Penyusun :
Nadia yusrini
Dita
Farhan
UNIVERSITAS JAMBI
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan guru bimbingan dan konseling atau konselor diatur melalui Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang
dosen,konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
2015). Undang-undang ini mengisyaratkan bahwa pekerjaan guru bimbingan dan konseling
memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh guru mata pelajaran lain. Konselor adalah tenaga
profesional yang memiliki kualifikasi profesional spesialis dalam bidang bimbingan dan konseling
yang diakui dan dengan akreditasi di bidang itu. Konselor menjalankan peran yang berbeda dengan
psikoterapis. Peran konselor adalah melaksanakan konseling, baik konseling individual, konseling
kelompok, konseling keluarga, konseling karir, konseling pendidikan, konsultasi dengan guru,
konsultasi dengan orang tua, dan evaluasi layanan bimbingan dan konseling, serta menfasilitasi
rujukan ke lembaga atau ahli di luar lingkungan sekolah. Dari segi perkembangan, peran konselor
sekolah pada tiap tingkatan adalah unik, namun semuanya terfokus pada hubungan interpersonal dan
intrapersonal. Konselor sebagai pendidik profesional melakukan pelayanan konseling sebagai salah
satu upaya pendidikan untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Bimbingan dan konseling merupakan
proses pemberian bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (Konselor) melalui
pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik atara keduanya, agar konseli memiliki
memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis
dari pembimbing (Konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan
timbal balik antara keduanya untuk mengungkapkan masalah konseli sehingga konseli mampu
melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu
Profesikonseloradalah suatu hal yang harus dibarengi dengan keahlian dan etikadalam pemberian
layanan bimbingan dan konseling(Farozin, 2019; Fuad, 2009; Rahmat, 2019a). Meskipun
profesi(Kos, Wasik, McDonald, Soler, & Lys, 2019; La Guardia & Korcuska, 2019).
menyebabkan citra konselor di sekolah saat ini masih belum bisa dikatakan baik dan hal ini
berkaitan dengan profesionalitas konselor. Banyak hal yang melatar belakangi buruknya citra
konselor di sekolah, mulai dari sikap konselor dan tugas konselor yang memang kurang jelas dan
disalahgunakan oleh pihak sekolah itu sendiri(Irmansyah, 2020; Widyastuti & Awalya, 2017).
Konselor yang bertugas sebagai polisi sekolah(Ardimen, 2018b; Kurniawan, 2015; Mange,
2019; S. Latinapa & Faizah, 2018)dan menjadi momok menakutkan bagi siswa-siswanya, terutama
siswa-siswa yang sering melakukan pelanggaran dan nakal(Afifah, 2020; Hartawan, 2013; Shanty
& Christiana, 2013). Oleh karena itu, penting bagi para konselor sekolah untuk berupaya
memperjuangkan agar citranya menjadi positif dan bermanfaat bagi para siswa dan seluruh
warga sekolah sesuai dengan tugas yang sebenarnya sebagai konselor, dengan
mengupayakan bersikap profesional dan merujuk pada etika profesional seorang konselor(Astiti,
Dasar pendidikan merupakan upaya membantu manusia untuk menjadi apa yang bisa dia
perbuat dan bagaimana dia harus menjadi (becoming) dan berada (being) (Bereiter, 1973:6).
Upaya bimbingan dan konseling dalam merealisasikan fungsi-fungsi membantu individu, dengan
mengintegrasikan sistem nilai ke dalam perilaku mandiri. Dalam upaya semacam itu,
bimbingan dan konseling amat mungkin menggunakan berbagai metode dan teknik psikologis,
untuk memahami dan memfasilitasi perkembangan individu, namun tidak berarti bahwa
bimbingan dan konseling adalah psikologi terapan, karena bimbingan dan konseling tetap
Bimbingan dan konseling tidak cukup bertopang pada kaidah-kaidah psikologis melainkan harus
mampu menangkap eksistensi manusia sebagai konsekuensi logis dari hakikat dan makna
pendidikan.Hal senada dikemukakan oleh Gysbers & Henderson (2000), bahwa bimbingan
konseling sebagai suatu profesi yang memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan
Perwujutan nyata perkembangan Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan upaya Asosiasi
menata hal-hal yang terkait dengan profesi bimbingan dan konseling di Indonesia, maka
seorang konselor dituntut untuk memiliki kompetensi seperti tercantum dalam Standar
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.Oleh karena itu, Bimbingan
tertentu melalui pendidikan formal, serta rasa tanggung jawab dalam pelaksanaanprofesi.
Tuntutan itu mengantarkan pada penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang harus
dilakukan oleh orang-orang dengan dasar pengetahuan dan keterampilan yang dilandasi oleh
suatu keahlian. Hal ini senada dengan amanah penggagas dan pengawal profesi Bimbingan
dan Konseling Indonesia Prof. Dr. Munandir, MAyang berisikan dalam pidatonyaniat profesi,
Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi
sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu dan norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
1.1 waktu dan tempat pengumpulan
1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah SMPN 11 KOTA JAMBI, Selamat,
Kec. Telanaipura, Kota Jambi, Jambi 36124
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan september 2022 sampai dengan selesai .
1.2 subjek pengumpulan data
subjek yang di gunakan di penelitian kali ini adalah guru bimbingan dan konseling
1.3 intrumen dan pengumpulan data
1. wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua
pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu . Wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu, Wawancara dilakukan dengan
menggunakan petunjuk wawancara (interviewer guide), berisi tentang pokok-pokok
pertanyaan yang telah direncanakan dan dianggap penting untuk mendapatkan data
penelitian. Selain itu wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi terstruktur. Dengan menggunakan wawancara semi terstruktur diharapkan peneliti
dapat memperoleh informasi yang sesuai dengan yang diharapkan dari responden. Maka
dari itu, dalam wawancara semi terstruktur ini diperlukan adanya pedoman wawancara yang
memuat sejumlah pertanyaan terkait. Namun, nantinya pertanyaan juga bisa dikembangkan
ketika berada di lapangan. Sehingga dengan demikian akan diperoleh data yang lengkap
untuk menganalisis permasalahan yang diteliti.
2. observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap kegiatan-
kegiatan yang diteliti. Peneliti perlu melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah. Peneliti berusaha menangkap proses kegiatan belajar dan mengajar dengan bantuan
wali kelas dan guru bk serta guru guru pelajarn yang lainnya. Observasi terbentang mulai
dari kegiatan pengumpulan data yang formal hingga data yang tidak formal. Observasi dapat
menambah konteks maupun kegiatan yang akan ditelit
3. dokumentasi
Tujuan dari dokumentasi adalah untuk mengumpulkan data-data yang tidak diterangkan
dalam wawancara. Menurut Guba dan Lincoln dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun
film. Studi dokumentasi merupakan suatu cara mengumpulkan data pendukung yang
ditandai berupa segala catatan tertulis maupun gambar-gambar yang dibutuhkan dalam
penelitian dalam melakukan studi lapangan.
1.4 langkah langkah dalam penyelesaian masalah
1. observasi dan penentuan objek yang akan di teliti
2. Pengumpulan data secara lengkap terhadap subjek yang telah di tentukan
3. Mengidentifikasi permasalahan dan program-program yang telah di laksanakan.
4. Setelah masalah dan problematika telah teridentifikasi maka tahap selanjutnya pembuatan
program bimbingan dan konseling
5. Setelah pembuatan program bimbingan dan konseling lanjut untuk menguji coba program
yang telah di buat.
1.5 hambatan yang di hadapi dalam pemecahan masalah
hambatan yang di hadapi yaitu menentukan waktu pembuatan program pada jam sekolah.
1.6 kegiatan capaian pembelajaran mata kuliah yang di konversi
BAB IV
HASIL DAN PENCAPAIAN
4.1 Program Bimbingan Dan Konseling
DAFTAR PUSTAKA
Habsy, B. A. (2017). Filosofi ilmu bimbingan dan konseling Indonesia. JP (Jurnal Pendidikan):
Teori dan Praktik, 2(1), 1-11.
Alawiyah, D., Rahmat, H. K., & Pernanda, S. (2020). Menemukenali konsep etika dan sikap
konselor profesional dalam bimbingan dan konseling. JURNAL MIMBAR: Media Intelektual
Muslim dan Bimbingan Rohani, 6(2), 84-101.
Amalianita, B., Firman, F., & Ahmad, R. (2021). Penerapan sistem pendidikan disentralisasi
serta upaya peningkatan mutu layanan dengan pengembangan profesionalisme guru bimbingan
konseling. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(1), 9-14.