efektivitas Konseling Kelompok Behavior Dengan Teknik Modelling
Untuk Mengurangi Kejenuhan Belajar Peserta Didik Kelas VIII Di SMPN
22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019.”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasikan sejumlah masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Terdapat 12 peserta didik kelas VIII yang memiliki kejenuhan
belajar tinggi.
2. Layanan konseling kelompok yang belum efektif dalam mengatasi
masalah kejenuhan belajar peserta didik.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang timbul, maka perlu adanya
batasan masalah. Hal ini disesuaikan dengan judul penelitian yang akan
diteliti, agar apa yang hendak dicapai dalam penilitian ini dapat terarah
dengan baik. Maka dalam hal ini penulis membatasi masalah pada
efektivitas konseling kelompok behavior dengan teknik modelling untuk
mengurangi kejenuhan belajar peserta didik kelas VIII di SMPN 22
Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis dapat
merumuskan masalah yang dapat menjadi kajian penelitian, yaitu “Apakah
Konseling Kelompok Behavior Dengan Teknik Modelling efektif untuk
Mengurangi kejenuhan Belajar Peserta Didik kelas VIII di SMPN 22
Bandar Lampung?”.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
14

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah


untuk mengetahui Efektivitas Konseling Kelompok Behaviour Dengan
Teknik Modelling Untuk Mengurangi Kejenuhan Belajar Peserta Didik
Kelas VIII di SMPN 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Ruang Lingkup Ilmu
Penelitian ini masuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan
konseling.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Efektivitas Konseling Kelompok
Behaviour Dengan Teknik Modelling Untuk Mengurangi
Kejenuhan Belajar Peserta Didik Kelas VIII di SMPN 22 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMPN
22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019.
4. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini adalah SMPN 22 Bandar Lampung.

BAB II

LANDASAN TEORI
15

A. Konseling Kelompok
1. Pengertian Konseling Kelompok
Pengertian konseling kelompok secara umum adalah pemberi
bantuan kepada sekelompok peserta didik baik yang sudah ditentukan
jumlahnya maupun yang sudah terbentuk apa adanya. Konseling
kelompok menurut Sukardi adalah suatu teknik pelayanan konseling
yang diberikan oleh pembimbing kepada sekelompok peserta didik
dengan tujuan membantu seseorang atau sekelompok peserta didik yang
menghadapi masalah-masalah belajarnya dengan menempatkan dirinya
di dalam suatu kehidupan atau kegiatan kelompok yang sesuai.12
Menurut Winkel, konseling kelompok adalah proses pemberian
bantuan kepada orang lain dalam memahami dirinya dan ligkungannya
yang mempunyai tujuan ingin dicapai bersama, berinteraksi, dan
berkomunikasi secara intensif satu sama lain pada waktu berkumpul,
saling tergantung pada proses kerja sama, dan mendapatkan keputusan
pribadi diri interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang bergabung
dalam suatu satuan.13
Berdasarkan dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengertian konseling kelompok adalah konseling yang memungkinkan
sejumlah peserta didik bersama-sama melalui dinamika kelompok
memperoleh berbagai bahan dari narasumber (terutama guru
pembimbing) dan atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan
tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dalam
15
kehidupannya sehari-hari untuk perkembangan dirinya baik sebagai
individu maupun sebagai pelajar dalam mempertimbangkan segala
keputusan atau tindakan tertentu.
2. Kelebihan Konseling Kelompok
Sebagai suatu sistem pemberian bantuan, konseling kelompok
memiliki kelebihan, yaitu sebagai berikut :
1. Epsiensi, dibandingkan dengan strategi bantuan yang bersifat
individual, konseling kelompok lebih episien karena dalam waktu
yang ociale sama konselor dapat memberikan layanan bantuan
kepada sejumlah individu.
12 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 68.
13 Winkel WS Hastuti, Bimbingan Dan Konseling Di Institute Pendidikan (Yogyakarta:
Media Abadi, 2006), h. 548.
16

2. Keragaman sumber dan sudut pandang, dalam suasana


kelompok,sumber bantuan tidak hanya dari konselor dengan sudut
pandang yang tersendiri, tetapi juga dari sejumlah individu atau
konseli sebagai angota kelompok dengan sudut pandang yang lebih
kaya.
3. Pengalaman kebersamaan, individu tidak akan merasa bahwa
hanya dirinya yang mengalami permasalahan tertentu dalam
kehidupannya, dia akan menjadi sadar bahwa orang lainpun
mengalami permasalahan walaupun sedikit berbeda.
4. Rasa saling memiliki, dalam suasana kelompok yang kohesif,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, menerima dan diterima,
menghargai dan dihargai akan tumbuh dan dirasakan langsung oleh
masing-masing anggota kelompok.
5. Praktek keterampilan, individu mendapatkan tempat untuk
memperaktekan tingkah laku baru, melakukan percobaan dan
mendapat dukungan sosio emosional sebelum dipraktekan
langsung dalam konteks kehidupan nyata diluar kelompok.
6. Balikan, dalam setiap suasana interkasi kelompok, individu akan
mendapatkan kesempatan untuk menerima dan memberikan
balikan dari apa yang telah dilakukan atau diupayakannya
(melakukan aktivitas yang diterima serta meninggalkan sikap dan
perbuatan yang ditolak oleh orang lain).
7. Belajar menemukan makna, dalam suasana kelompok, individu
tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri, dia juga mendengar,
melihat, dan merasakan bagaimana perasaan orang lain dalam
menghadapi suatu permasalahan hidup.
8. Kenyataan hidup, dalam hal-hal tertentu, suasana kelompok bukan
hanya mencerminkan suasana kehidupan masyarakat, melainkan
kehidupan kenyataan sosial yang sebenarnya.
9. Komitmen terhadap norma, kelompok dapat menekan bahkan
memaksa individu atau anggotanya untuk menghormati aturan-
aturan yang berlaku pada kelompoknya.14
3. Manfaat dan Keuntungan Konseling Kelompok
14 Ibid, h. 25-26.
17

Konselor sebagai pemimpin kelompok perlu memperhatikan hak


dan kewajiban konseli sebagai angota kelompoknya, yaitu sebagai
berikut :
a. Mampu memperluas populasi layanan
b. Menghemat waktu pelaksanaan
c. Mengajarkan individu untuk selalu komitmen pada aturan
d. Mengajarkan individu untuk selalu komitmen pada aturan
e. Terbuka terhadap perbedaan dan persamaan dirinya dengan orang
lain.15

Sedangkan keuntungan konseling kelompok, menurut Jacobs,


Harvill & Masson, adalah sebagai berikut :

a. Perasaan membagi bersama


b. Rasa memiliki
c. Kesempatan untuk berpraktek dengan orang lain
d. Kesempatan untuk menerima berbagai umpan balik
e. Belajar seolah-olah mengalami berdasarkan kepedulian orang lain
f. Pikiran untuk menghadapi kenyataan hidup
g. Dorongan teman guna memelihara komitmen.
4. Tujuan Konseling Kelompok
Secara umum tujuan layanan konseling kelompok adalah
berkembangnya kemampuan sosialisasi peserta didik, khususnya
kemampuan berkomunikasi. Melalui layanan konseling kelompok, hal-
hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan
komunikasi peserta didik diungkap dan didinamikan melalui berbagai
teknik, sehingga kemampuan sosialisasi dan berkomunikasi peserta
didik berkembang. Secara optimal. Melalui layanan konseling
kelompok juga dapat dientaskan masalah konseli (peserta didik) dengan
memanfaatkan dinamika kolompok.16
Selanjutnya menurut Prayitno secara khusus yaitu fokus layanan
konseling kelompok adalah masalah pribadi individu peserta layanan,
maka layanan konseling kelompok yang intensif dalam upaya

15 Ibid, h. 27.
16 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 180.
18

pemecahan masalah tersebut, para peserta memperoleh dua tujuan


sekaligus, yaitu:
a. Terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawancara dan
bersosialisasi dan komunikasi.
b. Terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diporelehnya
pemecahan masalah tersebut bagi individu lain yang menjadi
peserta layanan.
5. Asas-Asas Konseling Kelompok
Dalam konseling kelompok terdapat sejumlah asas-asas yang harus
diperhatikan, asas tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Asas Kerahasiaan.
Asas kerahasiaan merupakan peranan penting dalam
melaksanakan konseling kelompok Karena masalah yang dibahas
dalam konseling kelompok bersifat pribadi atau rahasia, sehingga
anggota kelompok diharapkan bersedia menjaga semua
pembicaraan dan tindakan apapun yang ada dalam kegiatan
konseling kelompok.
b. Asas keterbukaan.
Asas keterbukaan dalam konseling kelompok sangat
diperlukan, karena apabila antar anggota kelompok tidak terbuka
maka akan sulit memahami permasalahan yang ada serta muncul
keraguan dan kehawatiran.
c. Asas kesukarelaan.
Asas kesukarelaan dalam kegiatan konseling kelompok
berlangsung atas dasar sukarela baik dalam kehadiran,
penyampaian pendapat, serta tanggapan dari anggota kelompok
bersifat suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun terpaksa.
d. Asas kenormatifan.
Dalam kegiatan konseling kelompok, setiap anggota harus
mampu mengahargai pendapat orang lain, jika ada yang ingin
mengeluarkan pendapat maka anggota yang lain harus
memperhatikan terlebih dahulu dalam hal ini pelayanan konseling
kelompok sesuai dengan norma yang berlaku.
e. Asas kegiatan.
19

