Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep pendidikan diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan dan

mengembangkan seluruh potensi alamiah manusia sehingga menjadi individu

yang relatif lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi, Guna mencapai hal

tersebut. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yakni peserta didik mampu

menumbuhkan kemauan dalam diri peserta didik untuk dapat belajar

mengetahui atau mempelajari lebih banyak apa yang telah dipelajari (learning to

know), selanjutnya peserta didik mampu dan berkeinginan mengaktualisasikan

keterampilan yang dimiliki (learning to do), mampu hidup berdampingan dengan

orang lain (learning to live together) dan memiliki kepribadian emosional dan

intelektual (learning to be). Atas dasar itulah, hendaknya proses pembelajaran

tidak lagi menjadi wahana mengajar (teaching) tetapi lebih diarahkan sebagai

wahana belajar (learning), karena pembelajaran di sekolah merupakan proses

pendewasaan dari peserta didik.

Wahana belajar (learning) dituntut harus lebih menyenangkan,

mengasikkan dan mencerdaskan peserta didik. Oleh karena itulah, guru dituntut

mampu mengembangkan pola pikir dan mengubah sikap serta perilaku peserta

didik. Caranya dengan menciptakan situasi dan kondisi belajar yang efektif

dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi peserta didik beserta lingkungan

sekolah. Atau dengan kata lain, guru harus memfokuskan pada aspek kognitif,

afektif dan psikomotor dalam proses pembelajaran.

Mengingat betapa urgensinya persoalan psikologi dalam kehidupan

manusia khususnya dalam dunia pendidikan, maka faktor ini mendorong


psikologi terus dikaji dan dipelajari banyak orang. Psikologi ini merupakan

sebuah ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Dimana ilmu inisangat penting

untuk kita pelajari sebagai mahasiswa dan mahasiswi yang akan diaplikasikan

nanti saat masuk dunia mengajar maupun terjun dimasyarakat.

Perhatian pada psikologi yang terutama tertuju pada masalah bagaimana

tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang

mereka hubungkan kepada pengalaman mereka sendiri. Pengamatan biasanya

dilakukan oleh orang yang cerdas. Terjadi terhadap suatu proses dengan

maksud merasakan dan memahami pengetahuan dari sebuah fenomena

berdasarkan pengetahuan.

Dalam dunia pendidikan kita sebagai calon-calon guru harus mengerti

dan memahami peran dan fungsi psikologi dalam proses pembelajaran dan

pendidikan. Agar setiap problematika yang terjadi dalam proses pendidikan bisa

dipecahkan, utamanya dalam sudut psikologis.

Psikologi perlu juga kita kaji agar kita ebih mudah untuk mengetahui

perekembangan jiwa yang didmiliki oleh seorang anak didik kita kelak. Agar kita

bisa memiliki sikap kritis terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan dan

pengajaran, dan bisa menganalisisnya dari segi psikologi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Pendidikan

2. Apa Pengertian dari Psiologi

3. Apa Pengertian dari Psikologi Pendidikan

4. Apa Ruang lingkup dari Psikologi Pendidikan

C. Tujuan

1. Apa Pengertian dari Pendidikan


2. Apa Pengertian dari Psiologi

3. Apa Pengertian dari Psikologi Pendidikan

4. Apa Ruang lingkup dari Psikologi Pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan

membentuk latihan. Dalam kamus besar Bahasa Indoneia (1991) Pendidikan

diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin Syah

(2001) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha secara sengaja dari

orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu diartikan sebagai

kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya.

Branata (1988) mengungkapkan bahwa Pendidikan ialah usaha yang

sengaja diadakan, baik langsung maupun secara tidak langsung, untuk

membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan. Pendapat

diatas seajalan dengan pendapat Purwanto (1987 :11) yang menyatakan bahwa

Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna

bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.

Kleis (1974) memberikan batasan umum bahwa ”pendidikan adalah

pengalaman yang dengan pengalaman itu, seseorang atau kelompok orang

dapat memahami seseuatu yang sebelumnya tidak mereka pahami.

Pengalaman itu terjadi karena ada interaksi antara seseorang atau kelompok

dengan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan proses perubahan (belajar)

pada manusia dan selanjutnya proses perubahan itu menghasilkan

perkembangan (development) bagi kehidupan seseorang atau kelompok dalam

lingkungannya”

Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa

pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk

mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

B. Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang

merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos

berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche

atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat

abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya.

Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti

dengan istilah psikis.

Beberapa ahli mempelajari jiwa atau psikis dan gejala-gejala yang

diakibatkan oleh keberadaan psikis tersebut. Dimyati Mahmud (1989)

menjelaskan bahwa manusia menghayati kehidupan kejiwaan berupa kegiatan


berfikir., berfantasi, mengingat, sugestif, sedih dan senang, berkemauan dan

sebagainya. Yang termasuk dalam gejala kejiwaan adalah gejala pengenalan

(kognisi), gejala perasaan (emosi), gejala kehendak (konasi), dan geiala

campuran (kombinasi).

Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990) dinyatakan bahwa

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang baik

yang dapat dilihat secara langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara

langsung. Dakir (1993) menyatakan bahwa psikologi membahas tingkah laku

manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya. Muhibbin Syah (2001)

menyimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun

kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah

tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk ,

berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,

berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai

individu maupun dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku

tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku

yang disadari maupun yang tidak disadari.

Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang

dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur

sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan

demikian objek ilmu psikologi sangat luas. Karena luasnya objek yang dipelajari
psikologi, maka dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan dalam

beberapa bidang, yaitu

1. Psikologi Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang

terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia sepanjang rentang

kehidupannya.

2. Psikologi Pendidikan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia

dalam situasi pendidikan.

3. Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam

berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.

4. Psikologi Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul dalam

dunia industri dan organisasi.

5. Psikologi Klinis, ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang sehat dan

tidak sehat, normal dan tidak normal, dilihat dari aspek psikisnya.

C. Pengertian Psikologi Pedidikan

Whiterington (1978) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai studi

sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan

pendidikan manusia.

Sumadi Suryabrata (1984) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai

pengetahuan psikologi mengenai anak didik dalam situasi pendidikan.

Elliot dkk.(1999) menyatakan bahwa psikologi pendidikan merupakan

penerapan teori-teori psikologi untuk mempelajari perkembangan, belajar,

motivasi, pengajaran dan permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan.

Dari berbagai definisi tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa

psikologi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penerapan teori-teori psikologi

dalam bidang pendidikan. Dalam psikologi pendidikan dibahas berbagai tingkah


laku yang muncul dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan.

D. Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Pada dasarnya psikologi pendidikan mempelajari seluruh tingkah laku

manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Manusia yang terlibat dalam

proses pendidikan ini ialah guru dan siswa, maka objek yang dibahas dalam

psikologi pendidikan adalah tingkah laku siswa yang berkaitan dengan proses.

belajar dan tingkah laku guru yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

Sehingga objek utama yang dibahas dalam psikologi pendidikan adalah masalah

belajar dan pembelajaran.

Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu pelayanan yang diperuntukkan

pada siswa, oleh karena itu dalam psikologi pendidikan juga dibahas aspek-

aspek psikis atau gejala kejiwaan yang terdapat pada siswa terutama ketika

terlibat dalam proses belajar.

Psikologi Pendidikan sebagai ilmu memberikan sumbangan terhadap

pendidilan secara teoritis maupun praktis, adapun sumbangan psikologi

pendidikan adalah sebagai berikut :

1. Tiap tingkat perkembangan berbeda karakteristiknya. Setiap tingkat

perkembangan memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu.

Sama lain. Apabila seorang guru sudah memahami bahwa pada setiap

tingkat perkembangan karakteristik anak itu berbeda, maka guru dalam

menyelesaikan tugas mendidik dan mengajar akan menyesuaikan diri

terhadap karakteristik anak didiknya. Dengan demikian pelajaran oleh guru

kepada para siswa akan berbeda di tiap-tiap tingkat perkembangan anak.


2. Psikologi pendidikan memberikan sumbangan berupa pemahaman secara

alami aktivitas belajar di ruang kelas. Psikologi pendidikan memberikan

bekal kepada guru mengenai proses pembelajaran secara umum di ruang

kelas dan mengembangkan teon yang lebih luas lagi di ruang kelas.

Keberhasilan guru di dalam kelas disebabkan karena guru itu memahami

atau mengerti betul. tentang karakteristik anak didiknya. Anak didik bukan

benda tetapi merupakan objek yang memiliki pikiran, perasaan dan

kemauan. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran siswa dipandang

sebagai subjek bukan sebagai objek. Dengan demikian pengetahuan

tentang kondisi siswa di dalam kelas mutlak harus dipahami oleh seorang

guru.

3. Psikologi pendidikan memberikan pemahaman mengenai perbedaan

individual. Di dunia ini tidak ada dua atau lebih individu yang sama.

Demikian pula guru dalam tugasnya akan menghadapi para siswa di dalam

kelas dengan berbagai variasi. Dengan demikian guru hendaknya

memberikan pelayanan yang berbeda kepada peserta didik sesuai dengan

karakteristiknya.

4. Psikologi pendidikan juga memberikan pemahaman tentang metode-metode

mengajar yang efektif. Psikologi pendidikan mamberikan pengetahuan

tentang cara mengajar yang tepat, dan mengembangkan pola mengajar

dengan strategi-strategi baru. Dengan demikian seorang guru yang telah

memahami pengetahuan psikologi pendidikan akan memahami metode-

metode mana yang paling efektif dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik

dan pengaiar.
5. Psikologi pendidikan memberikan sumbangan kepada guru sehingga

mampu memahami problem anak didik dan memahami sebab-sebab

timbuInya problem. Masalah, sesungguhnya berbeda-beda dalam

pengatasannya tergantung kepada tingkat umur, latar belakang sosial

ekonomi dan budaya. Pada akhirnya dengan memahami problem anak didik

ini guru dapat membantu anak mengatasi problemnya.

6. Dengan pengetahuan tentang kesehatan mental dalam psikologi pendidikan,

guru akan dapat memahami beberapa faktor yang menjadi penyebab

timbulnya mental tidak sehat ataupun maladjusmen tsehingga pada akhirnya

guru dapat membantu memecahkan masalah yang dialami oleh para

siswanya dan mampu mempersiapkan para siswanya sehingga memiliki

mental yang sehat.

7. Penyusunan kurikulum hendaknya menggunakan prinsip-prinsip

psikologi.Prinsip ini menyatakan bahwa tiap-tiap tingkat umur berbeda tingka

perkembangannya. Pada setiap tingkat perkembangan, materi yang harus

diberikan akan berbeda begitu pula teknik pengajarannya.

8. Pengukuran tentang hasil belajar. Dengan pengetahuan tentang psikologi

pendidikan maka guru mampu mendalami hasil belajar siswa, metode

proses pembelajaran maupun performance para siswanya.

9. Riset. Psikologi pendidikan menolong di dalam pengembangan alat-alat

pengukur berbagai variabel yang besar pengaruhnya terhadap perilaku

siswa-siswa. Guru dapat mengontrol secara langsung dan meramalkan

tingkah laku para siswanya berdasarkan hasil riset tersebut.

10. Bimbingan untuk anak-anak luar biasa. Psikologi pendidikan memberikan

sumbangan terhadap cara memberikan layanan kepada anak-anak luar


biasa baik di atas normal maupun di bawah normal. Pengetahuan psikologi

pendidikan sangat diperlukan untuk memberikan layanan kepada anak-anak

yang genius maupun anak di bawah normal.

11. Pemahaman tentang dinamika kelompok. Dalam psikologi pendidikan

dikembangkan pula pengetahuan tentang dinamika kelompok. Seorang guru

harus mampu memahami dinamika kelompok siswa di dalam kelas beserta

kegiatannya secara total karena hal tersebut memiliki pengaruh yang besar

terhadap keberhasilan proses belajar dan pembelajaran.

Disamping sumbangan-sumbangan tersebut di atas, psikologi pendidikan

memberikan sumbangan terhadap praktik pendidikan antara lain:

1. Problem Disiplin Guru tradisional dalam memecahkan problem disiplin

menggunakan hukuman badan. Orang sudah tahu bahwa hukuman badan

adalah tidak berperikemanusiaan dan akan menimbulkan reaksi keras dari

orang tua siswa. Dengan pengetahuan psikologi pendidikan sebenarnya ada

banyak cara dalam memecahkan masalah disiplin siswa, tidak harus dengan

hukuman badan. Pendekatan yang manusiawi memberikan siswa yang

bermasalah kesempatan untuk berdialog dengan guru.

2. Menggunakan audio visual sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dulu guru

tidak pernah menggunakan alat audio visual dalam proses pembelajaran.

Psikologi pendidikan mengembangkan alat berupa audio visual dalam proses

belajar mengajar sehingga mempermudah proses pembelajaran.

3. Jadwal pelajaran. Untuk menyusun jadwal pelajaran diperlukan pengetahuan

psikologi pendidikan. Tingkat kesukaran mata pelajaran berbeda-beda untuk

setiap mata pelajaran. Agar seluruh materi pelajaran dapat diterima dengan

baik oleh siswa, perlu penyusunan jadwal pelajaran dengan


mempertimbangkan tingkat kesukarannya baik urutannya maupun waktunya.

Misalnya mata pelajaran matematika ditempatkan pada jam pertama agar

dapat diterima dengan baik oleh siswa, sedangkan mata pelajaran seni

ditempatkan pada jam terakhir untuk meningkatkan gairah belajar siswa yang

sudah lelah oleh berbagai materi pelajaran yang berat sebelumnya.

4. Administrasi sekolah dan kelas Petugas administrasi dan guru harus

bekerjasama dengan baik sehingga masalah-masalah administrasi dapat

diatasi dengan penuh keterbukaan melalui diskusi antara guru dengan

petugas administrasi di sekolah.

