Anda di halaman 1dari 10

Nama : Zuriah Syahda Imani

NIM : 210401110138

Konseling sebagai Hubungan Membantu

1. Pengertian hubungan membantu


Burks dan Steffler dalam Mochamad Nursalim memberikan gambaran yang cukup
memadai, menyatakan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara
klien dengan konselor yang terlatih. Hubungan tersebut selalu bersifat antar pribadi,
meskipun kadang-kadang dapat melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan tersebut
dirancang untuk membantu klien memperoleh pemahaman dan memperjelas pandangan
tentang diri dan kehidupannya dan untuk belajar mencapai tujuan-tujuan yang mereka
tetapkan sendiri. Ini dilakukan dengan cara memilih atau memanfaatkan informasi yang
valid, bermakna dan melalui pemecahan masalah-masalah atau masalah interpersonal.
Definisi ini menegaskan bahwa konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat
profesional dan mempribadi antara konselor dan klien dengan maksud mendorong
perkembangan pribadi klien dan membantu memecahkan masalah yang sedang
dihadapinya.
2. Karakteristik hubungan konseling
Rogers merangkum hipotesis dasar konseling client-centered dalam satu kalimat,
yaitu: “jika saya bisa menyajikan suatu tipe hubungan, maka orang lain akan menemukan
dalam dirinya sendiri kesanggupan menggunakan hubungan itu untuk pertumbuhan dan
perubahan, sehingga perubahan pribadi pun akan terjadi”. Ada tiga ciri atau sikap pribadi
konselor yang membentuk hubungan konseling dan proses konseling, yaitu keselarasan
atau kesejatian, perhatian positif tak bersyarat dan pengertian empatik yang akurat.
Keselarasan merupakan ciri yang paling penting. Keselarasan menyiratkan bahwa
konselor tampil nyata, yang berarti sejati, terintegrasi dan otentik selama pertemuan
konseling. Konselor tampil tanpa kepalsuan, pengalaman batin dan ekspresinya
bersesuaian, dan bisa secara terbuka mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap
yang muncul dalam hubungan dengan kliennya. Konsep keselarasan konselor tidak
mengandung implikasi bahwa hanya konselor yang mengaktualkan diri secara penuh
yang bisa menjalankan konseling secara efektif. Karena konselor itu adalah seorang
manusia biasa, maka konselor tidak bisa diharapkan untuk sepenuhnya otentik. Model
client-centered berasumsi bahwa jika konselor selaras dalam hubungannya dengan klien,
maka proses konseling bisa berlangsung.
Perhatian positif tak bersyarat merupakan perhatian yang mendalam dan tulus yang
perlu diberikan oleh konselor kepada klien. Perhatian tak bersyarat tidak dicampuri oleh
evaluasi atau penilaian terhadap perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran dan tingkah
laku klien yang baik ataupun buruk. Konselor menunjukkan bahwa ia menerima klien
apa adanya serta mengajari klien bahwa dia bebas untuk memiliki perasaan-perasaan dan
pengalaman-pengalamannya sendiri tanpa resiko 15 kehilangan penerimaan konselor.
Penerimaan merupakan pengakuan terhadap hak klien untuk memiliki perasaan-
perasaan, bukan persetujuan atas semua tingkah laku. Semua tingkah laku yang tampak
tidak perlu disetujui atau diterima. Konsep perhatian positif tak bersyarat tidak
menyiratkan ciri “ada atau tidak sama sekali”. Seperti keselarasan, perhatian positif tak
bersyarat adalah suatu unsur yang berada pada suatu rangkaian. Semakin besar derajat
kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap klien, maka semakin besar pula
peluang untuk menunjang perubahan pada klien.
Pengertian empatik yang akurat merupakan tugas utama konselor dalam
memahami pengalaman dan perasaan klien yang muncul selama proses konseling dari
saat ke saat secara peka dan akurat terutama pengalaman di sini dan sekarang. Tujuan
pengertian yang empatik yaitu untuk mendorong klien agar lebih erat dengan dirinya
sendiri, mengalami perasaan-perasaannya sendiri dengan lebih dalam dan intens, serta
mengenali dan mengatasi ketidakselarasan yang ada pada klien. Konsep ini menyiratkan
bahwa konselor memahami perasaan-perasaan klien seakan-akan perasaan-perasaan itu
adalah perasaan-perasaannya sendiri, tetapi tanpa tenggelam di dalamnya. Dengan
bergerak bebas di dunianya klien, konselor tidak hanya bisa mengomunikasikan
pemahaman tentang apa yang telah diketahuinya 16 kepada klien, tetapi juga bisa
memberitahukan makna-makna pengalaman yang hanya bisa diketahui secara samar-
samar oleh klien.
3. Kondisi hubungan konseling

