Anda di halaman 1dari 88

BUKU AJAR

METODOLOGI KHUSUS

i
TIM PENYUSUN

Dr.Andi Maryam,S.ST.,SKM.,M.Kes

Yurniati, S.ST.,M.Kes.,m.Keb

Rohani Mustari, S.ST.,M.Kes

Andi Elis, S.ST.,M.Kes

Andi Tenri Angka,S.ST,.M.Kes

D IV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR MAKASSAR
2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Tim Penulis panjatkan kepada Sang Pencipta Allah SWT yang telah

menggerakkan tangan Penulis, untuk menyelesaikan bahan ajar Metodologi Khusus.

Dalam penyusunan Bahan Ajar ini kami Tim Penulis memperoleh arahan,

bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Tim penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan masukan.

Tim Penulis menyadari bahan ajar ini masih banyak kekurangannya, untuk itu

Tim Penulis dengan segala rasa hormat dan kerendahan hati, mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan dan pengembangan bahan ajar

ini.

Akhir kata Tim Penulis berharap semoga bahan ajar ini dapat bermanfaat

khususnya bagi Penulis dan umumnya bagi kita semua serta pengembangan ilmu

pengetahuan.

Makassar , April 2020

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

TIM PENYUSUN.......................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. iv

BAB I. KONSEP PEMBELAJARAN KLINIK

A. Konsep Pendidikan Klinik ................................................... 2


B. Komponen Utama Pembelajaran Klinik .............................. 2
C. Prinsip Dasar Pendidikan Klinik .......................................... 3
D. Konsep Pembelajaran Klinik ............................................... 4
E. Kondisi Lingkungan Belajar Yang Kondusif ……………….. 5
F. Lingkungan Belajar dalam Praktek Klinik ………………….. 6
G. Tahap Pembelajaran Klinik ………………………………….. 6
H. Pola Pendekatan Pendidikan Klinik ………………………… 7
I. Supervisi Klinik/Bimbingan Klinik …………………………... 8
BAB II. PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN KLINIK

A. Preseptoring ........................................................................ 11
B. Preceptor ............................................................................ 22
C. Mentoring............................................................................. 34
BAB III. METODE PEMBELAJARAN KLINIK

A. BedsideTeaching ................................................................ 39
B. Case Presentation .............................................................. 47
C. Clinic Tour .......................................................................... 52
D. Case Study ......................................................................... 61
E. Coaching ............................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1

Konsep Pembelajaran klinik

I. PENDAHULUAN
A. Deskripsi Singkat
Mata kuliah ini membahas tentang konsep pembelajaran klinik dan cara

menggunakan berbagai metode pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan.

Mata kuliah ini menggunakan competency based learning serta metode

interaktif yang membentuk mahasiswa terlibat aktif

B. Manfaat Mata Kuliah

Dengan adanya mata kuliah metodologi khusus diharapkan mahasiswa

menjadi lebih kompeten dan lebih professional dalam melaksanakan

pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan

C. Tujuan Intruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa mampu memahami tentang

hakikat pembelajaran klinik kebidanan

D. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)


Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa kompeten dalam

menjelaskan konsep pembelajaran klinik.

1
II. PENYAJIAN

A. Konsep Pendidikan Klinik

Proses belajar yang berpusat pada mahasiswa yang terjadi pada

pelayanan pasien dengan tujuan memberikan kesempatan mahasiswa

berinteraksi langsung dengan pasien. Pendidikan klinik merupakan Alat yang

tepat untuk pencapaian kompetensi mahasiswa yang meliputi: pengetahuan klinik,

ketrampilan klinik, dan sikap profesional.

Tujuan dari pendidikan klinik adalah Meningkatkan pengetahuan tentang

konsep pendidikan klinik dan Meningkatkan kemampuan menerapkan metode

pendidikan klinik.

B. Komponen Utama Pembelajaran Klinik

 Pasien

 Mahasiswa

 Pembimbing Klinik

Konsekuensi khusus untuk komponen pembelajaran klinik

 Institusi penyelenggara program pendidikan klinik

 Menyiapkan standar kompetensi yang diharapkan

 Menyediakan lahan praktik yang tepat

 Menyediakan pembimbing klinik yang tepat

 Menyusun buku panduan/ pedoman pelaksanaan

 Menyiapkan metode bimbingan

 Menyiapkan sistem monitoring dan evaluasi

 Menyiapkan fasilitas sarana dan prasarana

2
 Memberikan reward yang sesuai kepada pembimbing klinik

 Pasien

 Pasien diminta kesediaannya untuk terlibat (berhak menolak dan tidak

boleh dalam kondisi terancam)

 Pasien harus mengetahui apa yang diharapkan dari pasien

 Pasien dapat memberikan umpan balik (feedback)

 Mahasiswa

 Menggunakan seragam yang bersih rapi lengkap dengan identitas diri

 1 pasien maksimal untuk pembelajaran 3-4 mahasiswa

 Sudah menyiapkan diri (fisik, psikologis dan pengetahuan klinik yang

cukup)

 Pembimbing Klinik

 Orang yang kompeten (pendidikan dan pengalaman klinik) à Meliputi :

pengetahuan klinik, sikap profesional dan ketrampilan klinik

 Bisa menjadi Role model (datang tepat waktu, memperkenalkan diri,

bersemangat)

 Familiar dengan situasi klinik (ketrampilan klinik, penggunaan alat,

lingkungan klinik)

C. Prinsip Dasar Pendidikan Klinik

 Experiental Learning Cycle menurut teori pembelajaran yang efektif adalah :

 Memberikan pengalaman langsung (concrete experience)

 Memberikan kesempatan refleksi (reflection)

3
 Membetuk konsep dan penerapan suatu teori (abstract

conceptualizing/theory)

 Menyusun rencana kegiatan selanjutnya (active experimentation/planning)

D. Konsep Pembelajaran Klinik

Konsep pembelajaran klinik adalah Proses belajar dan berlatih dalam

menguasai kemampuan klinik langsung kepada pasien yang dilakukan di

tempat kerja sesungguhnya.

Konsep Pembelajaran klinik Merupakan salah satu metode mendidik

peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidikan memilih dan menerapkan

cara mendidik yang sesuai dengan objektif (tujuan), dan karakteristik individual

peserta didik berdasarkan kerangka konsep pembelajaran (Nursalam, 2002).

Pengajaran klinik merupakan Situasi yg memberikan kesempatan pd

peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yg mendasari yg diperoleh

sebelumnya ke dlm berbagai kegiatan yg bersifat keterampilan psychomotor

yg dibutuhkan agar terciptanya suatu asuhan yg berkualitas (SCHWEER

( 1972).

Menurut Meleca dkk (1978) pengajaran klinik merupakan Mempersiapkan

peserta didik untuk mengintegrasikan ilmu yg diperoleh dg keterampilan untuk

memberi asuhan kpd klien,memperoleh keterampilan profesional,personal,sikap

dan cara berfikir dlm memasuki system asuhan dlm pelayanan kesehatan.

Menurut Benner (1989) pengajaran klinik Memfokuskan pd hubungan

teori dan aplikasinya,membantu peserta didik tidak hanya menerapkan teori

4
semata tapi juga secara tidak langsung memperoleh teori –teori yg timbul saat

melakukan PKK.

Praktek klinik kebidanan :

• Membantu proses pembelajaran

- Untuk belajar

- Mengembangkan kompetensi profesional

• Mahasiswa bersosialisasi dengan situasi nyata praktek profesional yg

berdasar pada :

-Teori / pengetahuan

- Prinsip

- Peraturan / Per UU

- Keterampilan yang digunakan

Tujuan pembelajaran klinik:

Memberikan pengalaman langsung pada mahasiswa melakukan asuhan

pada pasien, yang akhirnya kompetensi sebagai bidan profesional.

E. Kondisi Lingkungan Belajar Klinik yang Kondusif

1. Diberi kesempatan mempraktekan

2. Umpan balik segera dan langsung, individual

3. Ada model peran yang dicontoh

4. Instruktur klinis , menyadari kemampuan peseta didik tidak sama

5. P/d dihargai dan diperlakukan sbg orang dewasa

6. Lingkungan mendukung dan tdk menakutkan

7. Interaksi dan pembicaraan antar peserta dan instruktur N Rahasia

5
F. Lingkungan Belajar dalam Praktek Klinik

• Staf yg kualified adalah faktor kunci yg mempengaruhi lingkungan belajar dlm

Praktek klinik

• Pendekatan yg manusiawi

• Tim yg baik, Mhs merasa menjadi bagian dari tim

• Model manajemen PK yg efisen dan efektif

• Suporting /dukungan untuk belajar

• Apa yang harus dipelajari oleh P/d diterangkan dan diajarkan dgn jelas

• Diberi kesempatan mempraktekkan

. Umpan balik segera dan langsung, individual

. Ada model peran yang dicontoh

G. TAHAP PEMBELAJARAN KLINIK

 Persiapan

 Pelaksanaan

 Evaluasi.

Tahap Pembelajaran Ketrampilan Klinik (Dreyfus) :

 Novice (pemula)

 Advance beginner (pemula lanjut)

 Competen (mampu)

 Proficient (cakap)

 Expert (Ahli)

Tahap Pembelajaran Ketrampilan Klinik (Payton 1986 cit Bond & Spurrit,

1999)

6
 Mendefinisikan dan menjelaskan kompetensi klinik yang dipelajari

 Mengidentifikasi kompetensi klinik ketika mahasiswa lain atau pembimbing

klinik melakukannnya

 Mendemontrasikan kompetensi klinik kepada orang lain

 Mempraktikkan kompetensi klinik dengan mendapatkan umpan balik

 Menggunakan kompetensi klinik dalam situasi yang nyata

 Mengajarkan kompetensi klinik kepada orang lain

Tahap Pembelajaran Ketrampilan Klinik ( Bond & Spurrit, 1999)

 Cognitive phase : mahasiswa belajar memahami kompetensi klinik yang

akan mereka pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya

 Close phase : mahasiswa belajar mempraktikan secara sederhana

 Open phase : mahasiswa bermain peran, simulasi, observasi klinik dan

praktik klinik

 Automatic phase : mahasiswa secara otomatis melakukan ketrampilan

tersebut.

Kesiapan Mahasiswa dalam pembelajaran klinik

 Low readiness (tidak mampu dan tidak mau)

 Moderate readiness (tidak mampu tapi punya kemauan)

 Moderate readiness (mampu tapi tidak punya kemauan)

 High readiness (mampu dan mau)

H. Pola pendekatan pendidikan klinik

 Low readiness : bercerita, mengarahkan, memandu dan menstruktur

7
 Moderate readiness : diterima,melatih, menjelaskan, mengajak, meyakinkan

dan mengklarifikasi

 Moderate readiness : berpartisipasi, mendukung, kerjasama dan

memfasilitasi

High readiness : mendelegasikan, mengobservasi dan mengawasi

I. Supervisi klinik /Bimbingan klinik

 Ketentuan tentang pendampingan, pemberian umpan balik untuk

pengembangan pribadi, profesional dan pendidikan mahasiswa dalam

penyediaan pelayanan kesehatan yang sesuai dan tepat bagi pasien

 Supervisi dapat dilakukan

 On the job

 One to one meeting

 Group supervision

Supervisi / bimbingan klinik yang efektif

 Mampu mengobservasi dan mempraktikan

 Memberikan constructive feedback

 Mengajar

 Memecahkan maslah

 Memotivasi

 Mendorong otonomi

 Memberikan informasi

 Menghargai diri sendiri dan orang lain

 Mengelola pelayanan

8
 Menciptakan suasana yang mendukung

 Mengadvokasi

 Menegosisasi

 Mengelola waktu

 Mengorganisasi

Sembilan Model Supervisi Klinik :

1. Shadowing a junior doctor : Mahasiswa menjadi dokter junior

2. Patient centred model : Mahasiswa mengikuti pasien di klinik mulai masuk,

sampai pulang bahkan melakukan home visit

3. Apprenticeship model : Mahasiswa belajar di bangsal, tetapi tidak menjadi

bagian dari tim bangsal

4. Grand round model : Mahasiswa hanya terlibat konsultasi atau presentasi

5. Bussiness ward round : Kegiatan lebih kearah konsultasi mahasiswa

6. Teaching ward round :Mahasiswa praktik di bangsal untuk melakukan tindakan

anamnesa atau pemeriksaan fisik

7. Report back model : mahasiswa melakukan tindakan tertentu kemudian melaporkan

kepada pembimbing dan kemudian mendapat feedback

8. Clinical conference : Mahasiswamenghadiri salah satu presentasi mahasiswa yang lain /

seniornya

9. Training ward model : Suatu bangsal dibuat untuk menjadi tempat pembelajaran khusus

9
BAB II

Pendekatan Dalam Pembelajaran Klinik

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Mata kuliah ini membahas tentang konsep pendekatan dalam pembelajaran

klinik dan cara menggunakan berbagai metode pembelajaran klinik dalam

praktik kebidanan. Mata kuliah ini menggunakan competency based learning

serta metode interaktif yang membentuk mahasiswa terlibat aktif

B. Manfaat Mata Kuliah

Dengan adanya mata kuliah metodologi khusus diharapkan mahasiswa

menjadi lebih kompeten dan lebih professional dalam melaksanakan

pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan

C. Tujuan Intruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa mampu memahami tentang

hakikat pembelajaran klinik kebidanan

D. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa kompeten dalam

menjelaskan pendekatan dalam pembelajaran klinik.