PEMBAHASAN
Konsep Belajar Bermakna
Belajar bermakna adalah belajar di mana siswa harus mengkaitkan konsep baru
dengan yang diperolehnya dalam bentuk proposisi (hubungan antar konsep) yang benar.
menurut David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah
memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya
sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada
dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning)
adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak
mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama. Sebagai ahli psikologi
pendidikan Ausubel menaruh perhatian besar pada siswa di sekolah, dengan
memperhatikan/memberikan tekanan-tekanan pada unsur kebermaknaan dalam belajar
melalui bahasa (meaningful verbal learning).
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan
prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak
dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa
menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya.
Malah, ada bahaya bahwa siswa yang kurang mahir dalam hal ini akan banyak menebak dan
mencoba-coba saja, tanpa menemukan sesuatu yang sungguh berarti baginya. Seandainya
siswa sudah seorang ahli dalam mengadakan penelitian demi untuk menemukan kebenaran
baru, bahaya itu tidak ada; tetapi jika siswa tersebut belum ahli, maka bahaya itu ada.
Ia juga berpendapat bahwa pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang
penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi
kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan
mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah
menguasai yang disampaikan gurunya.
Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktivesme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta
baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa.
Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui
proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa
aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan
bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa
pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu.
Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta
konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah
proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi
pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada
dalam struktur siswa
Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur
kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Nasution 1982:158 menyimpulkan kondisi- kondisi belajar bermakna sebagai
berikut :

1.   Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama
2.   Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih
terperinci.
3.   Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4.   Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru
disajikan
Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan
dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun
secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang
baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia
miliki.

Faktor-faktor dan langkah-langkah yang mempengaruhi teori belajar bermakna.


Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah:
1. Struktur kognitif yang ada. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu;
demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan
diatur dengan baik, maka arti-arti yang jelas atau tidak meragukan akan timbul dan
cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan,
dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.
2. Stabilitas Kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu
tertentu.
Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya belajar bermakna adalah
sebagai berikut:
a. Orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik,
melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat belajar serta
potensi dasar siswa.
b. Topik-topik yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang
relevan. Pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas atau sesuatu yang
dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau sebagai alat yang
dibutuhkan dalam kehidupan anak.
c. Metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu
aktivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan.
d. Dalam proses belajar perlu diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan
bekerjasama dengan orang lain.
e. Bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan yang konkret
f. Dalam menilai hasil belajar siswa, para guru tidak hanya menekankan aspek
kognitif dengan menggunakan tes tulis, tetapi harus mencakup semua domain
perilaku anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian.

Sedangkan langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar


bermakna sebagai berikut :
1. Advance Organizer
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara
mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang
akan disampaikan guru.
2. Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal
atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan
contoh-contoh.
3. Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep
yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4. Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan
sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru

Syarat-syarat dan kebaikan teori belajar bermakna.


Belajar seharusnya merupakan apa yang disebut asimilasi bermakna, materi yang dipelajari di
asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya. Untuk
itu diperlukan persyaratan sebagai berikut :
1. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan    
tingkat    perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.
2. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan  
penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru
tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana
melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara
hafalan.
3. Suatu materi memiliki kebermaknaan logis berarti materi tersebut dapat dihubungkan
dengan konsep-konsep yang telah ada pada siswa, maka siswa harus memiliki materi
yang sesuai dengan hal yang akan dipelajari. Bila siswa dalam struktur kognitifnya telah
memiliki materi, ide-ide yang sesuai, yang memungkinkan materi baru dapat
dihubungkan padanya secara secara substantive maka materi tersebut telah memiliki
kebermaknaan potensial.
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui
pembelajaran.Belajar bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai
dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki
siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki
para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan
demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan belajar.
Cara belajar Bermakna dengan Menggunakan Peta Konsep :
1. Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan
3. urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau
contoh-contoh.
4. Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari konsep yang paling inklusif di
puncak konsep ke konsep yang tidak inklusif di bawah.
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata penghubung sehingga menjadi
sebuah peta konsep.

Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar
yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat
bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan
belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan
informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan
dihasilkan belajar yang baik.
Kebaikan-kebaikan dari belajar bermakna. Ausubel dalam Dahar (1989)
menggemukakan tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu:
1. informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya
untuk materi pelajaran yang mirip.

Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah

terjadi lupa.

TEORI MOTIVASI BELAJAR


PEMBAHASAN

1.PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi merupakan konsep hipotesis yang tidak secara langsung dapat diamati (Fox, 1993),
yang dapat diamati adalah perilaku sesudahnya. Istilah motivasi sendiri berasal dari
bahasa latin yaitu movere yang artinya gerak. Sedangkan secara umum motivasi
dapat diartikan sebagai : “Kondisi psikologis (internal states) yang menimbulkan,
mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku tertentu” (Pintrich dan Schunk,
1996) Motivasi pada individu sangat penting karena motivasi yang dimiliki akan
mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam kegiatan belajarnya. Tinggi
rendah motivasi yang dimiliki seseorang mempengaruhi timbulnya keinginan untuk
belajar dan banyaknya materi yang akan dipelajari karena motivasi inilah yang
memberi kekuatan dan arah pada tingkah laku yang ditampilkan individu (Atkinson,
1964).
Kaitan Motivasi dengan Regulasi Diri Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004:478)
mendefinisikan regulasi diri sebagai proses dimana kita terbiasa utnuk mengaktifkan
dan menggunakan pemikiran, perilaku, dan emosi kita untuk mencapai tujuan kita.
Motivasi merupakan salah proses mencapai regulasi diri. Siswa yang dapat
meregulasi diri sendiri akan termotivasi untuk belajar. Mereka tahu mengapa mereka
belajar sehingga tindakan dan pilihan mereka memang mereka tentukan sendiri dan
bukannya dikontrol orang lain. Untuk berhasil di sekolah, remaja mengembangkan
ketrampilan regulasi diri yang beragam, seperti motivasi, penetapan tujuan, melihat
diri sendiri, manajemen waktu, dan evaluasi diri (Zimmerman & Cleary, 2006).
Siswa yang menampilkan perilaku regulasi diri dalam belajarnya, secara pribadi
mampu mengarahkan dirinya untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan baru
serta tidak menunggu guru, orang tua, atau orang lain untuk memberikan instruksi
(Zimmerman, 1989 dalam Anggara, 2002).

2.Teori – Teori Tentang Motivasi


Berikut teori-teori kontemporer tentang motivasi
a.    Teori belajar behavioral.
Skinner, pakar behaviorisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan
proses perubahan perilaku bersama dengan para pakar behaviorisme yang lain
menyatakan bahwa tidak perlu memisahkan teori belajar dengan motivasi, karena
motivasi merupakan produk dari sejarah penguatan .
b.     Teori kebutuhan manusia.
Abraham Moslow menjelaskan bahwa konsep motivasi untuk memenuhi
berbagai kebutuhan. Banyak kebutuhan dasar yang kesemuanya harus dipenuhi.
Setiap anak termotivasi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dari herarki paling
bawah sebelum mencapai herarki paling atas.
c. Teori disonansi.
Teori psikologi yang menjelaskan perilaku, dan alasan tentang penampilan
perlaku yang digunakan untuk mempertahankan citra diri yang positif oleh Festinger
disebut teori disonansi kognitif. Teori disonansi menyatakan bahwa kebutuhan untuk
mempertahankan citra diri yang positif merupakan motivator yang sangat kuat .
d. Teori harapan (expectancy theory).
Pada mulanya dikembangkan oleh Edwards kemudian dilanjutkan oleh
Atkinson. Teori harapan menyatakan motivasi itu tergantung pada harapan anak
terhadap hadiah .
e. Teori motivasi berprestasi
Motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk memperoleh keberhasilan
dan berpartisipasi aktif di dalam suatu kegiatan.individu dapat dimotivasi untuk
berprestasi dengan cara memperoleh keberhasilan atau menghindari kegagalan

3. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar


Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari
faktor lain. Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan
raga. Belajar tak akan pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari
dalam yang lebih utama maupun dari luar sebagai upaya lain yang tak kalah
pentingnya.
Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas belajar seseorang itu dalam
pembahasan ini disebut motivasi. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk
dorongan yang timbul pada diri sesorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha
yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau
mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar
seseorang. Tidak ada seorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi
berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi lebih optimal, maka
prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya diketahui, tetapi juga harus
diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa prinsip motivasi dalam
belajar seperti dalam uraian berikut.
1.    Motivasi Sebagai Dasar Penggerak Yang Mendorong Aktivitas Belajar
Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya
motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong sseorang untuk belajar.
Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran motivasi belum
menunjukkan aktivitas nyata. Minat merupakan kecenderungan psikologis yang
menyenangi sesuatu objek, belum sampai melakukan kegiatan. Namun, minat adalah
motivasi dalam belajar. Minat merupakan potensi psikologi yang dapat
dimanfaatkan untuk menggali motivasi. Bila seseorang sudah termotivasi untuk
belajar maka dia melakukan aktivitas belajar dalam rentangan waktu tertentu. Oleh
karena itulah, motivasi diakui sebagi dasar penggerak yang mendorong aktivitas
belsajar seseorang.
2.    Motivasi Intrinsik Lebih Utama Daripada Motivasi Ekstrinsik Dalam Belajar
Dari seluruh kebijakan pengajaran, guru lebih banyak memutuskan
memberikan motivasi ekstrinsik kepada setiap anak didik. Tidak pernah ditemukan
guru yang tidak memakai motivasi ekstrinsik dalam pengajaran. Anak didik yang
malas belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi ekstrinsik oleh guru supaya
dia rajin belajar.
Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi ekstrinsik adalah
kecendrungan ketergantungan anak didik terhadap segala sesuatu di luar dirinya.
Selain kurang percaya diri, anak juga bermental pengharapan dan mudah
terpengaruh. Oleh karena itu, motivasi intrinsik lebih utama dalam belajar.
Anak didik yang belajar berdasarkan motivasi intrinsik sangat sedikit
terpengaruh dari luar. Semangat belajarnya sangat kuat. Dia belajar bukan karena
ingin mendapatkan nilai yang tinggi, mengharapkan pujian orang lain atau
mengharapkan hadiah berupa benda, tetapi karena ingin memperoleh ilmu sebanyak-
banyaknya. Tanpa diberikan janji-janji yang muluk-muluk pun anak didik rajin
belajar sendiri. Perintah tidak diperlukan, karena tanpa diperintah anak sudah taat
pada jadwal belajar yang dibuatnya sendiri.
3.    Motivasi Berupa Pujian Lebiah Baik Daripada Hukuman
Meski hukuman tetap diberlakukan dalam memicu semangat belajar anak
didik, tetapi masih lebih baik penghargaan berupa pujian. Setiap orang senang
dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apapun jaga. Memuji orang lain
berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang lain. Hal ini memberikan
semangat kepada seseorang untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Tetapi
pujian yang diucap itu tidak asal ucap, harus pada tempat dan kondisi yang tepat.
Kesalahan pujian bisa bermakna mengejek.
4.    Motivasi Berhubungan Erat Dengan Kebutuhan Dalam Belajar
Kebutuhan yang tak bisa dihindari oleh anak didik adalah keinginan untuk
menguasai sejumlah ilmu pengetahuan. Oleh karena itulah anak didik belajar.
Karena bila tidak belajar berarti anak didik tidak akan mendapat ilmu pengetahuan.
Bagaimana untuk mengembangkan diri dengan memanfaatkan potensi-potensi yang
dimiliki bila potensi-potensi tidak ditumbuh kembangkan melalui penguasaan ilmu
pengetahuan. Jadi, belajar adalah santapan utama anak didik.
5.    Motivasi Dapat Memupuk Optimisme Dalam Belajar
Anak didik yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat
menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan. Dia yakin bahwa belajar bukanlah
kegiatan yang sia-sia. Hasilnya pasti akan berguna tidak hanya kini, tetapi dihari-
hari mendatang. Setiap ulangan yang diberikan oleh guru bukan dihadapi dengan
pesimisme, hati yang resah gelisah. Tetapi dia hadapi dengan tenang dan percaya
diri. Biarpun ada anak didik yang lain membuka catatan ketika ulangan, dia tidak
terpengaruh dan tetap tenang menjawab setiap soal item soal dari awal hingga akhir
waktu yang ditentukan.
6.    Motivasi Melahirkan Prestasi Dalam Belajar
Dari berbagai hasil penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi
mempengaruhi prestasi belajar. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator
baik buruknya prestasi belajar seseorang anak didik. Anak didik menyenangi mata
pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran itu. Selain
memiliki bukunya, ringkasannya juga rapi dan lengkap. Setiap ada kesempatan
selalu mata pelajaran yang disenangi itu yang dibaca. Wajarlah bila isi mata
pelajaran itu dikuasai dalam waktu yang relatif singkat.

4. PENGERTIAN MOTIVASI BELAJAR


A. Definisi Motivasi Belajar Secara Umum
Pengertian motivasi belajar secara umum adalah keseluruhan daya penggerak baik
dari dalam diri maupun dari luar siswa yang menjamin kelangsungan dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek belajar itu dapat tercapai.

B. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Para Ahli


Berikut akan dibahas mengenai definisi dan pengertian motivasi belajar menurut
pendapat para ahli.

Menurut Sardiman (1986)


Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar
dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subyek belajar itu dapat tercapai.

Menurut Djamarah (2008)


Menurut Djamarah, motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang disebut motivasi
intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar.

Menurut Uno (2006)


Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi belajar dapat
timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan
kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah
adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang
menarik.

Menurut Bophy (1987)


Definisi motivasi belajar adalah sebagai a general state (kondisi umum) dan sebagai a
situation-specific state (kondisi dan situasi yang spesifik). Sebagai a general state, motivasi
belajar adalah suatu watak yang permanen yang mendorong seseorang untuk menguasai
pengetahuan dan keterampilan dalam suatu kegiatan belajar.
Sedangkan sebagai a situation-specific state, motivasi belajar muncul karena keterlibatan
individu dalam suatu kegiatan tertentu diarahkan oleh tujuan memperoleh pengetahuan atau
menguasai keterampilan yang diajarkan.
Menurut McCombs (1991)
Pengertian motivasi belajar adalah kemampuan internal yang terbentuk secara alami yang
dapat ditingkatkan atau dipelihara melalui kegiatan yang memberikan dukungan, memberikan
kesempatan untuk memilih kegiatan, memberikan tanggung jawab untuk mengontrol proses
belajar, dan memberikan tugas-tugas belajar yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan
pribadi.

Menurut Afifudin (2008)


Pengertian motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri anak yang
mampu menimbulkan kesemangatan atau kegairahan belajar

Menurut Winkel (2003)


Definisi motivasi belajar adalah segala usaha di dalam diri sendiri yang menimbulkan
kegiatan belajar, dan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar serta memberi arah pada
kegiatan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai.

Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual dan berperan dalam
hal menumbuhkan semangat belajar untuk individu.

