Anda di halaman 1dari 31

PSIKOTERAPI ISLAM DAN PSIKOTERAPI POSITIF

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Pendidikan

yang diampu oleh Dr. Tristiadi Ardi Ardani.S.Psi.M.Si.Psikolog

PSIKOLOGI D
Disusun oleh :

Izza Afkarina Firnanda 210401110167


Zuriah Syahda Imani 210401110138
Nida Khaerani Fikriyah El Islamy 210401110158
Muhammad Ihsan Assabily 210401110136

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala


rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Psikoterapi Islam dan psikoterapi Positif” guna memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan dalam menyelesaikan


makalah ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada :

1. Dr.Tristiadi Ardi Ardani.S.Psi.M.Si.Psikolog selaku dosen Pembimbing


Akademik Psikologi Pendidikan yang telah memberikan pengarahan dalam
pembuatan makalah ini.

2. Teman-teman Kelas Psikologi D tahun Angkatan 2021 yang telah memberikan


dukungan dan semangat dalam proses penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi
penulis juga bagi para pembaca.

Malang, 14 September 2023

Kelompok 12

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Tokoh-Tokoh Psikoterapi Islam.............................................................3
2.2 Pendekatan Tokoh Psikoterapi Islam.....................................................5
2.3 Konsep Psikoterapi Islam.....................................................................12
BAB III...........................................................................................................18
REVIEW JURNAL........................................................................................18
3.1 Review Jurnal 1....................................................................................18
3.2 Review Jurnal 2....................................................................................18
3.3 Review Jurnal 3....................................................................................20
3.4 Review Jurnal 4....................................................................................20
BAB VI...........................................................................................................23
TANYA JAWAB DAN KESIMPULAN.......................................................23
4.1 Pertanyaan Multiple Choice..................................................................23
4.2 Pertanyaan Essay..................................................................................23
4.3 Penjelasan Jawaban..............................................................................24
4.4 Kesimpulan...........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................26

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikoterapi merupakan suatu proses penyembuhan atau pengobatan yang


dilakukan untuk menyembuhkan atau mengurangi gejala dan penyakit mental
dengan menggunakan teknik-teknik tertentu. Dalam pelaksanaannya, psikoterapi
berfokus pada penanganan masalah kedalaman bawah sadar, perilaku dan
kepribadian berkepanjangan, serta pola-pola klien untuk menciptakan perubahan
lebih baik pada diri klien yang bermasalah (Palmer, 2000). Terdapat berbagai
pendekatan-pendekatan psikoterapi yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli
dan menjadi pedoman hingga saat ini dalam menangani masalah-masalah mental
individu di era modern. salah satu pendekatannya adalah pendekatan psikoterapi
islami.

Psikoterapi Islami merupakan layanan terarah dari seorang psikoterapis


terhadap klien yang menghadapi masalah, sehingga klien mampu menjalani
hidup dengan baik dan bahagia sesuai panduan dan petunjuk al-Quran dan
Sunnah. Oleh karena itu, Psikoterapi Islami dapat diformulasikan sebagai upaya
penyadaran individu untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Rajab
et al., 2016). Dilihat dari pendekatannya, psikologi islam cenderung mengarah
pada psikologi positif. Para ahli psikologi islam telah banyak menyumbangkan
pemikirannya dalam memecahkan permasalahan mental dengan pendekatan
islam. Para ahli turut melengkapi teori-teori barat mengenai pengobatan dan
penanganan kasus kesehatan mental. Untuk itu, makalah ini dibuat untuk
mengetahui tokoh-tokoh psikologi islam dan pendekatan-pendekatan yang
dipakai serta mengetahui konsep psikoterapi islam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada makalah ini dibuat untuk


menyelesaikan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Siapa saja tokoh psikoterapi islam?


2. Bagaimana pendekatan yang dipakai setiap tokoh tersebut?

1
3. Bagaimana konsep psikoterapi islam?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai


berikut :

1. Mengetahui tokoh psikoterapi islam


2. Mengetahui pendekatan yang dipakai tokoh dalam psikoterapi islam
3. Mengetahui konsep psikoterapi islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-Tokoh Psikoterapi Islam

a. Ibnu Sina

Ibnu Sina lahir pada tahun 370 H/ 980 M di Afsyanah, sebuah kota kecil di
wilayah Uzbekistan saat ini. Ayahnya yang berasal dari Balkh Khorasan adalah
seorang pegawai tinggi pada Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Sejak
kecil, Ibnu Sina sudah menunjukkan kepandaian yang luar biasa. Di usia 5 tahun,
ia telah belajar menghafal Alquran. Selain menghafal Alquran, ia juga belajar
mengenai ilmu-ilmu agama. Ilmu kedokteran baru ia pelajari pada usia 16 tahun.
Tidak hanya belajar mengenai teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada
orang sakit dan melalui perhitungannya sendiri, ia juga menemukan metode-
metode baru dari perawatan.

Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya
sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-
Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini
selain lengkap, disusunnya secara sistematis. Dalam bidang materia medeica, Ibnu
Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga -
dimana tumbuh - tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit
tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina pula sebagai orang
pertama yang menemukan. Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam
para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan
genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang
merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan
pinjaman. Dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern
yang kini disebut psikoterapi. Ibnu Sina menuangkan pemikirannya tentang jiwa
manusia dalam karyanya yang berjudul Ahwal An-Nafs: Risalah fi An-Nafs wa
Baqa’iha wa Ma Adiha (Ragam Perilaku Jiwa: Kekekalan dan Tempat
Kembalinya) dan Tsalats Rasa’il fi An-Nafs (Tiga Risalah Tentang Jiwa).

3
b. Al-Ghazali

Al-Imam al-Ghazali lahir pada tahun 1058 M di kota Ghazal, Persia. Nama
lengkap beliau adalah Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Di kota
kelahirannya yang menjadi salah satu pusat pengetahuan itu, al-Ghazali mulai
menuntut ilmu dari para ulama ternama yang ada di sana. Dengan kepandaian dan
kecerdasan yang dimilikinya, dalam usia yang masih sangat muda, al-Ghazali
sudah dikenal alim dalam persoalan agama. Hal itulah yang kemudian membuat
al-Imam al-Haramain al-Juwaini, yang pada masa itu menjadi guru besar di
Universitas Nizhamiyah, memberikan kepercayaan kepada al-Ghazali untuk
membantunya mengajar di sana. Tak lama berselang, beliau bahkan menggantikan
al-Imam al-Haramain memimpin perguruan yang banyak menghasilkan ulama-
ulama kaliber internasional pada zamannya itu.

Psikoterapi ILHAM Al-Ghazali adalah suatu metode intervensi yang dapat


digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan psikologis yang didasari oleh
teori salah satu tokoh pengetahuan dalam agama islam yaitu Al-Ghazali. Al-
Ghazali menyatakan bahwa kedekatan dengan Tuhan merupakan indikator utama
dari kesehatan jiwa. Sedangkan keterpisahan dari Tuhan akan menyebabkan
gangguan jiwa. Al-Ghazali menyebutkan terdapat 3 domain dari jiwa seseorang
yaitu domain ilmu (pengetahuan dan rasio), hal (kondisi psikologis) dan amal
(perilaku).

c. Al-Razi

Abu Bakar Muhammad ibn Zakaria Ar-Razi (Al-Razi), yang di Barat dikenal
dengan Rhazes, adalah salah satu cendekiawan Muslim brilian yang telah
memberikan sumbangan pemikiran dan penemuan berharga bagi ilmu
pengetahuan. Lahir pada 251 H/ 865 M di Rayy, Teheran, Iran dan wafat pada
313 H/ 925 M dalam usia 62 tahun. Banyak karyanya yang bisa ditemukan hingga
saat ini, khususnya dalam bidang kedokteran dan filsafat. Abu Raihan al-Biruni

4
dalam “Indeks Buku-buku Ar-Razi’’, mencatat, cendekiawan Muslim itu
melahirkan 184 karya, yang terdiri atas 56 karya bidang kedokteran, 32 karya
bidang fisika, 21 karya bidang kimia, 12 karya bidang filsafat, 7 karya bidang
logika, 6 karya bidang biologi, 7 karya bidang tafsir dan 12 esai kontemporer
lainnya. Dari hampir 200 karya yang telah dihasilkannya, salah satu yang
monumental dan menjadi rujukan cendekiawan dunia, adalah Kitab At-Tibbur
Ruhani lil Abi Bakr Ar-Razi yang mengkaji soal psikologi. Pemikiran – pemikiran
Ar-Razi adalah: Pertama, tentang al-nafs al-kulliyah (jiwa universal) dan
pembagian jiwa secara parsial (al-nafs an-natiqah, al-nafs al-ghadabiyyah dan al-
nafs an-nabatiyyah).

Pemikiran yang mirip dengan apa yang telah dikemukakan Ar-Razi


disampaikan Carls Rogers (1902-1087) tentang teori konseling dan
psikoterapinya, yakni organisme, medan phenomenal dan self. Al-nafs al-kulliyah
(jiwa universal) yang dikemukakan Ar-Razi, memiliki kecenderungan untuk
mengaktulisasikan diri. Sedang Carls Rogers, dikutip Sarah (2011),
mengemukakan, motivasi dan rasa beraktuliasasi adalah proses yang bersamaan
dan saling terkait. Keduanya ‘’memiliki kesamaan’’ terkait masalah aktulisasi diri.
Kedua, tentang teknik konseling. Teknik konseling psikoterapi yang dikemukakan
Ar-Razi adalah tentang eksplorasi diri (ta’riful rajuli ‘uyuba nafsihi) atau
mengungkapan masalah; iqna’ bi al-hajaj wa al-barihin atau nasihat secara global;
qom’il hawa’ wa mukhalafah ath-thiba’ (penerimaan kenyataan); dan ta’zim al-aql
li ma’rifat (pengembalian kepada Allah).

2.2 Pendekatan Tokoh Psikoterapi Islam

a. Pendekatan Psikologi menurut Ibnu Sina

Ibnu Sina atau yang bernama lengkap Abu Ali Al-Hussein bin Abdullah Ibnu
Sina memiliki banyak sebutan, di antaranya Avicenna, pangeran filsafat dan
dokter, serta As-Syekh Al-Rais. Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina telah menjadi

5
seorang dokter yang mampu melakukan pengobatan dengan metode eksperimen.
Beliau juga merupakan salah satu tokoh yang menaruh perhatian terhadap ilmu
kejiwaan dan filsafat. Ia mampu menggabungkan serta menjelaskan karangan dari
pemikiran filsuf terdahulu yakni Plato dan Aristoteles. Pendapat-pendapat Ibnu
Sina mengenai ilmu kejiwaan banyak dipengaruhi oleh pendapat Al-Farabi namun
dijelaskan dengan lebih terperinci dan mendalam.

Ibnu Sina juga menulis karya yang berkenaan dengan ilmu jiwa, yakni al-
Qanun fi al-Thibb yang berisi tentang penjelasan berbagai kekuatan jiwa menurut
metode kedokteran. Ia juga menunjukkan hubungan jiwa dan badan. menurut Ibnu
Sina hakikat jiwa esensinya berbeda dengan badan dan wujudnya tak berbentuk
(Daudy, 1986). Wujudnya yang tak berbentuk itu tidak berada di dalam badan
atau tidak langsung mengendalikan badan disebut dengan akal. Namun, jika ia
berada di dalam badan dan mengendalikan badan secara langsung maka itu
disebut dengan jiwa. Jika akal beraktifitas di luar badan, maka tetap menjadi akal,
sedangkan jika akal beraktifitas di dalam badan, maka itu menjadi jiwa. Dengan
demikian bisa diambil kesimpulan bahwa jiwa menurut Ibnu Sina adalah akal
yang beraktifitas di dalam badan (Amien, 2006 dalam Arroisi & Da’i, 2020).
Sebenarnya hal ini sudah didahului oleh Plato dan Plotinus dan juga Al-Farabi
dalam kalangan filsuf islam.

Dalam karya tulisnya As-syifa’, ia menyusun uraian yang luas mengenai


pandangan-pandangannya tentang jiwa. Kemudian uraian tentang jiwa tersebut
diringkas dalam an-Najah yang disusun secara akademis dan menyakinkan.
Dalam al-Isyarat wa al-Tanbihat, ia menulis sekitar 20 halaman yang berisikan
masalah-masalah Ilmu kejiwaan dengan segala perbedaan dan pendapat dari filsuf
sebelumnya. Ia juga menulis komentar atas De Anima Aristoteles yang hingga
kini masih merupakan tulisan tangan. Selain itu, ia juga menulis risalah tentang
kekuatan jiwa dan Risalah lain tentang pengetahuan jiwa rasional dan hal
ihwalnya. Dan masih banyak sekali karangannya. (Arroisi & Da'i, 2020).

Dalam As-Syifa’, Ibnu Sina telah membahas perihal eksistensi jiwa,


hubungan antara jasmani dan Rohani, persepsi dan sensasi, serta emosi manusia.
Ibnu Sina membagi jiwa menjadi tiga, yakni jiwa tumbuhan (“al-nafs al-

6
nabâtiyyah”), jiwa binatang (“al-nafs al-hawaniyyah”), dan jiwa manusia (“al-
nafs al-nâtiqah”). (Harun Nasution, 1978 dalam Arroisi & Da’i,2020). Ibnu Sina
berpendapat jiwa merupakan substansi mandiri, terpisah dari raga dan sebagai
esensi manusia. Artinya, jiwa dalam pandangan Ibnu Sina merupakan suatu
eksistensi yang bersifat immaterial (rohani), tidak tersusun dari materi
sebagaimana jasad. Untuk mendukung pendiriannya ini Ibn Sina mengemukakan
empat dalil, yakni :

1. Pertama, dalil “alam kejiwaan” atau natural psychology merupakan sebuah


argumentasi yang berpijak pada perlawanan terhadap gerak natural, bahwa dalam
gerak terdapat suatu gerakan yang melawan sunatullah (hukum alam). Gerak ini
memerlukan penggerak yang melebihi benda yang bergerak yakni “nafs.”
(Fakhuri,1958).
2. Kedua, dalil “aku dan kesatuan gejala kejiwaan” dalil ini menyatakan,
kepemilikan dengan formulasi “ku” ketika suatu aktivitas terjadi, membuktikan
bahwa “aku”, “ku” atau “pribadi” bukan peristiwanya melainkan adalah kekuatan
“nafs” yang dimiliki. Dalil ini menegaskan perasaan dan aktivitas manusia
sangatlah beragam, dan bahkan bertentangan, misalnya “sedih-senang” “cinta dan
benci” dapat dialami oleh satu diri. Hal ini dapat terjadi jika dalam diri tersebut
terdapat suatu pengikat yakni “nafs”. (Ghallab, tt: 248).
3. Ketiga, dalil “kelangsungan” atau “istimrar” dalil yang menyatakan jika jiwa itu
berbeda dengan jasad. Jasad dapat menglami perubahan, sementara jiwa tidak
akan mengalami perubahan (A.F. Ahwani,1952).
4. Keempat, dalil “orang terbang” dalil yang menyatakan ketika seseorang yang
berada di angkasa dengan mata dan telinga tertutup, sehingga ia tidak mengetahui
dan merasakan apapun, tetapi ia akan tetap yakin dengan eksistensi dirinya, ini
membuktikan “wujud jiwa itu berbeda dengan jasad” (Fakhuri,1958)

Dalam membuktikan eksistensi jiwa yang merupakan substansi rohaniah yang


suci dan terpisah dengan badan, Ibnu sina memberikan beberapa alasan
pendukung, yakni dengan membagi ke dalam empat dalil. Dalil-dalil tersebut
yakni, Dalil natural psychology (dalil alam kejiwaan), dalil continuity (istimrar),
manusia terbang dan dalil keakuan dan penyatuan gejala kejiwaan (Rayyan,

7
1967). Pertama, dalil naturally-psychology; dalil ini didasarkan pada fenomena
gerak dan pengenalan. Dalam hal ini Ibnu Sina membagi menjadi dua yaitu gerak
paksaan (qasriyyah) dan gerak kehendak (iradiyyah). Kedua jenis ini tidak
bersumber pada badan. Gerak paksaan dari sebab luar yang menggerakkannya,
sedangkan gerak kehendak ada yang terjadi karena hukum alam, seperti jatuhnya
batu dari atas ke bawah dan ada juga terjadi karena bertentangan dengan hukum
alam, seperti orang yang berjalan diatas bumi yang seharusnya ia tidak bisa
bergerak karena berat tubuhnya. Demikian pula halnya burung yang terbang di
udara yang seharusnya ia jatuh kebawah, namun tidak. Adanya gerak yang
demikian mengharuskan adanya “penggerak khusus” yang berbeda dengan unsur-
unsur jism yang bergerak, penggerak ini disebut jiwa. Sedangkan pengenalan
merupakan keistimewaan satu makhluk yang dapat mengenal harus memiliki
kekuatan yang tidak dipunyai oleh makhluk yang tidak dapat mengenal.

Kedua, dalil continuity (berkelanjutan); dalil ini menurut Ibnu Sina didasari
atas perbandingan badan dengan jiwa. Badan selalu mengalami perubahan,
pergantian, dan sebagainya karena ia terdiri dari bagian-bagian yang juga
mengalami hal-hal serupa. Adapun jiwa, ia tetap tidak mengalami pergantian atau
perubahan seperti itu. Tentang hal ini Ibnu Sina mengungkapkan sebagai berikut,
“Wahai orang yang berakal, renungkanlah! Bahwa dalam jiwamu yang sekarang,
anda adalah yang telah berada di seluruh umur anda, sehingga anda mengingat
banyak sekali apa yang terjadi di sekitar anda. Jadi, (diri) anda tetap
berlangsung dengan pasti. Badan anda tidak tetap berlangsung, tapi selalu
menggerut dan mengurang. Dan karenanya orang perlu makan untuk mengganti
apa yang menghilang dari badan. Sehingga anda tahu bahwa dirimu dalam masa
dua puluh tahun tidak akan ada sedikitpun bagian badanmu yang tinggal,
sedangkan Anda tahu diri anda tetap kekal dalam masa itu, bahkan di sepanjang
umur anda”. Jadi, diri atau dzat anda berbeda dengan badan dan bagian-bagiannya
yang lahir dan yang batin. Inilah dalil yang kuat yang menyingkap pintu ghaib
bagi kita. Hakikat jiwa adalah ghaib tidak terjangkau oleh cita-rasa dan waham.
Oleh karena itu, dari pernyataan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa badan
mengalami perubahan dan jiwa tidak pernah mengalami perubahan dan pergantian
seperti itu.

8
Ketiga, dalil manusia terbang; dalil ini adalah dalil yang sangat menarik dari
Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil
tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, hal ini tidak mengurangi
kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Kesimpulan dalil ini adalah
apabila ada orang yang diciptakan sekaligus dalam bentuk dan wujud yang
lengkap sempurna, dan ia diletakkan di udara kosong, tidak ada suatu apa pun
yang menyentuhnya, sehingga ia tidak merasakan apa-apa. Anggota badannya
dipisahkan, tidak saling menyentuh. Dalam keadaan demikian, ia tetap yakin
wujud diri atau zatnya, sedangkan ia tidak dapat mengetahui adanya bagian
anggota badannya dan juga yang lain diluar dirinya. Dan jika dalam keadaan ini,
ia dapat mengkhayalkan ada tangannya atau anggota badan lainnya, maka ia tidak
mengkhayalkannya sebagian dari dirinya dan syarat bagi wujud dirinya. Ini
berarti, bahwa wujud jiwa adalah berbeda dengan wujud badan, bahkan bukan
badan, dan yang bersangkutan mengetahui dan merasakannya.

Keempat, dalil keakuan dan penyatuan gejala kejiwaan. Dalil ini menyatakan
bahwa kepemilikan dengan bentuk “saya, aku, pribadi” ketika suatu aktivitas
terjadi, misalnya saya keluar, saya tidur, mengambil dengan tanganku ini
menunjukkan bahwa bukanlah kadar atau peristiwa-peristiwanya yang
dimaksudkan, melainkan jiwa dan kekuatannya. Sedang dalil penyatuan gejala
kejiwaan menyatakan bahwa perasaan dan aktivitas manusia sangat beragam,
bahkan juga saling bertentangan misalnya sedih, cinta dan senang, tetapi semua
itu dapat terjadi pada satu diri. Ini hanya dapat terjadi jika dalam diri tersebut
terdapat suatu pengikat yang menyatukan keseluruhannya (ribaat yajma’
baynahakullaha). Pengikat tersebut ialah jiwa. Jika tidak ada kekuatan ini,
tentunya peristiwa-peristiwa kejiwaan saling berlawanan dan mengalami
kekacauan. Dengan bukti-bukti seperti diuraikan di atas, bahwa menurut Ibnu
Sina jiwa manusia memiliki eksistensi sendiri, suatu eksistensi yang bersifat
immateri yang memberikan kesempurnaan terhadap badan yang bersifat materi.
Dalil-dalil ini mendapat jangkauan pengaruh luas, terutama dalam kalangan
filosof Islam yang datang sesudahnya. (Haryanto & Sukawi, 2022).

b. Pendekatan Psikologi menurut Al-Ghazali

9
Al-Ghazali adalah Ilmuwan muslim yang karya-karyanya banyak mengkaji
tentang konsep manusia. Al-Ghazali juga memainkan peranan penting dalam
perkembangan psikologi Islam. Abdul Hamid seorang psikologi dari Universitas
Raja Abdul Aziz mengatakan, bahwa yang pertama kali menamai cabang ilmu
psikologi sebagai ilmu yang mengkaji perilaku (behavior) adalah al-Ghazali.
Dalam pandangan al-Ghazali, manusia itu terdiri dari dua substansi, yakni
substansi berdimensi (jism) dan substansi berkemampuan merasa, bergerak
dengan kemajuan (nafs). Nafs adalah substansi yang tidak bertempat dan berdiri
sendiri. Nafs ini memiliki dua tingkatan “al-nafs al-nabatiyyat” (jiwa vegetatif)
dan “al-nafs al-hayawaniyyat” (jiwa sensitif). Sedang jism merupakan bagian
terluar dan paling tidak sempurna dalam struktur diri manusia, jism ini terdiri atas
unsur material sehingga komposisinya dapat mengalami kerusakan, oleh
karenanya jism tidak mempunyai daya, Ia hanya mempunyai “mabda’ thabi’i”
atau prinsip alamiah.

Terkait hubungan antara jiwa dan raga al-Ghazali berpendapat, bahwa badan
hanya sebatas alat, sedang jiwa sebagai pemegang inisiatif, memiliki kemampuan
dan bertujuan. Badan tanpa jiwa tidak berfungsi apa-apa, karena ia tidak
mempunyai tujuan, badan hanyalah alat bagi jiwa untuk mencapai tujuan, karena
itu jiwalah yang nanti akan menikmati dan merasakan bahagia atau sengsara nya
di akhirat. Menurut al-ghazali, hubungan antara jism dan ruh ibarat hubungan
antara kuda dan penunggang kuda, pemegang inisiatif adalah penunggang kuda
bukan kudanya. Kuda hanya alat mencapai tujuan. Kemudian dengan berdasar
pada tahapan penciptaan manusia, al-Ghazali berpendapat jika manusia adalah
rangkaian utuh antara komponen materi dan immateri. Komponen material yakni
“tanah” dan komponen immateri adalah “ruh” yang ditiupkan Allah. Kesatuan ini
menunjukan jika pada satu sisi manusia sama dengan dunia di luar dirinya, di sisi
berbeda manusia memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengatasi dunia di
luar dirinya.

Dalam hubungannya dengan psikoterapi, Al-Ghazali menuliskan sebuah kitab


tasawuf imam yakni kitab Ihya‟ Ulumuddin. Isi dari kitab tersebut antara lain :

10
1. Pertama adalah dengan jalan tobat, yaitu penyesalan atau menyesal karena
melakukan suatu perbuatan dosa dengan jalan berjanji sepenuh hati tidak akan lagi
melakukan dosa atau kesalahan yang sama dan kembali kepada Allah SWT.
2. Kedua adalah riyadhah dan mujahadah yaitu usaha dengan sekuat tenaga dan
seikhlas hati untuk selalu memperbaiki diri dan kembali kepada Allah SWT.
3. Ketiga, adalah sabar karena sabar adalah sifat yang hanya dimiliki oleh manusia
dan dengan kesabaran manusia bisa mengendalikan diri dan hawa nafsunya.
4. Keempat, adalah zuhud yaitu dengan tidak terlalu merisaukan hal ihwal yang
berkaitan dengan kehidupan materi keduniaan akan tetapi menjadikan materi
keduniaan sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan yang kekal yaitu akhirat.
5. Kelima adalah tawakal, yaitu memasrahkan semua hasil usaha yang telah
dilakukan kepada Allah SWT sebagai dzat penentu segala upaya hambanya,
menurut Al-Ghazali tawakal mempunyai makna akal, syariat dan tauhid yang
ketiganya saling berhubungan secara proporsional (Haryanto & Sukawi, 2022).
c. Pendekatan Psikologi menurut Al-Razi

Dokter sekaligus filosof Muslim yang pertama kali memfungsikan


pengetahuan jiwa untuk pengobatan medis adalah Abu Bakar Muhammad
Zakariah al-Razi . Menurut al-Razi, tugas seorang dokter di samping mengetahui
kesehatan jasmani (al-thibb al-jasmani) dituntut juga mengetahui kesehatan jiwa
(at-thibb al-ruhani). Hal ini untuk menjaga keseimbangan jiwa dalam melakukan
aktivitas-aktivitasnya, supaya tidak terjadi keadaan yang minus atau berlebihan.

Oleh karena konsep ini maka al-Razi menyusun dua buku yang terkenal,
yaitu al-Thibb al-Manshuriyah (kesehatan al-Manshur) yang menjelaskan
pengobatan jasmani, dan at-thibb al-ruhani (kesehatan mental) yang menerangkan
pengobatan jiwa. Pengetahuan psikis ini tidak sekedar berfungsi untuk memahami
kepribadian manusia, tetapi juga untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan
rohaniah. Banyak di antara penyakit jasmani seperti kelainan fungsi pernapasan,
usus perut dan sebagainya justru diakibatkan oleh kelainan jiwa manusia.
Penyakit jiwa seperti stres, waswas, dengki, iri-hati, nifak dan sebagainya
seringkali menjadi kondisi emosi seseorang labil dan tak terkendali. Kelabilan
jiwa ini mempengaruhi syaraf dan fungsi organik, sehingga terjadi penyempitan di

11
saluran pernapasan, atau penyempitan usus perut yang mengakibatkan penyakit
jasmani(Purnomo, 2018).

2.3 Konsep Psikoterapi Islam

a. Definisi Psikoterapi Islam

Psikoterapi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa yang dalam bahasa
Arab juga disamakan dengan “nafs” dengan bentuk jamaknya “anfus” atau
“nufus”. Ia memiliki beberapa arti, diantaranya : jiwa, ruh, darah, jasad, orang,
diri dan sendiri, dan therapy yang berarti pengobatan atau penyembuhan yang
dalam bahasa Arab dipadankan dengan “istasyfaa’” yang berasal dari kata
“syifaa-yasyfii” yang berarti menyembuhkan.

Thabathaba’i mengemukakan, bahwa syifâ` memiliki makna terapi


ruhaniah yang dapat menyembuhkan penyakit batin. Dengan Al-Qur’an,
seseorang dapat mempertahankan keteguhan jiwa dari penyakit batin, seperti
keraguan dan kegoncangan jiwa, mengikuti hawa nafsu, dan perbuatan jiwa yang
rendah. Al-Qur’an juga dapat menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui
bacaan atau tulisan.

Secara istilah, Lewis R. Wolberg mengemukakan bahwa psikoterapi


adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat psikologis terhadap
permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dimana seorang ahli secara
sengaja menciptakan hubungan profesional dengan pasien, yang bertujuan : (1)
menghilangkan, mengubah atau menemukan gejala-gejala yang ada, (2)
memperantarai (perbaikan) pola tingkah laku yang rusak, dan (3) meningkatkan
pertumbuhan serta perkembangan kepribadian yang positif.

Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky psikoterapi (psychotherapy) ialah


pengobatan penyakit dengan cara kebatinan, atau penerapan teknik khusus pada
penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri

12
setiap hari atau penyembuhan lewat keyakinan agama, dan diskusi personal
dengan para guru atau teman. Psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan
penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral maupun fisik
dengan melaui bimbingan Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Saw.

Psikoterapi saat ini tidak dikhususkan untuk mereka yang sudah memiliki
masalah, melainkan juga sebagai sebuah langkah preventif dan sebagai alat
eksplorasi diri untuk membantu orang-orang yang “normal” dalam
merealisasikan segenap potensinya secara penuh.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa bacaan Al-Qur’an mampu


mengobati penyakit jiwa dan badan manusia. Menurutnya, sumber penyakit jiwa
adalah ilmu dan tujuan yang rusak. Kerusakan ilmu mengakibatkan penyakit
kesesatan, dan kerusakan tujuan mengakibatkan penyakit kemarahan. Obat yang
mujarab yang dapat mengobati kedua penyakit ini adalah hidayah Al-Qur’an.

Selanjutnya Allah berfirman:

‫وألجر اآلخرة خير لَّلذين آمنوا وَك انوا يتُقوَن‬

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran


dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus: 57)

Sesungguhnya Al-Qur’an sangat berpengaruh dalam kejiwaan kaum


muslimin. Al-Qur’an merupakan obat atau penawar terhadap segala problema
dan penyakit dalam jiwa manusia. Al-Qur’an sebagai pelajaran bagi manusia
yang memebentuk nilai-nilai kemanusiaan yang mulia, membentuk kepribadian
yang kokoh dan merupakan sebaik-baik terapi mental.

Psikoterapi Islam mempercayai bahwa keimanan dan kedekatan terhadap


akan menjadi kekuatan yang sangat berarti bagi kebaikan problem kejiwaan
seseorang. Mencegah berbagai problem kejiwaan dan menyempurnakan kualitas
manusia disamping pendekatan psikospiritual (dengan keimanan dan kedekatan
kepada Allah). Psikoterapi Islam juga disandarkan penggunaan alat fikir dan
usaha nyata manusia untuk memperbaiki diri. Psikoterapi Islam tidak semata-

13
mata membebaskan orang-orang dari penyakit, tetapi juga perbaikan kualitas
kejiwaan seseorang.

Ciri umum dari psikoterapi adalah memberikan kepada pasien suatu


perasaan akan harapan. Pasien pada umumnya memasuki terapi dengan harapan
memperoleh bantuan untuk mengatasi masalahnya. Terapis yang bertanggung
jawab tidak menjanjikan hasil atau menjamin kesembuhan, melainkan dia
menanamkan harapan-harapan positif yang membantu pasien mengarahkan
tingkah laku adaptif.

b. Psikoterapi dan Agama

American Psichological Assosiation (APA) mengemukakan bahwa


agama bukan merupakan inti perilaku manusia melainkan merupakan salah satu
cara manusia dalam menyesuaikan diri pada lingkungannya (coping behavior).
Sebagai sarana penyesuaian diri agama dapat memberi hasil positif dan negatif.
Hasil positif dari agama adalah secara psikologik memberi makna hidup,
memperjelas tujuan hidup dan memberikan perasaan bahagia karena hidup lebih
berarti.

Menurut Uthman Najati, baru-baru ini muncul beberapa kecenderungan


diantara para psikolog yang menyerukan pentingnya agama dalam kesehatan jiwa
dan mengobati sakit jiwa. Mereka berpendapat bahwa dalam keimanan kepada
Allah, terdapat kekuatan luar biasa yang memberi orang beragama kekuatan
spiritual yang membantunya dalam menanggung kesulitan-kesulitan hidup dan
menghindarkannya dari kegelisahan yang menimpa kebanyakan orang yang
hidup di zaman modern ini. Yakni zaman yang dikuasai kehidupan material dan
dominasi oleh persaingan keras untuk memperoleh materi.

William James berkata bahwa antara manusia dan Tuhan terdapat ikatan
yang tidak terputus. Apabila manusia menundukkan diri di bawah pengarahan-
Nya, cita-cita dan keinginan manusia akan tercapai. Manusia yang benar-benar
religius akan terlindung dari keresahan, selalu terjaga keseimbangannya dan
selalu siap untuk menghadapi segala malapetaka yang terjadi. Moh. Soleh
menyatakan bahwa agama tidak identik dengan konseling40 dan psikoterapi.

14
Namun demikian ajaran Islam mempunyai peranan penting dan daya
penyembuhan terhadap gangguan mental. Tabiat jiwa adalah mengenal Allah
SWT dan senantiasa ingin mendekat kepada Allah SWT. Melupakan Allah
berarti penyimpangan dari tabiatnya. Dan ini menjadi gangguan jiwa (psikis).
Melalaikan Allah bisa terjadi pada manusia, jika daya-daya yang tinggi, yaitu
akal tidak efektif dan lemah dalam mengendalikan nafsu shahwat dan amarah
sehingga shahwat dan amarahnya menguasai akal.

c. Agama Mempengaruhi Emosi

Sistem keyakinan agama mempengaruhi kebermaknaan yang melekat


pada peristiwa-peristiwa. Untuk tingkat di mana orang-orang merasakan
pengaruh ilahi pada kejadian sehari-hari, peristiwa ini akan dianggap lebih
bermakna dan karenanya mampu menghasilkan emosi lebih kuat daripada
peristiwa biasa. Menurut Ben-Ze'ev, biasanya berkeyakinan bahwa Tuhan
mengarahkan dan mengontrol kejadian sehari-hari. Pengendalian pribadi secara
positif terkait dengan intensitas emosional; intensitas emosional individu
beragama akan lebih rendah dari pada individu yang tidak beragama.

Kemampuan agama untuk mempengaruhi emosi juga dipengaruhi oleh


emosi-emosi suci yang ada dalam agama yaitu pertama syukur. McCullough dkk,
menyatakan emosi positif dari syukur memiliki tiga fungsi moral yaitu berfungsi
sebagai barometer moral, motivator moral dan meningkatkan moral. Kedua,
kekaguman dan penghormatan. Robert menggambarkan kekaguman sebagai
kepekaan terhadap kebesaran, disertai oleh rasa gembira oleh objek keagungan
dan hormat sebagai tanggapan subjektif terhadap sesuatu yang sangat baik
dengan sebuah cara pribadi (moral atau spiritual), tetapi secara kualitatif di atas
diri. Ketiga, harapan. Penelitian tentang harapan telah berkembang selama
sepuluh tahun terakhir, dengan studi menunjukkan berbagai harapan itu berefek
positif pada kesehatan mental dan fisik. Keempat, pengampunan.84
Pengampunan adalah teknik berbasis agama yang telah terbukti ampuh dalam
mengatur emosi negatif. Pargament menyatakan bahwa pertama, agama
meminjamkan makna rohani dengan tindakan memaafkan, dan kedua, agama
menawarkan model peran dan metode nyata untuk memfasilitasi pengampunan.

15
Witvliet dkk. menemukan bahwa ketika peserta membayangkan memaafkan
terhadap orang-orang yang telah menyinggung mereka, mereka mengalami
pengurangan rasa marah, sedih dan perasaan negatif lain secara signifikan,
dibandingkan dengan saat mereka berlatih pelanggaran atau memelihara dendam

d. Fungsi dan Tujuan Psikoterapi Islam

Samsu Munir Amin (2010:218-223) mengungkapkan sebagai suatu ilmu,


psikoterapi Islam mempunyai dan tujuan yang nyata dan mulia. Fungsi
psikoterapi Islam antara lain:

1. Fungsi Pemahaman (Understanding)

Fungsi ini memberikan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan


problematikanya dalam hidup dan kehidupan serat bagaimana mencari solusi dari
problematika itu secara baik, benar dan mulia. Hal lain yang disampaikan adalah
bahwa psikoterapi islam memberikan penjelasan bahwa ajaran Islam (Al-Qur’an
dan Hadits) merupakan sumber yang paling lengkap, benar dan suci untuk
menyelesaikan masalah hidup.

2. Fungsi Pengendalian (Control)

Fungsi ini memberikan potensi yang dapat mengarahkan aktivitas setiap


hamba Allah agar tetap terjaga dalam pengendalian dan pengawasan Allah.

3. Fungsi Peramalan (Prediction)

Fungsi ini memiliki potensi untuk dapat melakukan analisis ke depan


tentang segala peristiwa, kejadian dan perkembangan.

4. Fungsi Pengembangan (Development)

Fungsi ini memiliki potensi untuk mengembngakan ilmu keislaman,


khususnya masalah manusia dengan segala seluk beluknya, baik berhubngna
dengan problematika ketuhanan maupun problematika kehidupan.

5. Fungsi Pendidikan (Education)

16
Fungsi ini memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, misalnaya dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, baik buruk maupun
baik, atau dari yang sudah baik menjadi lebih baik.

Adapun tujuan psikoterapi Islam ialah sebagai berikut:

1. Memberikan pertolongan kepada setiap individu agar sehat jasmanniah dan


rohaniah, spiritual dan moral
2. Menggali dan mengembangkan potensi essensial sumber daya
3. Mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian dan etos
kerja
4. Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan dalam
kehidupan sehari-hari dan nyata
5. Mengantarkan individu mengenal, mencintai, dan berjumpa dengan essensi, atau
jati diri dan citra diri serta sang Khaliq.

LINK VIDEO PENDUKUNG

https://youtu.be/_yytkCa77h4?si=CsR-iWYgtleTGUUz

https://www.youtube.com/watch?v=0tie-
zguwp0&pp=ygUZcHJha3RlayBwc2lrb3RlcmFwaSBpc2xhbQ%3D%3D

17
BAB III

REVIEW JURNAL

3.1 Review Jurnal 1

Judul TERAPI AL-QUR`AN DALAM UPAYA PEMULIHAN


ORANG DENGAN MASALAH KEJIWAAN (ODMK) (Studi
di BLUD Rumah Sakit Jiwa Aceh)

Jurnal

Tahun 2017

Penulis MUHAMMAD ILLIAS BIN MOHD SABRI

Volume dan Halaman

Reviewer MUHAMMAD IHSAN ASSABILY

Tanggal 25 September 2023

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban dari persoalan
pokok yaitu bagaimana terapi Al-Quran dalam upaya pemulihan
orang dengan masalah kejiwaan.

Subjek Penelitian Orang dengan masalah kejiwaan di BLUD Rumah Sakit Jiwa
Aceh

Metode Penelitian Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan Metode


yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode deskriptif
analisis yaitu menggambarkan dan menguraikan semua persoalan
yang ada secara umum, kemudian menganalisa,
mengklasifikasikan, dan berusaha mencari pemecahan yang
meliputi pencatatan terhadap masalah yang ada berdasarkan
data-data yang dikumpulkan.

18
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi Al-Quran sangat
berpengaruh besar bagi kesehatan jiwa seseorang, hal ini di
terapkan di Rumah Sakit Jiwa dengan melakukan aktivitas-
aktivitas keagamaan sebagai bentuk meningkatkan keimanan
pasien dan ketentraman jiwa pasien.

3.2 Review Jurnal 2

Judul Efektivitas pelaksanaan ibadah dalam upaya mencapai kesehatan


mental

Jurnal PSIKIS-Jurnal psikologi islam

Tahun 2015

Penulis Iredho Fani Reza

Volume dan Halaman Vol 1 No.1, 12 halaman

Reviewer Nida Khaerani Fikriyah El Islamy 210401110158

Tanggal 25 September 2023

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa individu yang


memahami dan menghayati pelaksanaan ibadah, mampu
mengatasi permasalahan kehidupan yang sedang dialami,
sehingga cenderung memiliki kesehatan mental yang baik. Kajian
ini juga menyatakan bahwa pendekatan agama berperan dalam
mengatasi masalah-masalah psikologis dan fisik individu.

Subjek Penelitian

Metode Penelitian Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini
bersumber dari data primer dan data sekunder. Adapun data
primer dalam penelitian ini meliputi metode wawancara dan
metode observasi, yang berpedoman pada teori dari Audah dan
Mursa yang mengungkapkan indikator kesehatan mental yang
terdiri dari: 1) Dimensi spiritual 2) Dimensi Psikologis 3)
Dimensi Sosial 4) Dimensi Biologis Sedangkan data sekunder
meliputi metode dokumentasi.Metode analisis dalam penelitian
ini menggunakan teknik analisis data Model Miles and Huberman
yang terdiri dari tahap reduction, display dan verification

Hasil Penelitian Dari hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan,
terlihat bahwa cenderung jemaah yang rutin melaksanakan
ibadah memiliki tingkat kesehatan mental yang baik. Hal ini
dikarenakan, ibadah yang dilakukan sebagai proteksi diri dalam

19
menghadapi berbagai macam tekanan hidup. Berdasarkan
observasi yang dilakukan terhadap beberapa jemaah, bahwa
terlihat jemaah cenderung memiliki kesehatan mental yang baik.
Terlihat dengan seimbangnya antara aktivitas bekerja dengan
aktivitas pelaksanaan ibadah. Aktivitas ibadah yang dilakukan
membuat jemaah merasa beban dalam kehidupan ini lebih ringan,
seperti setelah melaksanakan shalat. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap salah satu jemaah, mengatakan bahwa, bila
mengingat kebutuhan di dunia ini, terutama masalah ekonomi,
banyak yang tidak cukupnya.Akan tetapi, bila bersyukur dengan
yang telah di dapatkan, semua terasa cukup.

3.3 Review Jurnal 3

Judul Psikoterapi Dalam Pandangan Islam

Jurnal El-Afkar : Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis

Tahun 2016

Penulis Ashadi Cahyadi

Volume dan Halaman Vol. 5, hal 107-115

Reviewer Zuriah Syahda Imani (210401110138)

Tanggal 25 September 2023

Tujuan Penelitian Untuk membantu individu agar memahami bagaimana mengatasi


gangguan emosional dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran,
dan emosinya seperti halnya proses re edukasi (pendidikan
kembali), sehingga individu tersebut mampu mengembangkan
dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya melalui psikoterapi
islam.

Subjek Penelitian -

Metode Penelitian Penulis menggunakan metode literatur review dalam mencari


data

Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa psikoterapi islam dengan


pelaksanaan ibadah yang dilakukan secara ikhlas dan teratur
akan membuat seorang mukmin meraih hal-hal yang terpuji. Hal-
hal tersebut merupakan unsur-unsur kesehatan jiwa yang
sesungguhnya. Selain itu, hal ini juga akan membekalinya
dengan penangkal dari berbagai penyakit jiwa.

20
3.4 Review Jurnal 4

Judul Psikoterapi Islam Dan Implikasinya Dalam Bimbingan Dan


Konseling

Jurnal
Jurnal Muhafadzah: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling Islam

Tahun 2022

Penulis
Seprianto, Idi Warsah, Dewi Purnama

Volume dan Halaman


Volume. 2, Number. Hlm: 49 - 60

Reviewer Izza Afkarina Firnanda (210401110167)

Tanggal 25 September 2023

Tujuan Penelitian Didalam penelitian ini penulis memiliki tujuan untuk dapat
mengetahui psikoterapi dalam persfektif bimbingan konseling
islam, secara khususnya ialah impilikasi psikoterapi islam dalam
bimbingan dan konseling dan penyebab muncullnya
permasalahan dalam diri manusia serta model-model psikoterapi
dalam Al-Quran dan hadits.

Subjek Penelitian Adapun subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah buku
logis, laporan penelitian, artikel logis, teori dan tesis, pedoman,
peraturan, buku tahunan, buku referensi, dan sumber tertulis dan
sumber elektronik lainnya.

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan untuk


datanya. Kajian pustaka mencakup segala upaya yang dilakukan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data tentang topik atau
masalah yang diteliti. Buku logis, laporan penelitian, artikel
logis, teori dan tesis, pedoman, peraturan, buku tahunan, buku
referensi, dan sumber tertulis dan elektronik lainnya semuanya
dapat membantu penulis mendapatkan informasi ini.
Adapun dokumentasi, atau pencarian data tentang hal-hal
atau variabel berupa catatan, buku, paper atau artikel, jurnal,
dan sebagainya, merupakan metode yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data. Metode analisis
isi digunakan untuk menganalisis data. Ksemudian kesimpulan
yang valid dapat ditarik dari analisis ini, yang dapat diperiksa
ulang berdasarkan konteksnya. Dalam analisis ini akan

21
dijalankan dengan pemilihan, membandingkan dan
menggabungkan beberapa data yang telah didapatkan dari
penelitian-penelitian yang relevan sebelumnya.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian dari jurnal ini menyatakan bahwa terkait
implikasi dari psikoterapi dengan bimbingan dan konseling islam
peneliti mengungkap bahwa ketika membahas implikasi
psikoterapi dalam psikologi Islam untuk konseling dan bimbingan,
tidak mungkin memisahkan Al-Qur'an dan Al-Hadits karena kedua
ini berfungsi sebagai landasan utama untuk konseling dan
bimbingan. Ini adalah ide, tujuan, dan konsep bimbingan dan
konseling yang bersumber dari Hadits dan AlQur'an. terlepas dari
penegasannya bahwa ada hubungan antara agama dan kesehatan
mental, peran agama dalam kesehatan mental bukanlah kausal
langsung. Agama dimasukkan atau diakui dalam perkembangan
kesehatan jiwa baik dalam konsep psikoterapi maupun konsep
kesehatan jiwa, terlepas dari kausalitas langsung atau tidak
langsung. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa penyuluhan
yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan daya tangkal yang dilandasi
kemantapan iman dan jati diri menuju ketakwaan kepada Allah
SWT, baik sekarang maupun di masa yang akan datang, sesuai
dengan keinginan fitrah manusia. untuk hidup bahagia dan
sejahtera. Karena psikoterapi mengakui peran agama dalam
kesehatan mental, konseling Islami dan psikoterapi diperlukan
untuk pengembangan kesehatan mental di lingkungan ini. Karena
konseling Islam mengkaji agama secara holistik melalui keimanan
dan ketakwaan, dapat menjadi pelengkap psikoterapi dalam hal ini.
Psikoterapi, di sisi lain, memandang agama terbatas pada iman,
membuat beberapa orang percaya bahwa tidak ada hubungan
langsung antara agama dan kesehatan mental.

22
BAB VI

TANYA JAWAB DAN KESIMPULAN

4.1 Pertanyaan Multiple Choice

1. Berikut adalah tokoh-tokoh dalam psikoterapi islam, kecuali...

a. Ibn Sina
b. Ar-Razi
c. Al-Ghazali
d. Al-Farabi
2. Karya Ibn Sina yang berkenaan dengan ilmu jiwa adalah...

a. Al-Hawi Al-Kabir
b. Al-Asrar
c. Al-Qanun fi AL-Thibb
d. Al-Judhari wal Hasabah
3. Psikoterapi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa yang dalam bahasa Arab
“Nafs” yang Artinya...

a. Perilaku
b. Jiwa
c. Jasad
d. Ruh

23
4.2 Pertanyaan Essay

1. Sebagai suatu ilmu, psikoterapi Islam mempunyai dan tujuan yang nyata dan
mulia. Sebutkan fungsi psikologi islam menurut Samsu Munir Amin!
2. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa bacaan Al-Qur’an mampu
mengobati penyakit jiwa dan badan manusia. Sebutkan ayat yang relevan dengan
pernyataan tersebut!
3. Dalam pandangan al-Ghazali, manusia itu terdiri dari dua substansi, yakni jism
dan nafs. Jelaskan kedua istilah tersebut!
4.3 Penjelasan Jawaban

Jawaban Essay

1. Fungsi pemahaman, Fungsi pengendalian, Fungsi peramalan, Fungsi


pengembangan dan Fungsi pendidikan
2. ‫وألجر اآلخرة خير لَّلذين آمنوا وَك انوا يتُقوَن‬

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari


Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Yunus: 57)

3. Nafs adalah substansi yang tidak bertempat dan berdiri sendiri. Nafs ini memiliki
dua tingkatan “al-nafs al-nabatiyyat” (jiwa vegetatif) dan “al-nafs al-
hayawaniyyat” (jiwa sensitif).

Sedang jism merupakan bagian terluar dan paling tidak sempurna dalam struktur
diri manusia, jism ini terdiri atas unsur material sehingga komposisinya dapat
mengalami kerusakan, oleh karenanya jism tidak mempunyai daya, Ia hanya
mempunyai “mabda’ thabi’i” atau prinsip alamiah.

4.4 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat beberapa tokoh islam yang turut menyumbangkan pemikirannya di


bidang psikologi, tiga di antaranya adalah Ibnu Sina, Ak-Ghazali, dan Al-

24
Razi. Ibnu Sina merupakan seorang dokter sekaligus filsuf yang menaruh
perhatian pada ilmu kejiwaan di masanya. Al-Ghazali merupakan guru besar
yang menciptakan suatu pendekatan psikoterapi ism yang kemudian
dikembangkan menbggunakan metode intervensi yang dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi berbagai permasalahan psikologis. Selain itu, ada tokoh Al-
Razi yang memiliki pemikiran tentang teori konseling dan psikoterapinya,
yakni organisme, medan phenomenal dan self. Al-nafs al-kulliyah (jiwa
universal) yang dikemukakan Ar-Razi, memiliki kecenderungan untuk
mengaktulisasikan diri.
2. Ketiga tokoh psikologi islam tersebut memiliki pendekatan masing-masing
mengenai ilmu psikologi dan psikoterapi. Ibnu Sina menciptakan sebuah
karya yakni As-Syifa’, yang membahas perihal eksistensi jiwa, hubungan
antara jasmani dan Rohani, persepsi dan sensasi, serta emosi manusia. Selain
itu, tokoh Al-Ghazali mengemukakan dalam sebuah kitab tasawuf yakni kitab
Ihya’ Ulumuddin mengenai psikoterapi islam yang dapat diterapkan yakni
dengan jalan tobat, riyadhah dan mujahadah, sabar, zuhud, dan tawakal.
Adapun tokoh Al-Razi yang merupaka seorang filosof Muslim yang pertama
kali memfungsikan pengetahuan jiwa untuk pengobatan medis adalah Abu
Bakar Muhammad Zakariah al-Razi . Menurut al-Razi, tugas seorang dokter
di samping mengetahui kesehatan jasmani (al-thibb al-jasmani) dituntut juga
mengetahui kesehatan jiwa (at-thibb al-ruhani). Hal ini untuk menjaga
keseimbangan jiwa dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, supaya tidak
terjadi keadaan yang minus atau berlebihan.
3. Ilmu psikologi dan islam tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Psikoterapi Islam mempercayai bahwa keimanan dan kedekatan terhadap akan
menjadi kekuatan yang sangat berarti bagi kebaikan problem kejiwaan
seseorang. Mencegah berbagai problem kejiwaan dan menyempurnakan
kualitas manusia disamping pendekatan psikospiritual (dengan keimanan dan
kedekatan kepada Allah). Selain itu, agama sangat erat pengaruhnya terhadap
jiwa manusia. Dalam pendekatan psikologi Islam, kedekatan manusia dengan
Allah SWT. akan memberikan ketenangan batin, kebahagiaan, dan

25
ketentraman yang akan membawa manusia menuju kesehatan mental yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, MS. (2015). Psikoterapi Dalam Perspektif Islam., 1, 60-67.

Arroisi, J., & Da'i, R. A. N. R. (2020). Psikologi Islam Ibnu Sina (Studi Analisis

Kritis Tentang Konsep Jiwa Perspektif Ibnu Sina).

http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/402.

Cahyadi, A. (2016). Psikoterapi Dalam Pandangan Islam. El-Afkar : Jurnal

Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis. Vol. 5, 107-115.

Daghestani. Am J Psychiatry 1997. 865–925.

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/ajp.154.11.1602

Fathurrohman, M. N. (2015, March 14). Ibnu Sina - Bapak Kedokteran Dunia.

Biografi Tokoh Ternama.

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2015/03/ibnu-sina-bapak-

kedokteran-dunia.html

Haryanto, S., & Sukawi, z. (2022). Orientasi Pemikiran Psikologi Islam Perspektif

Historis. Manarul Quran: Jurnal Studi Islam, Volume.22, 77-87.

26
Palmer, S. (Ed.). (2000). Introduction to Counselling and Psychotherapy: The

Essential Guide. SAGE Publications.

Pekan Ilmiah Psikologi “Manajemen Stres Mahasiswa di Universitas Paramadina:

Penerapan Intervensi PSIKOTERAPI Ilham Al-Ghazali.” Universitas

Paramadina. (n.d.).

Pujiastuti, S.Sos.IMA.Si, T. (2021). Psikoterapi Islam. CV. ELSI PRO.

Purnomo, S. A. (2018). Konsep Dasar, Bentuk, dan Teknik Psikoterapi Dalam

Islam. Jurnal ALASMA, 7, 56-72.

Rajab, K., Zein, M., & Bardansyah, Y. (2016). Rekontruksi Psikoterapi Islam.

Cahaya Firdaua.

Redaksi. (2020, March 27). Biografi Singkat al-Ghazali, sang Hujjatul Islam.

Islami.co. https://islami.co/biografi-singkat-al-ghazali-sang-hujjatul-islam/

Reza I. Fani. (2015). Efektivitas pelaksanaan ibadah dalam upaya mencapai

kesehatan mental. PSIKIS-Jurnal psikologi islam. Vol.1(1), 1-12

Sepriantp., et al. (2022). Psikoterapi Islam Dan Implikasinya Dalam Bimbingan Dan

Konseling. Jurnal Muhafadzah: Jurnal Ilmiah Bimbingan dan Konseling

Islam. Vol. 2 49-60.

27

Anda mungkin juga menyukai