Hasil layanan konseling kelompok tidak akan berarti apabila


anggota kelompok tidak melakukan kegiatan dalam mencapai
tujuan-tujuan konseling.
f. Asas kekinian.
Masalah yang dibahas dalam konseling kelompok
hendaknya masalah yang bersifat sekarang atau masalah yang saat
ini sedang dialami yang membutuhkan penyelesaian segera, bukan
masalah lampau atau masalah yang mungkin dialami di masa akan
datang.17
6. Proses Pemberian Bantuan Melalui Konseling Kelompok
Berdasarkan beberapa kemungkinan dan pertimbangan proses
konseling, maka proses pemberian bantuan melalui konseling kelompok
memenuhi 4 langkah utama, yaitu sebagai berikut :
a. Pembukaan, (pembentukan kelompok), merupakan tahap yang
paling kritikal, artinya keberhasilan pada tahap pembukaan akan
menentukan tahap penanganan dan tahap penutupan kelompok,
bahkan akan menentukan tercapai tidaknya tujuan konseling dan
atau konseling kelompok.
b. Penanganan (tahap inti), tahap penanganan (working) merupakan
kegiatan inti, karena terkait langsung dengan upaya-upaya
perubahan sikap dan tingkah laku tertentu yang diperlukan untuk
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tahap pembentukan.
c. Penutupan, jika konselor sudah melihat adanya indikator yang
cukup jelas mengenai keberhasilan tahap penanganan terutama
pemahaman anggota terhadap masalah atau topik tertentu, atau
berupa perubahan sikap dan tingkah laku anggota dalam hal
tertentu, maka tahap pengakhiran atau penutupan harus dilakukan
dengan tujuan dan kegiatan.
d. Tindak lanjut, kegiatan ini bertujuan untuk melihat dan memonitor
perubahan tingkah laku yang ditunjukan oleh siswa yang telah
dibantu melalui teknik kelompok, juga untuk memberikan bantuan

17 Hartono Soemardji, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,


2012), h. 39-43.
20

lain yang dipandang perlu bagi peningkatan dan pengembangan


potensi siswa.18
7. Proses Pelaksanaan Konseling Kelompok
Konseling kelompok sebagai salah satu jenis layanan bimbingan
dan konseling dalam pelaksanaannya melalui berbagai tahapan, tahapan
tidak dimaksudkan untuk memberikan kesan bahwa dalam kegiatan
konseling kelompok terdapat berbagai kegiatan yang berdiri sendiri,
semua tahapan dalam konseling kelompok menjadi satu kesatuan, yaitu
antara satu kegiatan denagn kegiatan yang lain merupakan kegiatan
yang utuh dan dalam praktiknya tidak dibatasi oleh jeda waktu.
Suatu kelompok yang suskes dihasilkan dari hasil perencanaan
yang cermat dan terperinci. Perencanaan meliputi tujuan, dasar
pembentukan kelompok, dan kelompok yang menjadi anggota, lama
waktu, frekuensi lama waktu pertemuan, struktur dan format kelompok,
metode, prosedur, dan evaluasi.
8. Ciri-Ciri Ketua Kelompok Yang Relevan
Seorang yang berperan penting dalam kelompok adalah ketua
kelompok, adapun ciri-cirinya sebagai berikut : a) Mempunyai
kemahiran berkomunikasi yang baik, b) Bersikap terbuka, c) Ikhlas, d)
Ramah, e) Tidak mudah untuk menilai, f) Tenang, g) Mengenalkan
sikap penerimaan, h) Tidak mudah menolak pendapat orang lain, i)
Mudah menerima pendapat dari anggota lain, j) Bersedia menerima
teguran dari ahli.
9. Keterampilan Yang Perlu Dikuasai Ketua Kelompok
Menurut Corey, seorang ketua kelompok harus mempunyai
keterampilan dalam menjadi ketua kelompok, antara lain : a)
Mendengar, b) Dorongan minimum, c) Prafarsa, d) Membuat
penjelasan, e) Pertanyaan terbuka dan tertutup, f) Memberi fokus dan
menyatukan ide, g) Penafsiran atau interprestasi, h) Konfrontasi, i)
Menghalangi atau blocking, j) Merumuskan, k) Mengakhiri.19
10. Sikap Yang Harus Dimiliki Konselor Konseling Kelompok

18 Ngurah Adhiputra, Konseling Kelompok Teori Dan Aplikasi,( Yogyakarta : Media


Akademi, 2015), h. 25-29.
19 Salleh, Zuria Mahmud, Saleh Amat, Bimbingan dan Konseling Sekolah, (Kuala
Lumpur, Malaysia : Watan SDN, BHD, 2006), h. 132-145.
21

Konselor konseling kelompok harus menguasai dan


mengembangkan kemampuan (keterampilan) dan sikap yang memadai
terselenggaranya konseling kelompok secara efektiv. Keterampilan dan
sikap yang harus dimiliki konselor konseling kelompok yaitu :
a. Kehendak dan usaha untuk mengenal dan mempelajari dinamika
kelompok, fungsi-fungsi pemimpin kelompok dan hubungan antar
individu dalam kelompok.
b. Kesediaan menerima orang lain tanpa syarat.
c. Kehendak untuk dapat didekati dan membantu tumbuhnya
interaksi antara anggota kelompok.
d. Kesediaan menerima berbagai pandangan dan sikap yang
berbeda.
e. Pemusatan perhatian terhadap suasana, perasaan dan sikap
seluruh anggota dan pemimpin itu sendiri.
f. Pembentukan dan pemeliharaan hubungan antara anggota
kelompok.
g. Pengarahan yang konsisten demi tercapainya tujuan bersama yang
telah ditetapkan.
h. Keyakinan akan manfaat proses dinamika sebagai wahana untuk
membantu para anggota kelompok.
i. Rasa humor, rasa bahagia, dan rasa puas, baik yang dialami oleh
pemimpin kelompok maupun oleh para anggotanya.20

B. Teknik Modelling (Penokohan)


1. Pengertian Teknik Modeling
Modelling berakar dari teori Albert Bandura dengan teori belajar
sosial. Penggunaan teknik modelling (penokohan) telah dimulai pada
akhir tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, tokoh
imajinasi (imajiner), peniruan (imitation), dan belajar melalui
pengamatan (observation learning). Penokohan istilah yang
menunjukan terjadinya proses belajar melalui pengamatan

20 Ngurah Adhiputra, Op. Cit, h. 30-31.


22

(observational learning) terhadap orang lain dan perubahan terjadi


melalui peniruan.
Peniruan (imitation) menunjukan bahwa perilaku orang lain yang
diamati, ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan
diamati. proses belajar melalui pengamatan menunjukan terjadinya
proses belajar setelah mengamati perilaku orang lain.21
2. Dasar Teori Modelling
Modelling berakar dari teori Albert Bandura dengan teori belajar
sosial. Penggunaan teknik modelling (penokohan) telah dimulai pada
akhir tahun 50-an, meliputi tokoh nyata, tokoh melalui film, tokoh
imajinasi (imajiner), peniruan (imitation), dan belajar melalui
pengamatan (observation learning). Penokohan istilah yang
menunjukan terjadinya proses belajar melalui pengamatan
(observational learning) terhadap orang lain dan perubahan terjadi
melalui peniruan.
Peniruan (imitation) menunjukan bahwa perilaku orang lain yang
diamati, ditiru, lebih merupakan peniruan terhadap apa yang dilihat dan
diamati. proses belajar melalui pengamatan menunjukan terjadinya
proses belajar setelah mengamati perilaku orang lain.22
Menurut Alwisol, teknik modelling bukan sekedar menirukan atau
mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi
modelling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku
yang teramati, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus dan
melibatkan proses kognitif.
Menurut Corey, dalam percontohan individu mengamati seseorang
model kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model.
Titik perhatian bagi konseli dapat mencontoh tingkah laku yang ada di
dalam diri model sebagai perubahan perilaku.23
Penokohan (modelling) adalah istilah yang menjukan terjadinya
proses belajar melalui pengamatan (observational learning) terhadap

21 Gantina Komalasari dkk, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT indeks, 2016), h.
176.
22 Ibid, h. 176.
23 Sofwan Adiputra, Penggunaan Teknik Modeling Terhadap Perencanaa Karir Siswa,
(Volume 1 No. 1, Januari 2015), h. 51.
23

orang lain dan perubahan terjadi melalui peniruan. Peniruan (imitation)


menunjukan bahwa perilaku orang lain yang diamati. proses belajar
melalui pengamatan menunjukan terjadinya proses belajar setelah
mengamati perilaku pada orang lain.24
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan modeling
terjadi dari proses belajar yang melalui pengamatan terhadap orang lain
dan perubahan terjadi melalui peniruan, bukan hanya sekedar meniru
tetapi juga melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku.
3. Tujuan Modelling
Tujuan digunakan teknik ini beberapa diantaranya yaitu :
a. Membantu individu mengatasi fobia, penderita ketergantungan atau
kecanduan obat-obatan atau alkohol.
b. Membantu mengahadapi penderita gangguan kepribadian yang
berat seperti psikosis.
c. Untuk perolehan tingkah laku sosial yang lebih adaptif.
d. Agar konseli bisa belajar sendiri menunjukan perbuatan yang
dikehendaki tanpa harus belajar lewat trial and error.
e. Membantu konseli untuk merespon hal-hal baru.
f. Melakasanakan tekun respon-respon yang semula terhambat atau
terhalang.
g. Mengurangi respon-respon yang tidak layak.25
4. Manfaat Modelling
Manfaat dari teknik modelling antara lain :
a. Agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
b. Memberikan pengalaman belajar yang bisa dicontoh oleh konseli.
c. Menghapus belajar yang tidak adaptif.
d. Memperoleh tingkah laku yang lebih efektif.
e. Mengatasi gangguan-gangguan keterampilan sosial, gangguan
reaksi emosional dan pengendalian diri.26
5. Macam-Macam Modelling
Modelling merupakan belajar melalui obseravsi dengan
menambahkan atau mengurangi tingkah laku yang teramati sekaligus
melibatkan proses kognitif. Terdapat beberapa tipe modeling :

24 Gantina Komalasari, Op Cit, h. 176.


25 Ayu Sri Jurniasih, et. al. Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Modeling
Untuk Meningkatkan Emotional Intelligence Siswa Pada Kelas X API SMK Negeri 1 Seririt
Kabuptaen Buleleng.
26 Ibid. h.
24

a. Penokohan nyata (life model) seperti: terapis, guru, anggota


keluarga atau tokoh yang dikagumi dijadikan model oleh konseli.
b. Penokohan simbolik (symbolic model) seperti: tokoh yang dilihat
melalui film, video atau media lain.
c. Penokohan ganda (multiple model) seperti: terjadi dalam kelompok,
seorang anggota mengubah sikap dan mempelajari sikap baru
setelah mengamati anggota lain bersikap.27
6. Prinsip-Prinsip Modelling
Ada beberapa prinsip modelling, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Belajar bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan bisa tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut
konsekuensinya.
b. Kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan
mencontoh tingkah laku model yang ada.
c. Reaksi-reaksi emosional yang terganggu bisa dihapus dengan
mengamati orang lain yang mendektai obyek atau situasi yang
ditakuti tanpa mengalami akibat menakutkan dengan tindakan yang
dilakukannya.
d. Pengenalan diri dipelajari melalui pengamatan atas model yang
dikenai hukuman.
e. Status kehormatan model sangat berarti.
f. Individu mengamati seorang model dan dikuatkan untuk
mencontoh tingkah laku model.
g. Modelling dapat dilakukan dengan model simbol melalui film dan
alat visual lain.
h. Pada konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas
meniru perilaku pemimpin kelompok atau peserta lain.
i. Prosedur modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar
modifikasi perilaku.28
7. Langkah-Langkah Dalam Teknik Modelling
Ada beberapa langkah yang dilaksanakan dalam proses modelling
diantaranya adalah:
a. Menetapkan bentuk penokohan (live model. Symbolic model,
multiple model).