Menurut Clayton Alderfer (2011)


Arti motivasi belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan segala kegiatan belajar
yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar sebaik mungkin.

Menurut H. Mulyadi (1991)


Pengertian motivasi belajar adalah membangkitkan dan memberikan arah dorongan yang
menyebabkan individu melakukan perbuatan belajar

Menurut Tadjab (1990)


Pengertian motivasi belajar menurut Tadjab adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar itu demi
mencapai suatu tujuan.

Demikian dalam belajar, prestasi siswa akan lebih baik bila siswa memiliki dorongan
motivasi orang tua untuk berhasil lebih besar dalam diri siswa itu. Sebab ada
kecenderungan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan tinggi mungkin akan
gagal berprestasi karena kurang adanya motivasi dari orang tua.

C.JENIS - JENIS MOTIVASI BELAJAR

Menurut Winkel (1996), motivasi belajar di sekolah dibedakan menjadi 2 bentuk

1. motivasi intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik menurut Huffman, Vernoy &Vernoy (1997) adalah
“the desire to perform an act for its own sake”. Orang dengan motivasi belajar intrinsik tidak
membutuhkan hadiah atau hukuman untuk membuat mereka belajar karena aktivitas belajar
itu sendiri sudah menguntungkan . Mereka menikmati tugasnya atau perasaan pencapaian
prestasi yang diperolehnya (Wolfok, 1993).

Menurut Priyitno (1989: 11) motivasi  intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan
oleh faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu. Tingkah laku individu itu terjadi
tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari lingkungan. Tetapi individu bertingkah laku karena
mendapatkan energi dan pengaruh tingkah laku dari dalam dirinya sendiri yang tidak bisa
dilihat dari luar.

Thornburgh dalam Priyitno (1989: 10) berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah
keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri sendiri. Dari definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam individu,
dimana dorongan tersebut menggerakkan individu atau subyek untuk memenuhi
kebutuhan,tanpa perlu dorongan dari luar.

2.Motivasi Ekstrinsik

motivasi ekstrinsik menurut Huffman, Vernoy &Vernoy (1997) adalah: “The desire to
perform an act because of external reward or avoidance of punishment”. Ciri dari motivasi
ekstrinsik dalam belajar di sekolah adalah aktivitas belajar dimulai atau diteruskan
berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajar sendiri. (Winkel, 1996). Orang dengan motivasi belajar ekstrinsik , tidak terlalu
tertarik pada aktivitas itu sendiri semata melainkan hanya peduli pada apa yang dapat
diperoleh (keuntungan) dari aktivitas itu (Wolfok, 1993).

Sardiman (1990: 90) memberikan definisi motivasi ekstrisik sebagai motif-motif yang
menjadi aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik
dapat dikatakan lebih banyak dikarenakan pengaruh dari luar yang relatif berubah-
ubah.
Motivasi ekstrinsik dapat juga di katakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas
belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 1990: 90).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang bermotivasi
ekstrinsik melakukan sesuatu kegiatan bukan karena ingin mengetahui sesuatu,
tetapi ingin mendapatkan pujian, hadiah dan sebagainya.

Menurut Winkel yang tergolong bentuk motivasi ekstrinsik adalah:


 Belajar demi menghindari hukuman yang diancamkan. 
 Belajar demi memperoleh hadiah yang dijanjikan 
 Belajar demi meningkatkan gengsi social 
 Belajar demi memperoleh pujian dari orang yang penting 
 Belajar demi memenuhi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau untuk memenuhi
persyaratan kenaikan jenjang. 
Menurut Winkel (1996), pada siswa yang telah mencapai tingkat sekolah menengah Umum
diharapkan bahwa bentuk motivasi intrinsik sudah menjadi lebih dominan, karena pada tahap
perkembangan ini siswa sudah mampu menyadari pentingnya belajar bagi perkembangan dan
kemajuannya sendiri. Motivasi Berprestasi Salah satu jenis motivasi yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi (Slavin 1994). Motivasi berprestasi
dalam rangka belajar di sekolah menjadi intensifikasi (peningkatan) dari bentuk motivasi
intrinsik (Winkel, 1996).

D.Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi dalam belajar sangat penting artinya untuk mencapai tujuan proses belajar mengajar
yang diharapkan, sehingga motivasi siswa dalam belajar perlu dibangun.

Menurut Nasution (1982:77) motivasi memiliki tiga fungsi yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak motor yang melepas
energi.

Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar, tetapi karena ada sesuaru yang dicari
muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya
mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Jadi, motivasi yang
berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik
ambil dalam rangka belajar

2. Menentukan arah perbuatan , yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.


Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan
yang tak terbendung, yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik. Disini
anak didik sudah melakukan aktifitas belajar dengan segenap raga dan jiwa. Akal
pikiran berproses dengan sikap pada yang cenderung tunduk dengan kehendak
perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akal pikiran mencoba
membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsif, dalil, dan hukum, sehingga
mengerti betul isi yang dikandung.

3. Menyeleksi perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeliksi mana perbuatan yang harus dilakukan
dan mana perbuatan yang diabaikan. Seorang anak didik yang ingin mendapatkan
sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu, ttidak mungkin dipaksakan untuk
mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata
pelajaran dimana tersimpan sesuatu yang akan dicari itu. Sesuatu yang akan dicari
anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya. Tujuan belajar itulah
sebagai pengarah yang memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.

Motivasi berprestasi itu sendiri adalah : “Daya penggerak dalam diri seseorang untuk
memperoleh keberhasilan dan melibatkan diri dalam kegiatan, dimana keberhasilannya
tergantung pada usaha pribadi dan kemampuan yang dimiliki” (Winkel, 1996) Dalam belajar
di sekolah, motivasi berprestasi terwujud sebagai daya gerak siswa untuk mengusahakan
kemajuan dalam belajar dan mengejar taraf prestasi maksimal demi pengayaan diri sendiri
dan penghargaan diri sendiri (Winkel, 1996).
Menurut John W. Atkinson, motivasi berprestasi dapat tinggi atau rendah didasarkan pada
dua aspek yang terkandung didalamnya, yaitu:
 Harapan untuk sukses atau berhasil (motive of success/Ms) 
 Ketakutan akan kegagalan (Motive avoid failure/Maf) 
Seseorang dengan harapan untuk berhasil lebih besar daripada ketakutan atau kegagalan
(Ms>Maf) dikelompokkan ke dalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi,
sedangkan seseorang yang memiliki ketakutan akan kegegalan yang lebih besar daripada
harapan untuk berhasil (Maf>Ms) dikelompokan ke dalam mereka yang memiliki motivasi
berprestasi rendah.

E.Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi Tinggi


A. Resiko pemilihan tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung
memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka
menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya kepuasan yang di dapat. Mereka
juga menghindari tugas yang sangat sulit karena kemungkinan untuk berhasil sangat kecil
(Morgan , dkk, 1986, McClelland, 1987)
B. Membutuhkan umpan balik Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih
menyukai bekerja dalam situasi di mana mereka memperoleh umpan balik yang kongkrit
mengenai apa yang sudah mereka lakukan. Karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui
apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain atau
belum. Umpan balik ini selanjutnya akan dipergunakan untuk meningkatkan prestasinya
(McClelland, 1987).
C. Tanggung Jawab Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan lebih
bertanggung jawab secara pribadi pada hasil kinerjanya, karena hanya dengan begitu mereka
dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan tugas dengan baik (McClelland, 1987)
D. Ketekunan Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi lebih bertahan atau tekun
dalam mengerjakan tugas, bahkan saat tugas tersebut menjadi sulit (Cooper dalam Huffman,
1997).
E. Inovatif Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan lebih sering mencari
informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan suatu hal dan mereka
seharusnya lebih inovatif (McClelland, 1987).
F. Tertarik pada kompetisi dan Kesempatan untuk unggul Individu dengan motivasi
berprestasi tinggi lebih tertarik pada karir dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan
kesempatan untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk
mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada individu dengan motivasi
berprestasi rendah (McClelland, 1987).

F. Teknik-Teknik Motivasi dalam Pembelajaran


Beberapa teknik motivasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut

a. Pernyataan penghargaan secara verbal

b. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan

c. Menimbulkan rasa ingin tahu

d. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa

e. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa

f. Menggunakan materi yang dikenal oleh siswa sebagai contoh dalam belajar
g. Gunakan kaitan yang unik, dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep dan prinsip yang
telah dipahami

h. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya

i. Menggunakan simulasi dan permainan


j. Member kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan umum

k. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar

l. Memahami iklim siswa dalam sekolah

m. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat

n. Memperpadukan motif-motif yang kuat

o. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai

p. Merumuskan tujuan-tujuan sementara

q. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai

r. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa

s. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri

t. Memberikan contoh yang positif

G.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi


McCleland menjelaskan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi
berprestasi, yaitu:
1. Harapan orang tua terhadap anaknya. Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras
dan berjuang untuk mencapai sukses akan mendorong anaknya untuk bertingkah laku yang
mengarah pada pencapaian prestasi. Dari penelitian diperoleh orang tua dari anak yang
berprestasi melakukan beberapa usaha khusus terhadap anaknya. Mereka berkomunikasi,
mendengarkan anak mereka dan memastikan anak mereka menyelesaikan tugas-tugas
sekolah. Mereka memberikan kesempatan bagi anak mereka untuk mengembangkan diri
mereka agar dapat berdiri sendiri.
2. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan Adanya perbedaan pengalaman masa
lalu yaitu pada masa kanak-kanak awal terutama melalui interaksi dengan significant other
menyebabkan terjadinya variasi terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi
pada seseorang.
3. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan Bila dibesarkan dalam budaya yang
menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif serta
suasana yang mendorong individu untuk memecahlan masalah secara mandiri tanpa dihantui
perasasaan takut gagal maka akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi.
4. Peniruan tingkah laku (modeling) Melalui observational learning anak meniru banyak
karakteristik dari model termasuk kebutuhan untuk berprestasi. Lingkungan tempat proses
belajar berlangsung.Iklim belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, member semangat
dan optimism bagi siswa dalam belajar cenderung akan mendorong seseorang untuk tertarik
belajar, memiliki toleransi terhadap kompetisi dan tidak khawatir kegagalan.

H. Cara Meningkatkan Motivasi Belajar


 Pemberian Ganjaran pada diri sendiri untuk memperkuat perilaku yang diinginkan.
Prinsip dasar dari cara ini adalah teori belajar yang berpandangan bahwa kegiatan
yang lebih disenangi dapat menjadi ganjaran positif (misalnya nonton, jajan, jalan-
jalan) yang dapat dipakai sebagai ganjaran dari kegiatan lain yang kurang disenangi.
 Penetapan sasaran (goal setting) secara efektif. Motivasi yang efektif menuntut
pengarahan tingkah laku. Teknik yang menyertainya disebut dengan Goal setting.
Goal(sasaran) adalah sesuatu yang hendak dicapai misalnya menyelesaikan tugas
tepat waktu. Goal setting adalah menerapkan sasaran bagi diri kita. Goal yang lebih
terperinci dan berada dibawah kendali kita cenderung memunculkan usaha yang lebih
besar daripada goal yang bersifat umum. Moran (1997)
 mengajukan prinsip Goal setting yang disebut SMART yaitu:
 S = Specific, makin jelas sasaran belajar, maka akan lebih besar kemungkinan
mencapainya. 
 M = Measurable, Sasaran tersebut dapat terukur kemajuannya. 
 A = Action Related, ada urutan/langkah-langkah pencapainnya 
 R = Realistic, dapat dicapai 
 T = Time based, ada batas waktu  Peningkatan Lingkungan Belajar Yang dimaksud
lingkungan di sini adalah lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan yaitu: Temukan ruang belajar yang nyaman  Waktu belajar
teratur  Perhatikan kegiatan lain apakah perlu dikurangi  Lakukan SMART secara
sistematik  Semangat. 
Menurut  Nasution (1982:81) cara membangkitkan motivasi belajar antara lain:

a. Memberi Angka
Banyak siswa belajar yang utama justru untuk mencapai angka yang baik, sehingga biasanya yang
dikejar itu adalah angka atau nilai. Oleh karena itu langkah yang dapat ditempuh guru
adalah bagaimana cara memberi angka-angka dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap pengetahuan.

b. Meberi Hadiah

Hadiah dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang jika ia memiliki harapan untuk
memperolehnya, misalnya: seorang siswa tersebut mendapat beasiswa, maka
kemungkinan siswa tersebut akan giat melakukan kegiatan belajar, dengan kata lain ia
memiliki motivasi belajar agar dapat mempertahankan prestasi.
c. Hasrat Untuk Belajar

Hasil belajar akan lebih baik apabila pada siswa tersebut ada hasrat atau tekad untuk mempelajari
sesuatu.

d. Mengetahui Hasil

Dengan mengetahui hasil belajar yang selama ini dikerjakan, maka akan bisa menunjukan
motivasi siswa untuk belajar lebih giat, kerana hasil belajar merupakan feedback (umpan
balik) bagi siswa untuk mengetahui kemampuan dalam belajar.

e. Memberikan Pujian

Pujian sebagai akibat dari pekerjaan yang diselesaikan denga baik, merupakan motivasi yang baik
pula.

f. Menumbuhkan Minat Belajar

Siswa akan merasa senang dan aman dalam belajar apabila disertai dengan minat  belajar apabila
disertai dengan minat belajar. Dan hai ini tak lepas dari minat siswa itu dalam bidang
studi yang ditempuhnya.
g. Suasana yang Menyenangkan

Siswa akan merasa aman dan senag dalam belajar apabila disertai denga suasana yang
menyenangkan baik proses belajar maupun situasi yang dapat menumbuhkan motivasi
belajar.

