Dosen Pengampu :
Penyusun :
KHOIRUNNISA (1193351057)
20201
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul konsep teori humanistic dan konstruktivistik.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Teknik Konseling. Untuk itu
penulis pun menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun dan kami kemas masih
memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari segi teknis maupun non-
teknis. Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar
dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-
penulisan mendatang. Dan apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak
berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Penyaji
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... .i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan...........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks dalam
mencari dan menerima suatu ilmu pengetahuan. Dalam belajar terdapat interaksi antara guru
(pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran akan tercapai jika penerapan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik
yang beragam. Selama ini proses belajar hanya bertumpu kepada pendidik sebagai sumber
utama, sehingga peserta didik kurang terlibat dalam pembelajaran, karena peserta didik
dikatakan belajar apabila mereka mampu mengingat dan menghafal informasi atau pelajaran
yang telah disampaikan. Pembelajaran seperti ini tidak akan membuat peserta didik menjadi
aktif, mandiri dan mengembangkan pengetahuannya berdasarkan pengalaman belajar yang telah
mereka lakukan. Penerapan ajaran tut wuri handayani juga merupakan wujud nyata yang
bermakna bagi manusia masa kini dalam rangka menjemput masa depan.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Teori Humanistik dan Teori Konstruktivisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori belajar Humanistik dan Konstruktivisme?
3. Bagaima proses belajar menurut teori Humanistik dan teori Konstruktivisme?
4. Bagaimana aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan teori Humanistik dan Konstruktivisme?
6. Apa sajakah prinsip-prinsip teori belajar Humanistik dan Konstruktivisme?
7. Bagaimana implikasi dari teori belajar Humatistik dan Konstruktivisme?
C. Tujuan
1. Mendiskripsikan pengertian dari Teori Humanistik dan Teori Konstruktivisme
2. Mengenal tokoh-tokoh dari Teori Humanistik dan Teori Konstruktivisme
3. Mendiskripsikan proses belajar menurut Teori Humanistik dan Teori Konstruktivisme
4. Mendeskripsikan aplikasi teori belajar dalam kegiatan pembelajaran
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan teori Humanistik dan Konstruktivisme
6. Untuk mengetahui apa saja prinsip didalam teori Humanistic dan Konstruktivieme
7. Untuk mengetahui pengimplikasian dari teori belajar Humanistik dan Konstruktivisme
BAB II
PEMBAHASAN
Teori belajar humanistik sifatnya sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada
proses belajar itu. Tujuan belajar menurut teori ini adalah memanusiakan manusia artinya
perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap
lingkungan dan dirinya sendiri.
Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi
pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif. Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Adapun perkembangan kognitif itu
dipengaruhi oleh tiga dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah
perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali yang secara
terus menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi.
Jadi teori ini menegaskan bahwa pengetahuan itu mutlak diperoleh dari
konstruksi/pembentukan pemahaman dalam diri seseorang terhadap bahan yang mereka pelajari
dan juga melalui pengalaman yang diterima oleh panca indra.
Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa
yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk
lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri
sendiri(self). Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku
dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Hierarki kebutuhan manusia
menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada
waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Teori ini berkembang dari beberapa teori psikologi kognitif seperti teori Piaget, dan teori
Brunner.
Teori Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar
anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip Piaget
dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan; pertama,
pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian
langsung alat, bahan, atau media belajar yang lain. Kedua, peranan guru sebagai seseorang
yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai
pengalaman belajar yang luas.Guru seharusnya menyediakan diri sebagai model dengan cara
memecahkan masalah tersebut dan membicarakan hubungan antara tindakan dan hasil. Guru
seharusnya hadir sebagai nara sumber, dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas yang
memaksakan jawaban yang benar. Siswa harus bebas membangun pemahaman mereka
sendiri. Pendidik juga harus belajar dari siswa. Mengamati siswa selama aktivitas meraka dan
mendengarkan secara seksama pertanyaan mereka yang banyak mengungkapkan minat dan
tingkat belajar mereka. Solusi siswa terhadap masalah dan pertanyaan mereka mencerminkan
pandangan mereka.
Teori Brunner
Belajar penemuan (Discovery learning) dari Jerome Brunner adalah model pengajaran
yang dikembangkan berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan
konstruktivisme. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan
kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip untuk diri mereka
sendiri.Pada pengembangan model pengajaran kurikulum berbasis kompetensi, teori
kontruktivisme ini banyak memberikan sumbangan terhadap pengembangan Model
pembelajaran kooperative dan model pembelajaran berdasarkan masalah
3. Proses Belajar
Peranan Siswa (Si-belajar). Menurut teori konstruktivistik, belajar adalah proses pemaknaan
atau penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Proses tersebut harus dilakukan oleh siswa (Si-belajar), karena pembelajaran
konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar.
Sehingga siswa bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari.
Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi masukan
tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan
yang member peluang optimal bagi terjadinya belajar. namun yang akhirnya paling menentukan
terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan istilah lain, dapat dikatakan
bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Peranan Guru. Dalam proses
belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa
untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan
lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi dituntut
untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar. Peranan utama guru
dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi :
Sarana belajar. Pusat kegiatan pembelajaran konstruktivistik adalah siswa. Dalam proses belajar,
siswa berusaha menggali dan membentuk pengetahuannya sendiri serta bebas dalam
mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Sehingga segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu proses belajar tersebut.
Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif
dan mampu bertanggung jawab.
Teori humanistik sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih
praktis. Teori dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psykoterapi
dari pada pada bidang pendidikan, sehingga sukar menerjemahkannya kedalam langkah-
langkah lebih kongkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal itulah yaitu
memanusiakan manusia maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap semua
komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Dalam prakteknya
teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan
pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Oleh
sebab itu, walaupun secara eksplisit belum ada pedoman baku tentang langkah-lagkah
pembelajaran dengan pendekaan humanistik, namun paling tidak langkah-langkah
pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Praetya Irawan(2001) dapat digunakan
sebagai acuan. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menetukan materi pelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4. Mengidentifikasi topik-topoik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif
melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa
maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam
berbagai konteks social
4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena
itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan
belajarnya.
• Belajar harus melalui Prinsip- pengalaman langsung (real prinsip teori belajar life
learning)konstruktivistik
7. Implikasi teori
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah
sebagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berkualitas fasilitator.
Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-
jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti
materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat
mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya
tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti
dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yang keras para sisiwa
sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan. Tugas setiap
guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau
dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat
secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka
kognitifnya. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental
yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu. Siswa perlu
mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi
sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya
sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa
yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang
diperlukan.
Oleh karena itu, peranan pengajar tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang
berbeda dengan pandangan tradisional. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat
dibandingkan hanya sebagai transmiter pembelajaran. Pengajar sebagai fasilitator akan
memiliki konsekuensi langsung sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing. Di
samping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan pengajar dalam pembelajaran
adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan sebagai mediator. Sebagai expert
learners, pengajar diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang materi
pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk pebelajar, menyediakan masalah dan
alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika
pebelajar sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, metakognitif, afektif,
dan psikomotor pebelajar. Sebagai manager, pengajar berkewajiban memonitor hasil
belajar para pebelajar dan masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin
kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam
menyelesaikan tugas. Dalam hal ini, pengajar berperan sebagai expert teacher yang
memberi keputusan mengenai isi, menyeleksi proses-proses kognitif untuk mengaktifkan
pengetahuan awal dan pengelompokan pebelajar. Sebagai mediator, pengajar memandu
mengetengahi antar pebelajar, membantu para pebelajar memformulasikan pertanyaan atau
mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para pebelajar
mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan awal, dan menjelaskan bagaimana mengaitkan
gagasan-gagasan para pebelajar, pemodelan proses berpikir dengan menunjukkan kepada
pebelajar ikut berpikir kritis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat kita simpulkan bahwa :
3.1.1 Teori konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan
cara mengabstraksi pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik
realitas pribadi, alam, maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung
secara pribadi maupun sosial. Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa
faktor seperti pengalaman, pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan
bahwa sebenarnya teori belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari
psikologi kognitif, sehingga dalam batas tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
3.1.2 Teori belajar humanistik
Teori belajar humanistik adalah teori belajar dan pembelajaran yang mengedepankan
memanusiakan manusi dalam pembelajaran, menurut pandangan teori humanistik pendidik
bukan sekedar mengembangkan aspek kognitif siswa, akan tetapi juga pendidik diharapkan
dapat mengembangkan aspek psikomotorik (keterampilan) dan aspek afeksi (sikap). Teori
belajar humanistik merupakan menyempurna dari teori pembelajaran sebelumnya. Yang
hanya menyangkup sebuah aspek saja. Guru dalam teori humanistik sebagai fasilitator, guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh
tujuan pembelajaran.
3.2 Saran
Penggunaan metode pembelajaran humanistik sesuai bagi peserta didik, karena dalam
metode pembelajaran humanistik tak hanya mengajarkan kognitif dan psikomotor saja, akan
tetapi afektif. Hal ini diperlukan untuk mendidik peserta didik lebih memiliki sikap yang
baik, tak hanya pandai dan cerdas Ada baiknya dalam proses belajar mengajar seorang guru
haruslah memahami konsep dasar dari teori belajar dan pembelajaran, sehingga dapat
memahami setiap kondisi dari setiap situasi yang dialaminya didalam kelas dengan para
peserta didiknya.
.
DAFTAR PUSTAKA
Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Mansour Fakih, Analisi Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Leila Ahmed, Wanita & Gender Dalam Islam, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2000.
Pendidikan Konstruvistik. Jakarta. GP Press. Slavin, Robert. E. 2006. Psokologi
Pendidikan Teori dan Praktik. Jakarta. Indeks