27 Gantina Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT indeks, 2016), h. 178.
28 Ibid, h. 178.
25

b. Pada live model, pilih model yang bersahabat atau teman sebaya
konseli yang memiliki kesamaan seperti: usia, status ekonomi, dan
penampilan fisik. Hal ini penting terutama bagi anak-anak.
c. Bila mungkin gunakan lebih dari satu model.
d. Kompleksitas perilaku yang dimodelkan harus sesuai dengan
tingkat perilaku konseli.
e. Kombinasikan modeling dengan aturan, instruksi, behavioral
rehersal, dan penguatan.
f. Pada saat konseli memperhatikan penampilan tokoh berikan
penguatan alamiah.
g. Bila mungkin buat desain pelatihan untuk konseli menirukan model
secara tepat, sehingga akan mengarahkan konseli pada peguatan
alamiah, bila tidak maka buat perencanaan pemberian penguatan
untuk setiap peniruan tingkah laku yang tepat.
h. Bila perilaku bersifat komples, maka episode modeling dilakukan
mulai dari yang paling mudah ke yang lebih sukar.
i. Skenario modelling harus dibuat realistik.
j. Melakukan pemodelan dimana tokoh menunjukan perilaku yang
menimbulkan rasa takut bagi konseli (dengan sikap manis,
perhatian, bahasa yang lembut dan perilaku yang menyenangkan
konseli).29
8. Proses Penting Modelling
Menurut Bandura, orang dapat mempelajari respon baru melalui
pemodelan dengan cara mengobservasi baik secara langsung maupun
tidak langsung sehingga membentuk tingkah laku baru. Orang dapat
memperoleh tingkah laku baru dengan mengamati model secara
langsung atau melalui simbol seperti film, audio visual. Pada saat
melakukan pemodelan diawali dengan observasi terhadap model yang
dipilihnya. Hasil dari kita melakukan observasi dapat berupa kata-kata,
sikap dan tingkah laku dari model.
a. Perhatian, harus fokus pada model. Proses ini dipengaruhi
asosiasi pengamat dengan model, sifat model yang atraktif, arti
penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.

29 Ibid, h. 179.
26

b. Representasi, yaitu tingkah laku yang akan ditiru harus


disimbolisasi dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun
gambar dan imajinasi. Verbal memungkinkan orang mengevaluasi
secara verbal tingkah laku yang diamati, mana yang dibuang dan
mana yang dicoba lakukan. Imajinasi memungkinkan dilakukan
latihan simbolik dalam pikiran.
c. Peniruan tingkah laku model, yaitu bagaimana melakukanya? Apa
yang harus dikerjakan? Apakah sudah benar? Hasil lebih pada
pencapaian tujuan belajar dan efikasi pembelajar.
d. Motivasi dan penguatan, Motivasi tinggi untuk melakukan
tingkah laku model memmbuat belajar menajdi efektif. Imitasi
lebih kuat pada tingkah laku yang diberi penguatan daripada
hukum.30
9. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penerapan Penokohan
Modelling
a. Ciri model seperti usia, status sosial, jenis kelamin, keramahan,
dan kemampuan, penting dalam meningkatkan imitasi.
b. Anak lebih senang meniru model seusianya daripada model
dewasa.
c. Anak cenderung meniru model yang standar prsetasinya dalam
jangkaunnya.
d. Anak cenderung mengimitasi orangtuanya yang hangat dan
terbuka.31
10. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Modelling
Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan teknik modelling :
a. Kelebihan
a) Konseli bisa mengamati secara langsung seseorang yang
dijadikan model baik dalam bentuk live model ataupun
symbolic model.
b) Mudah memahami perilaku yang diubah.
c) Dapat didemosntrasikan.
d) Adanya penekanan perhatian pada perilaku positif.
b. Kekurangan
a) Keberhasilan teknik modeling tergantung pada persepsi
konseli terhadap model. Jika konseli tidak menaruh

30 Ibid, h. 177.
31 Ibid, h. 177.
27

kepercayaan pada model, maka konseli akan kurang


mencontoh tingkah laku model tersebut.
b) Jika model kurang bisa memerankan tingkah laku yang
diharapkan, maka tujuan tingkah laku yang didapat konseli
bisa jadi kurang tepat.32

C. Konseling Behavior
1. Pengertian Konseling Behavior
Behavior merupakan aliran psikologis yang didirikan oleh John B.
Watson pada tahun 1913. Sama halnya dengan aliran Psikoanalisis,
aliran Behavior juga merupakan aliran yang revolusioner, kuat dan
berpengaruh serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Sejumlah
filosuf dan ilmuwan sebelum Watson, dalam satu dan lain bentuk telah
mengajukan gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari
manusia berdasarkan pandangan yang mekanistis dan matearilistis,
suatu pendekatan yang menjadi ciri utama behavior. Seorang
diantaranya adalah Ivan Pavlov (1849-1936) seorang ahli psikologi
Rusia.33
Model konseling Behavior dikembangkan berdasarkan penelitian
eksperimen mengenai teori belajar. Sejumlah teori belajar yang
termasuk kedalam teori behavior adalah teori koneksionisme dari
Thorndike, Teori Klasikal Kondisioning dari Ivan Pavlov dan Operan
Kondisioning dari Skinner.
Teori koneksionisme mendominasi dunia psikologi belajar di
Amerika Serikat. Pada masa dewasa ini pengaruh teori ini agak mundur
karena terdesak aliran lain, namun pengaruhnya dalam praktek
pengajaran masih tetap sangat terasa. Menurut teori ini belajar pada
hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip
yang sama dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi (bond
conection) antara kesan panca indera (sense impression) dengan

32 Kadek Pigura Wiladantika, Penerpaan Konseling Behavioral Dengan Teknik


Modeling Untuk Meminimallisir Perilaku Agresif Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2
Singaraja.
33 Taufik, Pendekatan Dalam Konseling, (Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Padang,
2016), h. 187.
28

kecenderungan untuk bertindak (impulse action). Proses belajar tersebut


oleh Thorndike disifatkan sebagai “learning by selecting and
connecting” atau secara popular disebut dengan trial and error learning
yang berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
2. Tujuan Konseling Behavior
Tujuan konseling Behavior adalah menciptakan kondisi-kondisi
baru bagi proses belajar. Dasarnya adalah semua tingkah laku adalah
dipelajari, termasuk tingkah laku yang salah suai. Jika tingkah laku
neurotic dipelajari, maka ia juga dapat dihapus dari ingatan dan tingkah
laku yang efektif dapat dikuasai. Konseling tingkah laku yang salah
suai dan pemberian pengalaman belajar yang didalamnya terdapat
respon-respon yang layak belum dipelajari.34
Skinner sebagai pecentus gagasan pengkondisian operan
mengembangkan prinsip-prisnip penguatan (reinforcement) yang
digunakan untuk memperoleh pola-pola tingkah laku tertentu yang
dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian penguatan positif
dapat memperkuat pembentukan tingkah laku, dan sebaliknya
pemberian penguatan negative dapat memperlemah pembentukan
tingkah laku yang tidak diinginkan. Jadi tujuan konseling adalah agar
konseli dapat menguasi tingkah laku baru yang efektif dengan cara
menciptakan suatu kondisi-kondisi baru proses belajar dengan
menerapkan gagasan pengkondisian operan.
3. Langkah-Langkah Behavior
Rosjidan dalam Gantina menyatakan konseling behavior memiliki
empat langkah yaitu :
1. Melakukan asesmen (assessment)
Tahap ini bertujuan untuk menentukan apa yang dilakukan
peserta didik saat ini. Asesmen dilakukan aktivitas nyata, perasaan
dan pikiran peserta didik. Kafter dalam Gantina “mengatakan
terhadap tujuan informasi yang digali dalam asesmen, yaitu :
a. Analisis tingkah laku bermasalah yag dialami peserta didik saat ini.
Tingkah laku yang dianalisis adalah tingkah laku yang khusus.

34 Ibid, h. 194.
29

b. Analisis situasi yang didalamnya masalah peserta didik terjadi.


