Anda di halaman 1dari 22

BENTUK LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

DALAM KONTEKS KEBERAGAMAAN

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendekatan Bimbingan dan Konseling di SD

Dosen Pengampu:
Dr. Siti S. Fadhilah, M. Pd.

Oleh

Ariskha Lianasari F S0316080


Rahmat Fajar P S031608011
Wita Juwita S0316080

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
layanan bimbingan konseling dalam konteks keberagamaan dengan baik.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen sebagai bahan
presentasi dan diskusi kelompok pada mata kuliah Pendekatan Bimbingan dan
Konseling di SD. Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi
mahasiswa dalam mempelajari bentuk layanan bimbingan konseling dalam
konteks keberagamaan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Siti S. Fadhilah, M. Pd.
dosen pengampu mata kuliah Pendekatan Bimbingan dan Konseling di SD yang
telah memfasilitasi penulis dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari peran serta berbagai pihak.
Demikian kata pengantar yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah
ini bermanfaat bagi proses perjalanan akademik dan penulis yang akan datang.

Surakarta, April 2017

Tim Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................i


KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................3
D. Manfaat ........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................4
A. Psikologi Perkembangan Kehidupan Beragama pada Masa
Anak-anak, Remaja dan Dewasa ...................................................4
B. Pendekatan Bimbingan Konseling dalam Keberagamaan ...........7
C. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Agama .....................8
D. Pelaksanaan Bimbingan Konseling dalam Keberagamaan ............10
E. Fungsi dan Tujuan dari Bimbingan Konseling dalam
Konteks Keberagamaan .................................................................13
F. Bentuk Layanan Bimbingan Konseling dalam Keberagamaan .....15
BAB III PENUTUP ..........................................................................................17
A. Simpulan .......................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan Tuhan telah
menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk. Manusia diberikan
kelemahan, namun tak lupa juga Tuhan menyelipkan kelebihan diantara
kekurangannya. Penciptaan manusia mulai dari Nabi Adam A.S merupakan wujud
dari kuasa Tuhan. Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda. Tidak
ada makhluk yang sama persis di dunia ini, sekalipun ia kembar atau memiliki
ikatan darah sebagai saudara kandung, pasti akan ada perbedaan diantara mereka
dalam segi apapun.
Satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang Allah ciptakan
lainnya adalah manusia diberikan hawa nafsu. Hawa nafsu itu merupakan suatu
keistimewaan yang Tuhan berikan kepada manusia karena dengan hawa nafsu
manusia akan belajar untuk mengendalikan diri. Pengendalian diri tentu saja
bukan hal yang mudah, mengingat Tuhan juga menciptakan aturan-aturan yang
ditetapkan untuk manusia. Perilaku penyimpangan dari aturan yang dilakukan
manusia menyebabkan suatu permasalahan kecil maupun besar terjadi. Hal inilah
yang harus diwaspadai, karena tentu setiap aturan itu ditetapkan sudah satu paket
dengan sanksinya. Siapapun yang melanggar akan dikenakan sanksi.
Masing-masing agama telah memberlakukan batasan-batasan atau aturan-
aturan yang harus dijalani oleh manusia dalam kitab sucinya masing-masing.
Esensi dari Kitab suci adalah mengarahkan manusia untuk menjadi individu yang
patuh, taat, bertanggung jawab atas titah Tuhannya. Akan tetapi dorongan-
dorongan untuk melakukan penyimpangan dari aturan yang telah ditetapkan
terkadang lebih mendominasi pada hati nurani manusia. Disinilah bimbingan
diperlukan, bagaimanapun manusia membutuhkan orang lain untuk saling
mengingatkan.
Tujuan dari bimbingan ini adalah untuk membantu seseorang menemukan
konsep diri yang positif sehingga seseorang tersebut dapat menjadi cermin bagi