Keberhasilan dalam konseling banyak ditentukan oleh kualitas hubungan. Menurut


Rogers, dalam hubungan bantuan terdapat beberapa kondisi yang penting untuk
terjadinya perubahan pada diri individu yang lebih positif. Kondisi-kondisi tersebut
mengarah pada karakteristik hubungan anatarpribadi yang konstruktif seperti empati yang
tepat, penghargaan positif tanpa syarat, serta keaslian dalam konseling.
Empati merupakan kekuatan untuk memahami perasaan orang lain. Rogers
menyatakan bahwa empati merupakan suatu pemahama terhadap kerangka berpikir
internal pada diri orang lain secara tepat. Pemahaman empati tersebut antara lain
merasakan dunia klien secara tepat dan membagi/mengkomunikasikan pemahaman
konselor dengan klien secara verbal. Penghargaan positif merupakan penghargaan
terhadap klien sebagai pribadi yang unik dan berguna. Rogers menyatakan bahwa
penghargaan positif itu tanpa syarat, yaitu menghormati dan menerima klien apa adanya
tanpa membedakan nilai dan pandangan. Penghargaan terhadap klien ini memiliki
pengaruh yang sirkuler terhadap prose konseling. Apabila konselor dapat menghargai
klien secara positif, maka klien akan dapat merasakan dan mengapresiasi bahwa dirinya
berguna. Selain itu, dalam konseling seorang konselor hendaknya menunjukkan keaslian.
Dalam hal ini, Rogers menghubungkan istilah keaslian dengan istilah kesesuaian yang
berarti suatu kondisi dimana ada kejujuran, kejelasan, dan keterbukaan. Keaslian konselor
terhadap klien dapat memperlancar proses konseling.

Selain itu, ada syarat keempat oleh Sofyan S. Willis, yaitu sifat alami kondisi inti
yang utuh. Suatu kondisi yang kadang-kadang setiap kondisi inti mungkin menjadi lebih
penting, namun ketiadaan hubungan antar seseorang akan menyebabkan orang lain
menghentikan keefektifan proses konselingnya. Misalnya, dampak positif penamahan
yang mendalam dan rasa hormat yang tampak akan tidak ada jika keselarasan
menyarankan ketidakjujuran. Meskipun ekspresi praktis konseling berfokus pribadi tidak
berubah dari klien ke klien dan dengan klien yang sama sepanjang waktu, alasan inti
selalu membentuk kondisi inti ketimbang mengarahkan proses atau menerapkan teknik.

Sofyan S. Willis dalam bukunya Konseling Keluarga (family counseling)


mengemukakan bahwa keberhasilan tujuan konseling secara efektif ditentukan oleh
keberhasilan konselor dalam membina hubungan konseling. Kunci lancarnya hubungan
konseling ditandai dengan adanya rapport. 5 Ada lima sikap-sikap penting yang harus
dimiliki oleh seorang konselor dalam membina hubungan konseling, yaitu : Pertama,
Acceptance yaitu menerima klien secara ikhlas tanpa mempertimbangkan jenis kelamin,
derajat, kekayaan dan perbedaan agama. Di samping itu klien diterima dengan segala
masalahnya, kesulitan dan keluhan serta sikap-sikapnya baik yang positif maupun negatif.
Kedua, Unconditional Positive Regard yaitu menghargai klien tanpa syarat, menerima
klien apa adanya tanpa dicampuri sikap menilai, mengejek atau mengkritiknya. Ketiga,
Understanding yaitu konselor dapat memahami keadaan klien sebagaimana adanya.
Keempat, Genuine yaitu bahwa konselor itu asli dan jujur dengan dirinya sendiri, wajar
dalam perbuatan dan ucapan. Kelima, Empati artinya dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh klien.

