2. .....
3. Peran pendidikan dalam pengembangan wujud sifat hakikat manusia
Lysen mengartikan individu sebagai orang seorang, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhanyang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi.(Lysen, individu dan masyarakat). Setiap anak manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri.
Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi. Demikian kata M.J. Langeveld (seorang
pakar pendidikan yang tersohor di Negeri Belanda) yang mengatakan bahwa setiap orang
memilikiindividualitas. Bahkan dua anak kembar yang berasal satu telur pun, yang lazim
dikatakanseperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan satu dari yang lain, hanya
serupa tetapitidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada sifat-sifat fisiknya maupun
hidupkejiwaannya (kerohaniannya). Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada
taradan bandingannya). Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
Dimensi Kesosialan
Setiap bayi lahir dikaruniai potensi sosialitas (MJ. Langeveld 54) pernyataan tersebutdiartikan
bahwa setiap untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada
hakikatnya daidalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima, dipandangsebagai
kunci sukses pergaulan. Adanya dorongan untuk meerima dan memberi itu sudahmenggejalah
mulai masa bayi.Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas pada
dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu
dengansesamanya.
Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk religious. Sejak dahulu kala, sebelum
manusiamengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau
dengan perantaraan alat indranya. Diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang
menguasaihidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada
kekuatantersebut diciptakanlah mitos-mitos. Misalnya untuk meminta sesuatu dari kekuatan-
kekuatantersebut, dilakukan bermacam-macam upacara menyediakan sesajen-sesajen dan lain-
lain
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan
dimensihakikat manusia menjadi tugas pendidikan.Manusia lahir telah dikaruniai dimensi
hakikat manusia tetapi masih dalam wujud potensi,
belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau aktualisasi. Dari kondisi ‘potensi’
menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan
untuk berperan dalam memberikan jasanya.Setiap manusia lahir dikaruniai naluri yaitu
dorongan-dorongan yang alami (doronganmakan, seks, mempertahankan diri, dan lain-lain).
Jika seandainya manusia dapat hiduphanya dengan naluri maka tidak bedanya dengan hewan.
Hanya melalui pendidikan statushewani itu dapat diubah kea rah status manusiawi
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan
hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia denganhewan
banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya.Beberapa filosof seperti Socrates
menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller
menggambarkan manusia sebagai Das Kranke Tier (hewanyang sakit) yang selalu gelisah dan
bermasalah
Manusia sangat jelas berbeda dengan hewan. Hal ini dapat dilihat melalui wujud sifat hakikat
manusia, yaitu kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, kepemilikan kata hati,
moral, tanggung jawab, rasa kebebasan, kewajiban dan hak, kemampuan menghayati
kebahagiaan, kemampuan berbahasa. Ditilik dari segi lain, manusia ternyata memiliki dimensi-
dimensi yang meliputi dimensi individual, sosial, susila, dan agama. Dalam suatu proses
pembelajaran, baik wujud sifat hakikat manusia maupun dimensi-dimensi manusia yang telah
dimiliki oleh setiap peserta didik perlu dikembangkan. Tujuannya tentu saja agar mereka lebih
tahu eksistensi mereka di atas permukaan bumi ini dan agar mereka lebih tahu bahwa mereka
adalah makhluk ciptaan Allah yang pada hakikatnya berbeda dengan makhluk yang lain
sehingga akan terlahir manusia Indonesia seutuhnya seperti yang diinginkan masyarakat,
bangsa, dan agama
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah
dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh
peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai
organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
4. Undang-Undang yang berkaitan dengan kependidikan
Langkah strategis membangun karakter kebangsaan adalah melalui sektor pendidikan. Hanya
negara-negara yang memiliki karakter kebangsaan yang kuatlah yang siap bersaing ditengah
globalisasi. Pendidikan nasional yang mengkolaborasikan sistem pendidikan formal modern
dengan sistem pendidikan Agama dapat menjadi salah satu khazanah kekayaan dan bisa
menjadikan dunia pendidikan Indonesia sebagai garda terdepan bagi penguatan karakter
kebangsaan.