Analisis ini mencoba untuk mengidentifikasi peristiwa yang
mengalami tingkah laku dan mengikutinya (anteceden dan
consequence) sehubungan dengan masalah peserta didik.
c. Analisis motivational.
d. Analisis self-control, yaitu tingkaytan control dari peserta didik
terhadap tingkah laku bermasalah ditelusuri atas dasar bagaimana
control itu dilatih dan didasar kejadian-kejadian yang menentukan
keberhasilan self-control.
e. Analisis hubungan sosial, yaitu orang lain yang dekat dengan
kehidupan peserta didik diidentifikasi juga hubungannya orang
tersebut dengan peserta didik.
f. Analisis lingkungan fisik-sosial budaya. Dalam kegiatan
assessment kosnelor melakukan analisis ABC
A= antecedent (pecentus perilaku)
B= behavior ( perilaku yang dipermaslaahkan)
Tipe tingkah laku, frekuensi tingkah laku, durasi tingkah laku,
intensitas tingkah laku. data tingkah laku ini menjadi data awal
(baseline data) yang aka dibandingkan dengan data tingkah laku
setelah intervensi.
C=consequence (konsekuensi atau akibat perilaku tersebut)35
2. Menetapkan tujuan (Goal Setting)
Guru pembimbing dan peserta diidk menentukan tujuan
konseling sesuai dengan kesepakatan berasama berdasarkan
informais yang telah disusun dan dianalisis. Burks, et al. dalam
Gantini mengemukakan bahwa “fase goal setting disusun atas tiga
langkah yaitu, membantu peserta didik untuk memandang
masalahnya atas dasar tujuan-tujuan yang diidnginkan,
memeperhatikan tujuan peserta didik berdasarkan kemungkinan
hambatan-hambatan situasioanl tujuan belajar dan menyusun
tujuan menjadi susuan yang berurutan.36
3. Implementasi teknik (technique implementasi)
Setelah tujuan dirumuskan, guru bimbingan dan konseling
dan peserta didik menentukan strategi belajar yang terbaik untuk

35 Gantina Komalasari dkk, Teori Dan Teknik Konseling, (Jakarta: pt indeks, 2016), h.
36 Ibid, h.
30

membantu peserta didik untuk mencapai perubahan tingkah laku


yang diinginkan. Guru bimbingan dna kosneling dan peserta diidk
mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan
masalah yang dialami oleh peserta didik.
4. Evaluasi dan Pengakhiran (Evaluation-termination)
Evaluasi konseling behavior merupakan proses
berkesinambungan. Evaluasi dibuat atas dasar apa yang peserta
didik perbuat. Tingkah laku peserta didik digunakan sebagai dasar
untuk mengevaluasi evektivitas guru pembimbing dan efektivitas
tertentu dari teknik yang digunakan. Terminasi meliputi : menguji
apa yang peserta didik lakukan terkahir, eksplorasi kemungkinan
kebutuhan konseling tambahan, membantu peserta didik
mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ketingkah laku
peserta didik, memebri jalan untuk membantu secara terus menerus
tingkah laku peserta didik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konseling
behavior bertujuan untuk menentukan permasahan yang dilakukan
oleh peserta didik saat ini serta mencari informasi yang digali agar
peserta didik mampu menyelesaikan masalah dengan baik.
Sudah dijelaskan bahwa konseling behavior memiliki
bermacam-macam teknik berdasarkan teknik-teknik tersebut,
penulis memilih menggunakan teknik modeling untuk mengurnagi
kejenuhan belajar peserta didik. Behavior menenakankan pada
percontohan (modelling).
4. Deskripsi Proses Konseling Behavior
Proses konseling merupakan proses belajar, seseorang konselor
harus bisa membantu terjadinya proses belajarnya tersebut, dan
konselor aktif bertugas untuk :
a. Merumuskan masalah yang dialami konseli dan menetapkan
apakah konselor dapat membantu pemecahannya atau tidak.
b. Memegang sebagian besar bertaggung jawab atas kegiatan
konseling khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling
31

c. Mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-


hasilnya
5. Pandangan Behavior Terhadap Manusia
Rosjidan dalam Gantina menyatakan, “pendakatan behavioral
didasari oleh pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia yaitu
pendekatan sistematik dan terstruktur dalam konseling.” Pendekatan
behavior berpandangan bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari.
Proses belajar tingkah laku adalah melalui kematangan dan belajar.
Selanjutnya tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru.37
Menurut Behavioral Therapy, manusia adalah produk dan
produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini tidak
tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk
belaka dari pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang
memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah.
Pendekatan Behavioral berpandangan bahwa setiap perilaku dapat
dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas tingkah lakunya
sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan dapat
belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi ornag lain.
Manusia dipandang memilki potensi untuk memiliki potensi untuk
berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Manusia mampu
melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri, dapat mengatasi dan
mengontrol perilakunya dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat
mempengaruhi perilaku orang lain.
6. Teknik-Teknik Konseling Behavior
Dalam konseling behavioral terdiri dari dua jenis, yaitu teknik
untuk meningkatkan tingkah laku dan menurunkan tingkah laku. teknik
ini untuk meningkatkab tingkah antara lain :
a. Penguatan positif, adalah memberikan penguatan yang
menyenangkan setelah tingkah laku yang diinginkan ditampilkan
yang bertujuan agar tingkah laku yang diinginkan cenderung akan
diulang, meningkatkan dan menetap di masa akan datang.
b. Token economy, merupakan strategi menghindari pemberian
reinforcement secara langsung, token merupakan penghargaan yang
37 Gantina Komalasari dkk, Op. cit, h. 152.
32

dapat ditukar kemudian dengan berbagai barang yang diinginkan


oleh konseli.
c. Pembentukan tingkah laku (shaping), adalah membentuk tingkah
laku baru yang sebelumnya belum ditampilkan dnegan memberikan
reinforcement secara sistematik dan langsung setiap kali tingkah
laku ditampilkan.
d. Pembentukan kontrak (contingency contracting), adalah mengatur
kondisi sehingga konseli menampilkan tingkah laku yang
diinginkan berdasarkan kontrak antara konselor dan konseli.

Sedangkan teknik konseling untuk menurunkan tingkah laku anatra


lain:

a. Penokohan (modelling), merupakan belajar melalui observasi


dengan menambhakan atau mengurnagai tingkah laku yang
termatai, menggenalisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan
proses kognitif.
b. Penghapusan (extinction), adalah menghentikan reinforcement
pada tingkah laku yang sebelumnua diberi reinforcement.
c. Time out, merupakan teknik menyisishkan peluang individu untuk
mendapatkan penguatan kognitif.
d. Pemberian (flooding), adalah membanjiri konseli dengan situasi
atau penyebab kecemasan atau tingkah laku tidak dikehendaki.
Smapai kosneli sadar bahwa yang dicemaskan tidak terjadi.
e. Penjenuhan (satilation), adalah membuat dari jenuh terhadap suatu
tingkah laku, sehingga tidak lagi bersedia melakukannya.
f. Hukuman ( punishment), merupakan intervensi operant-
conditioning digunakan konselor untuk mengurangi tingkah laku
yang tidak diinginkan.
g. Terapi aversi (aversive therapy), merupakan teknik yang bertujuan
untuk meredakan gangguan-gangguan behaviour yang spesifik,
melibatkan pengasosiasian tingkah laku simsomatik dengan suatu
stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat kemunculannya.
33

h. Disensitiasi sistematis, dilakukan dengan menerapkan


pengkondisian klasik yaitu dengan melemahkan kekuatan stimulus
penghasil kecemasan, gejala kecemasan bisa dikendalikan dan
dihapus melalui penggantian stimulus.
7. Ciri-Ciri Behavior
a. Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak
b. Kecermatan dan pengurauan tujuan-tujuan treatment
c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik sesuai dengan
masalah, diinginkan, maka stimulusnya adalah berupa hukuman-
hukuman
d. Skedul penguatan. Memperkuat tingkah laku yang muncul. Maka
setelah perilaku terbentuk, maka penguatan dikurangi
e. Shapping. Tingkah laku yang dipelajari secara bertahap dengan
pendekatan suksesif. Untuk itu konselor membagi secara terinci
supaya konslei dapat belajar dengan detail dan terici
f. Teknik relaksasi. Teknik yang digunakan untuk membantu konseli
mengurangi ketegangan fisik dan mental dengan latihan pelemasan
otot-ototnya dan pembayangan situasi yang menyenangkan saat
pelemasan oto-ototnya sehingga tercapai kondisi rilek baik fisik
dan mentalnya
g. Teknik flooding. Teknik yang digunakan konselor untuk membantu
konseli mengatasi kecemasan dan kekuatan terhadap sesuatu hal
dengan cara menghadapkan konseli tersebut secara berulang-ulang
sehingga berkurang kecemasannya terhadap situasi tersebut
h. Reinforcement Technique. Teknik yang digunakan konselor untuk
membantu meningkatkan perilaku yang dikehendaki dengan cara
memberikan penguatan terhadap perilaku tersebut
i. Modelling. Teknik untuk memfasilitasi perubahan tingkah laku
konseli dengan menggunakan model
j. Cognitive Restructuring. Teknik yang menekankan pengubahan
pola pikiran, penalaran, sikap konseli yang tidak rasional menjadi
irasional dan logis
k. Self Management. Teknik yang dirancang untuk membantu konseli
mengendalikan dan mengubah perilaku sendiri melalui pantau diri,
kendali diri, dan ganjar diri
34

l. Behavioral Reverseal. Teknik pengetuan pengulangan atau latihan


dengan tujuan agar konseli belajar keterampilan antar pribadi yang
efektiv atau perilaku yang layak
m. Kontrak. Sesuatu kesepakatan tertulis atau lisan antara konselor
dan konseli sebagai teknik untuk memfasilitasi pencapaian tujuan
konseling
n. Pekerjaan Rumah. Teknik yang digunakan dengan cara
memebrikan tugas atau aktivitas yang dirancang agar dilakukan
konseli antara pertemuan konseling
o. Extinction (Penghapusan). Extinction (Penghapusan) adalah
mnghentikan reinforcement pada tingkah laku yang sebelumnya
diberi reinforcement
p. Punishment (Hukuman). Merupakan intervensi operant-
conditioning yang digunakan konselor untuk mengurangi tingkah
laku yang tidak diinginkan
q. Time-out. Merupakan teknik menyisihkan peluang individu untuk
mendapatkan penguatan positif.38
8. Kelebihan Behavior
Teori behavior memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses
menjalankannya. Kelebihan dari teori behavior yaitu merupakan suatu
pendekatan terapi tingkah laku yang berkembang pesat sangat populer.
Dikarenakan memenuhi prinsip-prinsip kesederhanaan, kepraktisan,
kelogisan, mudah dipahami dan diterapkan, dapat didemonstrasikan,
menempatkan penghargaan khusus pada kebutuhan anak, serta adanya
penekanan perhatian pada perilaku yang positif.