10
II. PENYAJIAN

A. Preseptoring

1. Pengertian

Salah satu cara untuk mengembangkan mutu pembelajaran klinik

adalah dengan menerapkan  metode preseptorship dan mentorship yang baik.

Pengalaman praktek yang maksimal selama di lapangan praktek akan dapat

mengintegrasikan semua pengetahuan, keterampilan dan sikap mahasiswa

yang akan menjadi bekal  bagi mahasiswa setelah selesai dari institusi

pendidikan.

Preseptorsip adalah suatu metode pengajaran dimana seorang praktisi

yang memiliki pengalaman di bidangnya yang mampu memberikan dukungan

kepada mahasiswa dalam memahami perannya dan hubungan kesejawatan.

Preseptorsip bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan individu

dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya antara perawat yang

berpengalaman (preseptor) dengan perawat baru (preseptee) yang didesain

untuk membantu perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan

menjalankan tugas yang baru sebagai seorang perawat atau bidan. Menurut

CAN (2004) program preseptorsip dalam pembelajaran bertujuan untuk

membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi perawat

yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah

pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan

akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam

11
mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik

terhadap pasien dan staf  lainnya .

Mentorsip adalah suatu metode dimana seorang pembimbing klinik

yang lebih terampil atau berpengalaman membimbing 1 orang mahasiswa

semester akhir atau karyawan baru dalam mengintegrasikan semua ilmu,

sikap dan keterampilan kebidanan/keperawatan termasuk memahami peran

bidan/perawat secara komprehensif. Pembimbing klinik yang berpengalaman

disebut mentor, sementara individu yang dibimbing adalah mentee.

Mentorsip bertujuan agar individu yang memiliki pengalaman lebih

sedikit (mentee) dapat menambahkan atau mengembangkan kompetensinya

yang sudah dimilikinya. Seorang mentor harus mempunyai pengetahuan yang

cukup banyak untuk memberikan saran agar memastikan mentee

mendapatkan kemajuan maksimum. Namun seringkali kita melihat keadaan

yang berbeda dimana seorang pembimbing klinik tidak maksimal dalam

menunjukkan kemampuannya membimbing peserta didik, baik dikarenakan

beban kerja fungsional yang banyak dalam pelayanan kepada pasien,

komunikasi yang tidak jelas dengan institusi pendidikan, atau bahkan

kurangnya kepercayaan diri dari pembimbing klinik tersebut. Hal ini yang

mendorong pentingnya pembahasan tentang metode preseptorsip dan

mentorsip di klinik agar proses bimbingan di lapangan dapat maksimal dan

peserta didik dapat mencapai target  pembelajaran serta kompetensi yang

diharapkan.

12
Preseptoring adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran

kepada mahasiswa dengan menggunakan bidan sebagai model perannya.

Preseptoring bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan individual

dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya antara bidan yang

berpengalaman (preceptor) dengan bidan baru (preceptee) yang didesain

untuk membantu bidan baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan

menjalankan tugas yang baru sebagai seorang bidan. (CNA, 1995). Program

Preseptoring dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan

tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi bidan yang profesional dan

berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah pencapaian berupa

memberikan bidanan yang aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat

dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi bidanan pasien

dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya

(CNA, 2004)

Menurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009) mendefinisikan

Preseptoring sebagai suatu periode (Preseptoring) untuk membimbing dan

mendorong semua praktisi kesehatan baru yang memenuhi persyaratan untuk

melewati masa transisi bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan

praktik mereka lebih lanjut (Keen, 200).

Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Preseptoring adalah

sekurang-kurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya ditentukan

oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui karakteristik dari

mahasiswa atau praktisi, persyaratan yang dibutuhkan dan karakteristik

13
tempat di mana pelaksanaan Preseptoring akan dilakukan. Seorang preceptor

adalah orang yang mampu melakukan dan telah mendapatkan kompetensi

dasar yang dibutuhkan bagi seorang pemula. Beberapa kompetensi yang

diberikan oleh preceptor akan disesuaikan oleh tempat di mana mereka

bekerja dan disesuaikan oleh masing-masing bidang kebidanan oleh peran

preceptor.

Peran serta preceptee terdapat dalam pengkajian dan evaluasi formatif

dan sumatif. Evaluasi dalam program Preseptoring dapat dilaporkan kepada

institusi dengan meyakinkan bahwa mahasiswa telah mendapatkan

kompetensi yang dibutuhkan dalam keamanan diri, etika dan praktek yang

kompeten.

Kebanyakan sekolah bidan mempunyai program untuk

mengikutsertakan Preseptoring untuk membantu mahasiswa mendapatkan

kompetensi klinik dan mempersiapkan mereka untuk masa transisi terhadap

tempat bekerja, khususnya di fase akhir dari program. Institusi pendidikan

kebidanan yang menerima mahasiswa dari unit lain tetapi ingin mendapatkan

gelar di bidang kebidanan, juga menggunakan

Preseptoring untuk membantu menyesuaikan dengan peran yang baru.

Pada akhirnya pengembangan staf di fasilitas layanan kesehatan yang

menggunakan Preseptoring untuk mengorientasikan pegawai baru atau bidan

yang pindah dari unit yang berbeda telah menjadi hal biasa saat ini.

14
2. Elemen-elemen di dalam Preseptoring

Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul “Preseptoring

Framework” elemen-elemen Preseptoring meliputi bidan baru, preceptor, dan

bidan klinik.

a. bidan baru

1)      Kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan pengetahuan,

kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari.

2)      Mengembangkan kompetensi spesifik yang berhubungan dengan

peran preceptee.

3)      Akses dukungan dalam menanamkan nilai-nilai dan harapan- harapan

profesi.

4)      Personalisasi program pengembangan yang mencakup pembelajaran

post-registrasi seperti kepemimpinan, manajemen, dan bekerja secara

efektif dalam tim multi disiplin.

5)      Kesempatan untuk merefleksikan praktek dan menerima umpan balik

yang konstruktif.

6)      Bertanggung jawab atas pembelajaran individu dan pengembangan

dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.

7)      Kelanjutan dari pembelajaran sepanjang hayat.

8)      Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil kebidanan.

b. Preceptor

1)      Bertanggung jawab untuk mengembangkan orang lain secara

profesional agar mencapai potensi.

15
2)      Ikut merumuskan dan terus menunjukkan pengembangan profesional.

3)      Bertanggung jawab untuk mendiskusikan praktek individu dan

memberikan umpan balik.

4)      Bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman

individu yang dimiliki.

5)      Memiliki wawasan dan empati dengan praktisi bidan baru selama fase

transisi.

6)      Bertingkah laku sebagai role model yang teladan.

7)      Menerima persiapan sebagai peran.

8)      Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil kebidanan.

c. Bidan Klinik
1)      Proses penjaminan kualitas.

2)      Menanamkan kerangka pengetahuan dan sikap diawal kerja.

3)      Mempromosikan dan mendorong kultur kerja yang terbuka, jujur, dan

transparan diantara para staf kebidanan,

4)      Mendukung pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan

efisien.

5)      Mengindikasikan komitmen organisasi dalam pembelajaran.

3. Keuntungan Preceptoring
Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh preceptor

menunjukan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik (Udlis,

2006).Program Preseptoring juga telah terbukti bermanfaat dalam mengendalikan

biaya melalui retensi bidan baru, peningkatan kualitas pelayanan, dan mendorong

16
pengembangan professional. Studi deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007)

menemukan bahwa kompetensi

kebidanan diantara para mahasiswa bidan senior secara positif

berhubungan dengan partisipasi dalam program Preseptoring klinis.   Bagi

partisipan, Preseptoring sebagai sarana untuk memfasilitasi suksesnya proses

masuk dan orientasi di profesi kebidanan, membantu dalam pengembangan

kemampuan serta efektivitas waktu. Bagi preceptor akan mendapatkan kepuasan

ketika seorang pemula yang dibimbingnya menjadi lebih percaya diri (Neumanet.

al.,2004; Wright, 2002).

Preceptor mendapatkan keuntungan dari meningkatnya harga diri dan

kesadaran diri sebagai seorang panutan. Bagi institusi, Preseptoring

meningkatkan kualitas dari praktik profesi kebidanan dan lebih menghemat biaya

dari pada orientasi secara manual. Program Preseptoring memberikan

keuntungan kepada semua komponen yang terdapat didalamya.

Canadian Nurse Association (CNA) menyebutkan ada tiga pihak yang

mendapatkan keuntungan dari program Preseptoring ini yaitu preceptee

(partisipan), institutuion    (institusi pendidikan)  , dan profession (profesi)

a.       Bagi peceptee (partsipan)

1)      Adanya peningkatan kepuasan kerja.

2)      Penurunan tingkat stress bagi mahasiswa.

3)      Perkembangan diri yang signifikan.

4)      Meningkatkan kepercayaan diri.

6)      Penciptaan sikap, pengetahuan, dan kemampuan yang lebih baik.

17
b.       Bagi institusi

1)      Penghematan biaya bidanan.

2)      Meningkatkan perekrutan bidan baru.

3)      Peningkatkan upaya penyembuhan terhadap pasien.

4)      Meningkatkan loyalitas intsitusi.

5)      Meningkatkan produktivitas.

c.      Terhadap profesi kebidanan

1)      Meningkatkan dukungan terhadap lulusan baru.

2)      Meningkatkan kualitas kerja bagi bidan yang sudah bekerja,

3)      Mengurangi angka perekrutan bidan.

4)      Meningkatkan jumlah bidan yang mempunyai nilai kepemimpinan

dan pengajaran yang baik.

Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya “Preseptoring Framewok”

terdapat keuntungan dalam mengimplementasikan Preseptoring yang

berdampak pada peningkatan kepuasan pasien. Ann Keen menyebutkan

terdapat empat pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya program

Preseptoring ini.

a.       Praktisi yang baru terdaftar

1)      Meningkatkan kepercayaan diri.

2)      Sosialisasi yang profesional ke dalam lingkungan kerja.

3)      Meningkatkan kepuasan bekerja yang mengarah kepada perbaikan

kepuasan pasien atau klien.

4)      Merasa dihargai dan dihormati oleh organisasi pekerja.

18
5)      Merasa diinvestasikan dan meningkatkan karir masa depan.

6)      Merasa bangga dan berkomitmen terhadap strategi korporasi dan

tujuan organisasi.

7)      Mengembangkan pemahaman tentang komitmen dalam bekerja

didalam profesi dan persyaraan badan pengawas.

8)      Tanggung jawab pribadi untuk meningkatkan pengetahuan.

b.     Pegawai

1)      Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien.

2)      Meningkatkan rekrutment dan retensi.

3)      Mengurangi sakit dan ketidakhadiran.

4)      Meningkatkan pengalaman pemberian pelayanan yang baik.

5)      Meningkatkan kepuasan staf.

6)     Kesempatan untuk mengidentifikasi staf kebidanan yang

membutuhkan dukungan tambahan atau pergantian peran.

7)      Mengurangi resiko komplain.

8)      Praktisi yang terdaftar yang mengerti tentang peraturan kebidanan,

mereka memberikan dan mengembangkan suatu hasil dari

pendekatan yang berbasis fakta.

9)      Mengidentifikasi staf yang membutuhkan dukungan tambahan yang

lebih lanjut.

c.     Preceptor

1)      Mengembangkan penilaian, supervisi, mentoring dan keterampilan

pendukung.

19
2)      Mengenali komitmen terhadap profesi mereka dan peraturan-

peraturan yang dibutuhkan.

3)      Mendukung pembelajaran sepanjang hayat.

4)      Meningkatkan aspirasi karir masa depan.

d.     Profesi

Merangkul tanggung jawab profesi yang meliputi :

1)      Menyediakan standar yang tinggi dari praktik dan pemberian

pelayanan di semua sektor.

2)      Membuat bidanan prioritas, memperlakukan pengguna jasa sebagai

individu dan menghormati martabat mereka.

3)      Bekerja dengan praktisi medis lain untuk melindungi dan

mempromosikan kesejahteraan dan kesehatan mereka, keluarga

mereka, dan masyarakat yang lebih luas.

4)      Bersikap terbuka dan jujur, bertindak dengan integritas dan

menegakan reputasi dari profesi.

5)      Meningkatkan gambaran dari profesi pemberi layanan kesehatan

4. Pertimbangan-pertimbangan Keberhasilan Program Preseptoring

Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan

program Preseptoring, termasuk tingkat kecemasan pada preceptee, beban

kerja preceptor, konflik dan kemitraan. Pengalaman dalam program

Preseptoring dapat menyebabkan stress yang signifikan terhadap preceptee

(Yonge, Myrick, & Haase, 2002) dan dapat menimbulkan kekecewaan

tentang profesi kebidanan. Keterbukaan dalam berbagi informasi antara

20
preceptee dan preceptor maupun dengan koordinator program dan penasihat

fakultas adalah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan dan harus tetap

dipertahankan. Seorang preceptor harus mengetahui tentang bagaimana

mengenali stress pada preceptee, bagaimana cara membantu mereka

mengatasi stress atau bagaimana cara memberikan bantuan lebih lanjut,

misalnya konseling ketika itu memang dibutuhkan.