4. Pribadi konselor
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor penting dalam konseling. Beberapa
hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya pengaruh kualitas pribadi konselor
dengan hasil konseling di samping pengaruh faktor pengetahuan dinamika perilaku dan
keterampilan terapeutik. Pada kenyataannya, beberapa siswa enggan menghadiri atau
melakukan konseling bukan karena kurangnya keilmuan yang dimiliki guru
BK/Konselor, namun dikarenakan kesan siswa kepada konselor yang kurang baik,
misalnya konselor terlihat kurang ramah. Berdasarkan hal tersebut, pihak Lembaga yang
bertanggung jawab dalam pendidikan para calon guru BK/konselor dituntut untuk
memfasilitasi perkembangan pribadi mereka yang dapat dipertanggungjawabkan secara
professional.
Cavanagh (1982) menyatakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan
beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Pemahaman diri (Self-knowlegde)
Self-knowledge berarti konselor harus mampu memahami dirinya dengan
baik serta memahami tindakannya. Pemahaman diri sangat diperlukan
dikarenakan konselor yang memiliki persepsi akurat tentang dirinya cenderung
akan memiliki persepsi yang juga akurat tentang orang lain atau klien. Selain itu,
konselor yang terampil dalam memahami dirinya akan terampil juga dalam
memahami orang lain. Konselor yang memahami dirinya dengan baik akan
mampu mengajari cara memahami diri kepada orang lain. Pemahaman tentang
diri akan memungkinakan konselor untuk dapat merasakan komunikasi secara
jujur dengan klien selama proses konseling.
Konselor dengan pemahaman diri yang baik menunjukkan sikap menyadari
dengan baik kebutuhan dirinya seperti kebutuhan untuk sukses serta kebutuhan
merasa penting, dihargai, superior, dan kuat. Selain itu konselor juga menyadari
dengan baik perasaan-perasaannya serta mengetahui penyebab serta bagaimana
pertahanan diri yang diperlukan untuk mengatasi emosi atau perasaan negatifnya.
Selain itu, konselor dengan pemahaman diri yang baik mampu memahami
kelebihan dan kekurangan dalam dirinya.
b. Kompeten (competent)
Kompeten berarti onselor harus memiliki kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi sangat
penting bagi konselor sebab klien yang dikonseling akan belajar dan
mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang
efektif dan bahagia. Konselor berperan untuk mengajarkan kompetensi-
kompetensi tersebut kepada klien.
Konselor yang lemah fisik, intelektual, sensitf emosinya, kurang mampu
menjalin hubungan sosial, kurang memahami nilai-nilai moral tidak akan mampu
mengajarkan kompetensi-kompetensi tersebut kepada klien. Konselor yang
efektif adalah konselor yang memiliki pengetahuan akademik, kualitas pribadi,
dan keterampilan konseling. Konselor yang memiliki kompetensi melahirkan rasa
percaya pada diri klien.
Konselor yang senantiasa meningkatkan kompetensi dalam dirinya
memiliki sifat-sifat yakni terus meningkatkan tingkah laku dan konseling dan
segala hgal yang berkaitan dengan profesinya, menemukan pengalaman hidup
baru yang membantu dirinya untuk lebih mempertajam komnpetensi dan
mengembangkan keterampilan konselingnya, mencoba gagasan-gagasan atau
pendekatan-pendekatan baru dalam konseling, mengevaluasi keefektifan
konseling yang dilakukan, serta melakukan tindak lanjut dari evaluasi yang telah
dilakukan.
c. Kesehatan psikologis
Konselor dalam hal ini dituntut untuk memiliki Kesehatan psikologis yang
kebih baik daripada kliennya, Kesehatan psikologis akan mendasari
pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilannya. Konselor merupakan
model dalam berperilaku bagi klien. Kesehatan psikologis konselor yang baik
akan sangat berguna bagi hubungan konseling. Konselor yang memiliki
Kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas seperti memperoleh pemuasan
kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan, dan seks. Selain itu, konselor dengan
Kesehatan psikologis yang baik akan mampu mengatasi masalah-masalah pribadi
yang dihadapinya. Konselor juga akan memahami kelemahan atau keterbatasan
kemampuannya, konselor akan mampu dalam menciptakan kehidupan yang lebih
baik.
d. Dapat dipercaya (trustworthiness)
Dalam hal ini konselor bukanlah ancaman atau penyebab kecemasan bagi
klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam proses
koneling karena sesensi tujuan konseling adalah untuk mendorong klien
mengemukakan masalahnya secara mendalam. Dalam hal ini tentunya klien harus
merasa bahwa konselor akan dapat memahami dan mau menerima curhatannya
dengan tanpa penolakan. Selain itu klien perlu mempercayai karakter dan
motivasi konselor. Apabila klien mendapat penerimaan dan kepercayaan dari
konselor, maka akan berkembang pula kepercayan diri pada dirinya.
Konselor yang dapat dipercaya memiliki sifat-sifat seperti memiliki pribai
yang konsisten, dapat dipercaya oleh orang lain, tidak pernah membuat orang lain
kecewa atau kesal, serta bertanggung jawab atau mampu merespon orang lain
secara utuh, tidak ingkar janji, serta mau membantu secara penuh.
e. Jujur (honesty)
Dalam hal ini, konselor dituntut untuk bersika trasnparan atau terbuka,
autentik, dan asli. Sikap jujur konselor sangat penting karena akan
memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikiologis yang
lebih dekat dalam proses konseling. Kejujuran juga memungkinkan konselor
dalam memberikan umpan balik secara objektif kepada klien. Konselor yang
jujur memiliki sifat kongruen danmemiliki pemahaman yang jelas mengenai
makna kejujuran.
f. Kekuatan (strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling karena
akan membantu klien merasa aman. Klien akan memandang konselor sebagai
orang yang tabah dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam
mengatasi masalahnya, serta dapat menanggulangi kebutuhan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan menampilkan sifat-sifat seperti dapat membuat
Batasan waktu yang sesuai dalam konseling, bersifat fleksibel, serta memiliki
identitas yang jelas.
g. Bersikap hangat
Konselor harus menampilkan sikap ramah, penuh perhatian, dan
memberikan kasih sayang. Pada umumnya klien yang meminta bantuan kepada
konselor merupakan seseorang yang kurang mendapatkan kehangatan dalam
hidupnya, sehingga ia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, perhatian,
dan kasih sayang. Melalui konseling, konselor diharapkan untuk mampu
memberikan rasa hangat pada diri klien.
h. Actives responsiveness
Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian
dirinya terhadap kebutuhan klien. Dalam hal ini konselor harur mamou
mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat,
memberikan informasi yang berguna, menemukan gagasan-gagasan baru,
berdiskusi dengan klien tentang pengambilan keputusan yang tept, serta membagi
tanggung jawab dengan klien selama proses konseling.
i. Sabar (patience)
Melalui kesabaran, konselor dapat membantu klien untuk mengembangkan
dirinya secara alami. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap
dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
j. Kepekaan (sensitivity)
Konselor perlu menyadari adanya dinamika psikologis yang tersembunyi
atau sifat-sifat yang mudah tersinggung baik pada diri klien maupun pada dirinya
sendiri. Klien yang melakukan konseling umumnya tidak menyadari masalah di
dalam dirinya. Konselor yang sensitive akan mampu mengungkap dan
menganalisis masalah sebenarnya pada diri klien.
k. Kesadaran holistic (holistic awareness)
Pendekatan holistic berarti bahwa konselor memahami klien secara utuh
dan tidak mendekatinya secara setengah-setengah. Konselor yang memiliki
kesadaran holistic cenderung menyadari secara akurat dimensi kepribadian yang
kompleks, menemukan cara dan memberikan konsultasi yang tepat, serta akrab
dan terbuka dalam berbagai teori.
5. Karakteristik konseli