Kelebihan dari teori behavior juga dapat dijabarkan berikut :

a. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh


konseli
b. Para konseli bisa memperoleh sejumlah besar pemahaman dan akan
menjadi sangat sadar akan sifat masalahnya
c. Kaidah berfikri logis yang diajarkan kepada konseli dapat
digunakan kedalam menghadapi maslah lain
38 Muchamad Agus Slamet Riyadi, Konsep Pendekatan Behavior Dalam Menangani
Perilaku Indisipliner Pada Siswa Korban Penceraian, (Volume. 3 No. 1 Januari-Juni 2017).
35

d. Konseli merasa dirinya mempunyai kepiyaan intelektual dan


kemajuan dari cara berfikir
e. Menekankan pada peletakan pemahaman yang baru diperoleh ke
dalam tindakan yang memungkinkan pada konseli dalam
mempraktekan tingkah laku baru dan membantu mereka dalam
pengkondisian ulang.39
9. Kekurangan Behavior
Adapun kekurangan dari teori behavior yaitu : konseling atau
terapi behavior bersifat dingin (kaku), kurang menyentuh aspek pribadi,
bersifakt manipulative, mengabaikan hubungan antara pribadi, lebih
berkonsentrasi pada teknik.
Meskipun konseling atau terapi behavior sering menyatakan
persetujuan pada tujuan konseli akan tetapi pemilihan tujuan lebih
sering ditentukan oleh konselor atau terapis, meskipun konselor atau
terapis behavior sering menyatakan persutujuan pada tujuan konseli
akan tetapi pemilihan tujuan lebih sering ditentukan oleh konselor atau
terapis, meskipun konselor atau terapis behavior menegaskan bahwa
setiap konseli adalah unik dan menuntut perilaku yang unik dan spesifik
akan tetapi masalah salah satu konseli sama dengan konseli lainnya dan
oleh karena tidak menuntuk suatu strategi konseling atau terapi yang
unik, perubahan konseli hanya berupa gejala dan berpindah kepada
bentuk perilaku.40

D. Kejenuhan Belajar
1. Pengertian Kejenuhan Belajar
Secara harfiah jenuh dapat diartikan penat atau penuh sehingga
tidak mampu lagi memuat apapun. Jenuh juga dapat berarti bosan,
peserta didik terkadang mengalami jenuh belajar yang dalam
bahasa psikologi lazim disebut learning pleateau atau plateau.41
Kejenuhan adalah kondisi dimana terjadinya keletihan yang lama
dan menghilangnya ketertarikan terhadap sesuatu hal. Kejenuhan

39 Kadek Pigura Wiladantika, Penerapan Konseling Behavioral dengan Teknik Modeling


Untuk meminimalisir Perilaku Agresif Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2 Singaraja.
40 Ibid, h. 3.
41 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.180.
36

merupakan bentuk penarikan diri secara psikologi dalam merespon


stress yang berlebih atau terhadap ketidakpuasan. Dalam konteks
belajar di sekolah, kejenuhan dapat diartikan sebagai suatu perasaan-
perasaan pada umumnya yang muncul dari ketegangan dan dari
keadaan ketika siswa mengerahkan usaha dalam belajar, sehingga ia
mengalami rasa capek, lelah dan mengantuk.
Kejenuhan belajar adalah suatu kondisi mental seseorang saat
mengalami rasa bosan dan lelah yang amat sangat sehingga
mengakibatkan timbulnya rasa lesu tidak bersemangat atau hidup tidak
bergairah untuk melakukan aktivitas belajar. 42 Jadi maksut kejenuhan
belajar adalah suatu kondisi mental peserta didik dalam rentang waktu
tertentu malas, lesu, bosan, lelah, tidak bersemangat, tidak bergairah
untuk melakukan aktivitas belajar.
Sedangkan pengertian kejenuhan belajar menurut Robert adalah
rentang waktu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak
mendatangkan hasil.43 Peristiwa jenuh dialami oleh peserta didik yang
sedang dalam proses belajar, kejenuhan pada peserta diidk dapat
emmbuat peserta didik merasa bosan dan telah menyia-nyiakan
usahanya dalam belajar.
Menurut Hakim kejenuhan belajar adalah suatu kondisi mental
seseorang saat mengalami rasa bosan dan lelah yang amat sangat
sehingga mengakibatkan timbulnya rasa lesu tidak bersemangat atau
hidup tidak bergairah untuk melakukan aktivitas belajar.
Konsep kejenuhan belajar pertama kali dikembangkan oleh
beberapa penelitian yang dilakukan diantaranya Noushad, Schaufeii et
al, Jacobs et al, Huei jen-yang, Lightsey & Hulsey, Silvar dan Agustin
yang mengemukakan bahwasanya kecenderungan dengan segala faktor
penyebabnya bukan hanya terjadi pada adegan pekerjaan, akan tetapi
kejenuhan dapat terjadi pada kegiatan belajar. Kejenuhan belajar
muncul karena adanya proses pengulangan belajar yang tidak

42 Retnowati, Keefektivan konseling Rational Emotive Behaviour Untuk Menurunkan


Kejenuhan Belajar Siswa SMP , ( Volume 1, No 1, September 2018), h. 33.
43 Muhibbin Syah, Op. Cit, h. 162.
37

mendatangkan prestasi atau hasil yang memuaskan sehingga


membuat peserta didik letih secara fisik maupun psikis.44
Dapat disimpulkan bahwa kejenuhan belajar merupakan suatu
tekanan yang menyerang seseorang saat sedang menjalani proses
belajar mengajar baik dalam bentuk fisik dan psikis, juga merupakan
suatu keadaan dan kondisi dimana seseorang mengalamai rasa padat
bosan dan susatu usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk
mencapai hasil maksimal tapi sama sekali tidak mendatangkan hasil
yang sesuai harapan.
2. Ciri-Ciri Kejenuhan Belajar
a. Turunya motivasi belajar. Siswa menjadi malas, kehilangan
semnagat dan tujuan belajar dan tidka terdorong untuk melakukan
aktivitas belajar.
b. Sulit berkonsentrasi. Siswa sulit terfokus atau memutuskan
perhatian, mudah teralihkan dan suka melamun.
c. Berkurangnya energy, merasa lemah, cepat lelah. Siswa cepat
merasa capek dan seperti terkuras tenaganya.
d. Meningkatnya kesalahan. Siswa banyak melakukan keasalahan
dalam mengerjakan sesuatu, terutama yang berhubungan dengan
belajarnya.
e. Kurang koordinasi. Siswa tidak dapat mengatur waktu dengan baik
untuk berbagai kegiatan sehari-hari.
f. Daya tangkap berkurang. Siswa menjadi lambat dalam menangkap
materi pelajaran, mengalami kesulitan dalam menangkap materi
secara menyeluruh, materi hanya dimengerti bagian per bagian.
g. Tegang . Siswa tidak dapat merasa tenang atau santai dalam
melakukan aktivitas belajar.
h. Mudah marah, sensitive. Siswa menjadi mudah marah dan
tersinggung oleh gangguan kecil sekalipun, khususnya ada saat
belajar.45
3. Jenis-Jenis Kejenuhan Belajar

44 Gian Sugiana, Jurnal Ilmiah, Teknik Self Instruction dalam Mengurangi Kejenuhan
Belajar Siswa (pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas XII ipa SMA Angkatan lanud Husen
Sastranegara Bandung.
45 Fajria Safarina, Perbedaan Tingkat Kejenuhan Belajar Antara Siswa Di Full Day
School dan Non Full Day School Ditinjau Dari Lamananya Waktu Belajar, ( Volume 1, Agustus
2008).
38

Satu langkah penting yang dibutuhkan ketika akan mengatasi


masalah kejenuhan yaitu mengenlai jenis-jenis kejenuhan. Secara
umum ada tiga jenis kejenuhan yaitu kejenuhan positif, kejenuhan
negative dan kejenuhan wajar:
a. Kejenuhan positif
Kejenuhan positif adalah kejenuhan terhadap segala
sesuatu yang buruk, baik berupa penyimpangan perilaku,
perbuatan dosa, tindka kedzaliman, kesesatan, hingga bahil,
contoh kejenuhan positif, misalnya seseorang bosan berhura-hura,
bosan menipu, bosan berbuat dosa dan lain-lain.
b. Kejenuhan negative
Kejenuhan negative ialah kejenuhan yang berat, merusak
kehidupan dan bisa memicu munculnya keburukan-keburukan lain
yang lebih serius, kejenuhan negative misalnya akibat kegagalan,
kesempitan hidup, penganiyaan, sakit hati dan lain-lain.
c. Kejenuhan wajar
Kejenuhan wajar ialah kejenuhan yang sangat lumrah
terjadi, setiap seseorang yang melakukan kesibukan berulang-
ulang pasti akan mengalami kejnuhan. Kejenuhan sering kita
jumpai dalam aktivitas belajar, bekerja, berumah tangga dan lain-
lain.

4. Faktor-Faktor Penyebab Kejenuhan Belajar


Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya kejenuhan
dalam belajar antara lain :
a. Terlalu lama belajar tanpa atau kurang istirahat
Apabila seseorang terlalu lama belajar tanpa istirahat,
maka dapat sendirinya kelelahan akan bertanbah sehingga siswa
tidka dapat menerima pelajaran dengan baik. Selain menimbulkan
rasa kelelahan, juga dapat menimbulkan rasa kebosanan. Kondisi
ini juga dapat juga terjadi sebaliknya, yaitu rasa bosan yang
mengakibatkan kelelahan.
b. Belajar secara rutin tanpa variasi
Siswa yang dalam sepertiga waktunya sudah disita untuk
belajar didalam gedung sekolah dan aktivitas yang diberikan pun
39

sifatnya monoton tanpa variasi, maka lama-kelamaan akan


menimbulkan rasa kebosanan.
c. Lingkungan belajar yang buruk
Ruang kelas yang gelap dan tidak cukup ventilasi, suasana
yang ramai dan tidak tenang dan sebagainya, akan berpotensi
menimbulkan keletihan dan kebosanan dalam belajar.
d. Konflik
Adanya konflik dengan guru, teman atau orang tua dapat
memberi dampak negtif pada belajar siswa. Siswa menjadi enggan
untuk belajar.
e. Tidak adanya umpan balik positif terhadp belajar
Siswa kuranh dihargai pada akhirnya akan menjadi malas
dan bosan dalam melakukan kegiatan belajar. 46
5. Tanda-Tanda Kejenuhan Belajar
Menurut Hakim kejenuhan belajar juga mempunyai tanda-tanda
atau gejala-gejala yang sering dialami yaitu timbulnya rasa enggan,
malas, lesu dan tidak bergairah untuk belajar. 47
Sedangkan menurut Reber ciri-ciri kejenuhan belajar sebagai
berikut:
a. Merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh
dari proses belajar tidak ada kemajuan. Peserta didik yang mulai
memasuki kejenuhan dalam belajarnya merasa seakan-akan
pengetahuan dan kecakapan yang diperbolehnya dalam belajar
tidak meningkat, sehingga pesert didik merasa sia-sia dengan
waktu belajarnya.
b. Sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaiman yang diharapkan
dalam proses informasi pengalaman, sehingga mengalami stagnan
dalam kemajuan belajarnya.
c. Kehilangan motivasi dan konsolidasi, peserta didik yang dalam
keadaan jenuh merasa bahwa dirinya tidak lagi mempunyai
motivasi yang dapat membuatnya bersemangat untuk
meningkatkan pemahamannya terhadap pelajaran yang
diterimanya atau dipelajarinya.

