Anda di halaman 1dari 7

NAMA : SRI YULIANI

NIM : 19045045

TUGAS PERTEMUAN 6 DDIP

2.1 Pengertian dan Konsep Pilar Pendidikan

Sistem pendidikan memerlukan pilar yang akan menyangga sistem pendidikan yang dilaksanakan agar
pendidikan tersebut dapat berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan pendidikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pilar artinya tiang penguat (dari batu atau beton). Selain itu, Pilar
juga diartikan sebagai dasar, induk, dan pokok. Eksistensi pilar dalam berbagai hal bisa dikatakan sebagai
penopang agar menjadi sesuatu yang tersusun dan utuh.

Menurut Prof. Herman H.Horn., pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi
makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti
dengan terwujudnya kepada alam sekitar, intelektual, emosional dan kemauan dari manusia. Sedangkan
menurut Prof. Dr. John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran
bai individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebh tinggi mengenai objek-objek
tertentu dan spesifik.

Adapun definisi dari Pilar pendidikan yaitu sebagai dasar atau pokok untuk mencapai pengetahuan dan
pemahaman bagi individu secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan. Ataupun pilar
pendidikan adalah tiang atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan
yang akan diberikan kepada anak didik yan bertujuan untuk pendewasaan anak. (Syafril & Zen, 2007).

Sebagai objek sekaligus subjek pendidikan, manusia menjadi titik sentral dalam proses belajar yang
mengarah pada tujuan pendidikan. Manusia belajar dari apa saja disekitarnya untuk menghasilkan
sekaligus mengembangkan potensi diri, yang berawa dari ketidaktahuan dari rahim seorang ibu dan
dibekali penglihatan, pendengaran dan akal untuk digunakan dalam tugasnya sebagai manusia. Karena hal
inilah paradigma pembelajaran ini diusung sebagai pilar pendidikan untuk kepentingan manusia
dengan perubahan zaman yang terjadi saat ini.

2.2 Jenis-Jenis Pilar Pendidikan.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain selain melalui peningkatan mutu
pendidikan. Berawal dari pemikiran tersebut, Pesrserikatan Bnagsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga
UNESCO (United Nations,Educational,Scientific, and Cultural Organization) mencanangkan lima pilar
pendidikan yang mengakomodasi tujuan dari sistem pendidikan Indonesia yang kemudian dikenal
dengan 5 (lima) pilar belajar Indonesia baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang. Pilar-Pilar
Pendidikan tersebut antara lain yaitu:

A. Learning to know (belajar untuk mengetahui)

Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi pada produk atau hasil
belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan
hanya menyadari apa yang harus dipelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari
apa yang seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses belajar tidak terbatas
disekolah saja, akan tetapi memungkinkan peserta didik untuk belaar secara berkesinambungan.
Learning to know, dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan
untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlkah kecil mata pelajaran. Pilar ini juga berarti learning
to learn (belajar untuk belajar), sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan
pendidikan yang disediakan sepanjang hayat.

Dengan kebijakan tanpa batas umur dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong supaya tiap
pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:

1) Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia
meninggal.

2) Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu dini untuk belajar.

3) Belajar/ mendidik diri sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas kehidupan

Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai berikut:

a. Guru berperan sebagai sumber belajar

Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia
dapat menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar
bagi anak didiknya.

b. Guru sebagai Fasilitator

Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

c. Guru sebagai pengelola

Guru berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman.
Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu:

a) Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.

b) Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.

c) Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan
diberikan reinforcement.

d) Penguasaan secara penuh.

e) Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.

d. Guru sebagai demonstrator

Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih
mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.

e. Guru sebagai pembimbing

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah
yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.

f. Guru sebagai mediator


Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang Media pendidikan juga arus memiliki
keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.

g. Guru sebagai Evaluator

Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian tersebut, guru dapat mengetahui
keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode
mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).

Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator,
organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya,
sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup,
dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya. Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai
instrumen ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan ,
dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat (long life educations).

B. Learning to do (belajar untuk melakukan)

Learnning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar mendengar dan melihat untuk
mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar dengan melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan
akhir untuk menguasai kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Kompetensi akan dapat dimiliki oleh peserta didik apabila diberikan kesempatan untuk belajar
dengan melakukan apa yang harus dipelajarinya secara langsung. Dengan demikian learning to do juga
berarti proses pembelajaran berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience). Learning to
do, untuk memperoleh bukan hanya suatu keterampilan kerja tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi
untuk berurusan dengan banyak situasi dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks
pengalaman kaum muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat informal,
sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal melibatkan kursus-kursus, program
bergantian antara belajar dan bekerja.

Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat
ataupun mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran
dari pilar

kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi industry
(Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan
motorik yang kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling,
monitoring, designing, organizing”. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi
konkrit yang tidak hanya terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanitis melainkan juga terampil
dalam berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent dalam
bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Lingkungan dibagi dua yaitu lingkungan
sosial dan nonsosial.

Konsep learning to do menyiratkan bahwa peserta didik dilatih untuk sadar dan mampu melakukan
perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif dan efektif. Terkait dengan hal tersebut maka
proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik,
mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

Learning to do mengandung beberapa prinsip yaitu:

▪ Menjembatani pengetahuan dan keterampilan.


▪ Memadukan learning by doing dan doing by learning

▪ Mengaitkan pembelajaran dengan kompetensi

▪ Mengaitkan psikologi pembelajaran dengan sosiologi pembelajaran .

C. Learning to be (belajar untuk menjadi/ berkembang utuh)

Learning to be adalah belajar untuk berkembang utuh. Setelah peserta didik, atau manusia belajar untuk
mengetahui, belajar untuk berkarya, maka ia harus bisa menjadi manusia seutuhnya. Dalam Learning to
be ini, manusia berperan sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial, bermasyarakat.
Belajar berkembang ututh menurut APNIEVE adalah untuk mendidik manusia menjadi manusia yang
lengkap, manusia sebenarnya. Dalam hal pendidikan ini, Faure merumuskan 4 tujuan umum pendidikan,
yaitu :

1. Pendidikan bertujuan untuk memeberikan penguasaan pengetahuan atau wawasan dan teknologi

2. pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kreativitas, mengembangkan individu untuk


dapat hidup di masyarakat, dan menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya, manusia ideal,
manusia yang diharapkan.

Dalam hal belajar untuk berkembang utuh ini, manusia dituntut untuk dapat menjadi makhluk individu
yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, menjadi makhluk sosial yang dapat hidup di masyarakat,
manusia yang berguna bagi dirinya dan bagi orang lain. Artinya bahwa manusia sebagai makhluk
individu memiliki dimensi kehidupan yang dapat mendasaroi segala perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari termasuk dalam hal belajar.

Prinsip learning to be yang dapat kita pelajari adalah:

1. Berfungsi sebagai andil terhadap pembentukan nilai-nilai yang dimiliki bersama;

2. Menghubungkan antara tangan dan pikiran, individu dengan masyarakat pembelajaran kognitif dan
non-kognitif serta pembelajaran formal dan nonformal.

Learning to be sangat erat kaitannya dengan bakat, minat, perkembangan fisik, kejiwaan anak serta
kondisi lingkungannya. Misal : bagi siswa yang agresif, akan menemukan jati dirinya bila diberi
kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai
fasilitator bertugas sebagai penunjuk arah sekaligus menjadi mediator bagi peserta didik. Hal ini sangat
diperlukan untuk menumbuh kembangkan potensi diri peserta didik secara utuh dan maksimal. Selain itu,
pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi
manusia yang berperi kemanusiaan.

Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang menjadi dirinya
sendiri. Dengan kata lain, belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan
kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai manusia. Belajar dalam konteks ini bertujuan untuk
meningkatkan dan mengembangkan potensi peserta didik, sesuai dengan minat dan bakatnya atau tipe-
tipe kecerdasannya (types of

intelligence). Konsep learning to be, perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa
agar mampu memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal
utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Dalam hubungan ini, pendidikan harus berhubungan
dengan setiap aspek dari potensi pribadi yang berupa: mengingat, menalar, rasa estetis, kemampuan-
kemampuan fisik, dan keterampilan-keterampilan berkomunikasi. Aspek-aspek learning to know dan
learning to do mendukung usaha siswa meningkatkan kecerdasan dan mengembangkan keterampilan
intelektual dirinya secara berkelanjutan.

D. Learning to live together (belajar untuk bekerjasama/hidup bersama)

Learning to live together adalah belajar untuk hidup bersama. Dalam hal ini, belajar setelah kita
mengetahui apa itu belajar, bagaimana proses yang harus ditempuh seseorang dalam hal belajar, yaitu
belajar untuk mengetahui, belajar untuk berkarya, belajar untuk berkembang utuh, maka manusia dituntut
untuyk belajar untuk hidup bersama, karena manusia selain merupakan makhluk individu, manusia juga
merupakan makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, pada dasarnya manusia butuh
bantuan orang lain.