1
dirinya sendiri. Bimbingan keberagamaan merupakan salah satu bimbingan
dimana asas-asas yang terkandung dalam agama tersebut menjadi acuan atau
patokan untuk menemukan konsep diri pada seseorang. Lantas, bagaimana
bimbingan konseling dalam konteks keberagamaan? Selanjutnya akan dijelaskan
pada poin pembahasan di dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Secara umum, makalah ini merumuskan masalah mengenai bagaimana
Bimbingan Konseling (BK) dalam konteks keberagamaan?. Secara khusus,
rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana psikologi perkembangan kehidupan beragama pada masa anak-
anak, remaja dan dewasa?
2. Bagaimana pendekatan bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada
anak?
4. Bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan?
5. Bagaimana fungsi dan tujuan dari bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan?
6. Bagaimana bentuk layanan bimbingan keagamaan pada siswa SD?
C. Tujuan
Secara umum, tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
BK dalam konteks keberagamaan. Sedangkan secara khusus, tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana psikologi perkembangan kehidupan beragama
pada masa anak-anak, remaja dan dewasa
2. Mengetahui bagaimana pendekatan bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan
3. Mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan

2
4. Mengetahui fungsi dan tujuan dari bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan.
5. Untuk mengetahui bagaimana bentuk layanan bimbingan keagamaan pada
siswa SD.
D. Manfaat
Besar harapan kami, semoga dengan disusunnya makalah ini dapat
menambah wawasan serta khazanah keilmuan para pembaca sekalian terutama
dalam konteks keberagamaan pada layanan Bimbingan Konseling. Saran dan
kritik sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian, mengingat makalah yang
kami susun ini masih jauh dari kata sempurna.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Psikologi Perkembangan Kehidupan Beragama


Secara garis besar, psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang merujuk
pada asas kejiwaan manusia. Jiwa manusia bersifat abstrak, artinya untuk
mempelajari kehidupan kejiwaan manusia mungkin hanya dapat diamati dari
gejala yang tampak pada sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan agama merupakan
sebuah aspek yang berhubungan dengan kehidupan dan batin manusia. Dengan
demikian, psikologi agama dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang mempelajari dan meneliti tingkah laku manusia yang diukur
berdasarkan ajaran-ajaran pada agama yang dianutnya. Hubungan agama dengan
kondisi kejiwaan manusia tentu sangat erat kaitannya, mengingat manusia
merupakan makhluk sosial yang tentunya akan selalu berinteraksi atau
berhubugan dengan sesama manusia atau makhluk hidup lainnya.
Namun, hal yang paling utama dalam hidup adalah membangun sebuah
hubungan. Hubungan yang dimaksud tidak hanya bentuk hubungan makhluk
dengan makhluk melainkan hubungan makhluk dengan Sang Pencipta. Seiring
dengan pernyataaan yang dipaparkan diatas, muncul banyak pertanyaan mengapa
manusia harus menyembah Tuhan nya, mengapa perlu berdoa kepada Tuhan,
mengapa kita harus berbuat baik terhadap sesama, mengapa Tuhan menciptkan
aturan bagi makhluk yang Dia ciptakan?. Untuk menjawab semua pertanyaan
diatas, maka diperlukan adanya sebuah jawaban pasti yang esensial, tidak asal
menjawab dan tentunya bersumber pada hal-hal yang merujuk kepada kebenaran
seperti kitab suci seperti Al-Quran dan hadist bagi umat islam.
Tidak luput dari fitrahnya manusia sebagai individu yang tidak sempurna,
maka perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh manusia pasti akan
terjadi sewaktu-waktu baik secara sadar maupun tidak. Perilaku yang
menyimpang tersebut perlu diluruskan agar tidak selamanya manusia berada di
dalam kesesatan. Lingkungan terkecil yang sangat berpengaruh besar pada
pengaplikasian ajaran agama adalah lingkungan keluarga. Sedini mungkin,

4
seseorang harus memperoleh pengetahuan berupa kewajiban serta larangan yang
ditetapkan menurut agama yang dianutnya. Terdapat beberapa fase psikologi
perkembangan agama pada seseorang, diantaranya:
1. Psikologi Perkembangan pada Masa Anak-Anak
Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan dimana potensi agama sudah
dimilikinya sejak ia dilahirkan. Perkembangan agama pada anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan orang tua menjadi titik pusat
pengarahan dan pengajaran agama pada anak. Menurut penelitian Ernest
Harms dalam Jalaludin (2009) mengemukakan bahwa perkembangan agama
anak-anak dibagi kedalam beberapa fase, dalam bukunya yang berjudul The
development of Religious on Children, ia mengatakan bahwa terdapat tiga
tingkatan perkembangan agama pada anak, yaitu:

a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)