46 Ibid, h. 35.
47 Retnowati, Keefektivan Konseling Rational Emotive Behavior Untuk Menurunkan
Kejenuhan Belajar Siswa SMP, ( Volume 1, No 1 September 2018 ), h. 33.
40

Berdasarkan teori diatas maka ciri-ciri kejenuhan belajar adalah


merasa bahwa pengetahuan dan kecakapan dalam proses belajar tidak
ada kemajuan, sistem akalnya tidak dapat bekerja sebagaimana yang
diharapkan dalam memproses informasi atau pengalaman, kehilangan
motivasi dan konsolidasi.

6. Cara Mengatasi Kejenuhan Belajar


Kejenuhan merupakan kondisi psikologis yang bersifat alamiah.
Artinya, siapapun akan dapat mengalami kebosanan atau kejenuhan
terhadap sesuatu maupun dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Boleh jadi, sesuatu yang monoton, tanpa variasi, atau kegiatan yang
rutin yang menjadi penyebab kebosanan itu.
Kejenuhan belajar itu lazimnya dapat diatasi dengan menggunakan
kiat-kiat lain sebagai berikut:
a. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman
yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak
b. Pengubahan atau Penjadwalan kembali jam-jam dari hari-hari
belajar yang dianggap lebih memungkinkan peserta didik belajar
lebih giat
c. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar peserta
didik yang meliputi pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak
buku, alat-alat perlengkapan belajar dan sebagainya sampai
memungkinkan peserta didik merasa berada disebuah kamar baru
yang lebih menyenangkan untuk belajar
d. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar peserta didik merasa
terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya
e. Peserta didik harus bebruat nyata (tidak menyerah atau tinggal
diam) dengan cara mencoba belajar dan belajar lagi. 48

Sedangkan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi


adanya kejenuhan belajar menurut Hakim adalah sebagai berikut:

a. Belajar dengan cara metode yang bervariasi


b. Mengadakan perubahan fisik dan ruang belajar
c. Menciptakan situasi baru diruang belajar
48 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 183.
41

d. Melakukan aktivitas rereasi dan hiburan


e. Hindari adanya ketegangan mental saat belajar.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa hanya merubah keadaan


fisik dalam belajar manusia melakukan aktivitas seperti bermain,
rekreasi juga perlu disela belajar karena hal itu dapat membuat fikiran
ringan dan dapat mengurnagi beban fikiran atau setres.

E. Kerangka Berfikir
Uma Sekaran dalam bukunya Business Research (1992)
mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual
tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah yang penting.49 Kerangka berfikir yang
baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan
diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel
independen dan dependen. Penelitian ini menggunakan konseling
kelompok dengan teknik symbolic model. Symbolic model dalam
konseling kelompok ini merupakan teman sebaya yang dapat dijadikan
model dalam konseling kelompok.

Hasil Akhir Konseling Kelompok


dengan teknik modeling:

1.

49 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 91.
42

KONDISI AWAL KEJENUHAN BELAJAR

1. Kurangnya motivasi untuk belajar


2. Sering tidak terarah dalam belajar sehingga membuat kondisi kelas
ramai
3. Tidak ada perubahan belajar yang positif

Konseling Kelompok Teknik Modelling

1. Pre-test kegiatan untuk mengetahui tingkat kejenuhan belajar


peserta didik sebelum diberikan layanan.
2. Proses pemberian layanan konseling kelompok symbolic
model
3. Post-test merupakan kegiatan untuk mengetahui perubahan
tingkat kejenuhan belajar peserta didik setelah melaksanakan
konseling kelompok modelling.

Hasil Akhir Konseling Kelompok behavior Dengan


Teknik Modelling :

1. Timbulnya rasa semangat dalam belajar


2. Selalu aktif dalam belajar
3. Adanya perubahan sikap belajar yang positif
43

Gambar 1.

Kerangka Pikir Penelitian Konseling Kelompok Behavior Dengan Teknik


Modelling

F. Hasil Penelitian Relevan


Adapun hasil penelitian terdahulu yang dijadikan relevan antara lain:
1. Penerapan Teknik Modelling Untuk Mengurangi Kejenuhan
Belajar Peserta Didik Kelas XI Di SMK Bina Latih Karya (BLK)
Bandar Lampung Tahun Pelajran 2017/2018.
Persamaan dan perbedaan :
Dalam penelitian ini membahas mengenai teknik modelling
untuk mengurangi kejenuhan belajar peserta didik. Yang dijadikan
relevansi yaitu teknik modelling dan kejenuhan belajar. Perbedaan
terletak pada layanan bimbingan dan konseling. Dalam penelitian
terdahulu menggunakan layanan bimbingan kelompok, sedangkan
penelitian ini menggunakan layanan konseling kelompok.
2. Penerapan Teknik Self Instruction Untuk Mengurangi Kejenuhan
Belajar Siswa Kelas II Pada Mas Darul Ulum Banda Aceh,
(Universitas Islam Negeri Ar-Rainry Banda Aceh, 2018).
Persamaan dan perbedaan :
Dalam penelitian ini membahas tentang penerapan teknik
self instruction untuk mengurangi kejenuhan belajar siswa. Yang
dapat dijadikan relevansi yaitu kejenuhan belajar dan
menggunakan metode kuantitatif. Perbedaan terletak pada
tekniknya, peneliti terdahulu menggunakan teknik self instruction,
sedangkan penelitian sekarang menggunakan teknik modelling.
Sedangkan pada pemberian layanan, pada penelitian terdahulu
menggunakan layanan bimbingan kelompok sedangkan penelitian
sekarang menggunakan layanan konseling kelompok.
3. Efektivitas Konseling Kelompok Dengan Teknik Modelling Dalam
Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik Kelas VII SMP
Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017/2018.
44

Perbedaan dan persamaan :


Dalam penelitian ini membahas tentang efektivitas
konseling kelompok dengan teknik modelling dalam meningkatkan
kemandirian belajar. Yang dapat dijadikan relevansi yaitu
konseling kelompok dengan teknik modeling, dan menggunakan
metode kuantitatif. Perbedaan terletak pada varibel bebas, yaitu
penelitian terdahulu variabel bebasnya kemandirian belajar,
sedangkan penelitian sekarang yaitu variabel bebasnya masalah
kejenuhan belajar.
4. Efektivitas Konseling Behavioral Teknik Modelling Untuk
Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik Kelas VIII SMP
Kartiak II-2 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2017-2018.
Persamaan dan perbedaan :
Dalam penelitian ini yang dapat dijadikan relevan yaitu
teknik modelling dan pedekatan konseling behavioral,
menggunakan metode kuantitatif. Perbedaan dengan penelitian
yang sekarang yaitu varibael bebas kejenuhan belajar, sedangkan
penelitian terdahulu variabel bebasnya minat belajar.
5. Pengaruh Konseling Kelompok Behaviour Dengan Teknik
Modelling Dalam meningkatkan Efikasi Diri Peserta Didik Kelas
XI MAN 1 Bandar Lampung.
Persamaan dan perbedaan :
Dalam penelitian ini yang dapat dijadikan relevan yaitu
pada layanan konseling kelompok dengan teknik modelling.
Perbedaan dengan penelitian yang sekarang terletak pada variabel
bebas, penelitian terdahulu menggunakan variabel bebasnya efikasi
diri, sedangkan penelitian sekarang variabel bebasnya kejenuhan
belajar, metode yang digunakan dalam peelitian terdahulu
kualitatif, penelitian sekarang menggunakan metode kuantitatif.
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
45

dalam bentuk kalimat pertanyaan.50 Artinya bisa ditentukan benar atau


salahnya melalui pengujian atau pembuktian secara empiris, adapun
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Efektivitas
Konseling Kelompok Behavior Dengan Teknik Modelling Untuk
Mengurangi Kejenuhan Belajar Peserta Didik Kelas VIII di SMPN 22
Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019”.

Berdasarkan konsep hipotesis penelitian yang diajukan maka:

Ha: Konseling kelompok behavior dengan teknik modelling efektiv untuk


mengurangi kejenuhan belajar peserta didik di SMPN 22 Bandar
Lampung.

Ho: Konseling kelompok behavior dengan teknik modelling tidak efektif


untuk mengurangi kejenuhan belajar peserta didik di SMPN 22
Bandar Lampung.

Sedangkan hipotesis statistik sebagai berikut :

Ha : 1 = 2

Ho : 1 ≠ 251

Dimana :

1 : efektivitasnya konseling kelompok behavior dengan teknik modelling


untuk mengurangi kejenuhan belajar peserta didik kelas VIII di SMPN
22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019.

2 : tidak efektivitasnya konseling kelompok behavior dengan teknik


modelling untuk mengurangi kejenuhan belajar peserta didik kelas
VIII di SMPN 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.