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Teori Internalisasi
a. Pengertian Internalisasi
Secara etimologis, internalisasi menunjukkan suatu proses. Dalam kaidah bahasa Indonesia
akhiranisasi mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu
proses. Dalam kamus besar bahasa Indonesia internalisasi diartikan sebagai penghayatan,
pendalaman, penguasaan secara mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan
sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 , hlm. 336). Internalisasi menurut Kalidjernih
(2010, hlm. 71) “internalisasi merupakan suatu proses dimana individu belajar dan diterima
menjadi bagian, dan sekaligus mengikat diri ke dalam nilai-nilai dan norma-norma sosial dari
perilaku suatu masyarakat”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa internalisasi
merupakan proses belajarnya seseorang sehingga seseorang itu dapat diterima menjadi bagian dari
masyarakat, kemudian ia mengikat dirinya ke dalam nilai dan norma sosial dari perilaku
kelompoknya di masyarakat. Sementara itu menurut Johnson (1986, hlm. 124) internalisasi adalah
“proses dengan mana orientasi nilai budaya dan harapan peran benar-benar disatukan dengan
sistem kepribadian”.
Berdasarkan pendapat di atas, menjelaskan bahwa internalisasi dapat diartikan sebagai
suatu penghayatan nilai-nilai dan atau norma-norma sehingga menjadi kesadaran yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku.
Secara sosiologis, Scott (1971, hlm. 12) menyatakan pendapatnya tentang internalisasi yakni:
“Internalisasi melibatkan sesuatu yakni ide, konsep dan tindakan yang bergerak dari luar ke suatu tempat
di dalam mindah (pikiran) dari suatu kepribadian. Struktur dan kejadian dalam masyarakat lazim
membentuk pribadi yang dalam dari seseorang sehingga terjadi internalisasi” Berdasarkan teori di
atas, dapat disimpulkan bahwa internalisasi merupakan suatu proses pemahaman oleh individu
yang melibatkan ide, konsep serta tindakan yang terdapat dari luar kemudian bergerak ke dalam
pikiran dari suatu kepribadian hingga individu bersangkutan menerima nilai tersebut sebagai
norma yang diyakininya, menjadi bagian pandangannya dan tindakan moralnya. Hal ini sama
halnya dengan yang dikemukakan oleh Mead (1943, hlm. 45) “dalam proses pengkontruksian
suatu pribadi melalui mindah, apa yang terinternalisasi di dalam seseorang (individu) dapat
dipengaruhi oleh norma-norma di luar dirinya”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa internalisasi pada diri seseorang dapat terjadi atau terkontruksi melalui
pemikiran dan hal tersebut dipengaruhi oleh norma-norma yang terjadi atau terdapat di luar
dirinya. Hal ini mirip dengan penjelasan yang dilakukan pakar situasionisme melalui kajian empirik
(Kalidjernih, 2010b, hlm. 25) yakni bahwa “karakter seseorang sangat bergantung kepada konteks
situasional”.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa internalisasi dalam hal ini pembentukan karakter
sangat dipengaruhi oleh situasi. Seseorang dipengaruhi pembentukan karakternya dari situasi
yang terjadi atau dirasakan oleh dirinya.
Menurut Hornsby (1995, hlm. 624), mengungkapkan internalisasi merupakan :
“Something to make attitudes, feeling, beliefs, etc fully part of one‟s personality by absorbing them throught
repeated experience of or exposure to them”. Artinya : “sesuatu untuk membuat sikap, perasaan,
keyakinan, dll sepenuhnya bagian dari kepribadian seseorang akan menyerap pikiran mereka
dengan pengalaman berulang atau dengan yang mereka ucapkan”
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa internalisasi dapat mempengaruhi seseorang dalam
bersikap, berperasaan, berkeyakinan dll. Hal itu terjadi dari proses penyerapan suatu pengalaman,
tindakan atau ucapan yang berulang-ulang.
Sama halnya dengan pendapat Tafsir (2010, hlm. 229), mengartikan internalisasi sebagai “upaya
memasukan pengetahuan (knowing), dan keterampilan melaksanakan (doing) itu ke dalam
pribadi”.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan


sesuatu yang diketahui, pengetahuan itu masih berada di dalam pikiran dan masih berada di
daerah ekstern. Begitu juga keterampilan melaksanakan masih berada di daerah ekstern. Upaya
memasukan pengetahuan dan keterampilan melaksanakan itulah disebut internalisasi.
Menurut pendapat Koentjaraningrat (1980, hlm. 229), ia menyatakan bahwa:
“Internalisasi berpangkal dari hasrat-hasrat biologis dan bakat-bakat naluri yang sudah ada dari warisan
dalam organisme tiap individu yang dilahirkan. Akan tetapi, yang mempunyai peranan terpenting
dalam hal membangun manusia kemasyarakatan itu adalah situasi-situasi sekitar, macam-macam
individu lain di tiap-tiap tingkat dalam proses sosialisasi dan enkulturasinya”
Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan bahwa internalisasi muncul secara melekat dari dalam diri
setiap individu dengan didorong oleh naluri dan hasrat-hasrat biologi yang sudah diwariskan
dalam organisme setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh situasi sekitar.
b. Proses Internalisasi
Proses internalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu
mulai saat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar
untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu dan emosi yang membentuk kepribadiannya.
Perasaan pertama yang diaktifkan dalam kepribadian saat bayi dilahirkan adalah rasa puas dan tak
puas, yang menyebabkan ia menangis. Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung di dalam
dirinya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi dalam
kepribadian individunya. Akan tetapi, wujud pengaktifan berbagai macam isi kepribadiannya itu
sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulus yang berada dalam alam sekitarnya dan dalam
lingkungan sosial maupun budayanya. Setiap hari dalam kehidupan individu akan bertambah
pengalamannya tentang bermacam-macam perasaan baru, maka belajarlah ia merasakan
kebahagiaan, kegembiraan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri, kebenaran, rasa bersalah,
dosa, malu, dan sebagainyaa. Selain perasaan tersebut, berkembang pula berbagai macam hasrat
seperti hasrat mempertahankan hidup.
Proses internalisasi dapat membantu seseorang mendefinisikan siapa dirinya melalui
nilai-nilai di dalam dirinya dan dalam masyarakatnya yang sudah tercipta dalam bentuk
serangkaian norma dan praktik. Hal ini sama halnya dengan pendapat Marmawi Rais (2012, hlm.
10) yang menyatakan bahwa:
“Proses internalisasi lazim lebih cepat terwujud melalui keterlibatan peran-peran model ( role-models).
Individu mendapatkan seseorang yang dapat dihormati dan dijadikan panutan, sehingga dia dapat
menerima serangkaian norma yang ditampilkan melalui keteladanan. Proses ini lazim dinamai
sebagai identifikasi (identification), baik dalam psikologi maupun sosiologi. Sikap dan perilaku ini
terwujud melalui pembelajaran atau asimiliasi yang subsadar (subconscious) dan nir-sadar
(unconscious)”.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa proses internalisasi lebih mudah terwujud melalui
adanya karakter-karakter panutan (peran model), seseorang akan lebih mudah untuk
menginternalisasikan sesuatu melalui peran-peran keteladanan sehingga seseorang itu bisa dengan
cepat menerima serangkaian norma yang ditampilkan tersebut.
Dalam psikologi, menurut Rais (2012, hlm. 10) proses internalisasi merupakan “proses
penerimaan serangkaian norma dari orang atau kelompok lain yang berpengaruh pada individu
atau yang dinamai internalisasi ini melibatkan beberapa tahapan”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses internalisasi seseorang akan
menerima norma-norma dari seseorang atau kelompok masyarakat lain yang berpengaruh dan akan
melibatkan beberapa tahapan-tahapan.
Hal itu sama halnya dengan yang disebutkan oleh pakar psikoanalisis, Freudian (dalam Rais, 2012, hlm.10)
yang menyatakan bahwa beberapa tahapan-tahapan dari proses internalisasi itu yakni “tahap
proyeksi (projection) dan introyeksi (introjections) yang menjadi mekanisme pertahanan”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses internalisasi terdapat beberapa
tahapan-tahapan yakni tahap proyeksi dan introyeksi. Proyeksi merupakan fase awal dari
introyeksi. Introyeksi mengacu kepada suatu proses dimana individu menyalin atau mereplika
suatu sikap atau perilaku dari orang disekitarnya.
Hal ini biasa disebut pembelajaran sosial (social learning). Di samping itu, suatu pendekatan secara
psikologis diajukan oleh Lev Vigotsky (1978, hlm. 55-56) melalui kajiannya terhadap
perkembangan anak. Vigotsky melakukan pembatasan yang agak berbeda, yakni bahwa:
“Internalisasi meliputi rekontruksi internal dari suatu operasi eksternal dalam tiga tahap. Pertama, suatu
operasi yang pada awalnya merepresentasikan kegiatan eksternal yang dikonstruksi dan mulai
terjadi pada tahap awal. Kedua, suatu proses interpersonal ditransformasikan ke dalam suatu proses
intrapersonal. Ketiga, transformasi suatu proses interpersonal ke dalam suatu proses intrapersonal
yang merupakan hasil dari suatu rangkaian perkembangan peristiwa”
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa internalisasi hakikatnya adalah
sebuah proses menanamkan sesuatu, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi perilaku sosial.
Namun proses penanaman tersebut tumbuh dari dalam diri seseorang sampai pada penghayatan
suatu nilai.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa proses internalisasi hakikatnya adalah sebuah proses
menanamkan sesuatu, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi perilaku sosial. Namun proses
penanaman tersebut tumbuh dari dalam diri seseorang sampai pada penghayatan suatu nilai.
Sedangkan nilai itu sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu dikejar oleh
manusia.

B. TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN NILAI

Nilai merupakan kumpulan dari semua sikap dan perasaan yang selalu diperlihatkan
melalui perilaku-perilaku manusia, tentang nilai buruk, benar salah, berubah tidak pantas, baik
terhadap objek material atau pun non material.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu
diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Hal ini sama halnya dengan pendapat Perry (1994, hlm. 496) yang menyatakan bahwa: “value is any object
of any interest”, atau jika diartikan yakni “nilai adalah suatu objek yang disukai atau diminati.”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai ialah sesuatu yang disukai dan berguna bagi
kehidupan manusia, jasmani dan rohani. Nilai sebagai sesuatu wujud yang dibutuhkan oleh pribadi
manusia dalam kehidupannya. Pada bagian selanjutnya, Encyclopedi Britannica menjelaskan
dalam tulisannya bahwa:
“Nilai itu sungguh-sungguh ada, dalam arti bahwa nilai itu praktis dan efektif di dalam jiwa, merupakan
tindakan manusia dan melembaga secara objektif di dalam masyarakat. Nilai itu sungguh-sungguh
suatu realitas dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu cita-cita yang benar yang berlawanan dengan
cita-cita yang palsu atau bersifat khayal”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai berarti perwujudan
kesadaran manusia sebagai makhluk berakal budi yang menunjukan harkat martabatnya. Dengan
tingkat kesadaran nilai inilah harkat manusia tetap luhur atau sebaliknya.
Secara definitif, Theodorson (dalam pelly, hlm. 101) mengemukakan bahwa “nilai merupakan sesuatu yang
abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah
laku”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak.
Nilai akan dijadikan pedoman dan prinsip yang dimiliki setiap orang atau kelompok, prinsip atau
pedoman ini menjadi hal dasar dalam bertingkah laku dan bertindak.
Menurut Sidney Simon, sebagaimana yang dikemukakan oleh Endang Sumantri (1993, hlm. 2) bahwa:
“nilai adalah suatu konsep atau ide tentang apa yang seseorang pikirkan merupakan hal yang penting dalam
hidupnya. Nilai dapat berada dalam dua kawasan : kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, dia bisa
dikatakan konsep dan bisa dikatakan abstraksi”.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa nilai merupakan hal yang terkandung dalam jiwa dan
hati nurani manusia, dan merupakan suatu prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku,
juga merupakan standar keindahan yang sudah melekat didalam diri manusia. Sama halnya
menurut Endang Sumantri (1993, hlm. 15) yang menyatatakan bahwa:
“Pada dasarnya kita (hampir semua) memiliki ide-ide tentang apa dan bagaimana ide yang baik.terkadang
beberapa diantara kita menyuarakan suatu batin tentang kewajaran yang kita berikan. Sebagian lagi
membicarakan penerimaan nilai-nilai manusiawi dan ideologi mereka. Setiap keyakinan yang
dianut secara mendalam merupakan sumber penting dalam nilai-nilai”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai pada dasarnya adalah ide
tentang apa dan bagaimana hal-hal baik, hampir semua dari individu pada dasarnya memiliki ide
tentang apa dan bagaimana itu sesuatu yang baik. Individu memiliki ide tentang penerimaan nilai-
nilai manusiawi maupun nilai-nilai tentang hal-hal yang bersifat batin.
Sementara itu, Djahiri (1996, hlm. 16-17) memaknai nilai dalam dua arti, yakni:
(1) Nilai merupakan harga yang diberikan seseorang atau kelompok orang terhadap sesuatu yang
didasarkan pada tatanan nilai (value system) dan tatanan keyakinan (believe system) yang ada
dalam diri atau kelompok manusia yang bersangkutan. Harga yang dimaksud dalam definisi ini
adalah harga afektual, yakni harga yang menyangkut dunia afektif manusia.
(2) nilai merupakan isi pesan, semangat atau jiwa, kebermaknaan (fungsi peran) yang tersirat atau
dibawakan sesuatu”.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan sesuatu
ukuran yang diberikan seseorang atau kelompok terhadap sesuatu, selain iu nilai merupakan pesan,
semangat atau jiwa. Nilai terdapat di dalam diri manusia (batin) tentang sesuatu yang dianggap
baik dan dapat diterima dalam konteks kewajaran terhadap sesuatu baik perilaku atau pun
penilaian.
Menurut Mulyana (2004, hlm. 11) menyatakan bahwa “nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam
menentukan pilihan”.

C. ILMU PENGETAHUAN

1. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa arab: ‘alima, ya’lau ‘ilman dengan wazan fa’ala, yaf’ilu yang
berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris di sebu science dari bahasa
latin scienta (pengeahuan) scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa
yunani adalah episemel. Jadi pengertian ilmu menuru kamus besar bahasa indonesia adalah
pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat di gunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan)
itu.
Adapun beberapa ciri uama menurut terminologi, antara lain adalah :

1. Ilmu adalah pengetahuan bersifat koheren, empiris sistematis, dapat di ukur dan
dibuktikan.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan
satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu
ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran
perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis
dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu adalah ide bahwa metode-metode yang
berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari
ilmu.
5. Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya
Adapun beberapa ilmu menurut para ahli, diantaranya adalah :

1. Mohammad Hatta “Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum
kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut
kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam”.
2. Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag “Ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan
sistematik, dan keempatnya serentak”.
3. Karl Pearson “Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten
tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana”.
4. Ashely Montagu, Guru Besar Antropolo di Rutgers University “Ilmu adalah pengetahuan
yang disususn dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan
untuk menetukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji”
5. Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas Pajajaran “Ilmu adalah : Merupakan
akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan suatu pendekatan atau metode
pendekatan terhadap seluruh dunia empirisyaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan
waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia”.
6. Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia “Ilmu adalah pengetahuan manusia
tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep,
kategori dan hukum-hukum, yang ketetapnnya dan kebenarannya diuji dengan
pengalaman praktis”

2.Definisi dan jenis pengetahuan


Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Dalam encyclopedia of phisolopy dijelaskan bahwa definisi pengeahuan adalah kepercayaan
yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi
Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Perjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah
milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha
manusia untuk tahu.
Jenis pengetahuan beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan,
maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran.
Burhanuddin salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki ada empat, yaitu:

1. Pengetahuan biasa
Pengetahuan yang dalam istilah filsafat dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan
good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik.
2. Pengetahuan ilmu
Ilmu sebagai terjemahan dari sciense diartikan untuk menunjukan ilmu pengetahuan alam yang
sifatnya kuantitatif dan objektif.
3. Pengetahuan filsafat
Pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif.
4. Pengetahuan agama
Pengetahuan yang hanya diperoleh dari tuhan lewat para utusanya. Pengetahuan agama bersifat
mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.
3. Perbedaan ilmu dan pengetahuan :
 Ada perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakan kumpulan dari
berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan ilmu setelah memenuhi
syarat-syarat objek material dan objek formal
 Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti observasi,
eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan menyampingkan unsur
pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau
subjektif).
 Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik
maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki
metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi
kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik
berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial
and error dan berdasarkan pengalaman.

4.Metode Mendapatkan Ilmu Pengetahuan

1. Metode pertama dikenal dengan metode pre-scientifik. Metode ini dalam Bahasa Indonesia
dikenal dengan metode alternatif. Mengapa dikenal metode pre scientifik, karena orang
hanya akan mendapat pengetahuan semata, atau orang hanya akan memperoleh keyakinan
(tanpa keraguan) dalam melihat realitas. Oleh karena itu hasil dari metode ini adalah
pengetahuan biasa (knowledge).
2. Metode kedua dikenal sebagai metode ilmiah (scientific methods). Metode ini menghasilkan
pengetahuan ilmiah atau sanins. Dalam pengetahuan ini ada usaha secara bertahap dengan
menggunakan logika yang rasional untuk mendapatkan hubungan sebab-akibat dari suatu
realitas. Misal, mengapa gabus terapung diaras air? Tentunya jawaban ilmiah akan dibawa
pada perbedaan berat jenis dari air dan gabus. Gabus lebih ringan daripada air.
3. Metode ketiga dikenal dengan metode khusus (non-scientific methods). Metode ini saya
katakan khusus, karena tidak semua orang bisa melakukan metode ini secara berulang.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Manusia memperoleh internalisasi ilmu pengetahuan dalam perkembangannya melalui


sumber-sumber pengetahuan, yaitu rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu.
2. Terdapat paham-paham yang berkaitan dengan bagaimana manusia memperoleh
pengetahuan atau kebenaran, seperti Rasionalisme, Empirisme dua paham yang saling
bertentangan / bertolak belakang. Rasionalisme mengandalkan rasio dalam memperoleh
pengetahuan yang benar, sedangkan empirisme menggunakan pengalaman.
3. Dalam perkembangan selanjutnya muncul paham positivisme, yaitu paham yang
mengajarkan bahwa kebenaran adalah yang logis, ada bukti empirisnya dan yang terukur.
Secara lebih operasional ajaran positivisme tentang yang terukur oleh metode ilmiah dengan
langkah logico-hypothetico-verificatif.
4. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan yang karenanya tidak bisa diandalkan
guna dijadikan dasar bagi penyusunan internalisasi ilmu pengetahuan yang teratur.
Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakannya.

INTERNALISASI NILAI-NILAI
(PENDIDIKAN KARAKTER DAN REVOLUSI MENTAL)

A. Internalisasi Nilai-Nilai
Pengertian internalisasi, dalam Bahasa Inggris “internalization” adalah proses pembejalaran panjang yang
dilakukan sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Dalam proses ini,
seseorang akan kontinu (berkesinambungan) melakukan belajar dalam untuk mengembangkan
kepribadiannya.
Pengertian Internalisasi Para Ahli
Definisi mengenai internalisasi, menurut pandangan para ahli. Antara lain adalah sebagai berikut;
1. Sujatmiko (2014)
Pengertian internalisasi adalah pembelajaran selama hidup di dunia, yang dilakukan oleh seseorang
kepada masyarakat atau kelompok-kelompok sosial. Pembelajaran ini sendiri berupa
penyerapan aturan dalam masyarakat, nilai, dan norma.
2. Kartono (2011)
Definisi internalisasi adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang melalui prakter dengan
kesadaran. Tanpa adanya paksaan, definisi ini berarti bahwa internalisasi dilakukan secara
sadar yang akan membentuk adat atau kebiasaan dalam diri seseorang.
3. Pupita Sari (2014)
Internalisasi adalah penanaman  prilaku, sikap, dan nilai seseorang yang di dapatkannya dalam proses
pembinaan,  belajar, dan bimbingan. Harapannya agar apa yang di dapatkan dan
dilakukannya sesuai dengan keinginan dan harapan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Nilai Menurut Para Ahli


Cukup luas dan banyak sekali, pengertian nilai. Sebagian telah memberikan pengertian bahwa
nilai merupakan penilaian yang berkembang yang telah dianut dalam sebuah masyarakat.
Berikut ini 7 pengertian nilai secara rinci menurut para ahli :
1. Menurut Soerjono Soekanto
Menurutnya nilai merupakan konsepsi abstrak yang ada di diri manusia, hal ini dikarenakan
nilai dapat dianggap baik dan dapat pula dianggap jelek.
Nilai yang baik selalu menjadi simbol kehidupan yang bisa mendorong integritas sosial
sedangkan nilai buruk akan memberikan dampak yang kurang diinginkan dan di senangi
dalam hal ini seperti hal dampak yang terjadi pada konflik.
2. Menurut Wood
Pengertian nilai merupakan petunjuk umum yang sudah berlangsung lama. Petunjuk ini
bahkan mampu mengarahkan tingkah dan laku serta kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu,  nilai dalam kategori ini dapat dibagi menjadi yaitu nilai yang baik dan nilai
yang buruk.
3. Menurut Robert M. Z. Lawang
Beliau menjelaskan bahwa nilai adalah gambaran mengenai suatu hal yang diinginkan,
berharga, pantas, dan dapat memengaruhi perilaku sosial setiap individu yang mempunyai
nilai tersebut. Nilai inilah yang akan menjadi cerminan serta pedoman bagi tata tertib
kehidupan masyarakat.
4. Menurut Hendropuspito
Pengertian nilai merupakan segala sesuatu yang bisa diberikan penghargaan kepada
masyarakat disebabkan di dalamnya memiliki fungsi dalam perkembangan kehidupan yang
telah ada. Perkembangan dan fungsi ini mampu menjadi pedoman dalam tata perilaku
masyarakat.
5. Menurut Clyde Kluckhonhn
pengertian nilai merupakan suatu bentuk keinginan dengan pemberian label baik atau buruk
kepada seseorang yang diberikan oleh sekelompok masyarakat maupun lingkungan sekitar
tempat ia tinggal. Pelabelan ini dapat diperoleh dari beragam aktivitas individu dalam
menjalankan aktivitas setiap harinya.
6. Menurut Koentjaraningrat
Pengertian nilai yaitu suatu bentuk budaya yang mempunyai fungsi sebagai suatu pedoman
untuk setiap manusia dalam masyarakat. Bentuk budaya ini dapat dikehendaki dan dapat juga
dibenci tergantung anggapan tersebut baik atau buruk dalam masyarakat.
7. Menurut Alvin L Bertrand
Pengertian menurutnya adalah tentang kesadaran yang disertai oleh gagasan atas perbuatan
yang dilakukan seseorang, nilai dalam pengertian ini dapat baik dan dapat juga buruk. Oleh
karena itu setiap masyarakat harus bisa menginterprasikannya di dalam kehidupan yang
dijalani

Dari pengertian internalisasi dan nilai-nilai menurut para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa internalisasi
nilai-nilai adalah proses yang dilakukan berkali-kali di dalam meniru tindakannya seseorang
dengan berdasarkanpedoman untuk setiap manusia, nilai yang baik selalu menjadi simbol
kehidupan yang bisa mendorong integritas sosial sedangkan nilai buruk akan memberikan
dampak yang kurang diinginkan dan di senangi dalam hal ini seperti hal dampak yang terjadi
pada konflik . Hingga akhirnya keadaan ini menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang
mengatur tindakannya dibudayakan. Bentuk budaya ini dapat dikehendaki dan dapat juga dibenci
tergantung anggapan tersebut baik atau buruk dalam masyarakat. Maka dari itulah internalisasi
sebagai bagian daripada faktor pendorong perubahan sosial.

Tahap Internalisasi
Adapun tahap-tahap dalam internalisasi adalah sebagai berikut:
1. Transformasi nilai, Pada tahap transformasi nilai, terdapat beberapa proses yang dilakukan
untuk menginformasikan nilai-nilai baik maupun yang kurang baik. Dalam tahap ini, terjadi
komunikasi verbal antara individu satu dengan individu lainnya.
2. Pertukaran nilai, Dalam tahap penukaran nilai, individu melakukan komunikasi dua arah,
atau informasi yang sifatnya timbal balik.
3. Transinternalisasi, Tahap transinternalisasi jauh lebih mendalam pada tahap pertukaran nilai.
Tidak hanya komunikasi yang bersifat verbal, namun juga sikap mental dan kepribadian. Pada
tahap transinternalisasi, komunikasi kepribadian berperan secara aktif.

Contoh Internalisasi Nilai-nilai


Adapun untuk beragam contoh internalisasi di masyarakat yang biasanya mudah ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain adalah sebagai berikut;
1. Masuknya budaya K-Pop dalam budaya masyarakat Indonesia.
2. Mengajarkan perilaku budi pekerti kepada anak sejak dini.
3. Penggunaan teknologi dalam berbagai sektor industri untuk meningkatkan hasil produksi.
4. Mengajarkan kepada anak untuk selalu beribadah kepada Tuhan YME.
5. Masuknya budaya mengonsumsi makanan cepat saji dalam kebudayaan masyarakat
Indonesia.
6. Masuknya budaya kebarat-baratan pada masyarakat Indonesia, seperti penggunaan celana
jeans, memanjangkan rambut sebagai model rambut, dan lain sebagainya.
7. Menanamkan sikap tekun dan tepat waktu pada siswa sejak pendidikan usia dini.
8. Mengikuti kegiatan pengajian di masjid untuk mendalami pengetahuan agama serta
meningkatkan kimanan pada diri.
9. Mengikuti kegiatan ospek di awal memasuki kehidupan kampus, dengan tujuan untuk
mengetahui dan membiasakan diri dengan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan
kampus.
10. Menanamkan kebiasaan sejak dini menghormati orang yang lebih tua dari kita.

Tujuan contoh internalisasi nilai ini secara tidak langsung akan memberikan dapat pada masyarakat, maka
dari itulah internalisasi sering dikatakan memiliki dua sisi, baik dan buruk. Akan tetapi yang
pasti melalui serangkaian proses yang panjang dalam internalisasi inilah, tiap individu belajar
menghayati, meresapi, kemudian menginternalisasi berbagai nilai, norma, polapola tingkah laku
sosial ke dalam mentalnya. Dari berbagai hal yang diinternalisasi itulah seseorang memiliki
kecenderungan untuk berperilaku menurut pola-pola tertentu yang memberi ciri watak yang khas
sebagai identitas diri dan terbentuklah kepribadian yang ada pada dirinya.
Pada dasarnya proses internalisasi nilai pada manusia tidak hanya berasal dari bimbimgan keluarga,
melainkan dengan adanya media-media yang ada di masyarakat akan mempengaruhi proses
internalisasi tersebut.
Dengan adanya baik dan buruknya proses Internalisasi maka keluarga berperan penting untuk mengawasi
anggota keluarga dalam bergaul maupun dalam interaksi sehari-hari. Lingkungan yang di
maksud dalam ranah proses internalisasi adalah lingkungan sosial. Secara tidak sadar kitya telah
di pengaruhi oleh berbagai tokoh masyarakat ( kiyai, guru, tokok desa dan lain-lain ). Dari
adanya pengaruh yang ada di lingkugan sosial masyarakat dapat di petik beberapa hal yang kita
dapatkan dari mereka, yang kemudian kita jadikan sebagai contoh kepribadian yang baik,
sehingga kita harus pandai-pandai untuk memilah-milah persoalan yang positif dalam
masyarakat.

Internalisasi merupakan proses untuk menanamkan nilai-nilai budaya, dalam penanaman atau
menumbuhkan nilai-nilai untuk di lakukan untuk melalui pendidkan dan pengajaran , seperti
adanya pendidikan, pengajaran, pengarahan indoktrinasi, brain-washing dan lain-lain. Sehingga
dalam persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual,
tawuran atau perkelahian masal. Adanya pertumbuhan karakter yang seperti itu karena adanya
kehidupan yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif. itulah proses internalisasi
yang tidak baik.

Manfaat Internalisasi
Manfaat internalisasi dalam manusia yaitu untuk mengembangkan,perbaikan, dan penyaringan dalam hal
budaya manusia. Menjadikan perkembangan sifat atau prilaku pada masyarakat dapat terarah,
dan terkendali dalam menyesuaikan budaya yang ada di lingkungan masyarakat mereka.
Kemudian dalam manfaat perbaikan untuk memperkuat kepribadian yang kuat dan tanggung
jawab dalam pengenbangan individu yang lebih bermartabat. Dan dalam manfaat penyaringan
bertujuan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat agar tidak terjadi suatu
goncangan suatu budaya.

Hubungan Internalisasi dan Pembentukan Kepribadian


Internalisasi adalah proses penyerapannilai-nilai dan norma-norma, pola tingkah laku, dan nilai-nilai kultur
secara langsung atau tidak langsung, guna untuk beradaptasi dengan keadaa, kondisi, dan
lingkungan.
 Proses pembentukan kepribadian
Perkembangan manusia dan pertumbuhan kepribadian di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
pembawaan ( Gen /DNA )berupa ciri fisik tubuh, dan kebiasaan. Sedangkan faktor
pengalaman terbentuk dari proses belajar individu di lingkungannya. Misalnya di sekolah,
rumah, tempat bermain, media massa dan lain-lain.
 Terbentuknya kepribadian
1. Melalui sosialisasi norma-norma, pola tingkah laku.
2. terbentuknya mental dalam individu
3. Organisasi kepribadian telah terbentuk maka dapat dikatakan telah terbentuk kepribadian.
Dalam internalisasi maka dapat membentuk pola kepribadian individu.

B. Pendidikan karakter
Tidak dapat dihindari dan dipungkiri, perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat abad ke 21
harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Dimensi perubahan hampir mencakup seluruh
aspek kehidupan. Perubahan- perubahan yang terjadi secara tidak langsung akan memberkan
dampak kepada pola hidup dan sikap bagi masyarakat. Dampak yang terjadi tidak saja bersifat
positif tetapi juga bisa saja berdampak negatif. Dalam rangka menghadapi sekaligus
mengantisipasi dampak negatif dari fenomena abad ke-21, maka salah satu aspek yang
dapat dijadikan sebagai ujung tombaknya adalah dengan memberikan penguatan
pendidikan karakter pada setiap jenjang dan satuan pendidikan mulai dari pendidikan anak
usia dini sampai perguruan tinggi. Karakter yang dimaksud menurut Foerster (Koesoma,
2010: 42) merupakan seperangkat nilai yang telah menjadi kebisaan hidup seseorang sehingga
menjadi sifat tetap pada diri seseorang tersebut, misalnya kejujuran, sikap kerja keras, sopan,
sederhana, dan lain sebagainya. Sehingga sifat tetap tersebut perlu dikuatkan. Pendidikan
karakter sebenarnya bukan produk baru, bukan mata pelajaran, bukan kurikulum baru tetapi
merupakan penguatan atau fokus dari proses pembelajaran dan sebagai poros/ruh/jiwa
pendidikan.

Gerakan penguatan pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat
karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi),
dan olahraga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari gerakan nasional revolusi mental
(GNRM). Keseimbangan antara sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang
dimiliki akan mencapai tujuan tertinggi dari tujuan pendidikan yaitu memanusiakan
manusia.

Hal tersebut sebagai perwujudan dari tujuan Pendidikan Nasional pasal 3 Undang- Undang Sisdiknas
tahun 2003 yang berbunyi “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Penempatan pendidikan nilai dan sikap karakter masyarakat Indonesia sudah sejak lama dikemukakan
dalam ranah pendidikan. Hanya saja pada tataran realisasinya terkesampingkan oleh penilaian
positif yang bersifat pragmatis sehingga penilaian sikap yang beroriesntasi pada nilaikarakter
dikesampingkan. Sehingga dimensi lain seperti aspek kemampuan kognitif, nilai, dan sikap,
berkomunikasi, hidup berdampingan, kebiasaan belajar bersama, cinta tanah air, kebiasaan
hidup sehat, dan lain sebagainya diangap tidak begitu penting.

Beberapa hal yang mendasar atau prinsip dari penanaman nilai karakter sebagai berikut:
1. Berkelanjutan mulai dari jenjang usia dini sampai menengah atas bahkan perguruan
tinggi;
2. Terintegrasi dalam kurikulum secara praktis pada setiap matapelajaran;
3. Pendidikan karakter bukan sebagai matapelajaran sendiri dan bukan sebagai materi
yang berdiri sendiri tetapi sebagai nilai yang diambilmdari materi yang diajarkan
pada setiap matapelajaran;
4. Objeknya adalah peserta didik, pemahanan, dan impelemtasi nilai yang dikembangkan
pada satuan dan jenjang pendidikan tujuannya adalah agar peserta didik aktif
mengaktulisasikan nilai-nilai karakter (Hasan, 2012: 82-87).

Nilai-Nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Nadilla, 2015:437) ada 18 nilai karakter yang
harus dikembangan disetiap jenjang dan satuan pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai tersebut
yaitu:
1. Religius, yakni sikap ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan
ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, seperti sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan
berdampingan;
2. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan,
perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan
melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai
pribadi yang dapat dipercaya;
3. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap
perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-
hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup
tenang ditengah perbedaan tersebut;
4. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan
atau tata tertib yang berlaku;
5. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang
hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan,
pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya;
6. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi
dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan
hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya;
7. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal tersebut bukan berarti
tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas
dan tanggung jawab kepada orang lain;
8. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan
kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain;
9. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran
dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara
lebih mendalam;
10. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan;
11. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya,
sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa
sendiri;
12. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi;
13. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka
terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara
kolaboratif dengan baik;
14. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang,
dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu;
15. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah,
koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya;
16. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar;
17. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap
orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya; dan
18. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,
negara, maupun agama.
Dari 18 nilai karakter tersebut, dalam rangka implementasi gerakan penguatan pendidikan karakter
dikristalkan menjadi 5 nilai dasar pendidikan karakter yaitu:
Pertama, nilai religius. Merupakan pencerminan sikap keberimanan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjujung tinggi sikap
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, serta hidup rukun
dan damai dengan agama lain. Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relisasi
sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan
individu dengan alam semesta. Nilai karakter religius ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Secara keseluruhan sub-sub nilai yang
terkandung dalam nilai religius meliputi cinta damai, toleransi, menghargai perbedaaan
agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar-pemeluk agama
dan kepercayaan, anti buli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
kehendak, mencintai lingkungan, serta melindungi yang kecil dan tersisih.
Kedua, nasionalis. Nilai nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, serta menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Adapun
subnilai nasionalis yang lain, yaitusikap untuk mengapresiasi budaya bangsa sendiri,
menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, berprestasi, cinta tanah air,
menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan
agama.
Ketiga, mandiri. Nilaikarakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung
kapada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, dan waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Juga ditunjukkan dengan etos kerja atau
kerja keras, tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Keempat, gotong royong. Nilai gotong royong merupakan cerminan tindakan
menghargai, semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, serta memberi bantuan dan
pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Nilai lainnya dari sikap gotong
royong yang perlu dikembangkan adalah inklusif, komitmen atas keputusan bersama,
musyawarah mufakat, solidaritas, empati, anti deskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
Kelima,integritas. Nilai utama penguatan pendidikan karakter yang terakhir adalah nilai
integritas. Merupakan nilai perilaku yang didasarkan kepada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
Subnilai dari integritas antara lain sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif
terlibat dalam kehidupan sosial, serta konsistensi tindakan dan perkataan yang
berdasarkan atas kebenaran.

C. Revolusi mental
Merupakan sebuah perubahan  dari sosial maupun budaya secara cepat dan memiliki nilai utama dari dasar
hidup masyarakat.  Yang di rencanakan dan dijalankan tanpa kekarasan ataupun melalui
kekerasan. Berikut ini adalah Pengertian Revolusi menurut para ahli. Pengertian Revolusi adalah
perubahan dari sosial maupun budaya yang berlangsung cepat dan melibatkan poin utama dari
dasar atau kehidupan masyarakat. Revolusi yaitu perubahan dari sosial maupun budaya yang
berlangsung cepat dan melibatkan poin utama dari dasar atau kehidupan masyarakat. Dalam
revolusi, perubahan dapat direncanakan atau tidak direncanakan terlebih dahulu dan dapat
dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran dari perubahan kecepatan relatif
sebenarnya karena revolusi juga dapat memakan waktu yang lama.
Revolusi Menurut Para Ahli
1. Menurut Wikipedia
Menurut Wikipedia pengertian Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.
2. Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian Revolusi adalah perubahan ketatanegaraan
(pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan
perlawanan bersenjata);
Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menyebutkan bahwa revolusi merupakan perubahan yang cukup
mendasar dalam suatu bidang.
3. Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat, Revolusi merupakan usaha untuk dapat hidup sesuai dengan zaman dan
konstelasi dunia sekarang.
4. Menurut Selo Soemardjan
Selo Soemardjan berpendapat bahwa revolusi adalah Setiap perubahan dalam lembaga-lembaga sosial
di masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku di antara kelompok di masyarakat.
5. Menurut Wijoyo Nitisastro
Pengertian Revolusi menurut Wijoyo Nitisastro adalah proses transformasi total dari kehidupan
tradisional bersama-sama teknologi yang baik (pra-modern) dalam arti organisasi sosial untuk
pola ekonomi dan politik.

Mendengar kata revolusi sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan dalam pelajaran sejarah pun kita
sering menggunakannya, seperti halnya revolusi industry, pahlawan revolusi, dan lain-lain.
Menurut Aristoteles, revolusi dibagi menjadi 2 macam. Pertama, perubahan total dari suatu
system ke system yang berbeda. Dan yang kedua, modifikasi system yang sudah ada. Revolusi di
Indonesia sudah terjadi sejak bertahun – tahun silam, dengan berbagai macam situasi dan kondisi
dalam metode, durasi dan ideology motivasi yang berbeda - beda. Revolusi tersebut
menghasilkan perubahan – perubahan dalam budaya, ekonomi, dan social politik. Sedangkan
kata mental atau istilah panjangnya mentalitas adalah sebuah cara berpikir atau konsep pemikiran
manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal. Mental merupakan kata lain dari pikiran.
Sehingga, mentalitas dapat dikatakan sebagai cara berpikir tentang suatu hal. Cara seseorang
berpikir ini dipengaruhi oleh pengalaman, hasil belajar, dan atau lingkungan juga dapat
mempegaruhi pola piker tersebut. Dari makna – makna kata di atas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa pengertian revolusi mental adalah perubahan cara berpikir dalam waktu
singkat untuk merespon, bertindak dan bekerja.
Contoh revolusi mental
Contoh revolusi mental yang terdapat di Indonesia. Kita bisa melihat masyarakat Jawa, masyarakat Jawa
pada umumnya bersifat “nerimo” menerima segala sesuatunya dengan sabar dan tabah. Dengan
kehidupan yang biasa – biasa saja sudah merasa cukup. Namun, di era seperti sekarang ini, sifat
“nerimo” itu tadi sudah tidak cocok untuk di aplikasikan. Sekarang jaman sudah berubah,
pendidikan semakin maju dan tidak murah. Jika mental tersebut masih digunakan, maka yang
terjadi adalah anak cucu mereka tidak kuliah karena bertani saja sudah dapat mencukupi
kebutuhan sehari–hari. Namun, mental – mental seperti itu tidak akan membuat bangsa Indonesia
menjadi lebih maju. Malah akan semakin tertinggal karena perkembangan jaman begitu cepat.

Revolusi mental dicetuskan oleh Ir. Soekarno, dicetuskan saat pidato kenegaraan mengumumkan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Revolusi mental saat itu agar supaya Negara Indonesia
menjadi Negara yang berdaulat dalam aspek politik, dan mandiri dalam hal ekonomi, dan
berkarakter dalam hal social budaya. Tidak hanya Ir. Soekarno, presiden Jokowi pun menyerukan
revolusi mental, dimana adanya sebuah Gerakan Nasional revolusi mental (GNRM), yang
dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru untuk mewujudkan
negara Indonesia yang berdaulat dan berkrakter.

Tujuan revolusi mental


Revolusi mental tidak hanya untuk Negara saja, tetapi revolusi mental dalam pribadi masing – masing
manusia juga dibutuhkan. Tujuan revolusi mental adalah agar kita dapat beradaptasi dan diterima
oleh seluruh penjuru negeri. Dalam lingkup sempitnya, kita dapat diterima dengan mudah di
dalam masyarakat karena kita dapat beradaptasi dengan cepat. revolusi mental membawa kita
untuk dapat mengubah cara berpikir kita dimana pun kita berada. Itu suatu contoh revolusi
mental dalam memandang suatu situasi dan kondisi. revolusi mental menuntut kita untuk dapat
bersikap mandiri dan dapat menyesuaikan diri di setiap keadaan. Karena tak semua situasi dan
kondisi kita harus diatur dan diarahkan oleh orang lain. Tidak setiap situasi membisikkan kita
semua keadaan, terkadang apa yang kita lakukan menjadi sebuah kesalahan karena kita tidak
mengaplikasikan revolusi mental. Kita harus belajar memahami dan berpikir secara menyeluruh
untuk dapat mengubah cara pandang dan cara berpikir supaya menjadi dewasa.
INTERNALISASI NILAI-NILAI
(PENDIDIKAN KARAKTER DAN REVOLUSI MENTAL)

D. Internalisasi Nilai-Nilai
Pengertian internalisasi, dalam Bahasa Inggris “internalization” adalah proses pembejalaran panjang yang
dilakukan sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Dalam proses ini,
seseorang akan kontinu (berkesinambungan) melakukan belajar dalam untuk mengembangkan
kepribadiannya.
Pengertian Internalisasi Para Ahli
Definisi mengenai internalisasi, menurut pandangan para ahli. Antara lain adalah sebagai berikut;
4. Sujatmiko (2014)
Pengertian internalisasi adalah pembelajaran selama hidup di dunia, yang dilakukan oleh seseorang
kepada masyarakat atau kelompok-kelompok sosial. Pembelajaran ini sendiri berupa
penyerapan aturan dalam masyarakat, nilai, dan norma.
5. Kartono (2011)
Definisi internalisasi adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang melalui prakter dengan
kesadaran. Tanpa adanya paksaan, definisi ini berarti bahwa internalisasi dilakukan secara
sadar yang akan membentuk adat atau kebiasaan dalam diri seseorang.
6. Pupita Sari (2014)
Internalisasi adalah penanaman  prilaku, sikap, dan nilai seseorang yang di dapatkannya dalam proses
pembinaan,  belajar, dan bimbingan. Harapannya agar apa yang di dapatkan dan
dilakukannya sesuai dengan keinginan dan harapan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengertian Nilai Menurut Para Ahli


Cukup luas dan banyak sekali, pengertian nilai. Sebagian telah memberikan pengertian bahwa
nilai merupakan penilaian yang berkembang yang telah dianut dalam sebuah masyarakat.
Berikut ini 7 pengertian nilai secara rinci menurut para ahli :
8. Menurut Soerjono Soekanto
Menurutnya nilai merupakan konsepsi abstrak yang ada di diri manusia, hal ini dikarenakan
nilai dapat dianggap baik dan dapat pula dianggap jelek.
Nilai yang baik selalu menjadi simbol kehidupan yang bisa mendorong integritas sosial
sedangkan nilai buruk akan memberikan dampak yang kurang diinginkan dan di senangi
dalam hal ini seperti hal dampak yang terjadi pada konflik.
9. Menurut Wood
Pengertian nilai merupakan petunjuk umum yang sudah berlangsung lama. Petunjuk ini
bahkan mampu mengarahkan tingkah dan laku serta kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu,  nilai dalam kategori ini dapat dibagi menjadi yaitu nilai yang baik dan nilai
yang buruk.
10.Menurut Robert M. Z. Lawang
Beliau menjelaskan bahwa nilai adalah gambaran mengenai suatu hal yang diinginkan,
berharga, pantas, dan dapat memengaruhi perilaku sosial setiap individu yang mempunyai
nilai tersebut. Nilai inilah yang akan menjadi cerminan serta pedoman bagi tata tertib
kehidupan masyarakat.
11. Menurut Hendropuspito
Pengertian nilai merupakan segala sesuatu yang bisa diberikan penghargaan kepada
masyarakat disebabkan di dalamnya memiliki fungsi dalam perkembangan kehidupan yang
telah ada. Perkembangan dan fungsi ini mampu menjadi pedoman dalam tata perilaku
masyarakat.
12. Menurut Clyde Kluckhonhn
pengertian nilai merupakan suatu bentuk keinginan dengan pemberian label baik atau buruk
kepada seseorang yang diberikan oleh sekelompok masyarakat maupun lingkungan sekitar
tempat ia tinggal. Pelabelan ini dapat diperoleh dari beragam aktivitas individu dalam
menjalankan aktivitas setiap harinya.
13. Menurut Koentjaraningrat
Pengertian nilai yaitu suatu bentuk budaya yang mempunyai fungsi sebagai suatu pedoman
untuk setiap manusia dalam masyarakat. Bentuk budaya ini dapat dikehendaki dan dapat juga
dibenci tergantung anggapan tersebut baik atau buruk dalam masyarakat.
14. Menurut Alvin L Bertrand
Pengertian menurutnya adalah tentang kesadaran yang disertai oleh gagasan atas perbuatan
yang dilakukan seseorang, nilai dalam pengertian ini dapat baik dan dapat juga buruk. Oleh
karena itu setiap masyarakat harus bisa menginterprasikannya di dalam kehidupan yang
dijalani

Dari pengertian internalisasi dan nilai-nilai menurut para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa internalisasi
nilai-nilai adalah proses yang dilakukan berkali-kali di dalam meniru tindakannya seseorang
dengan berdasarkanpedoman untuk setiap manusia, nilai yang baik selalu menjadi simbol
kehidupan yang bisa mendorong integritas sosial sedangkan nilai buruk akan memberikan
dampak yang kurang diinginkan dan di senangi dalam hal ini seperti hal dampak yang terjadi
pada konflik . Hingga akhirnya keadaan ini menjadi suatu pola yang mantap dan norma yang
mengatur tindakannya dibudayakan. Bentuk budaya ini dapat dikehendaki dan dapat juga dibenci
tergantung anggapan tersebut baik atau buruk dalam masyarakat. Maka dari itulah internalisasi
sebagai bagian daripada faktor pendorong perubahan sosial.

Tahap Internalisasi
Adapun tahap-tahap dalam internalisasi adalah sebagai berikut:
4. Transformasi nilai, Pada tahap transformasi nilai, terdapat beberapa proses yang dilakukan
untuk menginformasikan nilai-nilai baik maupun yang kurang baik. Dalam tahap ini, terjadi
komunikasi verbal antara individu satu dengan individu lainnya.
5. Pertukaran nilai, Dalam tahap penukaran nilai, individu melakukan komunikasi dua arah,
atau informasi yang sifatnya timbal balik.
6. Transinternalisasi, Tahap transinternalisasi jauh lebih mendalam pada tahap pertukaran nilai.
Tidak hanya komunikasi yang bersifat verbal, namun juga sikap mental dan kepribadian. Pada
tahap transinternalisasi, komunikasi kepribadian berperan secara aktif.

Contoh Internalisasi Nilai-nilai


Adapun untuk beragam contoh internalisasi di masyarakat yang biasanya mudah ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain adalah sebagai berikut;
11. Masuknya budaya K-Pop dalam budaya masyarakat Indonesia.
12. Mengajarkan perilaku budi pekerti kepada anak sejak dini.
13. Penggunaan teknologi dalam berbagai sektor industri untuk meningkatkan hasil produksi.
14. Mengajarkan kepada anak untuk selalu beribadah kepada Tuhan YME.
15. Masuknya budaya mengonsumsi makanan cepat saji dalam kebudayaan masyarakat
Indonesia.
16. Masuknya budaya kebarat-baratan pada masyarakat Indonesia, seperti penggunaan celana
jeans, memanjangkan rambut sebagai model rambut, dan lain sebagainya.
17. Menanamkan sikap tekun dan tepat waktu pada siswa sejak pendidikan usia dini.
18. Mengikuti kegiatan pengajian di masjid untuk mendalami pengetahuan agama serta
meningkatkan kimanan pada diri.
19. Mengikuti kegiatan ospek di awal memasuki kehidupan kampus, dengan tujuan untuk
mengetahui dan membiasakan diri dengan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan
kampus.
20. Menanamkan kebiasaan sejak dini menghormati orang yang lebih tua dari kita.

Tujuan contoh internalisasi nilai ini secara tidak langsung akan memberikan dapat pada masyarakat, maka
dari itulah internalisasi sering dikatakan memiliki dua sisi, baik dan buruk. Akan tetapi yang
pasti melalui serangkaian proses yang panjang dalam internalisasi inilah, tiap individu belajar
menghayati, meresapi, kemudian menginternalisasi berbagai nilai, norma, polapola tingkah laku
sosial ke dalam mentalnya. Dari berbagai hal yang diinternalisasi itulah seseorang memiliki
kecenderungan untuk berperilaku menurut pola-pola tertentu yang memberi ciri watak yang khas
sebagai identitas diri dan terbentuklah kepribadian yang ada pada dirinya.
Pada dasarnya proses internalisasi nilai pada manusia tidak hanya berasal dari bimbimgan keluarga,
melainkan dengan adanya media-media yang ada di masyarakat akan mempengaruhi proses
internalisasi tersebut.
Dengan adanya baik dan buruknya proses Internalisasi maka keluarga berperan penting untuk mengawasi
anggota keluarga dalam bergaul maupun dalam interaksi sehari-hari. Lingkungan yang di
maksud dalam ranah proses internalisasi adalah lingkungan sosial. Secara tidak sadar kitya telah
di pengaruhi oleh berbagai tokoh masyarakat ( kiyai, guru, tokok desa dan lain-lain ). Dari
adanya pengaruh yang ada di lingkugan sosial masyarakat dapat di petik beberapa hal yang kita
dapatkan dari mereka, yang kemudian kita jadikan sebagai contoh kepribadian yang baik,
sehingga kita harus pandai-pandai untuk memilah-milah persoalan yang positif dalam
masyarakat.

Internalisasi merupakan proses untuk menanamkan nilai-nilai budaya, dalam penanaman atau
menumbuhkan nilai-nilai untuk di lakukan untuk melalui pendidkan dan pengajaran , seperti
adanya pendidikan, pengajaran, pengarahan indoktrinasi, brain-washing dan lain-lain. Sehingga
dalam persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual,
tawuran atau perkelahian masal. Adanya pertumbuhan karakter yang seperti itu karena adanya
kehidupan yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif. itulah proses internalisasi
yang tidak baik.

Manfaat Internalisasi
Manfaat internalisasi dalam manusia yaitu untuk mengembangkan,perbaikan, dan penyaringan dalam hal
budaya manusia. Menjadikan perkembangan sifat atau prilaku pada masyarakat dapat terarah,
dan terkendali dalam menyesuaikan budaya yang ada di lingkungan masyarakat mereka.
Kemudian dalam manfaat perbaikan untuk memperkuat kepribadian yang kuat dan tanggung
jawab dalam pengenbangan individu yang lebih bermartabat. Dan dalam manfaat penyaringan
bertujuan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat agar tidak terjadi suatu
goncangan suatu budaya.

Hubungan Internalisasi dan Pembentukan Kepribadian


Internalisasi adalah proses penyerapannilai-nilai dan norma-norma, pola tingkah laku, dan nilai-nilai kultur
secara langsung atau tidak langsung, guna untuk beradaptasi dengan keadaa, kondisi, dan
lingkungan.
 Proses pembentukan kepribadian
Perkembangan manusia dan pertumbuhan kepribadian di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
pembawaan ( Gen /DNA )berupa ciri fisik tubuh, dan kebiasaan. Sedangkan faktor
pengalaman terbentuk dari proses belajar individu di lingkungannya. Misalnya di sekolah,
rumah, tempat bermain, media massa dan lain-lain.
 Terbentuknya kepribadian
4. Melalui sosialisasi norma-norma, pola tingkah laku.
5. terbentuknya mental dalam individu
6. Organisasi kepribadian telah terbentuk maka dapat dikatakan telah terbentuk kepribadian.
Dalam internalisasi maka dapat membentuk pola kepribadian individu.

E. Pendidikan karakter
Tidak dapat dihindari dan dipungkiri, perkembangan berbagai aspek kehidupan masyarakat abad ke 21
harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Dimensi perubahan hampir mencakup seluruh
aspek kehidupan. Perubahan- perubahan yang terjadi secara tidak langsung akan memberkan
dampak kepada pola hidup dan sikap bagi masyarakat. Dampak yang terjadi tidak saja bersifat
positif tetapi juga bisa saja berdampak negatif. Dalam rangka menghadapi sekaligus
mengantisipasi dampak negatif dari fenomena abad ke-21, maka salah satu aspek yang
dapat dijadikan sebagai ujung tombaknya adalah dengan memberikan penguatan
pendidikan karakter pada setiap jenjang dan satuan pendidikan mulai dari pendidikan anak
usia dini sampai perguruan tinggi. Karakter yang dimaksud menurut Foerster (Koesoma,
2010: 42) merupakan seperangkat nilai yang telah menjadi kebisaan hidup seseorang sehingga
menjadi sifat tetap pada diri seseorang tersebut, misalnya kejujuran, sikap kerja keras, sopan,
sederhana, dan lain sebagainya. Sehingga sifat tetap tersebut perlu dikuatkan. Pendidikan
karakter sebenarnya bukan produk baru, bukan mata pelajaran, bukan kurikulum baru tetapi
merupakan penguatan atau fokus dari proses pembelajaran dan sebagai poros/ruh/jiwa
pendidikan.

Gerakan penguatan pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat
karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi),
dan olahraga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah,
keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari gerakan nasional revolusi mental
(GNRM). Keseimbangan antara sikap spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang
dimiliki akan mencapai tujuan tertinggi dari tujuan pendidikan yaitu memanusiakan
manusia.

Hal tersebut sebagai perwujudan dari tujuan Pendidikan Nasional pasal 3 Undang- Undang Sisdiknas
tahun 2003 yang berbunyi “Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Penempatan pendidikan nilai dan sikap karakter masyarakat Indonesia sudah sejak lama dikemukakan
dalam ranah pendidikan. Hanya saja pada tataran realisasinya terkesampingkan oleh penilaian
positif yang bersifat pragmatis sehingga penilaian sikap yang beroriesntasi pada nilaikarakter
dikesampingkan. Sehingga dimensi lain seperti aspek kemampuan kognitif, nilai, dan sikap,
berkomunikasi, hidup berdampingan, kebiasaan belajar bersama, cinta tanah air, kebiasaan
hidup sehat, dan lain sebagainya diangap tidak begitu penting.

Beberapa hal yang mendasar atau prinsip dari penanaman nilai karakter sebagai berikut:
5. Berkelanjutan mulai dari jenjang usia dini sampai menengah atas bahkan perguruan
tinggi;
6. Terintegrasi dalam kurikulum secara praktis pada setiap matapelajaran;
7. Pendidikan karakter bukan sebagai matapelajaran sendiri dan bukan sebagai materi
yang berdiri sendiri tetapi sebagai nilai yang diambilmdari materi yang diajarkan
pada setiap matapelajaran;
8. Objeknya adalah peserta didik, pemahanan, dan impelemtasi nilai yang dikembangkan
pada satuan dan jenjang pendidikan tujuannya adalah agar peserta didik aktif
mengaktulisasikan nilai-nilai karakter (Hasan, 2012: 82-87).

Nilai-Nilai Dasar dalam Pendidikan Karakter

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Nadilla, 2015:437) ada 18 nilai karakter yang
harus dikembangan disetiap jenjang dan satuan pendidikan di Indonesia. Nilai-nilai tersebut
yaitu:
19. Religius, yakni sikap ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan melaksanakan
ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut, seperti sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta hidup rukun dan
berdampingan;
20. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang menceminkan kesatuan antara pengetahuan,
perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa yang benar, mengatakan yang benar, dan
melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai
pribadi yang dapat dipercaya;
21. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap
perbedaan agama, aliran kepercayaan, suku, adat, bahasa, ras, etnis, pendapat, dan hal-
hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup
tenang ditengah perbedaan tersebut;
22. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan
atau tata tertib yang berlaku;
23. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara sungguh-sungguh (berjuang
hingga titik darah penghabisan) dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan,
pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya;
24. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi
dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan
hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya;
25. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal tersebut bukan berarti
tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas
dan tanggung jawab kepada orang lain;
26. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan hak dan
kewajiban secara adil dan merata antara dirinya dengan orang lain;
27. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran
dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara
lebih mendalam;
28. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan;
29. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan rasa bangga, setia, peduli,
dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, budaya, ekomoni, politik, dan sebagainya,
sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang dapat merugikan bangsa
sendiri;
30. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi orang lain dan mengakui
kekurangan diri sendiri tanpa mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi;
31. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan tindakan terbuka
terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara
kolaboratif dengan baik;
32. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan suasana damai, aman, tenang,
dan nyaman atas kehadiran dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu;
33. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu
secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah,
koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya;
34. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan
melestarikan lingkungan sekitar;
35. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap
orang lain maupun masyarakat yang membutuhkannya; dan
36. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa,
negara, maupun agama.
Dari 18 nilai karakter tersebut, dalam rangka implementasi gerakan penguatan pendidikan karakter
dikristalkan menjadi 5 nilai dasar pendidikan karakter yaitu:
Pertama, nilai religius. Merupakan pencerminan sikap keberimanan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjujung tinggi sikap
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, serta hidup rukun
dan damai dengan agama lain. Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relisasi
sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan
individu dengan alam semesta. Nilai karakter religius ditunjukkan dalam perilaku
mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Secara keseluruhan sub-sub nilai yang
terkandung dalam nilai religius meliputi cinta damai, toleransi, menghargai perbedaaan
agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar-pemeluk agama
dan kepercayaan, anti buli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
kehendak, mencintai lingkungan, serta melindungi yang kecil dan tersisih.
Kedua, nasionalis. Nilai nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, serta menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. Adapun
subnilai nasionalis yang lain, yaitusikap untuk mengapresiasi budaya bangsa sendiri,
menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, berprestasi, cinta tanah air,
menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan
agama.
Ketiga, mandiri. Nilaikarakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung
kapada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, dan waktu untuk
merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Juga ditunjukkan dengan etos kerja atau
kerja keras, tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Keempat, gotong royong. Nilai gotong royong merupakan cerminan tindakan
menghargai, semangat kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, serta memberi bantuan dan
pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Nilai lainnya dari sikap gotong
royong yang perlu dikembangkan adalah inklusif, komitmen atas keputusan bersama,
musyawarah mufakat, solidaritas, empati, anti deskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
Kelima,integritas. Nilai utama penguatan pendidikan karakter yang terakhir adalah nilai
integritas. Merupakan nilai perilaku yang didasarkan kepada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
Subnilai dari integritas antara lain sikap tanggungjawab sebagai warga negara, aktif
terlibat dalam kehidupan sosial, serta konsistensi tindakan dan perkataan yang
berdasarkan atas kebenaran.

F. Revolusi mental
Merupakan sebuah perubahan  dari sosial maupun budaya secara cepat dan memiliki nilai utama dari dasar
hidup masyarakat.  Yang di rencanakan dan dijalankan tanpa kekarasan ataupun melalui
kekerasan. Berikut ini adalah Pengertian Revolusi menurut para ahli. Pengertian Revolusi adalah
perubahan dari sosial maupun budaya yang berlangsung cepat dan melibatkan poin utama dari
dasar atau kehidupan masyarakat. Revolusi yaitu perubahan dari sosial maupun budaya yang
berlangsung cepat dan melibatkan poin utama dari dasar atau kehidupan masyarakat. Dalam
revolusi, perubahan dapat direncanakan atau tidak direncanakan terlebih dahulu dan dapat
dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran dari perubahan kecepatan relatif
sebenarnya karena revolusi juga dapat memakan waktu yang lama.
Revolusi Menurut Para Ahli
6. Menurut Wikipedia
Menurut Wikipedia pengertian Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung
secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.
7. Menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian Revolusi adalah perubahan ketatanegaraan
(pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan
perlawanan bersenjata);
Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menyebutkan bahwa revolusi merupakan perubahan yang cukup
mendasar dalam suatu bidang.
8. Menurut Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat, Revolusi merupakan usaha untuk dapat hidup sesuai dengan zaman dan
konstelasi dunia sekarang.
9. Menurut Selo Soemardjan
Selo Soemardjan berpendapat bahwa revolusi adalah Setiap perubahan dalam lembaga-lembaga sosial
di masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku di antara kelompok di masyarakat.
10. Menurut Wijoyo Nitisastro
Pengertian Revolusi menurut Wijoyo Nitisastro adalah proses transformasi total dari kehidupan
tradisional bersama-sama teknologi yang baik (pra-modern) dalam arti organisasi sosial untuk
pola ekonomi dan politik.

Mendengar kata revolusi sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan dalam pelajaran sejarah pun kita
sering menggunakannya, seperti halnya revolusi industry, pahlawan revolusi, dan lain-lain.
Menurut Aristoteles, revolusi dibagi menjadi 2 macam. Pertama, perubahan total dari suatu
system ke system yang berbeda. Dan yang kedua, modifikasi system yang sudah ada. Revolusi di
Indonesia sudah terjadi sejak bertahun – tahun silam, dengan berbagai macam situasi dan kondisi
dalam metode, durasi dan ideology motivasi yang berbeda - beda. Revolusi tersebut
menghasilkan perubahan – perubahan dalam budaya, ekonomi, dan social politik. Sedangkan
kata mental atau istilah panjangnya mentalitas adalah sebuah cara berpikir atau konsep pemikiran
manusia untuk dapat belajar dan merespons suatu hal. Mental merupakan kata lain dari pikiran.
Sehingga, mentalitas dapat dikatakan sebagai cara berpikir tentang suatu hal. Cara seseorang
berpikir ini dipengaruhi oleh pengalaman, hasil belajar, dan atau lingkungan juga dapat
mempegaruhi pola piker tersebut. Dari makna – makna kata di atas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa pengertian revolusi mental adalah perubahan cara berpikir dalam waktu
singkat untuk merespon, bertindak dan bekerja.
Contoh revolusi mental
Contoh revolusi mental yang terdapat di Indonesia. Kita bisa melihat masyarakat Jawa, masyarakat Jawa
pada umumnya bersifat “nerimo” menerima segala sesuatunya dengan sabar dan tabah. Dengan
kehidupan yang biasa – biasa saja sudah merasa cukup. Namun, di era seperti sekarang ini, sifat
“nerimo” itu tadi sudah tidak cocok untuk di aplikasikan. Sekarang jaman sudah berubah,
pendidikan semakin maju dan tidak murah. Jika mental tersebut masih digunakan, maka yang
terjadi adalah anak cucu mereka tidak kuliah karena bertani saja sudah dapat mencukupi
kebutuhan sehari–hari. Namun, mental – mental seperti itu tidak akan membuat bangsa Indonesia
menjadi lebih maju. Malah akan semakin tertinggal karena perkembangan jaman begitu cepat.

Revolusi mental dicetuskan oleh Ir. Soekarno, dicetuskan saat pidato kenegaraan mengumumkan
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Revolusi mental saat itu agar supaya Negara Indonesia
menjadi Negara yang berdaulat dalam aspek politik, dan mandiri dalam hal ekonomi, dan
berkarakter dalam hal social budaya. Tidak hanya Ir. Soekarno, presiden Jokowi pun menyerukan
revolusi mental, dimana adanya sebuah Gerakan Nasional revolusi mental (GNRM), yang
dimaksudkan untuk mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru untuk mewujudkan
negara Indonesia yang berdaulat dan berkrakter.

Tujuan revolusi mental


Revolusi mental tidak hanya untuk Negara saja, tetapi revolusi mental dalam pribadi masing – masing
manusia juga dibutuhkan. Tujuan revolusi mental adalah agar kita dapat beradaptasi dan diterima
oleh seluruh penjuru negeri. Dalam lingkup sempitnya, kita dapat diterima dengan mudah di
dalam masyarakat karena kita dapat beradaptasi dengan cepat. revolusi mental membawa kita
untuk dapat mengubah cara berpikir kita dimana pun kita berada. Itu suatu contoh revolusi
mental dalam memandang suatu situasi dan kondisi. revolusi mental menuntut kita untuk dapat
bersikap mandiri dan dapat menyesuaikan diri di setiap keadaan. Karena tak semua situasi dan
kondisi kita harus diatur dan diarahkan oleh orang lain. Tidak setiap situasi membisikkan kita
semua keadaan, terkadang apa yang kita lakukan menjadi sebuah kesalahan karena kita tidak
mengaplikasikan revolusi mental. Kita harus belajar memahami dan berpikir secara menyeluruh
untuk dapat mengubah cara pandang dan cara berpikir supaya menjadi dewasa.
Materi : Psikologi Pendidikan
Sub materi : Interaksi orang tua dan anak

Psikologi diartikan sebagai studi ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan dan


tingkah laku manusia (Slater, 2005). Psikologi pendidikan dimaksudkan untuk
memberikan pengaruh dalam kegiatan pendidikan pembelajaran dan proses belajar
mengajar yang lebih efektif dengan memperhatikan respon kejiwaan dan  tingkah laku
anak didik. Keadaan sistem pembelajaran, cara mengajar, dan anak didik di setiap daerah
tidaklah sama.
Kebiasaan anak didik ketika berada di lingkungan keluarga dan lingkungan
pendidikan terkadang juga berbeda. Psikologi pendidikan muncul untuk memberikan
perbaikan pada dunia pendidikan dalam menerapkan kurikulum, proses belajar mengajar,
layanan konseling dan evaluasi untuk mendapatkan kualitas anak didik yang lebih baik.
Menurut Muhibin Syah (2002), pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah
disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia
pendidikan. Sedangkan menurut ensiklopedia amerika, pengertian psikologi pendidikan
adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan
penemuan- penemuan dan menerapkan prinsip prinsip dan cara untuk meningkatkan
keefisien didalam pendidikan.
Dari beberapa pendapat tentang psikologi pendidikan, kami mengambil
kesimpulan bahwa pengertian psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang
perilaku manusia didalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis tentang proses
proses Dan faktor- faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya
untuk mengembangkan dan meningkatkan keefesien di dalam pendidikan.
Peran keluarga sangat berpengaruh di dunia pendidikan. Dimana Keluarga
merupakan pendidikan yang pertama dalam membentuk kepribadian anak. Cara pola asuh
dan kebiasaan yang sering dilakukan akan tercermin pada kepribadian anak itu sendiri.
Keluarga atau orang tua memberikan pengalaman kepada anak dalam bidang kehidupan,
sehingga anak memiliki informasi yang banyak sebagai alat bagi anak untuk berfikir.
Menjadi orang tua merupakan salah satu tahapan yang dijalankan oleh pasangan yang
memiliki anak. Masa transisi menjadi orang tua pada saat kelahiran anak pertama
terkadang menimbulkan masalah bagi interkasi pasang dan di persepsi menurunkan
kulaitas perkawinan.
Menurut Thompson (2006) (dalam Lestari, 2012: 16) menyatakan bahwa, “anak-
anak menjalani tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan dan
hubungan”.Pengalaman mereka sepanjang waktu bersama orang-orang yang mengenal
mereka dengan baik, serta berbagai karakteristik dan kecenderungan yang mulai mereka
pahami merupakan halhal pokok yWang mempengaruhi perkembngan konsep dan
kepribadian sosial mereka.
Suatu hubungan dengan kualitas yang baik akan berpengaruh positif bagi
perkembangan, misalnya penyesuaian, kesejahteraan, perilaku prososial dan transmisi
nilai. Jadi, di dalam membina hubungan interaksi orang tua-anak perlu adanya
komunikasi.Komunikasi yang dilakukan oleh orangtua dengan lingkungan seperti
orangtua dengan sesama orangtua, guru,maupun anggota masyarakat sekitar yang terjadi
secara terus menerus dengan suatu perhatian,maka akan terjadi suatu kerjasama yang
dilakukan dengan saling menghormati danmenghargai satu sama lainnya.
Berdasarkan tinjauan psikologi perkembangan, pandangan tentang interaksi orang
tua-anak pada umumnya merujuk pada teori kelekatan (attachment theory).Istilah
kelekatan (attachment) untuk pertamakalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari
inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby.Kemudian formulasi yang lebih lengkap
dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969 (Mc Cartney dan Dearing,
2002).Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak
melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya,
biasanya orang tua.
Bowlby (dalam Haditono dkk, 1994) menyatakan bahwa “hubungan ini akan
bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan
anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu”. Pengertian ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Tidak semua hubungan yang bersifat
emosional atau afektif dapat disebut kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan
kelekatan adalah: hubungan bertahan cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat
tidak tampak dalam jangkauan mata anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan
kelekatan dengan figur lekat akan menimbulkan rasa aman (Ainsworth dalam Adiyanti,
1985).
Menurut Chen (dalam Lestari, 2012: 18) menyatakan bahwa, “kualitas hubungan
orang tua-anak merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman
(security), kepercayaan (trust), afeksi positif (positive affect), dan ketanggapan
(responsiveness) dalam hubungan mereka”.Kehangatan menjadi komponen mendasar
dalam hubngan orang tua-anak yang dapat membuat anaka merasa dicintai dan
mengembangkan rasa percaya diri.mereka memiliki rasa percaya dan menikmati kesertaan
mereka dalam aktivitas bersama orang tua. Kehangatan memberi konteks bagi afeksi
positif yang akan meningkatkan mood untuk peduli dan tanggap terhadap orang lain.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa interaksi orangtua-anak adalah relasi sosial orangtua
dengan anak yang memberikan pengalaman sepanjang waktu dalam membentuk
perkembangan dan kepribadian anak.
Peran aktif orang tua terhadap tumbuh kembang anak dapat dilihat dari pendidikan
yang diberikan oleh anaknya. Setiap orang tua ingin melihat sosok buah hatinya menjadi
sehat, cerdas dan kreatif. Sebagai orang tentunya dapat mengerti dan memahami dunia
anaknya. “Penting untuk diketahui bahwa seorang orang tua adalah pendidik pertama yang
menanamkan dasar bagi perkembangan jiwa anak” (Tadjab, 1992:45). Karena pendidikan
dimulai dalam keluarga, maka sekolah hanyalah pembantu kelanjutan pendidikan tersebut.
Peralihan bentuk pendidikan informal ke formal memerlukan kerjasama antara orang tua
dan pihak sekolah. Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap
orang tua juga.
Dengan demikian, memberikan kesempatan kepada anak untuk mewujudkan ide
gagasannya, menghargai ide gagasan tersebut, memuaskan rasa keingin tahuan anak.
Pengalaman atau pemberian kesempatan tersebut sudah tentu membutuhkan perhatian
orang tua. Dengan demikian orang tua harus memahami sehingga tidak terjadi kesalahan
dalam menilai anak. Sebagaimana yang di kemukakan Hurlock (dalam Asrori, 2003:13),
adalah sebagai berikut:
 Berusaha mampu menerima keadaan fisiknya
 Berusaha mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa
 Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis
 Berusaha mencapai kemandirian emosional
 Berusaha mencapai kemandirian ekonomi
 Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan-keterampilan intelektual yang
sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
 Berusaha memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
 Berusaha mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa
 Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan
 Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Peran aktif dari orang tua juga sangat membantu proses emosional anak, yang
dapat dilihat dari bentuk dukungan yang berkaitan dengan pembentukan serta
perkembangan emosional anak, yaitu: melepaskan daya kreasi dan imajinasi anak yang
berdampak positif dan tentunya anak selalu terarah. Sebaliknya apabila orang tua kurang
memberikan perhatian terhadap emosioanl anak seperti jarang memberikan kesempatan
kepada anak, maka akan membawa dampak negatif terhadap perkembangan emosional
pada anak. Sikap saling dan perhatian merupakan kunci utama dalam menciptakan suatu
hubungan yang harmonis antara orang tua, anak serta para anggota keluarga yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai