Anda di halaman 1dari 14

EMPAT PILAR PENDIDIKAN

A. PENGERTIAN

Badan Persirakatan Bangsa-Bangsa ( PBB) melalui salah satu lembanganya yang

bergerak dibidang pendidikan, pengetahuan dan budaya yaitu UNESCO (United

Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) berupaya

meningkatkan kualitas suatu bangsa dengan melakukan peningkatan mutu

I
pendidikan. United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) mencanangkan empat pilar pendidikan yakni:

a. Learning to Know

I
b. Learning to do

c. Learning to be
R
d. Learning to live together.
E
Empat pilar pendidikan inilah yang bersinergi membentuk dan membangun pola pikir

pendidikan di Indonesia. Pilar pendidikan ini akan dibahas sebagai berikut:


T

1. learning to know
A

Pilar ini memliki arti yaitu para peserta didik dianjurkan untuk mencari dan

mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melalui pengalaman-pengalaman.


M

Hal ini akan dapat memicu munculnya sikap kritis dan semangat belajar peserta didik

meningkat. Learning to know selalu mengajarkan tentang arti pentingnya sebuah

pengetahuan, karena didalam learning to know terdapat learning how to learn, artinya

peserta didik belajar untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, karena itu adalah

proses belajar. Hal ini sesuai pendapat Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004:

128) yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Purwanto (2004: 44), belajar merupakan proses dalam diri

individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam

perilakunya.

Dari dua pendapat diatas menunjukkan bahwa belajar bukan saja berasal dari

bangku sekolahan saja tetapi belajar dapat terjadi melalui interaksi dengan

I
lingkungan. Belajar bukan hanya dinilai dari segi hasilnya saja, melainkan dinilai dari

segi proses, bagaimana cara anak tersebut memperoleh pengetahuan, bukan apa

I
yang diperoleh anak tersebut. Learning to know juga mengajarkan tentang live long of
R
education atau yang disebut dengan belajar sepanjang hayat. Arti pendidikan

sepanjang hayat (long life education) adalah bahwa pendidikan tidak berhenti hingga
E
individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya (Suprijanto, 2008:

4).

Hal ini menegaskan bahwa pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam


T

keluarga. Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang
A

kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan

sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa

yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan
M

kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari

kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya.

2. learning to do

Learning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar

dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar dengan dan untuk

melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan akhir untuk menguasai kompetensi yang
diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan. Kompetensi akan dapat dimiliki

oleh pesrta didik apabila diberikan kesempatan untuk belajar dengan melakukan apa

yang harus dipelajarinya secara langsung. Dengan demikian learning to do juga berarti

proses pembelajaran berorientasi pada pengalaman langsung (learning by

experience). Learning to do, untuk memperoleh bukan hanya suatu keterampilan kerja

tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi dan

bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum muda

I
dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat informal, sebagai

akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal melibatkan kursus-kursus,

I
program bergantian antara belajar dan bekerja.
R
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk

terampil berbuat/ mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang


E
bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kemampuan kerja

generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry (Soedijarto, 2010).

Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan
T

motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan


A

seperti “controlling, monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk

melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan

ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam berkomunikasi,


M

bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar

kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam

bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.

Pilar kedua juga menekankan pentingnya interaksi dan bertindak. “di sini para

peserta didik diajak untuk ikut serta dalam memecahkan permasalahan yang ada di

sekitarnya melalui sebuah tindakan nyata”. Belajar untuk menerapkan ilmu yang
didapat, bekerja sama dalam sebuah tim guna untuk memecahkan masalah dalam

berbagai situasi dan kondisi. Learning to do berkaitan dengan kemampuan hard

skill dan soft skill. Soft skill dan hard skill sangat penting dan dibutuhkan dalam dunia

pendidikan, karena sesungguhnya pendidikan merupakan bagian terpenting dari

proses penyiapan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, tangguh, dan

terampil dan siap untuk mengikuti tuntutan zaman. Peserta didik sebagai hasil dari

produk pendidikan memang harus dituntut memiliki kemampuan :

I
a. Hard skill.