50 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 96.
51 Ibid, h. 103.
46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian quasi
eksperimental. Alasan penulis menggunakan metode ini karena dalam
rancangan metode quasi ekperimental terdapat kelompok kontrol dan
47

kelompok eksperimen yang tidak dipilih secara acak (nonrandom


assignment).52
B. Desain Penelitian
Desain eksperiment yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Non equivalent Control Group Design. Pada dua kelompok tersebut, sama-
sama dilakukan pre-tetst dan post-test. Dalam penelitian ini hanya
kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan (treatment).53 Desain
eksperiment ini digunakan karena, pada penelitin ini terdapat kelompok
eksperimen yang akan diberikan perlakuan dan kelompok kontrol sebagai
pembanding, pada dua kelompok tersebut akan dilakukan pengukuran
sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan. Pertama diberi
perlakuan (pre-test), kemudian pada kelompok eksperiment diberi
perlakuan menggunakan modelling, namun dalam kelompok kontrol tidak
diberikan perlakuan, selanjutnya dilakukan pengukuran kembali (post-test)
guna untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh perlakuan yang telah
diberikan terhadap subyek yag diteliti. Desain penelitian ini dapat dilihat
sebagai berikut :

Pengukuran Pengukuran

(pre-test) Perlakuan (post-tets)


E O₁ X O₂

K O₃ O₄

Gambar 2
Pola Non-equivalent Control Group Design
Keterangan :

52 Ibid. h. 77
53 Ibid, h. 77
48

E : Kelompok Eksperiment
K : Kelompok Kontrol
O1 dan O3 : Pengukuran kejenuhan belajar peserta didik, sebelum

diberikan perlakuan Modelling akan diberikan pre-test.


Pengukuran dilakukan dengan memberikan angket
kejenuhan belajar. Pre-test merupakan mengumpulkan
data peserta didik yang memiliki kejenuhan belajar tinggi
dan belum mendapatkan perlakuan.
O2 : Pemberian post-test untuk mengukur tingkat kejenuhan
belajar pada kelas eksperiment setelah diberikan
perlakuan. Di dalam post-test akan didapatkan data hasil
dari pemberian perlakuan, dimana kejenuhan belajar pada
peserta didik mengurangi atau tidak mengurangi.
O4 : Pemberian post-test untuk mengukur kejenuhan belajar

pada kelompok kontrol, tanpa perlakuan menggunakan


modelling.
X : Pemberian perlakuan dengan menggunakan modelling
dalam mengurangi kejenuhan belajar peserta didik.54

Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian eksperiment


untuk mencari pengaruh saat sebelum diberikan perlakuan dan tindakan
dan saat sesudah diberikan perlakuan tindakan. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan layanan konseling kelompok dengan teknik
modelling untuk mengurangi kejenuhan belajar peserta didik kelas VIII G
di SMPN 22 Bandar Lampung. Rancangan konseling kelompok dengan
teknik modelling akan dilakukan selama 6 kali pertemuan. Adapun
langkah-langkah dalam layanan konseling kelompok dengan teknik
modelling yaitu Pre-test, sebelum melaksanakan tindakan dan
mendapatkan sampel/subjek penelitian, peserta didik diberikan pre-test
berupa pengukuran (dengan mengisi angket kejenuhan belajar) kepada
peserta didik sebelum diberikan perlakuan berupa modelling, selanjutnya
Post-tes, sesudah pemberian perlakuan konseling kelompok dalam

54 Ibid. h. 79
49

beberapa langkah untuk mengetahui pengaruh layanan konseling


kelompok dengan teknik modelling untuk mengurangi kejenuhan belajar
peserta didik kelas VIII di SMPN 22 Bandar Lampung.

C. Varibel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
bentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau
obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau
satu obyek yang lain. Variabel juga dapat merupakan atribut dari bidang
keilmuan atau kegiatan tertentu. Kerlinger menyatakan bahwa variabel
adalah konstrak (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.55 Dalam
penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independent (X) dan
variabel dependent (Y).

konseling Kelompok Behavior Kejenuhan Belajar


Dengan Teknik Modelling
Y
X

Gambar 3.

Variabel Penelitian

D. Definisi Operasional
Definisi variabel merupakan uraian yang berisikan sejumlah
indikator yang dapat diamati dan diukur untuk mengidentifikasi variabel

55 Ibid, h. 60-61.
50

atau konsep yang digunakan yaitu variabel bebas (independent) adalah


kejenuhan belajar dan variabel terikat (dependen) adalah kejenuhan
belajar. Adapun variabel-variabel secara operasional.

Tabel 4.
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur
1 Independe Konseling Observasi, Intervensi Nilai skor Interv
nt kelompok wawancar konseling kejenuhan al
(konseling merupakan a, kelompok belajar :
kelompok suatu layanan dokument (sangat
dengan proses asi tinggi
teknik pemberian 100-
modelling) bantuan yang sangat
diberikan rendah 25)
konselor
kepada
beberapa orang
dalam situasi
kelompok
yang bertujuan
untuk
pembahasan
dan
pengentasan
masalah
melalui
51

dinamika
kelompok.
Teknik
modelling
dalam
pendekatan
behavior
merupakan
teknik yang
menggunakan
proses belajar
melalui
pengamatan
terhadap
model dengan
menambahkan
atau
mengurangi
tingkah laku
yang teramati,
dalam
pendekatan
behavior
bahwa perilaku
dapat teramati.

2 Dependent Kejenuhan 1. Leti Skala Angket atau Nilai skor Interv


(kejenuha belajar yaitu h. Likert kuesioner kejenuhan al
2. Tida
n belajar) suatu kondisi belajar :
k
mental (sangat
52

seseorang saat men tinggi


mengalami gerj 100-
rasa bosan dan akan sangat
lelah yang tuga rendah 25)
amat sangat s
3. Ren
sehingga
dah
mengakibatkan
dala
timbulnya rasa
m
lesu tidak
bebe
bersemangat
rapa
atau tidak
mata
bergairah
pelaj
untuk
aran.
melakukan
4. Tidu
aktifivtas
r
belajar.
dida
lam
kela
s.
5. Ram
ai
saat
pros
es
belaj
ar

E. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasai yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
53

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan


kemudian ditarik kesimpulannya.56 Berdasarkan pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VIII di
SPMN 22 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019 yang
berjumlah 60 peserta didik, berdasarkan hasil rekomendasi dengan
guru BK pada saat observasi dan wawancara pada saat pra
penelitian, dari data awal dapat ditemui peserta didik yang
memiliki kejenuhan belajar tinggi. Tabel populasi penelitian
sebagai berikut :

Tabel 5.
Jumlah Populasi Penelitian

Kelas L P Jumlah Peserta Didik

VIII D 14 16 30 peserta didik

VIII G 15 15 30 peserta didik

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang


dimiliki oleh populasi tersebut.).57 Langkah dalam pengambilan
sampel pada penelitian ini hanya mengambil 12 peserta didik yang
akan dibagi kedalam 2 kelompok yaitu, 6 peserta didik kelompok
eksperimen yang akan diberikan perlakuan menggunakan layanan

56 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantittaif, Kualitatif, dan R&D,


( Bandung: Alfabeta 2011), h. 117
57 Sugiono, , Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantittaif, Kualitatif, dan
R&D, ( Bandung: Alfabeta 2011), h. 118.
54

konseling kelompok dengan teknik modelling dan 6 peserta didik


pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan
menggunakan modelling namun tetap dikontrol perkembanganya.
Sampel pada penelitian ini diambil 12 peserta didik yang memiliki
kejenuhan belajar tinggi.

3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel
dengan adanya kriteria dan pertimbangan tertentu.58 Adapun
kriteria dalam menentukan sampel dalam penelitian ini yaitu :
a. Peserta didik kelas VIII SMPN 22 Bandar Lampung
b. Peserta didik yang teridentifikasi memiliki
kejenuhan belajar tinggi
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan serangkaian informasi yang dihimpun
secara sistematis, diklasifikasikan jenisnya, kemudian dihimpun menurut
sistem tertentu. Peneliti akan menggunakan beberapa metode atau cara
untuk memeproleh data-data yang diperlukan. Berdasarkan uraian tersebut
maka dalam penelitian ini peneiti akan menggunakan beberapa metode
dalam pengumpulan data.
1. Wawancara (interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara Tanya jawab lisan yang dilakukan secara sistematis guna
mencapai tujuan penelitian.59 Pada umumnya interviu dilakukan
oleh dua orang atau lebih, satu pihak sebagai pencari data
(interviewer) pihak yang lain sebagai sumber data (interviewee)
dengan memanfaatkan saluran-saluran komunikasi secara wajar.
Wawancara dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur dan
wawancara tidak terstruktur. Pada teknik ini peneliti menggunakan
wawancara tidak terstruktur. Wawancara dilakukan pada selaku
guru BK, dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai
58 Ibid. h. 82.
59 Anwar Sutoyo, Pemahaman Individu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 123.
55

kejenuhan belajar peserta didik di sekolah tersebut. Guru BK


mengatakan bahwa dikelas VIII terdapat satu kelas yang
mempunyai kejenuhan belajar, yaitu dikelas VIII G. Dalam
wawancara ini penulis bertujuan mencari data kejenuhan belajar
peserta didik yang tinggi. kemudian data yang diperoleh
dipergunakan sebagai data awal dalam penelitian.
2. Observasi (observation)
Observasi (observation) merupakan pengamatan yang
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek
yang sedang diteliti.60 Observasi sebagai teknik pengumpulan data
mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik
yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan
kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang lain, maka observasi
tidak terbatar pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.61
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode non
participant observation dalam observasi nonpartisipan peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independ. Penulis
mengamati keadaan lingkungan sekolah, penulis mengamati
peserta didik cara belajar. Dalam observasi ini penulis bertujuan
untuk mengetahui kejenuhan belajar peserta didik. Hal ini
dilakukan untuk memperkuat data hasil wawancara terhadap guru
BK mengenai kejenuhan belajar peserta didik.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental seseorang.62 Dalam penelitian ini dokumentasi didapat

60 Ibid, h. 69.
61 Sugiono, Metode Penelitian pendidikan Pendekatan Kuanitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta 2011), h. 203
62 Ibid, h. 329
56

dari guru BK, dan dari peserta didik saat proses belajar. Tujuan
dokumentasi sebagai hasil observasi dan wawancara dengan guru
BK dan peserta didik.
4. Kuesioner atau Angket
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang efesien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan responden.63 Instrumen ini terdiri dari 25 pernyataan,
Angket diberikan kepada peserta didik kelas VIII, diberikannya
angket ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang kejenuhan
belajar peserta didik kelas VIII yang memiliki kejenuhan tinggi,
dipergunakan sebagai instrument untuk mengukur kejenuhan
belajar peserta didik.
Skala likert, yang akan dibagikan kepada peserta didik
berisikan pernyataan yang mendukung sikap (favorable) dan
pernyataan yang tidak mendukung sikap (unfavorable) serta
memiliki lima alternative jawaban yakni selalu (SL), sering (SR),
kadang-kadang (KD), tidak pernah (TP). Kuesioner ini ditunjukan
kepada peserta didik yang menjadi sampel dalam penelitian untuk
melihat kejenuhan belajar mereka.

Tabel 6.

Skor Alternatif Jawaban Kejenuhan Belajar

Alternatif Jawaban

(SL) (SR) (KD) (TP)


Jenis
Pernyataan
Favorable
(Pernyataan 4 3 2 1

63 Ibid, h. 199
57

Positif)
Unfavorable
(Pernyataan 1 2 3 4
Negatif)

Kriteria skala kejenuhan belajar peserta didik dapat dikategorikan


3 yaitu : tinggi, sedang, rendah. Cara mengkategorikannya adalah
menentukan interval dengan ketentuan rumus interval, yaitu :

Ji = (t - r)/Jk

Keterangan

t : skor tertinggi ideal dalam skala

r : skor terendah ideal dalam skala

Jk : jumlah kelas interval64

Berdasarkan pendapat Eko, maka interval kriteria dapat ditentukan


dengan cara sebagai berikut :

a. Skor tertinggi : 4 x 25 = 100


b. Skor terendah : 1 x 25 = 25
c. Rentang : 100 - 25 = 75
d. Jarak interval : 75 : 3 = 25

Berdasarkan keterangan tersebut maka kriteria kejenuhan belajar


peserta didik adalah sebagai berikut :

64 Eko Putro Widayoko, Penilain Hasil Pembelajaran Di Sekolah, (Yogyakarta: pustaka


pelajar, 2014). h. 144.
58

Tabel 7.

Kriteria Kejenuhan Belajar Pesera Didik

Interval Kriteria Deskripsi


Peserta didik dalam
kategori sangat tinggi
mengalami kejenuhan
belajar sangat tidak baik,
yang ditandai dengan
≥ 76 – 100 Tinggi peserta didik tidak
memiliki motivasi untuk
belajar, peserta didik
mudah merasa lelah
dalam belajar.
Peserta didik dalam
kategori sedang
mengalami kejenuhan
belajar yang baik, yang
≥ 51 – 75 Sedang ditandai dengan peserta
didik tidak merasa bosan
saat belajar, tidak pernah
merasa lelah dalam
belajar.
Peserta didik dalam
kategori rendah lebih
mengalami kejenuhan
belajar yang baik, yang
ditandai dengan peserta
≥ 25 – 50 Rendah didik memiliki motivasi
yang tinggi dalam belajar,
selalu aktif didalam
kelas, tidak pernah
mengeluh dalam belajar.

G. Pengembangan Instrumen Penelitian


59

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan


metode observasi, interview (wawancara), dokumentasi, angket/kuesioner.
Berdasarkan metode pengumpulan data maka instrument pengumupulan
data yang cocok pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan
pertanyaan/pernyataan wawancara, menggunakan arsip-arsip dokuemntasi
yang berhubungan dengan penelitian, dan menggunakan angket tentang
kejenuhan belajar dalam bentuik cheklist. Adapun kisi-kisi instrumennya
sebagai berikut :
Tabel 8.
Kisi-Kisi Pengembangan Instrumen Penelitian

Variabel Indikator Positif (+) Negatif (-) Jumlah


item
Kejenuhan 1. Merasa 1. Di dalam belajar 3. Ketika dalam
Belajar letih saya tidak belajar saya
pernah merasa
merasakan ngantuk.
4. Kurang
lelah.
2. Ketika dalam istirahat
belajar saya membuat saya
tidak pernah tidak fokus
6
merasakan lelah dalam belajar.
5. Ketika belajar
terus menerus
membuat saya
merasa letih.
6. Saya mudah
lupa dalam
mengerjakan
tugas
3. Kurang 7. Ketika ada 9. Ketika ada
motivas waktu kosong tugas saya
i saya manfaatkan mengerjakan
60

untuk belajar. dengan cara


8. Saya senang
cepat. 4
diberi tugas oleh 10. Pada saat
guru mengerjakan
tugas, saya
cenderung
mencontek
teman saya
4. Prestasi 11. Dalam setiap 14. Saya kecewa
semaki mata pelajaran, dengan hasil
n saya selalu nilai belajar
menuru bersaing secara saya yang
n sehat, sehingga tidak
nilai yang saya maksimal.
15. Saya tidka
peroleh
tahu
maksimal.
12. Saya percaya bagaimana
dengan hasil mendapatkan
nilai belajar sumber materi
saya maksimal. lain, selain
13. Ketika saya
dari guru.
8
belum paham 16. Saya sulit
dengan materi memahami
yang dijelaskan materi saat
oleh guru, saya guru
sellau bertanya. menjelaskan
materi
pelajaran,
sehingga nilai
ulangan harian
tidak
maksimal.
17. Saya tidak
61

mampu
menghafal
materi
pelajaran
terlalu banyak.
18. Beberapa mata
pelajaran yang
tidak saya
suka,
mendapat nilai
yang kurang
maksimal.
5. Sering 19. Saya suka 20. Saya merasa
sakit menghafal pusing saat
kepala materi pelajaran akan 2
yang terlalu menghadapi
banyak ujian
6. Merasa 21. Suasana 24. Ketika guru
tidak pembelajaran menjelaskan
nyaman yang materi
berlangsung pelajaran, saya
secara kondusif sering
mmebuat saya mengobrol
nyaman untuk dengan teman. 5
25. Lingkungan
belajar.
22. Saya tidak sekolah yang
mudah bersih
terpengaruh membuat saya
dengan teman nyaman
yang ramai saat belajar.
proses belajar.
23. Lingkungan
62

sekolah yang
nyaman
membuat saya
nyaman belajar.
Jumlah 11 14 25

Sebelum angket digunakan maka peneliti menguji kevalidan angket


dan reliable angket tersebut, untuk mengetahui kelayakan untuk digunakan
dalam penelitian, berikut langkah-langkah dalam pengujian :

1. Uji Validitas Instrument


Validitas adalah suatu ukuran yang menunujukan tingkat kevalidan
atau kesahilan sutau instrument, suatu instrument dikatakan valid
apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh peneliti dan
mempunyai validitas tinggi serta dapat mengungkap data dari
variabel yang akan diteliti. Pengujian angket dalam penelitian ini
menggunakan bantuan SPSS for widows realize 16.
2. Uji Reabilitas Instrument
Reliabilitas sebagai alat ukur yang dimaksudkan untuk mengetahui
sejumlah kebenaran alat ukur tersebut sesuai dan cocok untuk
digunakan sebagai alat ukur. Teknik uji yang digunakan adalah
rumus alpha. Pengujian ini menggunakan bantuan program SPSS
for windows realize 16. Agar instrument yang digunakan sebagai
pengumpul data yang baik. Menurut Azwar , ukuran alpha dapat
diinterprestasikan sebagai berikut :
a. Nilai alpha croncbach 0,00 s/d 0,20 berarti kurang
reliable
b. Nilai alpha croncbach 0,21 s/d 0,40 berarti agak
reliable
c. Nilai alpha croncboach 0,41 s/d 0,60 berarti cukup
reliable
d. Nilai alpha croncboach 0,61 s/d 0,80 berarti reliable
63

e. Nilai alpha croncboach 0,81 s/d 1,00 berarti sangat


reliable.65
H. Teknik dan Pengolahan Analisis Data
Analisis data hasil penelitian dilakukan memlaui 2 tahap yaitu
pengolahan data dan analisis data :
1. Teknik Pengolahan Data
Menurut Notoadmojo setelah data-data terkumpul, dapat
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan editing, coding,
processing, dan cleaning.
a. Editing : editing adalah pengecekan atau pengokresian
data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data
yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak
logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk
menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada
pencatatan di lapangan dan bersifat koreksi. Pada
kesempatan ini, kekurangan data atau kesalahan data
dapat dilengkapi atau diperbaiki baik dengan
pengumpulan data ulang dengan interpolasi
(penyisipan).
b. Coding : coding adalah pemberian atau pembuatan
kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan
petunjuk, atau identitas pada suatu informasi atau data
yang akan dianalisis.
c. Processing : pada tahap ini data yang terisi secara
lengkap dan telah melewati proses pengkodean maka
akan dilakukan pemrosesan data dengan memasukan
data dari seluruh skala yang terkumpul kedalam program
SPSS for windows 16.

65 Azwar, S, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h.


62.
64

d. Cleaning :cleaning merupakan pengecekan kembali data


yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.66
2. Analisis Data
Untuk mengetahui keberhasilan eksperimen, adanya penurunan
kejenuhan belajar peserta didik dapat digunakan rumus uji t atau t-
test sprated varians yang digunakan untuk menguji hipotesis
komperatif dua sampel independent. Analisis data ini menggunakan
bantuan SPSS for windows versi 16. Adapun rumus uji t adalah
sebagai berikut :

X ₁ ̅̅ − X ₂ ̅̅
t= ❑
√❑

Keterangan :

X1 : Nilai rata-rata sampel 1 (kelompok eksperiment)

X2 : Nilai rata-rata sampel 2 (kelompok kontrol)

S1² : Varians total kelompok 1 (kelompok eksperiment)

S2² : Varians total kelompok 2 (kelompok kontrol)

n1 : Banyaknya sample kelompok 1 (kelompok eksperiment)

n2 : Banyaknya sample kelompok 2 (kelompok kontrol)

66 Sugiyono, metode Penelitian Kuantitatif Dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2011), h. 77.

Anda mungkin juga menyukai