Harus disadari bahwa salah satu keunikan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki oleh bangsa-
bangsa lain di dunia adalah warisan multietnik dan multikultur. Keberagaman etnik yang
hingga kini mencapai lebih dari 500 etnik yang menggunakan 250 bahasa merupakan
kekayaan bangsa yang mesti dipelihara dan dikelola dengan mengedepankan nilai-nilai
kemajemukan sehingga masing-masing etnik bukan berdiri sebagai entitas yang tertutup dan
independen melainkan saling berinteraksi satu sama lain dan saling bergantung, serta saling
mempengaruhi satu sama lain.
Prinsip “Bhineka Tunggal Ika” seharusnya dapat dijadikan kunci pembuka interaksi sosial
sehingga terbangun suatu pemahaman lintas budaya dan rasa percaya pada setiap pihak yang
terlibat dalam interaksi itu, yang merupakan modal sosial bagi terbentuknya suatu hubungan
antar-etnik dan antar- budaya yang sehat, sejahtera dan maju. Dengan demikian, hidup dalam
keberagaman dapat dipandang sebagai suatu kekuatan dahsyat dalam membangun nasionalisme
struktural menuju bangsa yang mandiri dan bermartabat.
Pendidikan Karakter adalah upaya penyiapan kekayaan batin peserta didik yang berdimensi
agama , social, budaya, yang mampu diwujudkan dalam budi pekerti, baik dalam perbuatan
maupun perkataan.
Pendidikan Karakter adalah suatu system penanaman nilai – nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi kompenen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai nilai tersebut. baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,diri sendiri, sesama,
Pengaruh sastra dalam pembentukan karakter siswa tidak hanya didasarkan pada nilai yang
terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra yang bersifat apresiatif pun sarat dengan
pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada
hakikatnya menanamkan karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang
bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga siswa akan cenderung cinta kepada
kebaikan dan membela kebenaran.
Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun, cermat, taat, dan kejujuran.
Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif dikembangkan karakter ketelitian, dan berpikir ke
depan (visioner).
Tingkat apresiasi sastra masyarakat sangat terkait dengan pengajaran sastra di sekolah. Peran
lembaga pendidikan sangat penting untuk menumbuhkan sikap apresiatif terhadap karya sastra
sejak dini. Pengajaran sastra harus berjalan dengan baik, agar kemampuan dan sikap apresiatif
siswa terhadap karya sastra dapat tumbuh secara sehat.
10. Penguatan karakter SDM melalui Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang
kompetitif dan unggul. Menghadapi MEA 2015, peran pendidikan sangat membantu
kemajuan perkembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia, untuk mencapai
kesuksesan di era pasar bebas ASEAN. Oleh karena itu, untuk memajukan pendidikan di
Indonesia tidak hanya dengan merubah kurikulum dan melengkapi sarana dan prasarana saja,
melainkan juga memperhatikan pembangunan SDM yang akan mengemban pendidikan
tersebut.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan
kamil, dimana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu,
dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Dengan menerapkan sistem pendidikan Ki
Hajar Dewantoro yakni “sistem Among” (Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa,
dan Tutwuri handayani) Dan pengembangan soft skill pada jalur non-akademik
untuk menyiapkan mahasiswa agar menjadi lulusan-lulusan yang mampu bersaing dalam era
MEA. Upaya tersebut bersinergi dan berkesinambungan agar mahasiswa memiliki karakter
yang mampu menjadikannya mampu bersaing dalam era MEA. Adapun karakter yang
dimaksud antara lain: inisiatif, integritas, komitmen, kreatif, mandiri, managemen diri, dan
kerja sama.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan
kamil, dimana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan
hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu,
dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Adapun nilai-nilai yang perlu dihayati dan
diamalkan oleh guru saat mengajarkan mata pelajaran di sekolah adalah: religius, jujur,
toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
Sistem Pendidikan Dalam pelaksanaan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara menggunakan
“Sistem Among” sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai
sentral proses pendidikan. Dalam Sistem Among, maka setiap pamong sebagai pemimpin
dalam proses pendidikan diwajibkan bersikap: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya
mangun karsa, dan Tutwuri handayani.
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha
Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman dan atau lebih
berpengatahuan. Sedangkan tuladha berarti memberi contoh, memberi teladan. Jadi ing
ngarsa sung tuladha mengandung makna, sebagai among atau pendidik adalah orang yang
lebih 13 berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik
atau dapat dijadikan sebagai “central figure” bagi siswa.
2. Ing Madya Mangun Karsa
ing madya mangun karsa mengandung makna bahwa pamong atau pendidik sebagai
pemimpin hendaknya mampu menumbuh kembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik
untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan
ideal.
3. Tutwuri Handayani
Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan penuh tanggung jawab
berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative,
possessive, protective danpermissive yang sewenang-wenang. Sedangkan handayani berarti
memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak
didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis
kodrat pribadinya
Lalu apa fungsi keluarga bagi pembentukan karakter antikorupsi? Syamsul Yusuf
dalam “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”, mengatakan bahwa keluarga
berfungsi sebagai fungsi biologi, ekonomi, pendidikan (edukatif), sosialisasi,
perlindungan (proteksi), rekreatif, dan agama (religius). Sebagai pendidikan pertama,
keluarga sangat tepat dijadikan solusi atas setiap persoalan yang menimpa anak usia
dini. Melalui pendidikan keluarga, anak akan terdidik dan terbiasa dengan aktivitas yang
berguna dan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Seorang ibu dalam kehidupan keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan
terhadap proses pembentukan karakter anak agar terhindar dari perbuatan yang dilarang
oleh norma hukum dan agama. Dalam proses pembentukan karakter itu, peran ibu
memainkan peran yang sangat urgen dalam mengajarkan nilai-nilai kejujuran sebagai
modal awal dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Kejujuran adalah suatu tindakan yang lurus, tidak berbohong, dan tidak curang dalam
situasi apa pun. Kejujuran merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam
pendidikan antikorupsi, karena tanpa sifat kejujuran seseorang tidak akan memperoleh
kepercayaan dari siapa pun. Ketika anak sudah mengerti dengan tugas-tugas
perkembangannya, orangtua harus segera mungkin menanamkan nilai-nilai kejujuran
kepada dirinya.
Sebagai nilai penting dari pendidikan antikorupsi, kejujuran harus menjadi prinsip hidup bagi
seorang anak dalam menempa hidupnya di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Prinsip untuk tidak berkata bohong kepada diri sendiri dan orang lain sebisa mungkin telah
melekat dalam sanubari seorang anak, agar kelak ketika sudah dewasa mampu menjaga
prinsip hidupnya tersebut.
Nilai antikorupsi yang tidak kalah pentingnya adalah peran orangtua dalam mengajarkan
hidup sederhana bagi anak-anak mereka. Dengan gaya hidup sederhana, seorang anak
dibiasakan untuk tidak boros dan menerima apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.
Gaya hidup sederhana dalam kehidupan keluarga merupakan nilai penting yang bisa
mencegah perbuatan anak untuk hidup dalam keserakahan atau ketamakan.
Dalam kehidupan keluarga, seorang anak tidak boleh dibiarkan hidup dengan kemewahan
harta dan selalu dimanja untuk memenuhi keinginannya. Jika kita membiarkan anak hanya
hidup berfoya-foya dan menghabiskan uang untuk kesenangan sesaat, maka bisa dipastikan
gaya hidup itu akan menular sampai usia dewasa. Tanpa kita sadari, keluarga menjadi salah
satu pemicu seorang anak untuk melakukan korupsi, karena pola hidup konsumtif dan
hedonis yang dibina dari keluarga.
Akhirnya, pendidikan antikorupsi berbasis keluarga harus benar-benar dimulai dari peran
penting orangtua dalam mendidik anak-anak mereka dengan penuh perhatian, kasih sayang,
dan rasa cinta yang mendalam. Pendidikan tentang kejujuran, kedisiplinan, dan
kesederhanaan dalam lingkungan keluarga merupakan bentuk-bentuk pencegahan
antikorupsi sejak dini dan diharapkan tetap menjadi pegangan hidup ketika seorang anak
sudah memasuki usia dewasa serta berkecimpung dalam kehidupan masyarakat dan
pemerintahan.
13. ............................................