Sama halnya, beban kerja yang berlebih dapat mempengaruhi

kepuasan kerja bagi sebagian preceptor (Lockwood-Rayerman, 2004).

Beban kerja berlebih mungkin bersumber dari banyaknya pasien yang

harus ditangani disamping harus berperan sebagai preceptor untuk

memenuhi tanggung jawab, mempunyai preceptee yang terlalu banyak, dan

tidak diberi pilihan dalam mengambil tanggung jawab tambahan sebagai

seorang preceptor. Ini merupakan isu-isu etik yang harus dipertimbangkan

ketika akan menjalankan program Preseptoring di tempat kerja kebidanan.

Penting untuk mengenali bahwa konflik bisa saja timbul antara

preceptor dan preceptee (Mamchur & Myrick, 2003). Program-program

orientasi harus memberikan wawasan dan pendekatan bagi preceptor dan

preceptee tentang bagaimana mengenali dan menyelesaikan masalah.

Secara ideal, Preseptoring adalah suatu kemitraan antara preceptor

(yang mana bertanggung jawab untuk mengajari, mengevaluasi, dan

memberikan umpan balik) dan preceptee serta koordinator program /

penasihat fakultas. Untuk mewujudkan program Preseptoring yang sukses,

21
yang terakhir yang harus disiapkan adalah menyediakan kursus orientasi,

dukungan evaluatif dan informatif untuk preceptor dan preceptee.

B. Preceptor

1. Defiisi Preceptor

Preceptor didefinisikan sebagai seseorang yang sudah ahli dalam

memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa (Moyer & Wittmann Price,

2008).

Definisi lain dari preceptor adalah bidan yang sudah terdaftar yang

memberikan supervisi melalui hubungan perseorangan dengan mahasiswa

bidan selama dalam tatanan klinik (Barker, 2010).

Preceptor adalah seseorang yang memberikan pengajaran, konseling,

memberikan inspirasi, bekerja sebagai seorang panutan, mendukung

pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru yang dibimbingnya

dengan waktu yang terbatas dan dengan tujuan yang spesifik dari sosialisasi

pemula menjadi peran yang baru (Morrow, 1984).

Preceptor memberikan sarana yang efektif untuk menjembatani

kesenjangan antara teori dan praktek dalam pendidikan kebidanan dan

membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang memasuki dunia

kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat membantu mahasiswa maupun

lulusan baru untuk lebih memahami karakteristik tempat kerja dan membantu

beradaptasi dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa preceptor adalah seorang

yang staff kebidanan yang sudah berpengalaman dan sudah terdaftar yang

memberikan pengarahan dan supervisi secara formal dalam waktu yang sudah

22
ditentukan dan dengan tujuan khusus terhadap mahasiswa yang baru lulus dan

masuk dalam dunia kerja kebidanan agar lebih mudah beradaptasi dengan

lingkungan dan dapat memaksimalkan proses transisi dari seorang pemula

menjadi bidan yang lebih berpengalaman.

2. Karakteristik Preceptor

Kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama menuju

proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai kemampuan untuk

menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah pertimbangan yang penting

dibutuhkan oleh seorang preceptor (Altman, 2006).

Studi fenomena yang dilakukan oleh Ohrling dan Hellberg (2001) dimana

17 staff bidan menceritakan pengalaman mereka selama berperan menjadi

preceptor menemukan bahwa bidan mengerti pemahaman tentang

Preseptoring seperti mengurangi perasaan ketidakberdayaan kepada

mahasiswa ketika belajar dan memberdayakan mahasiswa ketika praktik.

Preceptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan mahasiswa

kebidanan kepada pengalaman klinik yang efektif yang secara langsung

meningkatkan perkembangan kepercayaan dan kompetensi (Spouse, 2001).

Seorang preceptor juga dapat mempengaruhi perkembangan sikap

profesionalisme terhadap mahasiswa.

Kriteria Preceptor

• Mempunyai minat/interes & komitmen yg tinggi terhadap bimbingan praktik

mahasiswa (proses belajar/mengajar)

23
• Bersedia memfasilitasi proses pembelajaran klinik sepanjang mahasiswa

praktik (3 bulan)

• Bidan yg punya praktik yg komprehensif

(antenatal,intrapartum,postpartum,BBL,KB)

• Bidan yang sealalu mengikuti praktik sesuai perkembangan terkini

(evidence based)

3. Kompetensi preceptor

Seorang preceptor harus memiliki kompetensi yang sesuai agar

perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui dan akan mendukung

profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses Association

menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang preceptor, yaitu

a.      Kolaborasi

1)      Berkolaborasi dengan preceptee pada semua tahapan Preseptoring.

2)      Menyusun dan menjaga kerjasama dengan penasehat / kepala

fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi pelayanan kesehatan, dan

klien)

3)      Membuat jaringan dengan preceptor lain untuk mendiskusikan

peningkatan praktik.

4)      Membantu menginterpretasikan peran preceptee kepada individu,

keluarga, komunitas dan populasi.

b.      Karakter Personal

1)      Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.

24
2)      Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan perkembangan

pembelajaran preceptee.

3)      Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang positif.

4)      Beradaptasi untuk berubah.

5)      Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan klien dan

universitas.

6)      Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.

7)      Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan

preceptor.

8)      Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee(latar

belakang pendidikan, ras, kultur dll)

9)      Menggabungkan preceptee ke dalam budaya sosial. 10) Memiliki

kepercayaan diri dan kesabaran.

10)  Mengakui keterbatasan diri dan berkonsultasi dengan orang lain.

c.    Fasilitasi belajar

1)     Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam bekerjasama

dengan preceptee dan penasehat fakultas / koordinator program

dengan cara :

a)      Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu (praktik,

pendidikan), standar praktik, tempat (rumah sakit, klinik spesialis).

b)      Membicarakan harapan hasil pembelajaran berdasarkan atas

data pada kompetensi dasar.

25
c)      Mengkaji pengalaman preceptee sebelumnya dengan tanggung

jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga pemahaman,

perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran yang spesifik pada

tempat praktek.

d)     Mengidentifikasi potensi belajar pada tempat praktek yang akan

menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan belajar preceptee.

e)      Membantu preceptee untuk mengembangkan hasil pembelajaran

individu, peran saat praktek sesuai dengan panduan Specific

(spesifik), Measurable and observable (dapat diukur dan

diobservasi), Achievable (dapat dicapai dengan sumber yang

memadai selama Preseptoring), Relevant (relevan), Time (waktu).

2)   Merencanakan aktivitas pembelajaran klinik dalam bekerjasama

dengan preceptee dan dengan penasehat fakutas/koordinator

program, dengan cara :

a)      Membantu preceptee untuk mencari tempat kegiatan

pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan untuk

membuat waktu preceptee supaya optimal.

b)      Ketika memungkinkan, pilihlah tugas klinik/aktivitas

pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada hasil

pembelajaran dan cara belajar preceptee.

c)      Ketika memungkinkan urutkan tugas klinik / aktivitas

pembelajaran selama Preseptoring dari hal yang kecil sampai yang

kompleks guna meningkatkan pengetahuan.

26
3)    Mengimplementasikan pembelajaran klinik dalam tempat praktek

dengan bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas /

koordinator program dengan cara :

a)      Menyusun strategi pembelajaran klinik dengan tepat.

b)      Membantu preceptee dalam menyiapkan fasilitas pembelajaran.

c)      Ketika memungkinkan, kaji aktivitas preceptee. Ini bertujuan

untuk mengetahui kemajuan dan mengatur aktivitas tersebut.

d)     Berdiskusi dengan preceptee terkait kendala-kendala dalam

praktek.

e)      Mengklarifikasi peran preceptor dan preceptee untuk

merencenakan kegiatan.

f)       Memberikan umpan balik secara konstruktif (contohnya

pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).

g)      Melakukan intervensi secara cepat dalam hal-hal yang tidak

diinginkan.

h)      Penyesuaian level supervisi guna membantu perkembangan diri.

4)   Mengevaluasi hasil pembelajaran klinik dalam kerjasama dengan

preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator program dengan

cara :

a)      Memberikan umpan balik secara konstruktif menggunakan

lembar evaluasi       (contohnya evaluasi formatif harian/mingguan)

b)      Menanyakan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan

preceptee yang telah dipelajari.

27
c)      Menjelaskan penilaian preceptor terhadap kegiatannya.

d)     Mendiskusikan ketidakcocokan antara preceptor dan preceptee

e)      Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam melengkapi lembar

evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi diri, dan

untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran dan potensi

berikutnya (contohya, evaluasi sumatif yang dilakukan saat tengah

dan akhir pembelajaran klinik).

f)       Memberikan pujian dan dukungan pembelajaran lingkungan

dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian dan

kemajuan menjelang pertemuan melalui proses evaluasi.

g)      Memberikan umpan balik yang positif tentang peningkatan atau

kesalahan untuk mendapatkan fundamental, profesional atau

sasaran diri.

h)      Melakukan langkah yang tepat jika perkembangan hasil

pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi

dengan pembimbing fakultas / koordinator program).

i)        Menanyakan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa untuk

menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor untuk

memfasilitasi pembelajaran klinik.

d.     Praktik Profesional

1)      Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar

kebidanan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode etik

kebidanan.

28
2)      Bekerja.

3)      Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan

keputusan peraturan provinsi dan kode etik kebidanan.

4)      Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang berhubungan

dengan pembelajaran klinik.

e.     Pengetahuan Tatanan Klinik

1)      Isi dasar pengetahuan

a)      Misi dan filosofi.

b)      Sistem bidanan (kelompok kebidanan, kebidanan utama).

c)      Kebijaksanaan dan prosedur.

d)     Lingkungan fisik.

e)      Peran dan fungsi interdisiplin.

f)       Format, dokumentasi dan mekanisme pelaporan.

g)      Sumber pembelajaran.

2)      Menunjukkan peran bidan dengan kelompok mutidisiplin (contohnya;

farmasi, pekerja sosial, psikology, terapi okupasi).

3)     Mengkaji garis besar institusi pendidikan bagi mahasiswa dan

preceptor/clinical instructor (contohnya; harapan dari pelaksanaan

pembelajaran klinik, dan apa yang dilakukan mahasiswa selama

pembelajaran klinik.

4. Peran Preceptor

Menurut Minnesota Department of Health (2005), seorang preceptor

mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh, pendidik, dan sebagai panutan.

29
Tugas atau peran seorang preceptor adalah menjembatani kesenjangan

antara apa yang preceptee pelajari ketika di kampus dengan kenyataan yang

ada di lapangan. Preceptor membantu preceptee untuk menumbuhkan

kepercayaan diri dan mendapatkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan

ketika melakukan peran barunya sebagai bidan di klinik (Oerman & Heinrich,

2003)

Preceptor memfasilitasi pembelajaran mahasiswa melalui

pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan Preseptoring.

Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang

mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi bidan yang

berkompeten dengan segala kerentanannya selama proses pembelajaran

(Ohlring, 2004). Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai,

a.      Role Modelling (panutan)

1)      Menunjukan praktik kebidanan profesional yang kompeten,

mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal yang

profesional.

2)      Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan

anggota tim dan pasien.

3)      Mengetahui pengetahuan pasien tentang tempat, kebutuhan

klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan klinikal.

4)      Mengetahui kebutuhan utama pasien.

30
b.  Skill Building (Pembangun kemampuan)

1)      Mengembangkan sebuah pembelajaran kontrak atau

menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi kemampuan

yang dimiliki untuk difungsikan di level yang diharapkan dari area

kerja.

2)      Memastikan preceptee menjadi tidak asing lagi dengan kompetensi

utama dari area kerja.

3)      Menyesuaikan gaya pengajaran agar cocok dengan gaya

pembelajaran dari preceptee.

4)      Menciptakan kesempatan pembelajaran, mengijinkan untuk praktik,

pengulangan dan evaluasi diri.

c.  Critical Thinking (Pemikir yang kritis)

1)      Mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan yang sudah dimiliki

oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta kemampuan

tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan.

2)      Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui masalah.

3)      Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab pertanyaan.

4)      Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat reguler.

5)      Mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan rasional untuk

praktik mahasiswa.

6)      Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan resiko dan

pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari kesalahan.

31
d.  Socialization (Sosialisasi)

1)      Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau praktikan

di tempat kerja.

2)      Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu ruang,

peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit, rantai perintah dan

sumber daya.

3)      Mengorientasikan preceptee terhadap tempat kerja, pengenalan,

komunitas di dalam praktik dan budaya tim.

Menurut Judith M. Scanlan (2008) tugas seorang preceptor adalah :

a.       Menjelaskan orientasi tempat bagi mahasiswa.

b.      Mempertahankan pengetahuan dasar saat ini yang berfungsi

sebagai sumber pengetahuan sebagai peran bidan.

c.       Sebagai model praktik kebidanan professional.

d.      Memberikan pengawasan (supervise) klinik.

e.       Membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan peran baru

yang melekat dalam praktek professional.

f.       Berkontribusi dalam evaluasi sistem yang mengukur kemajuan

mahasiswa.

g.      Berkomunikasi dengan dosen dan mahasiswa untuk memfasilitasi

fungsi dari pengalaman Preseptoring.