Hard skill merupakan kemampuan yang harus menuntut fisik, artinya hard

I
skill memfokuskan kepada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan
R
keterampilan teknis yang berhubungan dengan kemampuan peserta didik.

Penguasaan kemampuan hard skill dapat dilakukan dengan menerapkan apa


E
yang dia dapatkan /apa yang telah dipelajarinya di kehidupan sehari-hari,

contohnya anak disekolah belajar tentang arti penting sikap disiplin, maka untuk

memahami dan mengerti tentang disiplin itu, anak harus belajar untuk melakukan
T

sikap disiplin, baik dirumah, disekolah atau dimanapun. Dengan begitu anak
A

menjadi tahu dan faham tentang pentingnya sikap disiplin.

b. Soft skill

Soft skill, artinya keterampilan yang menuntut intelektual. Soft skill merupakan
M

istilah yang mengacu pada ciri-ciri kepribadian, rahmat sosial, kemampuan

berbahasa dan pengoptimalan derajat seseorang Jadi yang dimaksud dengan

kemampuan soft skill adalah kepribadian dari masing-masing individu. Soft skill

tidak diajarkan tetapi gurulah yang harus mencontohkan, seperti sikap tanggung

jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Dengan memberikan contoh tersebut, anak
akan mencoba untuk menirukan apa yang dilihat. Hal itu merupakan bagian dari

menumbuhkan kemampuan soft skill.

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya

untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya

agar “Learning to do” dapat terealisasi. Secara umum, bakat adalah kemampuan

potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan

datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan kegairahan yang tinggi atau

I
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Meskipun bakat dan minat anak dipengaruhi

factor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung

I
pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:

a. Lingkungan social R
Yang termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan
E
tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa

tersebut. Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar

ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.


T

b. Lingkungan nonsosial
A

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah

dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat

belajar, dan keadaan cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan


M

tingkat keberhasilan belajar siswa (Muhibbin Syah, 2004:138).

3. learning to be

Pilar ketiga artinya bahwa pentingnya mendidik dan melatih peserta didik agar

menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mewujudkan apa yang peserta didik impikan

dan cita-citakan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan (soft skill dan hard skill)

merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri

dapat diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar

untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma dan kaidah yang berlaku di

masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses

pencapaian aktualisasi diri.

Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik,

I
kejiwaan anak serta kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan

menemukan jati dirinya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan

I
sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai fasilitator bertugas sebagai
R
penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat diperlukan

untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal.
E
Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi

lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa
T

agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi
A

siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan

merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be) (Atika, 2010).

Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati
M

diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,

belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain

aktualisasi diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal

(2007:101) yaitu:
a. Motivasi

Yaitu kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang

mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/

kebutuhan.

b. Sikap

Sikap yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan

pada situasi yang tepat.

I
c. Minat

d. Kebiasaan belajar

I
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai kolerasi
R
positif dengan kebiasaan atau study habit. Kebiasan merupakan cara bertindak

yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi
E
menetap dan bersifat otomatis.

e. Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut
T

perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang


A

lain.

4. learning to live together


M

Pilar terakhir artinya menanamkan kesadaran kepada para peserta didik bahwa

mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat. jadi, mereka harus mampu hidup

bersama. Dengan makin beragamnya etnis di Indonesia, kita perlu menanamkan sikap

untuk dapat hidup bersama.

Pada pilar keempat ini, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka,

memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Dengan kemampuan yang


dimiliki oleh peserta didik, sebagai hasil dari proses pembelajaran, dapat dijadikan

sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut

berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.

Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan

bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together). Untuk itu,

pembelajaran di lembaga formal dan non formal harus diarahkan pada peningkatan

kualitas dan kemampuan intelektual dan profesional serta sikap dalam hal ini adalah

I
kemampuan hard skill dan soft skill. Dengan kemampuan dan sikap manusia

Indonesia yang demikian maka pada gilirannya akan menjadikan masyarakat

I
Indonesia masyarakat yang bermartabat di mata masyarakat dunia.
R
Pilar ini sekaligus juga menjadi pembenar pentingnya pendidikan multikultur

yang berupaya untuk mengkondisikan supaya peserta didik mempunyai kemampuan


E
untuk bersikap toleran terhadap orang lain, menghargai orang lain, menghormati orang

lain dan sekaligus yang bersangkutan mempunyai tanggunga jawab terhadap dirinya

serta orang lain. Sehingga bila proses pembelajaran di sekolah diarahkan tidak hanya
T

pada learning to know, lerning to do dan leraning to be, tetapi juga diarahkan ke
A

learning to live together, masalah kemajemukan akan dapat teratasi dengan

melakukan manajemen konflik dan dengan demikian akan juga diikuti oleh tumbuhnya

kebudayaan nasional yang tidak melupakan kebudayaan daerah, tumbuhnya bahasa


M

nasuonal dengan tidak melupakan bahasa daerah, tumbuhnya sistem politik nasional

dengan tanpa mengabaikan sistem politik daerah, (pemerintahan daerah).

Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan ekonomi yang mengubah dunia

menjadi desa global ternyata tidak menghapus konflik antar manusia yang selalu

mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin kompleks ini, berbagai

konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras dan konflik antar agama. Apapun
penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu atau

kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut untuk tidak hanya

membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan bekerja serta

memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain

yang berbeda dengan penuh toleransi, dan pengertian.

Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan

kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut

I
terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar

yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

I
B. Garis Besar Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO

a. Kekuatan R
Ke empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang
E
bagus pula, dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik

tidak hanya diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan

masalah, akan tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya
T

perbedaan pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat pilar ini akan bisa tercapai
A

pendidikan yang berkualitas.

b. Kelemahan

Meskipun ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun


M

perlu diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut,

seperti kurangnya SDM guru yang benar-benar “mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap

masyarakat atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, kemudian ada lagi

fasilitas, fasilitas yang masih minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar

mengajar, dan kendala-kendala lain.


c. Peluang

Apabila pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini,

maka pada gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang

bermartabat di mata masyarakat dunia.

d. Ancaman

Ke empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa menjadi bumerang bagi peserta

didik dan pengajar apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung

I
terwujud. Bisa jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan

diri.

I
R
E
T
A
M

TRIPUSAT PENDIDIKAN
A. PENGETAHUAN UMUM

Tripusat pendidikan adalah konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar

Dewantara pendiri Taman Siswa yang diakui sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Tripusat pendidikan yang dimaksudkan disini adalah lingkungan pendidikan ini

meliputi “pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan di lingkungan

perguruan/sekolah, dan pendidikan di lingkungan masyarakat/pemuda”. Setiap pribadi

manusia yang akan selalu berada dan mengalami perkembangan dalam tiga

I
lingkungan pendidikan tersebut. Pada garis besarnya kita mengenal tiga lingkungan

pendidikan. Tiga lingkungan ini disebut dengan Tripusat Pendidikan. Tripusat

I
pendidikan adalah tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
R
pendidikan yaitu dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.

Di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pada


E
pasal 13 ayat 1 disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non

formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.


T

Ada beberapa hal yang menarik dalam keterangan Ki Hajar Dewantara tentang

Tripusat Pendidikan, diantaranya:


A

1. Keinsyafan Ki Hajar Dewantara bahwa tujuan Pendidikan tidak mungkin tercapai

hanya melalui satu jalur


M

2. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus berhubungan akrab serta harmonis.

3. Alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan

memberikan pendidikan budi pekerti, agama, dan laku sosial.

4. Perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan dan

pendidikan ketampilan.
5. Alam pemuda (yang sekarang diperluas menjadi lingkungan/alam

kemasyarakatan) sebagai tempat sang anak berlatih membentuk watak atau

karakter dan kepribadiannya.

6. Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara ialah usaha untuk menghidupkan, menambah

da memberikan perasaan kesosialan sang anak.

Ketiga pusat pendidikan sama-sama memegang peran penting dalam

keberhasilan pendidikan dan pada dasarnya semua saling berkaitan dan saling

I
kerjasama satu sama lain. Ketiganya secara tidak langsung telah mengadakan

pembinaan yang erat dalam praktik pendidikan. Kaitan ketiganya dapat dilihat dari :

I
1. Orang tua melaksanakan kewajibannya mendidik anak di dalam keluarga.
R
2. Karena keterbatasan orangtua dalam mendidik anak di rumah, dan akhirnya

proses pendidikan diserahkan di sekolah.