Dan untuk memasuki abad baru atau dunia “kita” bersama-sama maka memerlukan kunci di bawah ini,
yaitu :

a. Memahami diri sendiri, satu sama lain dan dunia b. Menggunakan teknologi baru secara kritis

c. Mencari tempat kita di masyarakat

d. Membangun dunia lebih layak dan lebih adil

Modal bagi manusia untuk dapat hidup bersama, hidup bersosialisasi, diperlukan kunci tersebut agar
dapat menjalani kehidupannya dalam hal bersosialisasi di lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Jika dalam konteks pendidikan, peserta didik diharapkan dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam
proses pendidikan. Hal ini dapat diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Contohnya:

1. belajar kelompok dalam kelas

2. menghargai pendapat teman

3. menerima pendapat teman yang berbeda pendapat

4. mengemukakan pendapat untuk membagi ide dan pengalaman peserta didik lainnya.

Pengalaman tentang pemahaman diri sendiri dan orang lain yang didapat melalaui kelompok belajar
merupakan bekal dalam bersosialisasi di mayarakat. Hal ini dapat dijadikan bekal saat mereka
berkecimpung di lingkungan di mana mereka hidup dan bersosialisasi.

Pilar ini mengajarkan kepada kita untuk hidup bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang
bermanfaat. Learning to live together menjadi pilar belajar yang sangat penting, konsep ini berperan
dalam mengembangkan semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan
perdamaian.

Prinsip learing to live together yang dapat kita pelajari adalah:

•membangun sistem nilai

•pembentukan identitas melalui proses pemilikan konsep luas.

E. Learning to live believe in God (Belajar untuk percaya pada Tuhan)

Belajar Untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa (Learning To Believe in God), berdasarkan
dengan teologi bahwa faktanya, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia lengkap dengan berbagai
potensi yang diberikan kepadanya, termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta kemampuan
memilih dan berupaya untuk mandiri. Dengan dua potensi itu, manusia diberi ruang sepenuhnya guna
memutuskan dan bersikap. Termasuk dalam memilih untuk beriman atau tidak.Learning to belive and
convince the almighty God (Belajar untuk mempercayai dan meyakini Tuhan yang Maha Esa)
Mempercayai dan meyakini Tuhan yang Maha Esa tidak terdapat dalam 4 (empat) pilar Unesco. Inilah
pilar yang hilang, namun tidak demikian dengan Indonesia. Indonesia merupakan negara ketuhanan yang
menjunjung tinggi nilai keagamaan oleh karena itu pilar ini dimasukan kedalam pilar belajar di indonesia.

2.3 Implementasi setiap pilar dalam pendidikan

Contoh implikasi learning to know.

Learning to know tidak sekadar memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh
pengetahuan tersebut. Tidak hanya itu, siswa juga dituntut tidak sekadar mengetahui ilmu tetapi juga
sekaligus mengetahui apa yang bermanfaat bagi kehidupan. Pilar ini berperan untuk membentuk generasi
penerus bangsa yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.

Kita mendorong bahwa tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri,
untuk menyadari bahwa :

 Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia
meninggal.
 Belajar tidak mengenal batasan waktu, artinya tidak ada kata terlambat untuk belajar.
 Belajar adalah proses alamiah sebagai bagian integral/totalitas kehidupan.

Contoh implikasi learning to do.

Sekolah dan lembaga pendidikan lainya sebagai wadah masyarakat belajar seyogyanya memfasilitasi
siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar learning to
do dapat terrealisasi. Walau sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun
tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui
bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan
keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata.

Contoh implikasi learning to be.

Pengimplementasian dari prinsip learning to be tidak terlepas dari erat hubungannya dengan bakat dan
minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi peserta didik serta kondisi lingkungannya.
Dengan cara pendidik dan penyelenggara pendidikan seperti pemerintah memberikan fasilitas yang
mampu menunjang bakat dan potensi peserta didik yang mana dari hal tersebut membantu peserta didik
menjadi lebih baik, percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki dan berarti dalam kehidupannya.

Contoh implikasi learning to live together.

The International Commission on Education for the Twenty-first Century (Komisi International untuk
Pendidikan Abad ke-21), yang diketuai oleh Jacques Delors pada 1996, menekankan pilar Learning to
live together sebagai pondasi pendidikan. Diantara cara yang dapat ditempuh yakni dengan
mengembangkan

pemahaman terhadap orang lain, mencakup sisi historis, tradisi, dan nilai-nilai spiritualnya dan juga sikap
empati, respek, dan apresiasi seseorang kepada orang lain, termasuk ketergantungannya dengan sesama
ataupun lebih tepatnya penanaman pendidikan karakter pada peserta didik.
Contoh implikasi learning to live believe in God.

Adapun pada proses implementasinya pilar ini sudah terdapat dengan adanya mata pelajaran agama dan
PKn. Yang mengajarkan budi pekerti dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan sekarang
dalam tujuan pembelajaranpun telah dimasukan unsur spiritual dalam ketuhanan.

Anda mungkin juga menyukai