32
Menurut Departemen Kesehatan Minessota (2005) peran seorang

preceptor adalah :

a.    Bersama dengan departement administrasi kesehatan, mahasiswa,

dan fakultas mengidentifikasi berbagai kesempatan belajar yang

berbasis populasi sebagai tambahan pengalaman bagi mahasiswa

kebidanan.

b.  Memastikan komunikasi yang berkelanjutan dengan departemen

kesehatan, sekolah kebidanan dan mahasiswa.

c.   Bersedia meluangkan waktu untuk mahasiswa sebagaimana yang

sudah dijadwalkan dan menghubungi mahasiswa apabila tidak bisa

membuat jadwal pertemuan.

d.  Mendukung kurikulum berbasis populasi dan membantu dalam

penerapannya di kehidupan nyata dalam kerangka tujuan klinik.

e.   Membantu mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan

pengetahuan untuk praktik yang berbasis populasi.

f.   Bertindak sebagai departemen kesehatan dan narasumber

masyarakat untuk fakultas.

g.   Bertindak sebagai narasumber masyarakat dan mendukung

mahasiswa kebidanan di dalam instansi kebidanan.

h.   Mengintegrasikan teori pembelajaran orang dewasa dan prinsip-

prinsip dalam interaksi dengan mahasiswa.

33
i.    Memberikan umpan balik mengenai kemajuan siswa,

mengidentifikasi masalah, dan menyarankan cara-cara untuk

menyelesaikan masalah.

Prosedur Model Preseptoring

Langkah pelaksanaannya, yaitu:

(1) Identifikasi kesan pertama

(2) Konfirmasi atau menolak kesan tersebut

(3) Identifikasi masalah

(4) Kembangkan tujuan pengajaran

(5) Rancang metode untuk mencapai tujuan

(6) Evaluasi hasil yang diperoleh

C. Mentoring

Mentorsip atau mentoring adalah suatu metode pembelajaran klinik

dimana seorang pembimbing klinik membimbing 1 orang  mahasiswa semester

akhir  atau pegawai baru  dalam mengintegrasikan semua keterampilan,

attitude, pengetahuan kebidanan/keperawatan  termasuk memahami peran

bidan/perawat secara komprehensif. Individu yang berperan sebagai

pembimbing disebut mentor, sementara individu yang dibimbing disebut

mentee.

Fungsi mentor adalah sebagai :

a.         Coach

b.        Konselor

c.         Guide

34
d.        Role model

e.         Sponsor

f.         teacher

Peran Mentor

Personal Fungsional Relation


Promoting Providing Fasiliting
Self development Mengajar Interpersonal
Relationship
Membangun Mengamati/coachi Sosial
kepercayaan ng Relationship
Kreatifitas Role modeling Jaringan kerja
Memanfaatkan Councelling Sharing
potensi
Mengambil resiko Support Kepercayaan /
trust
Guidance
Advice
Sponsorship
Resources

35
Kompetensi Mentor
 Memiliki pengetahuan & pengalaman yg lebih agar dapat melaksanakan
pekerjaannya dgn efektif dalam organisasi & mampu mengomentari & memberi
perhatian pada yg lain
 Mampu membangun kekuatan mentee & memberi umpan balik yg terkonstruksi
terhadap keterbatasannya
 Memiliki keterampilan yg berhubungan dgn interpersonal,komunikasi,konseling,
& keterampilan mengamati & memberikan instruksi
 Mampu mempersiapkan sarana & informasi yang berhubungan
 Mampu membuat penilaian yang baik
Tantangan dalam mentoring
 Perbedaan presepsi tantangan mentoring
 Tidak ada catatan tentang tujuan & fungsi mentor secara jelas
 Kurangnya data (evidence)
 Kebingungan terhadap peran pendukung yang lain
Perbedaan Preceptor dan Mentor

Mentor Preceptor
Memungkinkan hubungan yang Memungkinkan hubungan yang
bersifat personal bersifat fungsional
Membantu dalam dunia kerja yang Membantu dalam pengembangan
lebih luas kompetensi klinis dan praktik

Sosialisasi karir Sosialisasi klinik


Dukungan dalam pembelajaran tidak Dukungan dalam pembelajaran
terstruktur terstruktur
Jangka panjang, ditentukan Jangka pendek, tergantung alokasi
berdasarkan kebutuhan masing-masing waktu klinik, dukungan dalam
individu yang terlibat periode tertentu

36
Membantu dalam multiphase tetapi Peran spesifik dengan penekanan
tidak ada penilaian formal pada role model dan pengembangan
keterampilan

BAB III

METODE PEMBELAJARAN KLINIK

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

37
Mata kuliah ini membahas tentang cara menggunakan berbagai metode
pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan meliputi Bedside teaching,
Case Presentation, Clinic tour, Case study, dan Coaching. Mata kuliah ini
menggunakan competency based learning serta metode interaktif yang
membentuk mahasiswa terlibat aktif
B. Manfaat Mata Kuliah

Dengan adanya mata kuliah metodologi khusus diharapkan mahasiswa


menjadi lebih kompeten dan lebih professional dalam melaksanakan
pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan

C. Tujuan Intruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa mampu memahami tentang


hakikat pembelajaran klinik kebidanan
D. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini mahasiswa kompeten dalam


melaksanakan pembelajaran klinik dalam praktik kebidanan

II. PENYAJIAN
A. Bedside Teaching
Perkembangan metode pembelajaran di bidang kesehatan atau

kedokteran dapat dikatakan berjalan sangat lambat. Hingga tahun 1950-

an, metode yang ada belum banyak beranjak dari metode yang ada sejak

38
zaman Hipocrates yaitu pembelajaran didaktik l dan dijalankan atas

arahan para pendidik yang menjadi narasumber utama. Metode ini disebut

sebagai metode tradisional.

Hingga sekarang sebagian besar tenaga pendidik di bidang

kesehatan atau kedokteran hanya mengandalkan metode pembelajaran

tradisional dan enggan untuk mengalihkan metode itu menjadi metode

alternatif yang lebih menantang dan berhasil guna. Hanya sebagian kecil

tenaga pendidik atau sekolah kedokteran baru yang banyak

menggunakan metode alternatif yang terbukti efektif, salah satunya

bedside teaching.

Metode pembelajaran yang tepat efektif dan efisien sangat

dibutuhkan bagi pendidikan di bidang kedokteran atau kesehatan. Pada

dasarnya luaran suatu sistem pendidikan, bukanlah semata-mata

tergantung dari metodenya, tetapi lebih kepada bagaimana suatu metode

diterapkan secara benar dan dilaksanakan oleh orang yang sangat

kompeten atau profesional dalam metode tersebut.

Bagaimanapun hebatnya metode pembelajaran bila para pengguna atau

pelaksana metode pembelajaran tidak memahami secara benar tentang

konsep dan cara penggunaanya, maka hasilnya juga tidak akan lebih

efektif dari berbagai metode sebelumnya. Tiga puluh (30) tahun yang lalu

pelaksanaan bedside teaching mencapai 75 % dari waktu pembelajaran.

Sedangkan pada tahun 1978 menurun hingga 16 % dan pada tahun 2007

tidak diketahui bagaimana pelaksanaannya. Pembelajaran merupakan

39
salah satu metode mendidik peserta didik di klinik yang memungkinkan

pendidik memilih dan menerapkan cara mendidik yang sesuai dengan

objektif (tujuan), dan karakteristik individual peserta didik berdasarkan

kerangka konsep pembelajaran (Nursalam, 2002). Maka pemilihan dan

penerapan metode bimbingan klinik dalam kondisi tertentu dengan

“Metode Bedside Teaching” sangat dimungkinkan.

Untuk membantu meningkatkan kemampuan/perilaku profesional

tersebut pada mahasiswa, mempersiapkan/meminimalisir hal-hal yang

menjadi pengaruh dalam pembelajaran klinik dan memilih atau

menerapkan metode pembelajaran klinik dengan Bedside Teaching

penting untuk dilakukan dengan harapan peserta didik dapat menguasai

keterampilan secara prosedural, tumbuh sikap profesional melalui

pengamatan langsung.

Pengertian Bedside Teaching

Bedside teaching adalah pembelajaran yang dilakukan langsung di

depan pasien. Dengan metode bedside teaching mahasiswa dapat

menerapkan ilmu pengetahuan, melaksanakan kemampuan komunikasi,

keterampilan klinik dan profesionalisme, menemukan seni pengobatan,

mempelajari bagaimana tingkah laku dan pendekatan dokter kepada

pasien.

Bedside teaching merupakan pembelajaran kontekstual dan

interaktif yang mendekatkan pembelajaran pada real clinical setting.

Bedside teaching merupakan metode pembelajaran yang peserta didiknya

40
mengaplikasikan kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif secara

terintegrasi. Sementara itu, dosen bertindak sebagai fasilitator dan mitra

pembelajaran yang siap untuk memberikan bimbingan dan umpan balik

kepada peserta didik. Di dalam proses bedside teaching diperlukan

kearifan fasilitator tentang kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak

diinginkan sebagai akibat dari interaksi antara peserta didik (mahasiswa

kesehatan) dan pasien.

a. Tujuan Bedside Teaching

1.      Peserta didik mampu menguasai keterampilan prosedural.

2.      Menumbuhkan sikap profesional.

3.      Mempelajari perkembangan biologis/fisik.

4.      Melakukan komunikasi dengan pengamatan langsung.

b. Prinsip Dasar Bedside Teaching

1.      Adanya kesiapan fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik

peserta didik dan klien.

2.      Jumlah peserta didik dibatasi idealnya 5-6 orang.

3.      Diskusi di awal dan akhir demonstrasi di depan klien dilakukan

seminimal mungkin.

4.      Lanjutkan dengan redemonstrasi.

5.      Kaji permasalahan peserta didik sesegera mungkin terhadap apa

yang dilakukan.

6.      Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum

pernah

41
diperoleh peserta didik sebelumnya,atau apabila peserta didik

menghadapi kesulitan penerapannya.

c. Keuntungan Bedside Teaching

Dalam penelitian Williams K (Tufts Univ, Maret 2008) dihasilkan

kesimpulan bahwa bedside teaching sangat baik digunakan untuk

mempelajari keterampilan klinik.

Beberapa keuntungan bedside teaching antara lain :

1.      Observasi langsung.

2.      Menggunakan seluruh pikiran.

3.      Klarifikasi dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.

4.      Kesempatan untuk membentuk keterampilan klinik

mahasiswa.

5.      Memperagakan fungsi :

a.      Perawatan

b.      Keterampilan interaktif

Bedside teaching tidak hanya dapat diterapkan di rumah sakit,

keterampilan bedside teaching juga dapat diterapkan di beberapa

situasi di mana ada pasien.

d. Kerugian Bedside Teaching

1.      Gangguan (misalnya ada panggilan telepon/HP berdering).

2.      Waktu rawat inap yang singkat.

3.      Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.

42
4.      Tidak ada papan tulis.

5.      Tidak dapat mengacu pada buku.

6.      Pelajar lelah.

e. Pelaksanaan Bedside Teaching

Keterampilan bedside teaching dapat kita laksanakan namun

sulit mencapai kesempurnaan. Oleh karena itu perlu perencanaan yang

matang agar berhasil dan efektif.

Persiapan sebelum pelaksanaan bedside teaching :

1.      Persiapan

a.      Tentukan tujuan dari setiap sesi pembelajaran.

b.      Baca teori sebelum pelaksanaan.

2.      Ingatkan mahasiswa akan tujuan pembelajaran :

a.    Mendemonstrasikan pemeriksaan klinik.

b.    Komunikasi dengan pasien.

c.    Tingkah laku yang profesional.

3.      Persiapan Pasien

a.      Keadaan umum pasien baik.

b.      Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan.

4.      Lingkungan/Keadaan

Pastikan keadaan ruangan nyaman untuk belajar :

a.      Tarik gorden.

b.      Tutup pintu.

c.      Mintalah pasien untuk mematikan televisinya.

43
Pelaksanaan bedside teaching antara lain:

1.      Membuat peraturan dasar

a.      Pastikan setiap orang tahu apa yang diharapkan dari

mereka.

b.      Mencakup etika.

c.      Batasi interupsi jika mungkin.

d.      Batasi penggunaan istilah kedokteran saat di depan

pasien.

2.      Perkenalan

a.      Perkenalkan seluruh anggota tim.

b.      Jelaskan maksud kunjungan.

c.      Biarkan pasien menolak dengan sopan.

d.      Anggota keluarga diperkenankan boleh berada dalam

ruangan jika pasien mengizinkan.

e.      Jelaskan pada pasien atau keluarga bahwa banyak yang

akan didiskusikan, mungkin tidak diterapkan langsung

pada pasien.

f.       Undang partisipasi pasien dan keluarga.

g.      Posisikan pasien sewajarnya posisi tim di sekitar tempat

tidur.

3.      Anamnesa

a.      Hindari pertanyaan tentang jenis kelamin atau ras.

b.      Hindari duduk di atas tempat tidur pasien.

44
c.      Izinkan interupsi oleh pasien dan pelajar untuk menyoroti

hal penting atau untuk memperjelas.

d.      Jangan mempermalukan dokter yang merawat pasien.