E
3. Masyarakat akan menjadi fasilitator bagi peserta didik untuk mengaktualisasikan

ketrampilannya.

Tripusat pendidikan merupakan tiga pusat pendidikan secara bertahap dan


T

terpadu mengemban suatu tanggungjawab pendidikan bagi generasi muda, dengan


A

kata lain perbuatan mendidik yang dilakukan orang tua terhadap anak juga dilakukan

oleh sekolah dengan memperkuatnya serta dikontrol oleh masyarakat sebagai

lingkungan sosial anak (Hasbullah, 2009:37).


M

1. Lembaga Pendidikan Keluarga (Informal) Lingkungan keluarga merupakan

lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-

tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Keluarga juga dikatakan sebagai

lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di

dalam keluarga, sehingga pendidikan yang banyak diterima oleh anak adalah di

dalam keluarga (Hasbullah, 2009:38).


2. Lembaga pendidikan sekolah (formal) Pendidikan di sekolah merupakan lanjutan

dari pendidikan dalam keluarga. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah

tergantung pada pengaruh pendidikan di dalam keluarga (Purwanto, 2011:79).

Pendidikan di sekolah adalah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di

sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat

yang jelas dan ketat (mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi)

(Hasbullah, 2009:46).

I
3. Lembaga pendidikan masyarakat (non formal) Masyarakat adalah sekumpulan

orang yang saling tolong menolong dalam kehidupannya sesuai dengan sistem

I
yang yang menentukan bagaimana hubungan mereka dengan bagian yang lainnya
R
dalam rangka merealisir tujuan-tujuan tertentu dan menghubungkan mereka

dengan sebagian lainnya dengan beberapa ikatan spiritual maupun materiil


E
(Ahmad, 1989:44). Sedangkan menurut Yusuf (2013:6) mengemukakan bahwa

ada tiga ciri yang membedakan masyarakat dengan kelompok lainnya. Pertama,

pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu yang jumlahnya cukup


T

besar. Kedua, individu-individu harus mempunyai hubungan yang melahirkan


A

kerjasama diantara mereka. Ketiga, hubungan individu itu minimal harus diikat oleh

nilai-nilai umum bersifat permanen.

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah


M

keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai

ketika anak-anak lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan

sekolah (Hasbullah, 2009:55). Oleh karena itu, masyarakat memiliki peran penting di

dalam dunia pendidikan, dimana masyarakat adalah sebagai kesatuan yang memiliki

tujuan yang sama termasuk dalam bidang pendidikan, yang mana para orang tua

menginginkan anak-anak mereka mendapat pendidikan yang tinggi dan mumpuni,


sehingga dengan turut sertanya masyarakat dalam proses perkembangan pendidikan

anak mereka masyarakat akan merasa terikat dan memiliki rasa tanggung jawab

dalam perkembangan sekolah.

Pendidikan sangatlah penting untuk kehidupan setiap manusia. Karena

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri

untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang

I
diperlukan dalam dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian

khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat. Proses pendidikan bermula dari

I
pelatihan akhlak mulia dengan memberi Uswah Al Hasanah , kemudian dilanjutkan
R
dengan pengembangan daya nalar serta ketrampilan yang mendukung masa depan.

Berkaitan dengan pendidikan, maka lingkungan sangatlah berpengaruh dalam


E
perkembangan kepribadian, dan lingkungan pendidikan tersebut dikenal dengan istilah

Tripusat Pendidikan.
T

Sumber Bacaan
A

Nasution S, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 41

Fudyartanta, Buku Ketaman Siswaan, (Yogyakarta: tp. 1990), hal.39 13

Novan Ardy Wiyani & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
M

2012), hal. 90.

Hasbullah. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja grafindo. Persada.

Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yokyakarta:

ArRum Media, 2014), hal. 171

Di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Lihat Bab VI Pasal 13 Ayat 1

Anda mungkin juga menyukai