Tingkatan ini dimulai pada saat anak berusia 3-6 tahun. Pada tahap ini
konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan
emosi, sehingga dalam menanggapi agama pun anak masih berimajinasi
melalui dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkatan ini dimulai pada saat anak memasuki bangku SD. Pada
masa ini, anak sudah mengerti tentang konsep ke-Tuhanan berdasarkan
pada realitas. Konsep ini diperoleh dari orang-orang dewasa di sekitarnya
melalui pengajaran agama.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Tingkatan individu ini merupakan puncak dari perkembangan
keagamaan pada anak, karena pada tahap ini anak telah memiliki
kopekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia
mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini terbagi atas tiga
golongan, yaitu:
1) Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif yang
dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi.

5
2) Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni dinyatakan dalam
pandangan yang bersifat personal (perorangan)
3) Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah
menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran
agama.
2. Psikologi Perkembangan pada Masa Remaja
Perkembangan keberagamaan pada remaja merupakan peralihan dari
masa anak-anak ke tahap yang selanjutnya. Karena pengalaman dan
pengetahuannya mengenai berbagai hal telah banyak diperolehnya, maka
pada tahap ini biasanya mereka dapat menentukan apa yang baik dan buruk
menurutnya. Namun konflik yang terjadi pada perkembangan agama di masa
remaja ini sering juga muncul. Secara individu, mereka mengalami keraguan,
mengenai:
a. Kepercayaan menyangkut masalah ke Tuhanan dan implikasinya.
b. Tempat suci, menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan
tempat suci umat beragama
c. Alat perlengkapan keagamaan
d. Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan
e. Pemuka agama
f. Perbedaan madzhab (dalam agama Islam) / sekte (dalam agama
Kristen) dalam keagamaan.
3. Psikologi Perkembangan pada Masa Dewasa
Di usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadian yang
stabil. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara ia bertindak dan bertingkah
laku. Kemantapan jiwa orang dewasa ini memberikan gambaran tentang
bagaimana sikap keberagamaannya. Mereka sudah memiliki tanggung jawab
atas pilihannya. Berdasarkan hal ini maka sikap keberagamaan seseorang di
usia dewasa sulit untuk diubah, jikapun terjadi semuanya melalui proses
dengan berbagai macam pertimbangan. Sikap keberagamaan pada orang
dewasa biasanya dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan
pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama pada hakikatnya

6
adalah sikap hidup bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Adapun ciri-ciri
keberagamaan pada orang dewasa diantaranya:
a. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran
yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
b. Cenderung bersikap realistis, sehingga norma-norma agama dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
c. Bersikap positif terhadap ajaran agama yang dianutnya dan berusaha
untuk mendalaminya
d. Tingkat ketaatan beragama merupakan wujud dari tanggung jawab
atas dirinya, bukan lagi paksaan
e. Bersikap terbuka dan wawasannya lebih luas
f. Bersikap lebih kritis terhadap materi agama yang dipelajarinya
g. Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe
kepribadian masing-masing
h. Terlihat adanya hubungan antara agama dengan kehidupan sosial.

B. Pendekatan Bimbingan Konseling dalam Konteks Keberagamaan


Hal yang melatar belakangi adanya bimbingan agama dalam kehidupan
adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh manusia serta hakikat manusia
sebagai tempatnya khilaf dan lupa. Maka bimbingan konseling keagamaan ini
sangat diperlukan untuk menstabilkan keimanan seseorang agar tidak
menyimpang dari norma-norma agama yang dianutnya. Pendekatan bimbingan
konseling ini dilakukan melalui pendekatan kejiwaan yang bertolak ukur pada
konteks agama. Adapun problema-problema dalam kehidupan beragama,
meliputi:
1. Problema ketidakberagamaan; dimana seseorang atau kelompok individu
tidak atau belum beragama dan berkehendak untuk beragama namun
merasakan kesulitan untuk memeluk agama atau menganut sesuatu agama
karena belum yakin terhadap ajaran agama yang dianutnya.

7
2. Problema pemilihan agama; dimana seseorang atau kelompok individu
yang belum beragama dan merasa bimbang atas pilihan agama yang akan
dianutnya.
3. Problema kegoyahan iman; dimana seseorang atau kelompok individu
yang sedang merasakan goyah atas agama yang akan dianutnya sehingga
berkeinginan jika suatu waktu mengikuti ajaran agama yang dianutnya
dan suatu-suatu mengikuti ajaran agama yang lain.
4. Problema karena perbedaan faham dan pandangan; dimana seseorang
melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan
orang lain, karena tidak memenuhi seutuhnya ajaran agama.
5. Problema pelaksanaan ajaran agama; artinya seseorang yang tidak mampu
menjalankan ajaran agama sebagai mana mestinya karena berbagai sebab.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Agama pada Peserta


Didik
Masa pendidikan di SD merupakan kesempatan pertama yang sangat baik,
untuk membina pribadi anak setelah orang tua, sekolah dasar merupakan dasar
pembinaan pribadi dan mental anak. Apabila pembinaan pribadi dan mental anak
terlaksana dengan baik, maka si anak anak memasuki masa remaja dengan mudah
dan pembinaan pribadi dimasa remaja itu tidak akan mengalami kesulitan.
Pendidikan anak di sekolah dasar merupakan dasar pula bagi pembinaan
sikap dan jiwa agama pada anak. Apabila guru agama di SD mampu membina
sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak
anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa remaja muda dan anak
telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai goncangan
yang biasa terjadi pada masa remaja. Anak-anak akan bersifat sama sopan dan
hormatnya kepada orang lain, jika dibesarkan di lingkungan rumah dimana
mereka diperlakukan dengan penuh kewibawaan, kebaikan hati dan rasa hormat,
akan besar pengaruhnya terhadap cara mereka memperlakukan orang lain. Mereka
akan sampai kepada keyakinan bahwa begitulah cara mereka harus
memperlakukan orang lain.

8
Pendidikan agama memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati
nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong
mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama
memelihara anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa
nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta
merusak kesehatan mental anak. Adapun pendidikan agama yang perlu di
terapkan kepada anak sejak usia dini antara lain:
Mengajari Akhlak yang Mulia
Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya
semata untuk mengetahuinya saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa
sang anak agar supaya beraklak dengan akhlak yang terpuji. Karena
pendidikan agama sangat berpengaruh besar dalam rangka membentuk
anak yang berbudi pekerti yang luhur dan memiliki mental yang sehat.
Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui Pendidikan Agama
Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak / orang harus
mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan.
Dengan demikian mereka membutuhkan sistem persekolahan yang sesuai
dengan kepribadian dan perkembangan anak. Perlunya diketahui bahwa
kesahatan mental dapat dicapai melalui kehidupan jadi rukun dan damai
diantaran kelompok sosial dengan saling memberi dukungan fisik, material
maupun moral untuk mencapai ketenangan hidup melalui agama, dapat
meredam gejala jiwa, dan perlu dilakukan / dilaksanakan secara konsisten
dan produktif.
Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan
agama antara lain :
Menanamkan Rasa Keagamaan terhadap Anak. Pengetahuan dan
pemahaman tentang agama diberikan agar anak dapat mengenal lebih
dekat kepada sang pemberi petunjuk yaitu Tuhan. Agar apabila suatu saat
seorang anak mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak
timbul frustasi pada anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa
dan kesehatan mental paa tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.

9
Membimbing dan Mengarahkan Perkembangan Jiwa Anak Melalui
Pendidikan Agama. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa
anak dapat diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman
keagamaan terhadap diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah maupun masyarakat, lingkungan yang banyak membentuk
pengajaran yang bersifat agama. Akan membentuk pribadi, tindakan dan
kelakuan serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran
agama yang kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan
pembentukan mental yang sehat dalam diri anak.
Menanamkan Etika Yang Baik Terhadap Diri Anak Berdasarkan Norma-
Norma Keagamaan. Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan
yang pertama (masa anak) dari umur 0 12 tahun.

D. Pelaksanaan Bimbingan Konseling dalam Konteks Keberagamaan


Berbagai jenis layanan perlu dilakukan sebagai wujud nyata penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik
(klien). Suatu kegiatan dalam bimbingan dan konseling di sebut layanan apabila
kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran layanan
(klien). Dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun
kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran layanan itu. Serta dampak positif
layanan yang dimaksudkan diharapkan dapat secara langsung dirasakan oleh
sasaran yang mendapatkan layanan tersebut. Dalam hal ini tujuh jenis layanan
agama menjadi jenis-jenis pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu layanan
orientasi agama, layanan informasi agama, layanan penempatan dan penyaluran
bakat keberagamaan, layanan bimbingan pembelajaran/pengajian agama, layanan
konseling agama perorangan, layanan bimbingan agama kelompok, dan layanan
konseling agama kelompok yang bentuk dan jenis layanannya dapat dijelaskan
sebagai berikut :

10
a) Layanan Orientasi Agama;
Layanan yang memungkinkan umat mengenal dan memahami lingkungan
keberagamaannya dari orang-orang yang dapat memberikan pengaruh
agama untuk mempermudah orang berperan dilingkungan hidup
keberagamaan yang baru dimasukinya. Dengan cara demikian diharapkan
orang terjauh dari sifat keterpaksaan dalam menganut agama, dengan
demikian orang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
keberagamaannya. Dan menjadikan agama sebagai kebutuhan jiwa dan
sumber kebahagiaan hidup.
b) Layanan Informasi Agama.
Jenis layanan yang memungkinkan umat atau orang yang beragama
menerima dan memahami informasi keberagamaannya dari sumber yang
layak dipercaya untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan amal-amal keagamaan dalam mengambil keputusan dan
pertimbangan bagi penentuan sikap dan tingkah laku
keberagamaan. Layanan informasi agama bertujuan membekali umat
dengan berbagai hal yang sangat berguna bagi kehidupan ini.
c) Layanan Penempatan dan Penyaluran Bakat Keberagamaan.
Layanan yang memungkinkan umat beragama memperoleh penempatan
dan penyaluran yang tepat dan benar dalam pengembangan hidup
keberagamaan sesuai dengan potensi, minat, bakat, situasi, dan kondisi
pribadi manusia beragama yang bersangkutan.
d) Layanan Bimbingan Pembelajaran / Pengajian Agama.
Layanan yang memungkinkan orang beragama mengembangkan sikap dan
kebiasaan belajar agama yang baik, materi pengajian agama yang cocok
dengan kecepatan dan kesulitan belajar agama, serta berbagai aspek tujuan
dan kegiatan belajar agama lainnya yang berguna bagi kehidupan
keberagamaan.
e) Layanan Konseling Agama Perorangan.
Layanan yang memungkinkan orang beragama mendapatkan layanan
langsung tatap muka dengan konselor agama dalam rangka pengentasan

11
permasalahan agama yang di hadapi klien. Permasalahan keberagamaan
yang dapat dilayani melalui konseling agama perorangan ini meliputi
semua aspek keagamaan. Konselor agama melayani klien secara
individual.
f) Layanan Bimbingan Agama Kelompok.
Layanan yang memungkinkan sejumlah (sekelompok) orang yang
beragama memperoleh kesempatan bagi pembahasan dan pengentasan
masalah keberagamaan yang mereka alami masing-masing melalui
suasana dan dinamika kelompok.
g) Layanan Konseling Agama Kelompok.
Layanan yang dimaksudkan untuk memungkinkan sejumlah orang yang
beragama secara berjamaah memperoleh bahan dan informasi dari nara
sumber tertentu tentang masalah hidup keberagamaan mereka yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan sikap dan tingkah laku
keberagamaan.
Empat jenis bidang pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan
pembagian aspek agama Islam dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Bimbingan akidah
adalah bidang pelayanan yang membantu konseling dalam mengenal,
memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengembangkan akidah
keimanannya, sehingga menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan, mantap, dan mandiri, sehat dan bahagia, baik lahiriah
maupun batiniah.
b) Bimbingan ibadah
adalah bidang layanan yang membantu klien dalam mengembangkan
hubungan dan pengabdiannya kepada Tuhan melalui amal ibadah agar
menjadi pribadi yang taat dalam mengerjakan perintah-Nya dan taat dalam
menjauhi larangan-Nya.
c) Bimbingan akhlak
adalah bidang pelayanan yang membantu konseli dalam mengembangkan
sikap dan perilaku yang baik, sehingga memiliki akhlak terpuji dan jauh

12
dari akhlak tercela. Tujuan yang hendak dicapai oleh bidang bimbingan ini
pribadi mulia.
d) Bimbingan muamalah
adalah bidang pelayanan yang membantu klien dalam membina dan
mengembangkan hubungan yang selaras, serasi dan seimbang dengan
sesama manusia dan makhluk, sehingga memiliki keharmonisan dalam
kehidupan beragama.

E. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling dalam Konteks Keberagamaan


1. Fungsi
Sebuah tindakan terhadap suatu hal tentunya memiliki fungsi dan tujuan yang
akan menjadi hasil akhir keadaan. Fungsi dan tujuan tersebut juga ada pada
bimbingan konseling dalam konteks keberagamaan. Sebelum menjalankan fungsi
tersebut, seorang pembimbing perlu memahami dan mengenal sasaran kegiatan
yang diprograrnkan rnencakup bagaimana watak klien, kehidupan keluarganya
dan situasi serta kondisi yang dialaminya. Setelah memahami dan mengenal
sasaran kegiatan yang diprograrnkan rnencakup bagaimana watak klien, maka
fungsi dalam bimbingan konseling tersebut dapat terwujud. Berikut ini merupakan
fungsi dari bimbingan konseling dalam konteks keberagamaan, dalam hal ini
agama Islam:
a) Mengusahakan agar klien terhindar dari gangguan dan hambatan yang
mengancam kelanjutan proses perkembangan dan pertumbuhan.
b) Mengarahkan klien agar dapat mengenali dan memahami masalah yang
sedang dihadapi.
c) Mengungkapkan kenyataan tentang psikologis dari klien yang
bersangkutan menyangkut kemampuan diri sendiri, minat dan bakat yang
dimiliki serta berhubungan dengan cita-cita yang ingin dicapai.
d) Membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
agar berani dalam memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi
kesukarannya sehingga menghasilkan berupa kemajuan dari keseluruhan
orang yang bersangkutan.

13
e) Bimbingan Islam juga dapat memberikan psikoterapi dari sudut
keagamaan melalui tuntunan Al-Quran dan Al-Hadits.
f) Bimbingan Islam dalam fungsinya juga lebih bersifat protektif
(melindungi) dan pencegahan dalam bentuk terapi. Bimbingan Islam
sangat signifikan sebagai upaya praktis selain psikoterapi psikiatrik
karena bimbingan Islam mengandung kekuatan spiritual yang
membangkitkan rasa percaya diri dan sikap optimis untuk memperoleh
kesembuhan rohaninya.
Menurut Yusak Burhanuddin dalam bukunya kesehatan mental, menyatakan
bahwa bimbingan Islam juga berfungsi sebagai pendamai diri dan pengendali
moral. Disebut pendamai diri karena seseorang yang merasa bersalah dan berdosa
dapat mencapai kedamaian batin melalui bimbingan Islam yang diberikan.
Disebut pengendali moral, karena moral adalah kelakuan yang disesuaikan dengan
nilai-nilai masyarakat yang timbul dari hati dan disertai oleh rasa tanggung jawab
atas kelakuan tersebut, sehingga dengan bimbingan Islam orang dapat mengatur
dan mengendalikan tingkah laku dan sikap yang diridhai Allah SWT. Aunur
Rahim pun menambahkan secara ringkas fungsi dari bimbingan keberagamaan
adalah sebagai berikut :
1. Fungsi preventif atau pencegahan kepada seseorang agar terhindar dari
masalah.
2. Fungsi kuratif atau korektif yakni membantu seseorang memecahkan
masalah yang dihadapi atau dialaminya.
3. Fungsi preservatif yakni membantu seseorang menjaga situasi dan
kondisi agar yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama.
4. Fungsi developmental atau pengembangan yakni membantu seseorang
mernelihara dan rnengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik
atau menjadi lebih baik.
2. Tujuan
Pada dasarnya tujuan dari bimbingan dalam konteks keberagamaan sama
halnya dengan tujuan bimbingan secara umum, hanya saja dalam bimbingan

14
konseling dalam konteks keberagamaan tentu terdapat sentuhan-sentuhan nilai
religius di dalamnya. Berikut ini tujuan dari bimbingan konseling:
1) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi
yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik,
sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.
2) Menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan
jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap lapang
dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya.
3) Menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan, tingkah laku
yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan
keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam
sekitarnya
4) Menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul
dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan
rasa kasih sayang.
5) Menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul
dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya,
ketulusan mematuhi segala perintah, serta ketabahan untuk menerima
ujian-Nya.
6) Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan. Sebagai mahluk sosial,
seseorang diharapkan mampu membina hubungan yang harmonis dengan
lingkungan sosialnya mulai dari ketika kecil di sekolah dengan teman
sebayanya, rekan seprofesi dan dalam keluarga. Kegagalan dalam
hubungan antar perorangan adalah kegagalan dalam penyesuaian diri
yang antara lain disebabkan oleh kurang tepatnya memandang atau
menilai diri sendiri atau kurangnya keterampilan untuk menyesuaikan
diri.

F. Bentuk Layanan Keagamaan pada Siswa SD


Karakteristik peserta didik yang berbeda dalam satu kelas, mengharuskan
guru untuk mampu memberikan layanan yang menyeluruh bagi setiap siswa.

15
Pelayanan keagamaan tersebut tentunya dilaksanakan sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing anak. Bentuk layanan keagamaan yang bisa
diterapkan guru di sekolah antara lain:
a) Memberi informasi tentang fasilitas penunjang ibadah keagamaan yang
ada di sekolah dan tuntutan sekolah akan kegiatan ibadah anak-anak;
b) Membiasakan peserta didik untuk berdoa sebelum mulai pelajaran
c) Membiasakan peserta didik untuk mengucapkan salam
d) Memantapkan sikap dan kebiasaan siswa untuk menunaikan ibadah
agama, seperti menunaikan ibadah shalat tepat waktu bagi siswa yang
beragama Islam
e) Mengembangkan sikap dan kebiasaan peserta didik dalam menjaga
kebersihan dan kesehatan diri sendiri, misalnya selalu memperhatikan
apakah yang akan dimakan itu bersih atau tidak, pakaiannya bersih atau t
idak bagaimana membersihkan kotoran yang ada pada diri sendiri.
f) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dengan
baik. Misalnya berkomunikasi dengan kata-kata yang baik (bukan kata-
kata yang jorok atau kasar),
g) Mengembangkan sikap dan kebiasaan siswa untuk menyayangi sesama
teman.
h) Mengembangkan sikap dan kebiasaan siswa hormat kepada orang tua dan
orang dewasa lainnya.
i) Menanamkan pada peserta didik perlunya mengenal dan menerima diri
sendiri sebagaimana adanya, dilatih untuk mensyukuri apa yang dimiliki.
j) Mengajarkan pada anak bersikap baik terhadap dirinya sendiri, seperti
menjaga kebersihan. Kalau selesai buang air kecil, diajarkan untuk selalu
disiram dan dibersihkan.
k) Mengajak anak ke rumah ibadah sesuai dengan agama yang dianut pada
waktu tertentu.
l) Menanamkan sikap toleransi terhadap perbedaan agama di sekolah

16
KESIMPULAN
Pada hakikatnya, bimbingan dilakukan karena adanya ketidakselarasan atau
perilaku penyimpangan atas aturan yang telah ditetapkan, salah satu jenis
bimbingan adalah bimbingan keberagamaan. Namun sebelum bimbingan
keagamaan itu diberikan, terlebih dahulu kita harus mengetahui bagaiaman
konteks psikologi perkembangan keagamaan pada seseorang. pada hakikatnya
seseorang akan mengalami tiga fase perkembangan keagamaan dalam hidupnya,
yaitu fase anak-anak, remaja dan dewasa. Ketiga fase tersebut, tentu memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Pada fase anak-anak, pengetahuan mengenai
agama hanya sebatas melalui cerita-cerita yang ia dengar melalui dongeng-
dongeng fantasi, pada fase remaja, agama menjadi suatu hal yang tidak asing lagi
karena seseorang diusia remaja sudah mulai mengenal aturan-aturan yang terdapat
pada agamanya, sedangkan pada fase dewasa seseorang lebih mendalami ajaran
agama yang dianutnya dan lebih bertanggung jawab atas perintah-perintah yang
telah ditetapkan dalam agama.
Pendekatan bimbingan konseling dilatarbelakangi karena adanya problema-
problema yang harus diatasi. Contoh permasalahannya diantaranya seseorang
yang tidak memiliki agama atau bimbang menentukan agama yang akan
dianutnya, problema goyahnya iman, problema karena berbeda pandangan dan
lain sebagainya. Bimbingan keagamaan diberikan pada siapapun dia yang
mengalami permasalahan-permasalahan tersebut.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberagamaan seseorang, yaitu
faktor intern (pembawaan) dan faktor ekstern (lingkungan). Setiap orang secara
kodrati memiliki sikap religius yang ada dalam diri sendir. Namun keberagamaan
tersebut memerlukan bimbingan agar dapat tumbuh dan berkembang secara benar.
Untuk itu anak-anak memerlukan tuntunan dan bimbingan sejalan dengan tahap
perkembangan yang mereka alami. Tokoh yang paling menentukan dalam
menumbuhkan perilaku keagamaan itu adalah keluarga terutama orang tua.
Pelaksanaan bimbingan dalam konteks keberagamaan dapat diwujudkan
dalam tujuh jenis layanan agama, yaitu layanan orientasi agama, layanan
informasi agama, layanan penempatan dan penyaluran bakat keberagamaan,

17
layanan bimbingan pembelajaran/pengajian agama, layanan konseling agama
perorangan, layanan bimbingan agama kelompok, dan layanan konseling agama
kelompok.
Fungsi bimbingan konseling dalam konteks keberagamaan adalah sebagai
pencegah seseorang untuk melakukan perilaku yang menyimpang dalam
pendangan agama, membantu pemecahan masalah dengan pendekatan agama,
menjaga situasi dan kondisi dalam hati seseorang, dan mengembangkan perilaku
seseorang ke arah religius. Sedangkan tujuan bimbingan konseling dalam konteks
keberagamaan antara lain membantu individu memelihara dan mengembangkan
situasi dan kondisi yang baik, menghasilkan suatu perubahan, menghasilkan
kecerdasan rasa (emosi) pada individu, menghasilkan kecerdasan spiritual pada
diri individu, meningkatkan dalam hubungan antar perorangan.
Bentuk layanan keagamaan harus disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik, beberapa layanan yang bisa guru di sekolah antara lain, pemberian
informasi tentang fasilitas penunjang ibadah keagamaan, membiasakan peserta
didik untuk berdoa sebelum mulai pelajaran, membiasakan peserta didik untuk
mengucapkan salam, memantapkan sikap dan kebiasaan siswa untuk menunaikan
ibadah agama, mengembangkan sikap dan kebiasaan peserta didik dalam menjaga
kebersihan, mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi
dengan baik, mengembangkan sikap dan kebiasaan siswa untuk menyayangi
sesama teman.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amin, S.M. (2010). Bimbingan dan Konseling Islam. Amzah. Jakarta.

Burhanudin, Y. (1999). Kesehatan mental. Pustaka Mulia. Bandung

Faqih, A.R. (2003). Bimbingan Konseling dalam Islam. UII Press.


Yogyakarta.

Gunarsa. (1992). Koseling dan Psikoterapi. PT. Bpk Gunung Mulya. Jakarta.

Jalaludin (2009). Psikologi Agama. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Mappiare, A. (2002). Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Sahilun, N. (2002). Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan


Problema Remaja. Kalam Mulia. Jakarta.

Sururin. (2004). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta. PT Grafindo Jaya.

19

Anda mungkin juga menyukai