4.      Pemeriksaan fisik

a.      Minta pelajar untuk memeriksa pasien.

b.      Izinkan pasien untuk berpartisipasi (mendengarkan

bising, meraba hepar, dll).

c.      Minta tim untuk mendemonstrasikan teknik yang tepat.

d.      Berikan beberapa waktu agar pelajar dapat menilai hasil

pemeriksaan yang baru pertama kali ditemukan.

5.      Pemeriksaan Penunjang

a.      Jika mungkin tetap berada di samping tempat tidur.

b.      Rongent, ECG bila mungkin.

c.      Izinkan pasien untuk meninjau ulang dan berpartisipasi.

6.      Diskusi

a.      Ingatkan pasien bahwa tidak semua yang didiskusikan

akan dilaksanakan, biarkan pasien tahu kapan itu biasa

dilaksanakan.

b.      Hati-hati memberikan pertanyaan yang tidak dapat

dijawab kepada mahasiswa yang merawat pasien.

c.      Berikan pertanyaan pertama kali pada tim yang paling

junior.

45
d.      “Saya tidak tahu” adalah jawaban yang tepat, setelah itu

gunakan kesempatan untuk mencari jawaban.

e.      Hindari bicara yang tidak perlu.

f.       Izinkan pasien untuk bertanya sebelum meninggalkan

tempat tidur.

g.      Minta pasien untuk menanggapi bedside teaching yang

telah dilakukan.

h.      Ucapkan terima kasih pada pasien.

f.     Hambatan Bedside Teaching

Dalam pelaksanaan bedside teaching, ada beberapa hambatan yang

mungkin timbul dalam pelaksanaan bedside teaching :

1.      Gangguan (misalnya panggilan telepon).

2.      Waktu rawat inap yang singkat.

3.      Ruangan yang kecil sehingga padat dan sesak.

4.      Tidak ada papan tulis.

5.      Tidak dapat mengacu pada buku.

6.      Pelajar lelah.

Adapun beberapa hambatan dari pasien :

1.      Pasien merasa tidak nyaman.

2.      Menyakiti pasien, terutama pada pasien yang kondisi fisiknya

tidak stabil.

3.      Pasien tidak ada di tempat.

4.      Pasien salah pengertian dalam diskusi.

46
5.      Pasien tidak terbuka.

6.      Pasien tidak kooperatif atau marah

B. Case Persentation

1. Definisi Case Persentation

Persentasi adalah komunikasi langsung antara

penyaji/presenterdengan sekelompok pendengar/audience dalam situasi

teknis, saintifikatau professional untuk satu tujuan tertentu dengan

menggunakan teknik sajian dan media yang terencana. Didalam

kehidupan manusia sebagai pribadi maupun makhluk social menemukan

banyak kasus yang dihadapi yang perlu dipecahkan. Masalah tersebut

bisa dijadikan contoh untuk pembelajaran mahasiswa yaitudengan

presentasi kasus yang diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran

dengan memanfaatkan kasus yang ditemui, digunakan sebagai bahan

pembelajaran kemudian kasus tersebut dibahas bersama untuk

mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar.

Case presentation merupakan salah satu strategi pembelajaran

secara langsung. Strategi pembelajaran secara langsung sangat

diarahkan oleh pengajar. Metode yang cocok antara lan adalah ceramah,

tanya jawab, demontrasi dan latihan.

Tujuan dari presentasi bermacam-macam, misalnya untuk

membujuk (biasanya dibawakan oleh wiraniaga), untuk memberi informasi

(biasanya oleh seorang pakar), atau untuk meyakinkan (biasanya

dibawakan oleh seseorang yang ingin membantah pendapat tertentu).

47
Unsur presentasi yaitu adanya penyaji, moderator, audience/

peserta, dan observer. Penyaji adalah orang yang membawakan materi

kasus dalam presentasi(case presentation). Moderator adalah orang yang

memipin dan mengatur jalannya suatu case presentation. Moderator

mempunyai tugas membuka acara presentasi, meguraikan latar belakang

dan tujan case presentation, memperkenalkan biodata penyaji dan tema

case presentation, menentukan waktu penyajian dan diskusi atau

mekanisme tanya jawab, memimpin jalannya diskusi, setelah itu

merangkum pertanyaan yang telah diberikan dan kesimpulan dari diskusi

dari case presentation

Jenis Case Presentation

1. Presentasi Teks (Reading Presentation)

Bentuk penyajian dimana penyaji sepenuhnya menggunakan teks

(membaca kata demi kata yang tertuang dalam media penyajian)

2. Presentasi Hafalan (Memorized Presentation)

Gaya penyajian dimana isi bahan sajian ditulis dalam bentuk teks

tertulis lalu dihafalkan. Contohnya laporan hasil studi singkat,

hasilkunjungan atau observasi.

3. Penyajian Spontan (The Impromptu Presentation)

Penyajian langsung informal tanpa persiapan yang matang dipihak

pembicara, Contohnya; pertemuan khusus anda diminta member

sambutan karena kapasitas dan posisi anda.

4. Penyajian dgn kartu (The Note Cards Presentation)

48
Penyajian dengan kartu berisi uraian penyajian sesuai nalar pendengar,

namun inti sajian tetap disesuaikan dengan tujuan penyajian. Teknik

penyajian bebas, natural, dipersiapkan dengan matang dan sesuai

tingkat respon pendengar.

2. Kriteria Keberhasilan Case Presentation dalam Mencapai Tujuan

 Menarik perhatian peserta

 Isi presentasi disajikan secara sistematis

 Penjelasan sesuaikan dengan tingkat nalar pendengar

 Berikan contoh dan argumen yang kuat

 Tentukan tindak lanjut

3. Media Case Presentation

 Charts merupakan grafik, biasanya untuk menampilkan data statistic

berbentuk angka.

 Vidio dan Film merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur

audiovisual.

 Handouts merupakan media cetak tertulis berisi materi atau kasus yang

disampaikan

 Cartoons, Poster merupakan media cetak visual bertujuan untuk

persuasi

 Studi Kasus digunakan untuk memberikan kasus nyata pada case

presentation

 Demonstrasi merupakan metode yang memberikan pengalaman

kepada para siswa dengan observasi dan interaksi aktif melalui

49
demonstrasi.

 Slides merupakan media penayangan gambar dengan film. Pada

perkembangannya, slide sekarang merupakan betuk media presentasi

dengan program computer yaitu power point.

Syarat media case presentation yang efektif

 Mudah dilaksanakan penyaji dan diterima oleh audience

 Murah dibuat oleh penyaji, tanpa mengeluarkan biaya yang banyak

 Praktis digunakan untuk menyajikan case presentation

 Kesesuaian bahan dengan metode penyajian

 Kesesuaian media dengan karakteristik peserta/ audience

 Tepat, daya tahan (kuat),

 Tersedia

4. Langkah-Langkah Case Presentation yang Efektif

Sebelum mempersiapkan sebuah presentasi beberapa hal perlu diketahui

terlebih dahulu: (SPAM)

– Situation : Perhatikan waktu dan tempat Anda akan

memberikan presentasi

– Purpose (Tujuan) : Apa tujuan yang ingin dicapai dari

presentasi yang dilakukan

– Audience : perhatikan siapa saja yang menjadi peserta dari

presentasi Anda

– Method : metode apa yang akan Anda pakai sehingga tujuan

presentasi dapat tercapai

50
Langkah-langkah case presentation:

 Tahap Pengumpulan Bahan

 Tahap seleksi dan penentuan inti presentasi

 Tahap memilih, mengembangkan dan menggunakan alat bantu

 Tahap pengembangan pembukaan presentasi

 Tahap penutupan

 Tahap latihan penyajian/Gladiresik

 Tahap Penyajian

 Evaluasi

5. Kelebihan teknik presentasi kasus (case presentation) :

1. Mahasiswa dapat mengetahui dengan pengamatan yang sempurna

tentang sesuatu gambaran yang nyata, yang betul-betul terjadi di dalam

hidupnya, sehingga mereka dapat mempelajari dengan penuh perhatian

dan lebih terperinci persoalannya. Dengan mengamati, memikirkan dan

bertindak dalam mengahadapi situasi tertentu, mereka lebih meyakini apa

yang diamati dan menemukan jalan keluarnya. Pengamatan seperti diatas

akan membantu mahasiswa dalam mengembangkan daya berfikirnya

secara sistematis dan logis, sehingga ia mampu pula mengambil

keputusan yang tepat.

2. Ketika mahasiswa meniliti proses dalam mengambil keputusan

mengenai salah satu kasus, maka ia mendapatkan pengetahuan tentang

dasar-dasar atau sebab-sebab yang melandasi timbulnya kasus tersebut.

51
3. Penggunaan teknik presentasi kasus ini juga membantu mahasiswa

dalam mengembangkan daya intelektual dan ketrampilan berkomunikasi

secara lisan maupun secara penulisan.

4. Dalam memecahkan masalah dari kasus itu, mahasiswa dapat

menggunakan pendekatan secara “problem solving”. Kemudian teknik

kasus ini dapat memperlihatkan kepada mahasiswa tentang masalah atau

persoalan hidup yang dihadapi terutama dalam bidang pendidikan dan

pengajaran.

6. Kekurangan teknik presentasi kasus (case presentation) :

1. Memerlukan banyak waktu untuk mempersiapkan banyak kasus yang

ditemui.

2. Membutuhkan banyak waktu untuk diskusi

3. Untuk pelaksanaan kegiatannya memerlukan fasilitas yang banyak dan

kadang-kadang hal ini sulit dipenuhi seperti persiapan LCD, laptop ruang

dan listrik.

C. Clinic Tour

Metode field trip ialah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak

peserta didik ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar kampus untuk mempelajari

atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, took

serba ada, peternakan, perkebunan, lapangan bermain dan sebagainya. (Roestiyah,

2001:85)

Menurut Syaiful Sagala (2006:214) metode field trip ialah pesiar (ekskursi)

yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar

tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum instansi pendidikan.


52
Menurut Djamarah (2002:105), pada saat belajar mengajar peserta didik

perlu diajak ke luar kampus, untuk meninjau tempat tertentu atau obyek yang

lain. Hal itu bukan sekedar rekreasi tetapi untuk belajar atau memperdalam

pelajarannya dengan melihat kenyataannya. Karena itu, dikatakan teknik karya

wisata, yang merupakan cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak

peserta didik ke suatu tempat atau obyek tertentu di luar kampus untuk

menyelidiki atau mempelajari sesatu seperti meninjau pegadaian. Banyak istilah

yang digunakan pada metode karya wisata ini, seperti widya wisata, study tour,

dan sebagainya. Karya wisata ada yang dalam waktu singkat, dan ada pula yang

dalam waktu beberapa hari atau waktu panjang.

Keuntungan klinik tour

Metode karya wisata atau field trip mempunyai beberapa kelebihan antara lain (Syaiful

Bahri Djamarah, 2006:94) :

a. Field trip memiliki prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan

nyata dalam pengajaran.

b. Membuat apa yang dipelajari di sekolah lebih relevan dengan kenyataan dan

kebutuhan masyarakat.

c. Pengajaran serupa ini dapat lebih merangsang kreativitas peserta didik

d. Informasi sebagai bahan pelajaran lebih luas dan aktual

Menurut Syaiful Sagala (2006:215) mengemukakan bahwa kelebihan metode

field trip adalah:

53
a. Peserta didik dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka

ragam dari dekat.

b. Peserta didik dapat menghayati pengalamn-pengalaman baru dengan

mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan.

c. Peserta didik dapat menjawab masalah-masalah atau pernyataan-

pernyataan dengan melihat, mendengar, mencoba, dan membuktikan

secara langsung

d. Peserta didk dapat memperoleh informasi dengan jalan mengadakan

wawancara atau mendengar ceramah yang diberikan selama kegiatan

berlangsung.

e. Peserta didik dapat mempelajari sesuatu secara intensif dan

komprehensif

Sedangkan menurut Roestiyah (2001: 87) menyatakan kelebihan metode

karya wisata atau field trip yaitu:

a. Peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang tidak didaptkan di

kampus, sehingga kesempatan tersebut dapat mengembangkan bakat

khusus atau keterampilan peserta didik.

b. Peserta didik melihat berbagai kegiatan di lingkungan luar sehingga

dapat memperdalam dan memperluas pengalaman peserta didik

c. Dengan obyek yang ditinjau langsung, peserta didik dapat

memperoleh bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang

terintegrasi dan tidak terpisah-pisah dan terpadu.

54
Suhardjono (2004:85) mengungkapkan bahwa metode karya wisata (field

trip) memiliki keuntungan:

a. Memberikan informasi teknis, kepada peserta didik secara langsung.

b. Memberikan kesempatan untuk melihat kegiatan dan praktik dalam

kenyataan atau pelaksanaan yang sebenarnya.

c. Memberikan kesempatan untuk lebih menghayati apa yang dpeljari

sehingga lebih berhasil.

d. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk melihat dimana

peserta ditunjukkan kepada perkembangan teknologi mutakhir.

Kelemahan clinic tour

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2006:94) mengemukakan bahwa metode

field trip mempunyai kekurangan, yaitu:

a. Fasilitas yang diperlukan dan biaya yang dipergunakan sulit untuk

disediakan oleh pserta didik atau instansi pendidikan.

b. Sangat memerlukan persiapan atau perencanaan yang matang.

c. Memerlukan koordinasi dengan para pengajar agar tidak terjadi

tumpang tindih waktu selama kegiatan karyawisata.

d. Dalam field trip unsure rekreasi leboh prioritas, sedang unsure

studinya terabaikan

e. Sulit mengatur peserta didik yang banyak dalam perjalanan dan sulit

mengarahkan mereka pada kegiatan yang menjadi permasalahan

55
Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2006:215) mengemukakan bahwa

metode field trip mempunyai kekurangan, yaitu:

a. Memerlukan persiapan oleh banyak pihak

b. Jika karyawisata sering dilakukan akan mengganggu kelancaran

pembelajaran, apalagi jika tempat-tempat yang dikunjungi jauh dari

instansi pendidikan.

c. Kadang-kadang terjadi kesulitan dalam pengangkutan.

d. Jika tempat yang dikunjungi itu sukar untuk diamati, akibatnya peserta

didik menjadi bingung dan tidak akan mencapai tujuan yang

diharapkan.

e. Memerlukan pengawasan yang tepat

f. Memerlukan biaya yang relative tinggi.

Hambatan

Menurut Suhardjono (2004:85) hambatan dalam metode field trip

adalah sebagai berikut:

a. Memakan waktu bila lokasi yang dikunjungi jauh dari pusat latihan

b. Kadang-kadang sulit untuk mendapat ujian dari pimpinan kerja atau

kantor yang akan dikunjungi

c. Biaya transportasi dan akomodasi mahal

Peran pembimbing

a. Merumuskan tujuan pembelajaran klinik

56
b. Membantu dan membimbing peserta didik mencapai tujuan

pembelajaran

c. Memberikan saran untuk penyelesaian masalah.

d. Menindaklanjuti hasil diskusi dan mengevaluasi keberhasilan

belajar peserta didik secara terus-menerus berdasarkan tujuan.

Pelaksanaan

Unutk mewujudkan pembelajaran dengan menerapkan metode field

trip ada bebrapa langkah yang harus dilakukan oleh pembimbing.

Menurut sanders (2008:2-13), ada 5 langkah untuk mewujudkan field

trip yang menakjubkan (the best field trip ever). Kelima langkah

tersebut menurut Sander adalah:

a. Determine goals and objectives (menentukan tujuan dan sasaran

utama)

b. Explore all option : menjelajah semua pilihan

c. Create your itinenary : membuat rencana perjalanan

d. Check your checklist: memriksa daftar ceklist

e. Follow up – in the classroom (tindaklanjut)

Langkah pertama dalam menerapkan metode field trip menurut

Sanders yaitu determine goals and objectives (menentukan tujuan dan

sasaran utama). Menentukan tujuan dan sasaran maksudnya yaitu

pembimbing menentukan tujan yang diharapkan dari fied trip dan

lokasi yang akan dituju. Setelah menentukan tujuan dan lokasi field trip

57
dapat menetukan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada

saat pelaksanaan (explore all option).

Kemudian pembimbing menentukan tujuan dan kegiatan-kegiatan

yang akan dilaksanakan selanjutnya perlu membuat rencana

perjalanan field trip (create your itenenary). Rencana perjalanan

berguna sebagai pemandu urutan dan waktu kegiatan yang harus

dilaksanakan. Rencana perjalanan berisi rincian waktu kegiatan,

tugas-tuugas yang harus dikerjakan peserta didik, dan peraturan yang

harus dipatuhi peserta didik. Setelah membuat rencanan perjalanan,

selanjutnya pembimbing mempersipakan peserta didik untuk

melaksanakan field trip untuk membagi peserta didik dalam kelompok.

Tujuan dibentuknya kelompok peserta didik yaitu supaya peserta didik

belajar berinteraksi dengan temannya untuk berdiskusi.

Setelah persiapan selesai, pembimbing dan peserta didik selanjutnya

melaksanakan field trip dengan mngunjungi lokasi yang sudah

ditentukan. Pada saat pelaksanaan, pembimbing perlu mengawasi

aktivitas-aktivitas peserta didik (check your checklist). Hal ini dilakukan

untuk memastikan bahwa peserta didik field trip sesuai dengan

rencana yang telah dibuat. Setelah kegiatan di lokasi field trip telah

selesai, selanjutnya pembimbing mengajak peserta didik kembali ke

kelas untuk memberikan tindak lanjut (follow – up in the classroom).

Tindak lanjut dapat meliputi: pengoreksian tugas yang telah dikerjakan

peserta didik, pembahsan hasil diskusi peserta didik, ataupun

58
pemberian tugas lain yang berhubungan dengan pelaksanaan field

trip. Setelah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan juga

dituntut untuk memperhatikan bebrapa hal saat menerapkan metode

field trip dalam pembelajaran. Mulysa (2005) dalam Asmani (2010:151)

menyatakan ada 7 hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan

metode field trip. Ketujuh hal tersebut antara lain:

a. Menentukan sumber-sumber masyarakat sebagai sumber belajar

mengajar

b. Mengamati kesesuaian sumber belajar dengan tujuan dan program

sekolah.

c. Menganalisis sumber belajar berdasarkan nilai pedagogis

d. Menghubungkan sumber belajar dalam field trip dengan kurikulum

e. Membuat dan mengembang program field trip secara logis dan

sistematis

f. Melaksanakan field trip sesuai dengan tujuan, materi, dan efek

pembelajaran dalam iklim yang kondusif

g. Menganalisis tujuan, ketercapaian, kesulitan kesulitan dan hal hal

yang perlu disusun sebelum dan sesudah pelaksanaan field trip

Berdasarkan pendapat mengenai langkah langkah dan hal hal yang

perlu diperhatikan diatas, peneliti menyusun tahapan pembelajaran

dengan menerapkan metode field trip pada materi menulis

deskripsi. Tahapan tersebut yaitu :

59
1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, pembimbing perlu melakukan beberapa

hal anatara lain : Menetapkan tujuan pembelajaran dengan

jelas, menghubungi pihak yang bertanggung jawab pada lokasi

yang akan menjadi tujuan field trip, menyusun rencana

pelaksanaan dan tata tertib, menyusun tugas tugas yang harus

dikerjakan peserta didik, mempersiapkan sarana, dan membagi

peserta didik dalam kelompok.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, guru melakukan beberapa hal antara

lain : Menyampaikan tata tertib dan tugas peserta didik,

memimpin rombongan dan mengatur kegiatan field

trip,memperingatkan peserta didik untuk mematuhi tata tertib

yang sudah disepakati bersama dan mengerjakan tugas tugas

kelompok, mengawasi aktivitas – aktivitas peserta didik,dan

memberi petunjuk bagi peserta didik yang memerlukan

penjelasan.

3. Tahap Akhir

Pada tahap akhir, guru melakukan beberapa antara lain :

menyuruh peserta didik untuk berdiskusi mengenai hasil

kegiatan field trip,menyelesaikan tugas kelompok, membahas

hasil pekerjaan kelompok, dan menindaklanjuti hasil kegitan

60
field trip dengan memberikan tugas secara individu untuk

menulis deskripsi lokasi yang telah dikunjungi.

D. CASE STUDY

1. PENGERTIAN

Studi asuhan keperawatan/kebidanan merupakan suatu kegiatan pemecahan

masalah dimana peserta didik melakukan pengkajian secara mendalam dan

menyeluruh mengenai masalah klinik yang mendasari para perencanaan

pelaksanaan dan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan. Studi ini dapat

dilakukan pada pasien kelompok maupun keluarganya.

Prinsip yang digunakan  :

1. Peserta didik harus dibimbing dalam menulis pasien studi asuhan

keperawatan, pemilihan tersebut harus sesuai dengan kemampuan peserta

didik

2. Peserta didik harus dibekali dengan bahan perujukan dengan yang cukup agar

asuhan keperawatan yang efektif

3.   Studi asuhan keperawatan itu harus dapt dilihat dan digunakan sebagi bagian

integral dari pengalaman dilapangan

4. Pedoman asuhan keperawatan harus sesuai dengan petunjuk dasar pada

format asuhan yang tertulis.

5. Studi asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan menggabungkan dengan

metode lain seperti komprehensip atau nursing klinik

6. Laporan asuhan keperawatan harus dicek, dievaluasi, dikomentari sesuai

dengan petunjuk yang ada.

61
Studi kasus atau case incident study pada prinsipnya sama, yaitu

metode pembelajaran klinik dengan tehnik pengelolaan kasus. Dalam studi

kasus ini pada prinsipnya pengelolaan kasus dengan mengambil satu pasien

atau keluarga.

Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250) studi kasus adalah  suatu

metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan

komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu

tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat

terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.

Pendapat serupa di sampaikan oleh Bimo Walgito (2010: 92) studi kasus

merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian

mengenai perseorangan (riwayat hidup).  Pada metode studi kasus ini

diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak

luas.Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode

lain.

Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa

studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk

mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan

mendalam, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan

membantunya dalam perkembangan selanjutnya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan

metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan

62
psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara

mendalam.

A. JENIS – JENIS STUDI KASUS

1. Studi kasus kesejarahan mengenai organisasi, dipusatkan pada perhatian

organisasi tertentu dan dalam kurun waktu tertentu, dengan rnenelusuni

perkembangan organisasinya. Studi mi sening kunang memungkinkan untuk

diselenggarakan, karena sumbernya kunang mencukupi untuk dikerjakan

secara minimal.

2. Studi kasus observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya melalul

observasi peran-senta atau pelibatan (participant observation), sedangkan

fokus studinya pada suatu organisasi tertentu.. Bagian-bagian organisasi yang

menjadi fokus studinya antara lain:

(a) suatu tempat tertentu di dalam sekolah;

(b) satu kelompok siswa;

(c) kegiatan sekolah.

3. Studi kasus sejarah hidup, yang mencoba mewawancarai satu onang dengan

maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah

yang khas. Wawancara sejarah hiclup biasanya mengungkap konsep karier,

pengabdian hidup seseorang, dan lahir hingga sekarang. masa remaja,

sekolah. topik persahabatan dan topik tertentu lainnya.

63
4. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi tentang kasus kemasyarakatan

(community study) yang dipusatkan pada suatu lingkungan tetangga atau

masyarakat sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu

bagaimana studi kasus organisasi dan studi kasus observasi.

Studi kasus analisis situasi, jenis studi kasus ini mencoba menganalisis

situasi terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Misalnya terjadinya

pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut

pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, teman-

temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci

lainnya.

5. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit

organisasi yang sangat kecil, seperti suatu bagian sebuah ruang kelas atau

suatu kegiatan organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang

belajar menggambar.

B. LANGKAH – LANGKAH STUDI KASUS

1. Mengenali Gejala

64
Pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mengamati adanya suatu

gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara

yaitu :

a) Konselor sekolah menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai

masalah.

b) Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah

kepada Konselor sekolah.

c) Wali kelas meminta bantuan Konselor sekolah untuk menangani seseorang

siswa yang bermasalah berdasarkan informasi yang diterimanya dari pihak

lain, seperti siswa, para guru ataupun pihak tata usaha.

2. Mendiskripsikan Kasus

Setelah gejala itu dipahami oleh Konselor sekolah, kemudian dibuatkan

deskripsi kasusnya secara objektif, sederhana, tetapi cukup jelas.

3. Menentukan Bidang-Bidang Bimbingan

Setelah deskripsinya dibuat, yang dipelajari lebih lanjut adalah aspek ataupun

bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu.

Kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi,

sosial, belajar, karier, kehidupan berkarya atau kehidupan beragama.

4. Membuat Perincian Kasus

Jenis masalah yang sudah dikelompokkkan itu dijabarkan dengan cara

mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih

mudah memahami permasalahannya secara cermat. Adanya jabaran masalah

65
yang lebih terrinci itu dapat membantu Konselor sekolah untuk membuat

perkiraan kemungkinan sumber penyebab masalah itu muncul.

5. Memperkirakan sebab

Perkiraan kemungkinan sumber penyebab, akan membantu kita menjelajahi

jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi yang perlu dikumpulkan,

dan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data.

Langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis informasi atau data

yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat,

minat. Data ini bisa didapat melalui teknik tes maupun nontes,

Selanjutnya dibuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbul apabila

kasus itu tidak ditangani dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan

langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan

bantuan. Apakah bantuan langsung ditangani oleh Konselor sekolah atau

perlu konferensi kasus ataupun alih tangan kasus.

6. Memberikan Bantuan

Dengan berakhirnya pengumpulan data maka langkah yang selanjutnya akan

diambil oleh peneliti adalah melakukan kegiatan konseling atau pemberian

bantuan (terapi).  Dengan menggunakan  pendekatan-pendekatan yang

sesuai dengan jenis masalah.

7. Kegiatan Evaluasi

Kegiatan evaluasi adalah merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Hal ini dimaksudkan untuk menilai seberapa jauh keefektifan penerapan teori

konseling dalam mengatasi kasus yang dialami oleh siswa atau konseli.

66
8. Tindak Lanjut/ Follow Up

Langkah follow-up atau tindak lanjut adalah langkah yang akan diambil,

apabila dalam penanganan kasus masih belum tercapai hasil yang maksimal

dan belum mengalami perubahan yang berarti. Langkah ini dilakukan apabila

peneliti dan konselor tidak mampu menangani masalahnya atau

permasalahan siswa memiliki rentetan dan komplikasi dengan masalah yang

lainnya.

Terhadap kasus yang telah dicapai adanya perubahan yang signifikan,

maka ada upaya untuk terus mempoertahankan hasil tersebut, yang

selanjutnya perlu untuk ditingkatkan pencapaian hasilnya yang lebih baik.

Pada kasus yang tidak mampu atau diluar kewenangan Konselor sekolah,

maka diadakan konferensi kasus atau alih tangan kasus kepada tenaga-

tenaga ahli yang kompeten terhadap kasus siswa atau konseling.

D. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN STUDI KASUS

Adapun kelebihan dari Studi kasus yaitu:

1. Analisis intensif yang dilewatkan tidak dlakukan oleh metode lain.

2. Dapat menghasilkan ilmu pengetahuan pada kasus khusus

3. Cara yang tepat untuk mengeksplorasi fenomena yang belu secara detail

diteliti

4. Informasi yang dihasilkan dalam studi kasus dapat sangat bermanfaat dalam

menghasilkan hipotesis yang diuji lebih ketat, rinci, dan seteliti mungkin pada

penelitian berikutnya

67
5. Studi kasus yang bagus (well designed) merupakan sumber informasi

deskriotif yang baik dan dapat digunakan sebagai bukti untuk suatu

pengembangan teori atau menyanggah teori.

Adapun kelemahan dari studi kasus yaitu:

1. Studi kasus seringkali dipandang kurang ilmiah atau pseudo-scientific karena

pengukurannya bersifat subjectif atau tidak bisa dikuantifisir. Dalam hal ini,

kritik ini juga mempertanyakan validitas dari hasil penelitian studi kasus.

2. Karena masalah interpretasi subjektif pada pengumpulan dan analisa data

studi kasus, maka mengerjakan pekerjaan ini relative lebih sulit dari penelitian

kuantitatif.

3. Masalah generalisasi. Karena skupa penelitian baik issu maupun jumlah orang

yang menjadi target kajian studi kasus sangat kecil, kemampuan generalisasi

dari temuan pada studi kasus adalah rendah.

4. Karena lebih bersifat deskriftif, studi kasus juga dianggap kurang memberi

sumbangan pada persoalan-persoalan praktis mengatasi suatu masalah.

5. Biaya penyelenggaraan yang relative mahal. Karena kedalaman ibformasi

yang digali pada studi kasus, maka luangan waktu dan fikiran untuk

mengerjakan studi kasus jauh lebih banyak daripada studi dengan skala yang

besar, tetapi hanya melingkupi data yang terbatas. Untuk hal ini, sebagian

orang menganggap bahwa studi kasus lebih mahal dari pada penelitian-

penelitian kuantitatif.

6. Karena fleksibilitas disain studi kasus, ini memungkinkan peneliti untuk beralih

focus studi ke rah yang tidak seharusnya.

68
E. COACHING

A. PENGERTIAN

Metode penugasan membuat catatan dan laoran tertulis (Eksperensial).

Metode ini merupakan metode yang memberikan penugasan yang membuat

catatan dan laporan secara tertulis, dilahan praktek. Metode ini meliputi

penugasan klinik, penugasan tertulis, stimulasi dan permainan

1. Contoh penugasan klink : Melakukan keterampilan psikomotor dan

pengembangan keterampilan dan penyelesaian masalah dalam pengembilan

keputusan berdasarkan moral dan etik

2. Contoh penugasan tertulis :

 Menulis rencana keperawatan

 Studi kasus

 Perencanaan penddikan kesehatan

 Proses pencatatan

 Membuat laporan kunjungan

 Pembuatan makalah dan cacatan kerja peserta didik tentang hasil observasi di

lapangan serta pengalaman prakteknya.

3. Contoh simulasi dan permainan

Menggunakan model boneka dalam melakukan keterampilan :

 Pemeriksaan payudara

 Katerisasi urine

 Pemberian injeksi

69
Proses coaching sering diartikan sebagai sarana untuk membantu

mengatasi dan memecahkan masalah pada individu, memberikan motivasi

dan dukungan semangat dalam melaksanakan tugasnya. Kesempatan untuk

peningkatan kerja bisa diperoleh melalui keterampilan. Untuk memperoleh

bantuan yang nyata dapat diberikan dari dukungan individu atau organisasi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang fasilitator dalam

melakukan bimbingan:

 Apa hasil yang diharapkan atau yang diinginkan

 Bagaimana cara mengukurnya

 Perubahan apa yang diperlukan untuk memenuhi harapan atau hasil yang

diinginkan

Fasilitator harus menentukan apakah peserta mampu memenuhi

harapan atau hasil yang diinginkan. Terkait dengan waktu dan usaha yang

diperlukan untuk tujuan tersebut juga harus ditentukan dengan menggunakan

panduan kinerja (Mercurio, 2008).

B. TUJUAN COACHING

Tujuan yang umum diperoleh dari coaching adalah dapat

meningkatkan kinerja individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih baik

antara pekerjaan dengan kehidupan, motivasi yang lebih tinggi, pemahaman

diri yang lebih baik, pengambilan keputusan yang lebih baik dan peningkatan

pelaksanaan manajemen perubahan.

Beberapa tujuan coaching:

70
1) Menstimulan pengembangan keterampilan peserta secara individual

2) Membantu peserta menggunakan pekerjaan sebagai pengalaman

pembelajaran dengan bimbingan dan mengembangkan profesional peserta

3) Memberi kesempatan kepada peserta untuk melengkapi pekerjaan yang

diberikan fasilitator dan pada saat yang sama mempersiapkan keterampilan

peserta dalam mengambil tanggung jawab dan pekerjaan mendatang

4) Meningkatkan kemampuan kemandirian belajar dari peserta dan mengatasi

permasalahan yang dihadapi mereka

C. PROSES COACHING

Coaching adalah keterampilan klinik diciptakan melalui sebuah proses.

1) Proses meliputi 3 fase yang saling berhubungan erat;

2) Demonstrasi keterampilan klinik oleh pembimbing klinik

3) Praktek keterampilan oleh mahasiswa dibawah pengawasan pembimbing

klinik, pertama dengan model kemudian dengan klien

4) Evaluasi kompetensi keterampilan oleh mahasiswa lain

Proses coaching adalah untuk menetapkan dan menjelaskan arah

dan tujuan serta untuk mengembangkan rencana-rencana kerja untuk

mencapai tujuan. Selain itu dijelaskan juga satu pengertian mengenai hal-hal

yang penting dalam kehidupan bahwa kita diberikan kemampuan untuk

mengambil dan melaksanakan tanggung jawab yang telah diberikan dan

membangun serta melakukan setiap rencana kerja. Secara sederhana

proses coaching akan membantu untuk menciptakan visi yang terbaik dan

71
terbaru yang dimiliki dalam rangka mencapai suatu keberhasilan. Dimana

keberhasilan adalah saat kita dapat mencapai tujuan secara kontinyu.

Coaching dan mentoring terkadang sulit dibedakan tetapi pada

dasarnya berbeda, seorang mentor mempunyai pengalaman dan

pengetahuan di bidang khusus, dimana kemudian bertindak sebagai

penasihat, konselor, pemandu, pembimbing, tutor ataupun guru. Hal ini

berbeda dengan peran coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi lebih

kepada membantu coachee untuk menemukan pengetahuan dan

keterampilan yang ada dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk

dapat menjadi penasihat bagi dirinya sendiri.

Perbedaan Coaching dan Mentoring


Coaching Mentoring
Tingkat Lebih formal. Kurang formal.
Formalitas Kontrak atau aturan dasar Kebanyakan diantara dua
ditetapkan, sering melibatkan pihak.
orang ketiga.
Lama Kontrak Jangka waktu lebih pendek. Jangka waktu lebih panjang.
Umumnya antara 4 dan 12 Umumnya tidak disebutkan
pertemuan yang disepakati, jumlah pertemuan dengan
antara 2 sampai 12 bulan. hubungan, biasanya dijalani 3
sampai 5 tahun.
Fokus Lebih fokus pada kinerja. Lebih fokus pada karir.
Umumnya fokus lebih besar pada Umumnya fokus pada
keterampilan jangka pendek dan masalah karir jangka
kinerja. panjang, memeroleh
pengalaman yang tepat dan
pemikiran jangka panjang.
Tingkat Bidang Lebih generalis. Lebih ke bidang
Pengetahuan Umumnya coach memiliki pengetahuan.
pengetahuan bidang terbatas. Umumnya mentor memiliki
pengetahuan tentang
organisasi atau bidang bisnis.

72
Pelatihan Lebih kepelatihan membangun Lebih kepelatihan
hubungan. manajemen.
Umumnya coach memiliki latar Umumnya mentor memiliki
belakang psikologi, psikoterapi latar belakang di manajemen
atau SDM. senior.
Fokus Fokus ganda. Fokus tunggal.
Umumnya ada dua fokus yaitu Umumnya fokus pada
kebutuhan individu dan kebutuhan individu.
kebutuhan organisasi.

Orang yang sedang di coaching atau coachee, akan diarahkan untuk

membahas secara terperinci dimulai dari tujuan evaluasi pekerjaan saat itu, siapa

dan bagaimana keberadaan coachee, apa dan dimana yang menjadi prioritas dan

coachee akan diarahkan untuk menyadari untuk membuat satu keputusan tentang

masa depan. Melalui bantuan seorang personal coach maka seorang coachee akan

semakin mempertajam kehidupan personalnya dan dia akan lebih efektif di dalam

menyelesaikan segala persoalan kehidupannya.

Proses coaching pada intinya adalah suatu percakapan, dialog antara

seorang peserta dengan orang yang membimbing (fasilitator). Penerapan konteks

pendekatan hasil (result oriented) yang produktif, seorang coach akan melibatkan si

coachee untuk membicarakan sesuatu yang sudah diketahui. Pada kenyataannya

seorang coachee suah memiliki semua jawaban terhadap semua pertanyaan,

apakah itu sudah ditanyakan atau belum ditanyakan. Dapat disimpulkan bahwa

proses coaching juga meningkatkan proses berpikir dari yang dibimbing.

Seorang coach akan membantu coachee di dalam suatu proses

pembelajaran, tetapi coach bukanlah seorang guru dan tidak perlu untuk mengetahui

bagaimana mengerjakan sesuatu dengan lebih baik daripada yang dikerjakan

73
coachee. Tetapi yang terpenting adalah seorang coach akan lebih mengobservasi

mengenai pola, menetapkan tahap-tahap tindakan atau action yang lebih baik yang

akan dikerjakan. Dimana proses ini melibatkan proses pembelajaran melalui

berbagai teknik coaching seperti:

1) Mendengarkan

2) Refleksi, menanyakan pertanyaan dan menyediakan informasi

3) Seorang coach akan menolong coachee untuk menjadi seorang yang mampu

mengoreksi dirinya sendiri dan membangkitkan diri sendiri. Sehingga dia dapat

belajar untuk memperbaiki sikap dan tingkah lakunya, membangkitkan

pertanyaan-pertanyaan dan menemukan jawabannya.

Dalam proses coaching, fasilitator melaksanakan hal berikut ini:

1) Menjelaskan keterampilan dan interaksi yang akan dilakukan kepada peserta

yang dibimbing

2) Memeragakan keterampilan dengan cara yang sistematis, efektif, dengan

menggunakan alat bantu latihan seperti model anatomic atau boneka

3) Mengamati secara saksama simulasi ulang oleh peserta pada tatanan seperti

kondisi nyata

Langkah-langkah dalam coaching, yaitu:

1) Sebelum praktik sebaiknya peserta mengadakan pertemuan untuk mereview

kegiatan, termasuk langkah-langkah yang perlu mendapat penekanan

2) Fasilitator merencanakan skenario pembelajaran secara rinci dan menyiapkan

seluruh instrumen bimbingan termasuk instrumen evaluasi

74
3) Instrumen evaluasi disampaikan dan dibahas bersama dengan peserta

4) Fasilitator menyiapkan ruangan pelatihan beserta kelengkapannya. Apabila

materi yang akan dilatihkan berupa keterampilan dalam bidang kesehatan maka

sarana prasarana pembelajaran disiapkan semirip mungkin dengan keadaan

nyata di lapangan

5) Pelajari kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh setiap peserta, sehingga

fasilitator dapat memusatkan dan menyesuaikan bimbingan dengan kemampuan

yang telah dimiliki agar bimbingan berjalan secara efektif dan efisien

6) Fasilitator merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses bimbingan

dan memberikan umpan balik sesuai dengan tingkat pencapaian kompetensi

setiap peserta

7) Peserta melakukan redemonstrasi, fasilitator mengamati dan memberikan umpan

balik saat mereka melakukan langkah-langkah kegiatan. Peserta mencoba

kembali tanpa bimbingan, fasilitator memberikan umpan balik dan penguatan

8) Umpan balik harus disampaikan sesegera mungkin dan lebih sering dilakukan

pada awal latihan kemudian berkurang secara bertahap sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing peserta. Umpan balik menggunakan penuntun

belajar atau check list yang telah disiapkan

9) Setelah peserta dinilai kompeten yaitu dapat melakukan prosedur secara mandiri

dengan benar di dalam pembelajaran laboratorium atau simulasi, selanjutnya

peserta diberikan kesempatan untuk melakukan prosedur nyata di lahan kepada

klien yang sebenarnya dengan pengawasan dan bimbingan. Fasilitator

melakukan evaluasi terhadap penampilan atau kinerja peserta

75
10)Apabila bimbingan berupa manajemen, maka setelah pembelajaran laboratorium

maka dilanjutkan pula pada pembimbingan di lapangan misalnya penyusunan

SOP, perencanaan pelayanan di ruang perawatan, memimpin rapat koordinasi,

melakukan monitoring dan evaluasi, melakukan supervisi kepada staf

keperawatan

11)Bimbingan dilakukan sampai peserta dinilai kompeten dalam melaksanakan

keterampilan

12)Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi dan

fasilitator menyampaikan umpan balik dalam melaksanakan praktik

13)Hasil evaluasi penampilan peserta digunakan sebagai salah satu bahan untuk

menetapkan tingkat kompetensi atau keberhasilan peserta sesuai dengan standar

pelatihan yang telah ditetapkan

C. TEKNIK COACHING

1. Tahap Orientasi : Tahap ini merupakan tahap perkenalan dan tahap

pengkondisian agar tercipta suasana yang saling mempercayai.

2. Tahap Klarifikasi : Pada tahap ini dilakukan analisis permasalahan. Masalah

yang akan dipecahkan diuraikan sehingga jelas mana permasalahan utama dan

juga permasalahan mana yang akan dipecahkan terlebih dahulu.

3. Tahap Pemecahan (Perubahan) : Pada tahap ini coachee dengan bantuan

coach berusaha mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Coach

berusaha memberikan saran dan alternatif-alternatif, namun coachee sendirilah

yang harus mengembangkan solusi permasalahan yang dihadapi.

76
4. Tahap Penutup : Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap apa yang telah

dicapai coachee dari proses coaching. Hal-hal yang pada tahap pendahuluan

disepakati untuk diubah atau diperbaiki akan dinilai apakah tujuan tersebut telah

tercapai atau belum.

Teknik yang efektif bisa digunakan untuk mempercepat proses pembelajaran,

teknik yang terbaik adalah dengan memiliki koneksi dengan coachee dan dengan

teknik yang sederhana seperti mendengarkan, mengajukan pertanyaan,

mengklarifikasi dan memberi umpan balik merupakan teknik-teknik dasar utama

dalam coaching.

Beberapa cara untuk mengaktifkan teknik coaching seperti:

1. Menjadi Contoh (Lead by Example) : Artinya secara sederhana adalah lakukan

apa yang kau katakan. Coach tidak bisa meminta coachee untuk datang tepat

waktu, apabila dia sendiri selalu datang terlambat. Orang-orang akan mengikuti

instruksi kita atau rekomendasi kita jika kita telah menjadi contoh yang baik.

2. Pendengar yang Aktif (Active Listening) : Orang-orang pada umumnya sangat

senang untuk berbicara. Mereka akan membicarakan permasalahan mereka,

tentang kehidupan, tentang karir mereka, tentang anak-anak mereka dan mereka

akan membicarakan mengenai semua yang ada dalam kehidupan mereka.

Seorang coach akan bisa membangun suatu kepercayaan dengan coachee

dengan menjadi seorang pendengar yang aktif yang mau memberikan perhatian

pada saat mereka berbicara. Dengan perlakuan ini orang-orang akan merasa

dihargai. Namun begitu, harus dipastikan coach tahu mengendalikan

77
pembicaraan-pembicaraan yang tidak relevan sehingga pembicaraan menjadi

produktif.

3. Alat-alat Peraga (Visual Aids) : Dapatkah kita mengikuti penjelasan mengenai

langkah-langkah yang cukup banyak yang harus dikerjakan dengan hanya

mendengarkan instruksi saja? Kalau saya terus terang tidak bisa. Seseorang

akan lebih cepat proses pembelajarannya dengan memberikan penjelasan

dengan menggunakan alat-alat peraga yang bisa langsung dilihat seperti ilustrasi,

gambar, data-data statistik dan lain sebagainya.

4. Dibuat Sederhana (Keep it Simple) : Pada suatu program coaching, tidak perlu

dijelaskan segala hal secara panjang lebar. Untuk mempercepat proses

pembelajaran harus digunakan bagian yang sederhana dimana coachee dapat

dengan mudah mengerti.

5. Langsung kepada Sasaran (Get Straight to the Point) : Bagian ini sangat

membantu pada saat proses coaching dilakukan dengan adanya keterbatasan

waktu. Daripada memberikan pendahuluan yang terlalu panjang dan

membosankan, lebih baik langsung menuju sasaran sehingga dapat menghemat

waktu.

D. KEUNTUNGAN COACHING

1. Dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai dengan minatnya

2. Dapat menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode penilaian

termasuk observasi

3. Dapat mengikuti lebih dekat setiap perkembangan peserta

4. Coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training kelompok

78
5. Peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk melakukan

keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung terus menerus

dan personal

E. KEMAMPUAN MELAKUKAN COACHING

Kompetensi dalam coaching dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Kompetensi menjaga hubungan

Para coach harus mampu menunjukkan bahwa adanya keterbukaan, jujur dan

menghargai orang lain.

2. Menjadi efektif

Para coach harus memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja dengan para

coachee dan memiliki kesadaran diri.

3. Melakukan coaching

Para coach harus mampu berpegang pada metodelogi yang jelas, cakap dalam

mengaplikasikan metode serta alat-alat dan teknik-teknik yang relevan serta

selalu hadir dalam setiap sesi coaching.

Kemampuan yang harus dimiliki untuk melakukan coaching yaitu sebagai berikut:

1. Fasilitator harus dapat membimbing secara efektif an sungguh-sungguh kepada

setiap peserta

2. Fasilitator dituntut memiliki kemampuan observasi, analisis dan diagnosis yang

tajam terhadap masalah pelatihan atau pembelajaran

79
3. Fasilitator dituntut memiliki kemampuan dan fleksibilitas yang tinggi terhadap

materi yang dilatihkannya

4. Melakukan bimbingan dan komunikasi secara asertif

5. Memiliki daya empati dan peka terhadap kebutuhan peserta

6. Mampu menjadi pendengar yang baik

7. Terbuka untuk menerima pendapat

KESIMPULAN

Dalam bidang kesehatan coaching merupakan alternatif untuk konseling.

Coaching merupakan proses untuk mencapai suatu prestasi kerja dimana ada

seorang yang mendampingi, memberikan tantangan, menstimulasi dan

membimbing untuk terus berkembang sehingga seseorang bisa mencapai suatu

prestasi yang diharapkan. Seseorang yang melakukan coaching disebut coach

dan orang yang dicoaching disebut coachee. Proses coaching akan sangat

menolong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya, yaitu untuk mencapai

satu titik dimana dia tidak hanya dapat mengetahui keberadaannya saat itu tetapi

juga mengetahui potensi kemampuan yang seharusnya dapat dicapai. Orang

yang melakukan coaching terikat dalam satu kerjasama yang baik dengan

coacheenya sehingga melalui proses ini terjalin satu kedekatan dan saling

pengertian yang lebih mendalam. Tujuannya adalah dapat meningkatkan kinerja

80
individu dan organisasi, keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan dengan

kehidupan, motivasi yang lebih tinggi, pemahaman diri yang lebih baik,

pengambilan keputusan yang lebih baik dan peningkatan pelaksanaan

manajemen perubahan. Coaching dan mentoring itu berbeda, seorang mentor

mempunyai pengalaman dan pengetahuan di bidang khusus, dimana kemudian

bertindak sebagai penasihat, konselor, pemandu, pembimbing, tutor ataupun

guru. Hal ini berbeda dengan peran coach yang tidak memberikan nasihat, tetapi

lebih kepada membantu coachee untuk menemukan pengetahuan dan

keterampilan yang ada dalam dirinya, kemudian memfasilitasi coachee untuk

dapat menjadi penasihat bagi dirinya sendiri. Teknik yang efektif bisa digunakan

untuk mempercepat proses pembelajaran, teknik yang terbaik adalah dengan

memiliki koneksi dengan coachee dan dengan teknik yang sederhana seperti

mendengarkan, mengajukan pertanyaan, mengklarifikasi dan memberi umpan

balik merupakan teknik-teknik dasar utama dalam coaching. Keuntungan

coaching adalah dapat mendorong kemampuan masing-masing individu sesuai

dengan minatnya, menilai masing-masing peserta dengan berbagai metode

penilaian termasuk observasi, mengikuti lebih dekat setiap perkembangan

peserta, coaching lebih pada pendekatan personal dibanding dengan training

kelompok, peserta merasa lebih termotivasi dan bertanggung jawab untuk

melakukan keterampilan yang baru dipelajari karena bimbingan berlangsung

terus menerus dan personal.

ILUSTRASI METODE PEMBELAJARAN

81
Mahasiswa D3 Kebidanan tingkat 2 semester III yang sedang menjalankan

praktik klinik kebidanan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang di

Ruang Dewi Khunti dan mempunyai target memberikan asuhan masa nifas

dengan kebutuhan pemantauan pada ibu masa nifas. Mahasiswa tersebut belum

pernah melakukan tindakan tersebut. Untuk mencapai target asuhan yang

dibutuhkan oleh mahasiswa tersebut, bimbingan diberikan dengan menggunakan

metode bimbingan mentorship dengan teknik bimbingan pre conference,

coaching, dan post conference.

Pertama-pertama pembimbing melakukan pre conference yaitu

menyamakan persepsi tentang masa nifas dan langkah-langkah yang perlu

ditekankan dalam tindakan nanti. Pada pre conference ini pembimbing juga bisa

mengenal dan mempelajari sampai mana kemampuan dasar peserta

bimbingannya. Pembimbing menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan

dengan target yang akan dicapai peserta bimbingan, yaitu berupa ruangan,

perlengkapan alat-alat yang diperlukan dan alat peraga pasien berupa boneka

atau phantom. Semua diatur sehingga menyerupai atau semirip mungkin dengan

keadaan nyata yang ada di lapangan. Kemudian meminta peserta bimbingan

untuk redemonstrasi dan pembimbing mengamati dan memberikan umpan balik

saat mereka melakukan langkah-langkah kegiatan. Ketika peserta bimbingan

melakukan kesalahan dalam tindakannya maka pembimbing bisa langsung

menegur dan memperbaiki kesalahannya tersebut. Peserta mencoba kembali

tanpa bimbingan, pembimbing memberikan umpan balik dan penguatan. Umpan

82
balik harus disampaikan sesegera mungkin dan lebih sering dilakukan pada awal

latihan kemudian berkurang secara bertahap sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing peserta. Umpan balik menggunakan penuntun

belajar atau check list yang telah disiapkan. Setelah peserta dinilai kompeten

yaitu dapat melakukan prosedur secara mandiri dengan benar di dalam

pembelajaran laboratorium atau simulasi ini, selanjutnya peserta diberikan

kesempatan untuk melakukan prosedur nyata di lahan kepada pasien yang

sebenarnya dengan pengawasan dan bimbingan. Pembimbing melakukan

evaluasi terhadap penampilan atau kinerja peserta. Hasil evaluasi penampilan

peserta digunakan sebagai salah satu bahan untuk menetapkan tingkat

kompetensi atau keberhasilan peserta sesuai dengan standar pelatihan yang

telah ditetapkan. Bimbingan dilakukan sampai peserta dinilai kompeten dalam

melaksanakan keterampilan. Pada post conference, pembimbing memberikan

kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan bagaimana perasaan

peserta setelah melakukan tindakan dan melakukan refleksi, pembimbing

menyampaikan umpan balik dalam melaksanakan praktik.

83
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2008. Materi Pelatihan Bimbingan (Coaching). Pusdiklat SDM Kesehatan
bekerja sama dengan Dit. Bina Pelayanan Keperawatan
Mercurio, N. 2008. Mastering Individual Effectiveness Through the Coaching Process.
Toronto: The Canadian Manager
Murwani, A. 2009. Pengaruh Metode Coaching dan Motovasi terhadap Kompetensi
Melakukan Pemasangan Endotrakeal Tube pada Mahasiswa STIKES Suya
Global. Yogyakarta. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 dari
http://pasca.uns.ac.id
Palimirma. 2009. Coaching – Metode Bimbingan yang Efektif. Diakses pada tanggal 10
Februari 2015 dari www.manajementfile.com/journal
Passmore. 2010. Excellence in Coaching. Jakarta: PPM Manajemen
Pohan, S.I. 2008. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC
Riandi, Widodo, dan Supriatno, 2008. Developing of Video – Based Coaching Package.
Result the Second Year Research Project. Jakarta: PMIPA UPI
Swanburg, 2008. Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan untuk Perawat
Klinis. Jakarta: EGC
Thorne, K. 2009. Peran Pelatih dalam Perubahan Manusia dan Organisasi. Jakarta:
Gramedia
World Health Organization. 2008. Materi Pelatihan Bimbingan (Coaching): Pelatihan
Keterampilan Manajerial SPMK
Sunarto, 2013  bahan ajar Metode Pembimbingan dan Pembelajaran Klinik,
Semarang

84

Anda mungkin juga menyukai