Konseli adalah individu yang memiliki keunikan tertentu. Keunikan ini mencakup;
keunikan kebutuhan, keunikan kepribadian, keunikan inteligen, keunikan bakat,
keunikan motif dan motivasi, keunikan minat, keunikan perhatian, keunikan sikap, dan
keunikan kebiasaan, yang secara khas mempengaruhi perilakunya.
1. Keunikan Kebutuhan
Konseli sebagai individu memiliki kebutuhan dasar, seperti kebutuhan untuk
mempertahankan hidup (eksistensi) dan mengembangkan diri. Intensitas kebutuhan
setiap konseli berbeda-beda, sehingga menimbulkan keunikan, dan hal ini harus
diperhatikan oleh konselor dalam pelayanan konseling. Menurut Abraham Maslow
dalam teorinya hierarki kebutuhan (needs hierarchy theory) yang dikutip Greenberg
dan Baron (1997), setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yaitu: (1)
kebutuhan fisiologis; (2) kebutuhan rasa aman; (3) kebutuhan sosial; (4) kebutuhan
harga diri; dan (5) kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah
yaitu kebutuhan konseli yang berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kebutuhan rasa
aman, yaitu kebutuhan konseli yang menyangkut rasa tentram, adanya jasmanian dan
perlindungan dari segala macam ancaman, baik fisik, sosial maupun psikologis.
Kebutuhan sosial. Yaitu kebutuhan konseli akan rasa diterima oleh orang lain,
kebutuhan dihormati, kebutuhan ikut serta atau berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
sosial.

Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan konseli yang menyangkut tentang harga
dirinya sendiri seperti kebutuhan mendapatkan respek dari orang lain, memperoleh
kepercayaan diri, dan penghargaan diri. Kebutuhan aktialisasi diri, merupakan
kebutuhan konseli ingin berbuat lebih baik yaitu kebutuhan untuk menunjukkan
bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu yang lebih baik bila dibandingkan dengan
orang lain.
2. Keunikan Kepribadian
Kepribadian konseli adalah totalitas sifat, sikap, dan perilaku konseli yang
terbentuk dalam proses kehidupan. Menurut teori konvergensi dari William Stern,
kepribadian individu merupakan hasil konvergensi (gabungan) dari pengaruh faktor-
faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor internal adalah semua faktor
yang berasal dari diri konseli, di antara faktor yang dibawa sejak lahir (hereditas)
yaitu temperamen dan konstitusi. Faktor-faktor eksternal adalah semua faktor yang
bersumber dari lingkungan sekitar, seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan kepribadian konseli.
3. Keunikan Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan mental umum konseli yang bersifat potensial.
Kemampuan potensi merupakan kemampuan yang bersifat laten, yaitu kemampuan
konseli untuk melakukan sesuatu dengan cara-cara tertentu yang menunjang
kemampuan nyata. Kemampuan nyata adalah kemampuan konseli yang menghasilkan
suatu prestasi, misalnya: prestasi belajar, kinerja, dan karya dalam bidang mekanik,
seni, sastra, bisnis, dan sebagainya (Hartono, 2005).
4. Keunikan Bakat
Bakat konseli adalah kemampuan khusus konseli dalam berbagai bidang,
misalnya: bidang numerical yaitu kemampuan bekerja dengan angka: bidang verbal
yaitu kemampuan dalam menggunakan ungkapan verbal; bidang music yaitu
kemampuan dalam bermain musik; bidang bahasa yaitu kemampuan menggunakan
kaidah bahasa tertentu; bidang seni yaitu kemampuan dalam seni seperti; seni lukis,
seni patung, dan seni drama; bidang mekanik yaitu kemampuan memahami pola kerja
mekanik seperti pola kerja mesin cuci, pola kerja mesin AC, pola kerja mesin kulkas,
dan sebagainya.
5. Keunikan Motif dan Motif
Setiap individu memiliki motif dan motivasi dalam intensitas yang tidak sama.
Motif konseli adalah suatu keadaan pada diri konseli yang berperan mendorong
timbulnya tingkah laku. Menurut Suryabrata yang dikutip Hartono (2000) motif
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong individu untuk melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Berbeda dengan motif,
motivasi ialah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik sumbernya dari
faktor internal maupun dari faktor eksternal.

6. Keunikan Minat
Minat konseli adalah kecenderungan konseli untuk tertarik pada suatu kegiatan
tertentu. Minat merupakan potensi typical yang menunjang perilaku individu. Konseli
yang memiliki intensitas minat tinggi untuk mengikuti konseling, menunjukkan
perilaku yang aktif dalam konseling, sebaliknya bila intensitas minat konseli terhadap
pelayanan konseling sangat rendah, maka perilakunya juga tidak kuat dalam
mengikuti konseling yang dapatditunjukkan dalam bentuk; sering tidak menghadiri
kegiatan konseling walaupun mereka sudah janji dengan konselor.
7. Keunikan Perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu aktivitas. Dalam
konseling, perhatian konseli adalah pemusatan tenaga psikis konseli pada proses
konseling, mulai dari pertemuan awal sampai konseling disepakati selesai atau
dihentikan. Intensitas perhatian konseli dalam psoses konseling tidaklah sama dengan
konseli lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor: (1) kebutuhan konseli (2)
karismatik konselor.
8. Keunikan Sifat
Sikap adalah kecenderungan individu untuk melakukan aktivitas tertentu.
Dalam konseling, sikap konseli berperan mengarahkan perilaku kepada aktivitas
konseling. Setiap konseli memiliki sikap yang berbeda-beda, sehingga keterlibatan
mereka dalam proses konseling juga tidak sama. Konselor professional harus mampu
mengembangkan sikap konseli, dengan cara menjaga standar mutu pelayanan
konseling.
9. Keunikan Kebiasaan
Kebiasaan adalah tingkah laku yang cenderung selalu ditampilkan oleh individu
dalam menghadapi keadaan tertentu (Prayitno, 2004). Kebiasaan konseli dapat
terwujud dalam tingkah laku nyata contohnya: memberikan salam dan senyuman
kepada konselor; dan tingkah laku yang tidak nyata. Pelayanan konselig juga
berfungsi mengembangkan kebiasaan konseli yang positif.

Referensi :

Yusuf, S. & Nurihsan, A.J. (2010). Landasan Bimbingan & Konseling. PT. Remaja
Rosdakarya.
Nurihsan, A.J. (2006). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Retika
Aditama.
Fidaus. (2016). Konsep Membangun Hubungan Dalam Konseling Menurut Barbara F. Okun
Di Tinjau Dari Perspektif Islam. Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai