Anda di halaman 1dari 52

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan komponen yang penting dalam mencetak generasi

bangsa yang berkualitas. Muhibin Syah berpendapat “Pendidikan dapat diartikan

sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang

memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai

dengan kebutuhan”.1 Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Syaiful Sagala

menyatakan “Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku

anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu untuk hidup mandiri

sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu

berada”.2

Setiap kegiatan untuk dapat berjalan dengan baik, harus selalu didukung oleh

unsur-unsur yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan dari kegiatan

tersebut, bila satu saja dari yang unsur memiliki visi yang berbeda tentu, tujuan

dari kegiatan tersebut akan sulit untuk dicapai. Tidak terkecuali dengan

pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan semua unsur pendidikan harus

saling bekerja sama. Rochmad Djatun, Sutijan dan Sukirno dalam buku pengantar

pendidikan menyatakan Unsur-unsur pendidikan adalah sebagai berikut:

a) Anak didik;

b) Pendidik;

1
Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal 10
2
Syaiful Sagala. 2009. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Hal 44

Page 1 of 52
c) Tujuan pendidikan;

d) Alat pendidikan;

e) Interaksi edukatif; dan

f) Lingkungan pendidikan.3

Anak didik atau peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang

memerlukan bimbingan dari orang dewasa untuk dapat melaksanakan tugasnya

sebagai makhluk Tuhan, sebagai manusia dan sebagai warga masyarakat.

Pendidik adalah orang dewasa yang memiliki tanggung jawab untuk membimbing

anak yang masih dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar dapat

mencapai kedewasaan. Interaksi edukatif merupakan komunikasi dua arah antara

peserta didik dan pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan. Interaksi edukatif

dilakukan dengan sengaja melalui kegiatan pembelajaran dalam lingkungan

tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah

suatu proses pembelajaran yang melibatkan guru sebagai pendidik dan anak didik,

dengan menggunakan alat pembelajaran, sehingga anak didik mendapatkan

tambahan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan hidupnya.

Proses pendidikan melibatkan berbagai unsur didalamnya, sehingga membentuk

suatu sistem. Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan formal, yaitu

pendidikan yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi.

2.2. Hakikat Pembelajaran


3
Rachmat Djatun,Sutijan,Sukirno. 2009. Pengantar ilmu pendidikan. Surakarta: Yuma Pustaka. Hal 67

Page 2 of 52
Kegiatan pembelajaran merupakan upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh

seorang guru untuk membelajarkan siswa. Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto dan

Sutijan mengemukakan bahwa “Pembelajaran merupakan usaha sadar dan

disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan

faktor interen dan faktor eksteren dalam kegiatan belajar mengajar”. Definisi

pembelajaran menurut Syaiful Sagala “Pembelajaran merupakan proses

komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,

sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid”.4 Pembelajaran

menurut Alvin W. Howard sebagaimana dikutip oleh Slameto adalah “suatu

aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan,

mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita- cita, penghargaan dan

pengetahuan”.5

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah

usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik atau guru untuk membelajarkan

siswanya, sehingga terjadi perubahan pengetahuan, keterampilan, dan tingkah

laku pada diri pebelajar atau peserta didik. Pembelajaran merupakan suatu

kegiatan yang melibatkan komponen-komponen pembelajaran, selain melibatkan

komponen peserta didik dan guru, pembelajaran juga melibatkan komponen lain.

Muhammad Affandi menyatakan Komponen atau unsur pembelajaran meliputi:

a) Tujuan pembelajaran;

b) Materi pembelajaran;

c) Strategi atau model pembelajaran; dan

4
Syaiful Sagala. 2009. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Hal 61
5
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta. Hal 32

Page 3 of 52
d) Evaluasi pembelajaran.6

Tujuan pembelajaran berisi rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau

kualifikasi tingkah laku yang diharapkan dimiliki/dikuasai siswa setelah ia

mengikuti proses pembelajaran. Materi pembelajaran adalah isi atau bahan yang

dipelajari siswa, materi pembelajaran harus direncanakan sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Model atau strategi pembelajaran merupakan suatu cara yang

digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pembelajaran yang

bertujuan untuk memudahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengethaui sejauh mana tujuan

pembelajaran dapat dicapai.

2.3. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU N0.20 Th.2003). 7 Sedangkan

menurut Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.8 Pembelajaran adalah

serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan

terjadinya proses belajar.

Belajar merupakan suatu kegiatan yang dapat dilakukan oleh siapapun dan

dimanapun. Gagne menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi

atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan

6
Muhammad Affandi. 2009. “Perencanaan Pendidikan Dasar”. Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. I, No. 2 (Maret 2009).
Hal 153
7
Ridwan Abdullah Sani, 2019, Strategi Belajar Mengajar, Depok: Rajagrafindo Persada. Hal 52
8
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 21

Page 4 of 52
perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Dengan kata lain

belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena

hasil dari pengalaman.

Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi pada setiap orang

sepanjang hidupnya. Sementara Dimyati dan Mudjiono mengungkapkan bahwa

proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan

lingkungannya.9 Dari berbagai pengertian tentang belajar tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses untuk memperoleh suatu

perubahan sikap, baik melaui pengalaman, tingkah laku, dan keterampilan.

Perubahan tingkah laku dapat disebabkan adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya, karena stimulus dari lingkungan itulah yang akan membawa

seseorang pada perkembangan. Belajar berlangsung secara aktif dan integratif,

dan seorang siwa dapat dikatakan belajar secara efektif jika siswa mampu

melakukan proses belajar dengan baik, mampu menggunakan kemampuannya

untuk memecahkan masalah-masalah dalam belajar, dan bukan hanya

mempelajari atau menunjukkan apa yang sudah ada, melainkan menunjukkan

sesuatu yang baru.

Proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan jantungnya pendidikan

untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.

2.4. Komponen Pembelajaran

9
Dimyati, Mudjiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 5 of 52
Sebagai suatu sistem, proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen

yang satu sama lain saling berinteraksi dan berinterelasi. Komponen-komponen

tersebut adalah:

2.4.1. Siswa

Siswa merupakan komponen pembelajaran yang penting, karena komponen

siswa sebagai pelaku belajar dalam proses pembelajaran. Aspek penting dari

komponen siswa yang harus diperhatikan dalam pembelajaran adalah

karakteristiknya. Siswa adalah individu yang unik dan memiliki sifat individu

yang berbeda antara siswa satu dengan yang lain. Dalam satu kelas tidak ada

siswa yang memiliki karakteristik sama persis, baik kecerdasan, emosi, kebiasaan

belajar, kecepatan belajar, dan sebagainya. Hal ini menghendaki pembelajran

yang lebih berorientasi pada siswa (student centered), yaitu pembelajaran yang

dirancang dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik siswa secara individual.

Misalnya, pembelajaran yang menyediakan bahan pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik (minat dan bakat) yang dimiliki. Disamping itu siswa

memiliki tipe belajar yang berbeda, ada yang bertipe visul, auditif, audio-

visualistis, dan sebagainya. Berdasarkan tipe belajar siswa ini, maka dalam

pembelajaran guru seharusnya menyiapkan/menyediakan bahan pembelajaran

yang bersifat alternative dan variatif untuk melayani perbedaan tipe belajar siswa

tersebut.

2.4.2. Guru

Page 6 of 52
Sedangkan guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan sebagai

pelaksana dan penggerak kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran

berlangsung dan berhasil dengan sukses, maka guru harus merancang

pembelajaran secara baik, dalam arti dengan mempertimbangkan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, karakteristik siswa, guru merumuskan tujuan,

menetapkan materi, memilih metode dan media, dan evaluasi pembelajaran yang

tepat dalam rancangan pembelajarannya.

2.4.3. Tujuan

Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran.

Mau dibawa kemana siswa, apa yang harus dimiliki oleh siswa, semuanya

tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Sesuai dengan standar isi, kurikulum

yang berlaku untuk setiap satuan pendidikan adalah kurikulum berbasis

kompetensi. Dalam kurikulum yang demikian, tujuan yang diharapkan dapat

dicapai adalah sejumlah kompetensi yang tergambar baik dalam kompetensi dasar

maupun dalam standar kompetensi.

Kemampuan yang tampak disebut performance (penampilan)”. Performance

itu tampil dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan, sehingga

dapat diamati, dapat dilihat, dan dapat dirasakan. Kemampuan yang tidak tampak

disebut juga kompetensi rasional, yang dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kedua kompetensi itu saling

terkait. Kemampuan performance akan berkembang manakala kemampuan

rasional meningkat. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas akan

Page 7 of 52
menampilkan performance yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang

memiliki sedikit ilmu pengetahuan.

2.4.4. Isi

Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem

pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam

proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai

proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan pertama

pembelajaran adalah penguasaan materi (subject contered teaching). Dalam

kondisi semacam ini maka penguasaan materi oelh guru mutlak diperlukan. Guru

perlu memahami secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai siswa,

sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sebagai sumber belajar. Materi

pelajaran tersebut biasanya tergambarkan dalam buku teks, sehingga sering terjadi

proses pembelajaran adalah menyampaikan materi yang ada dalam buku.

Namun demikian, dalam setting pembelajaran yang berorientasi pada pencapai

tujuan atau kompetensi, tugas, dan tanggung jawab guru bukanlah sebagai sumber

belajar. Dengan demikian, materi pelajaran sebenarnya bisa diambil dari berbagai

sumber.

2.4.5. Metode

Strategi atau metode adalah komponen yang juga mempunyai fungsi yang

sangat menentukan. Keberhsilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh

komponen ini. Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa dapat

diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen – komponen

tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena

Page 8 of 52
itu setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi

dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

2.4.6. Alat dan sumber

Alat dan sumber walaupun fungsinya sebagai alat bantu, akan tetapi memiliki

peran yang tidak kalah pentingnya. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang

ini memungkinkan siswa dapat belajar dari mana saja dan kapan saja dengan

memanfaatkan hasil – hasil teknologi. Oleh karena itu, peran dan tugas guru

bergeser dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai pengelola

sumber belajar. Melalui penggunaan berbagai sumber itu diharapkan kualitas

pembelajaran akan semakin meningkat.

2.4.7. Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses pembelajaran.

Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran tetapi juga berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses

pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat kekurangan dalam pemanfaatan

berbagai komponen sistem pembelajaran.

5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pembelajaran

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem

pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang

tersedia, serta faktor lingkungan.

5.1. Faktor Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu

strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu

Page 9 of 52
strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan

implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiwaian guru

dalam menggunakan metode, teknik, dan taktik pembelajaran. Diyakini, seorang

guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan

pandangan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap

mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda dengan

guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan kepada

peserta didik atau siswa.

Masing-masing perbedaan tersebut dapat mempengaruhi baik dalam

penyusunan strategi atau implementasi pembelajaran. Guru dalam proses

pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk

siswa pada usia pendidikan dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat

lain, seperti televisi, radio, computer dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah

organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan

orang dewasa.

Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau

teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran

(manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak

dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat

ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

Yang termasuk kedalam aspek ini diantaranya meliputi tempat asal kelahiran

guru termasuk suku, latar belakang budaya, dan adat istiadat, keadaan keluarga

dari mana guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang

Page 10 of 52
tergolong mampu tau tidak, apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau

bukan. Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang

berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya

pengalaman latihan professional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan

lain sebagainya.

Teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang

dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap

siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik

kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan

dalam penguasaan materi pelajaran.

2.5. Faktor Siswa

Siswa adalah organisme unik yang berkembang sesuai dengan tahap

perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek

kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing – masing

anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi

oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang

melekat pada diri anak. Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat

memepengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa melipti aspek latar

belakang siswa serta faktor sifat yang dimiliki oleh siswa.

Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran, tempat

tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa

berasal, dan lain-lain. Sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi

meliputi kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa

Page 11 of 52
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada

siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Siswa yang termasuk

berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam

belajar, perhatian, dan keseriusan dalam mengikuti pelajaran, dan lain-lain.

Sebaliknya, siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan

kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran,

termasuk menyelesaikan tugas, dan lain sebagainya. Perbedaan-perbedaan

semacam itu menuntut perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau

pengelompokan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya

belajar.

Demikian juga halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki

pengetahuan yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya, akan

mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang

tidak memiliki tentang hal itu. Sikap dan penampilan siswa dalam kelas juga

merupakan aspek lain yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran.

Ada kalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetic) dan adapula

siswa yang pendiam, tidak sedikit juga yang ditemukan siswa yang memiliki

motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu akan mempengaruhi proses

pembelajaran didalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru

merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.

2.6. Faktor Sarana dan Prasarana.

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap

kelancaran proses pembelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya,

Page 12 of 52
sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat

mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah,

penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan

prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran,

misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain

sebagainya.

Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam

penyelenggaraan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasarana

merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana

dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Mengajar

dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran

dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk

belajar. Jika mengajar dianggap sebagai proses penyampaian materi, maka

dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan

pesan secara efektif dan efisien.

Sedangkan manakala mengajar dianggap sebagai suatu proses mengatur

lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan

dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar.

Dengan demikian, ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan guru

memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan fungsi

mengajarnya, dengan demikian, ketersediaan ini dapat meningkatkan gairah

mengajar mereka. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan

Page 13 of 52
berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Setiap siswa pada dasarnya memiliki

gaya belajar yang berbeda. Siswa yang bertipe auditif akan lebih mudah belajar

melalui pendengaran, sedangkan tipe siswa yang visual akan lebih mudah belajar

melalui penglihatan. Kelengkapan saran dan sarana akan memudahkan siswa

menentukan pilihan dalam belajar.

2.7. Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi

proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial

psikologis. Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam

suatu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses

pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas

berkecenderungan :

1. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah

siswa, sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.

2. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan

menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan

waktu diskusi. Jumlah yang terlalu banyak akan memakan waktu yang

banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap

siswa.

3. Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini

disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan

Page 14 of 52
pelayanan yang terbatas dari guru, dengan kata lain perhatian guru akan

semakin terpecah.

4. Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan

semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar

cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling

bertentangan.

5. Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan

semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju

mempelajari materi pelajaran baru

6. Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin

banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan

kelompok.

Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran adalah faktor iklim sosio-psikologis. Maksudnya, keharmonisan

hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini

dapat terjadi secara internal atau eksternal. Iklim sosial psikologis secara internal

adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya

iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru

dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial

psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan

dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah

dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.

Page 15 of 52
2.8. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran

2.8.1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu bentuk pembelajaran

yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari

penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.10

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arrend, model

pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk dalam

tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, dan

pengelolaan kelas. model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.11 Istilah model pembelajaran

meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Dalam

model pembelajaran ini guru memandu peserta didik menguraikan rencana

pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan pembelajaran, guru memberi

contoh mengenai penggunaan ketrampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya

tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang

fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh peserta didik.12

Berkenaan dengan pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsa Weil mengatakan 4

kelompok model pembelajaran, yaitu :

10
Kokom Kumalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hal. 57.

11
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 54-55
12
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasinya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 9

Page 16 of 52
(1) model interaksi social,

(2) model pengolahan informasi,

(3) model personal humanistik,

(4) model modifikasi tingkah laku.

Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut

didenifinisikan dengan strategi pembelajaran.13

Model fungsi pembelajaran adalah guru dapat membantu peserta didik

mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara fikir, dan mengekspresikan ide.

Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para guru dalam menrencanakan aktivitas belajar mengajar. 14

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat di simpulkan bahwa model

pembelajaran adalah suatu pola untuk memberi petunjuk kepada guru dalam

melakukan kegiatan pembelajaran dikelas.

2.8.2. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Model ini

dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.

b. Mempunyai misi atau tujuan tertentu, model berpikir induktif dirancang untuk

mengembangkan proses berpikir induktif.

c. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan :

13
Asnawir dan Basyirudin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 16
14
Agus Supriono, Cooperative Learning Teori…, hal 46

Page 17 of 52
(1) urutan langkah-langkah pembelajaran,

(2) adanya prinsip-prinsip reaksi,

(3) sistem sosial, dan

(4) sistem pendukung keempat bagian tersebut merupakan pedoman

praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

d. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,

misalnya model synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas atau

menciptakan sesuatu yang baru dalam pembelajaran.

e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut

memiliki :

(1) hasil belajar nampak pembelajaran, yaitu hasil belajar dapat diukur,

(2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

f. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model

pembelajaran yang dipilih.

2.8.3. Jenis-Jenis Model Pembelajaran

Bruce Joyce membagi model pembelajaran menjadi empat kelompok yaitu:

1) Kelompok model pembelajaran memproses informasi;

2) Kelompok model pembelajaran sosial;

3) Kelompok model pembelajaran personal dan

Page 18 of 52
4) Model pembelajaran sistem perilaku.15

Berdasarkan pendapat di atas model pembelajaran di kelompokkan

menjadi: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran

kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas.

Model pembelajaran presentasi menuntut guru untuk mampu mengenalkan dan

menyampaikan informasi-informasi baru kepada siswa. Model pembelajaran

berikutnya adalah pengajaran langsung, dalam model ini guru lebih banyak

menerangkan dan menjelaskan materi pembelajaran. Selanjutnya model

pengajaran konsep, sedikit berbeda dengan dua model sebelumnya pada model

pengakaran konsep guru hanya mengajarkan konsep - konsep materi pembelajaran

sebagai dasar untuk pembelajaran berikutnya. Berdasarkan penjelasan di atas

dapat disimpulkan bahwa pada ketiga model pembelajaran tersebut guru yang

lebih aktif.

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

siswa bekerja sama dengan teman belajarnya untuk belajar dan bertanggung jawab

pada kemajuan belajar kelompoknya. Model pembelajaran berdasarkan masalah

atau problem based learning merupakan model pembelajaran yang dirancang

untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis dengan

memunculkan permasalahan-permasalahan yang menuntut kemandirian siswa

dalam belajar. Model yang terakhir adalah model diskusi kelas, model ini

menekankan aktifitas siswa untuk bertukar pendapat dan gagasan mengenai materi

pembelajaran, ketiga model ini menuntut keaktifan dari siswa.


15
Bruce, Joyce dan Weil, Marsha. 2010. Model Of Teaching. New Jersey: Practice Hall. Hal 7

Page 19 of 52
Mengacu pada pembahasan di atas, model pembelajaran dapat diklasifikasikan

menjadi dua yaitu model pembelajaran yang berpusat pada guru atau sering

disebut pembelajaran teacher center dan model pembelajaran yang berpusat pada

siswa atau student center.

2.9. Model Problem Based Learning

2.9.1. Pengertian Model Problem Based Learning

Istilah Pembelajaran Berbasis Masalah diadopsi dari istilah dalam bahasa

Inggris Problem Based Learning. Dewasa ini, model pembelajaran berbasis

masalah mulai diangkat kembali, hal ini disebabkan secara umum pembelajaran

berdasarkan masalah menyajikan masalah kepada siswa yang dapat memudahkan

mereka dalam melakukan penyelidikan dan inkuiri. Bound and Felleti

mengemukakan bahwa “Problem Based Learning is an approach to structuring

the curriculum which involve confronting students with problems from practice

which provide a stimulus for learning”. Pendapat ini mendefinisikan

pembelajaran berdasarkan masalah sebagai pendekatan yang menghadapkan siswa

pada permasalahan-permasalahan yang berasal dari latihan dan rangsangan untuk

melaksanakan pembelajaran.16

Penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah tidak terbatas pada

disiplin ilmu tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Paulina Panen sebagai

berikut “Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang

berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata ataupun simulasi) kepada

16
Boud, David and Falletti, Graham I. 1997. The Challenge of Problem Based Learning. London: Kongan Page. Hal 15

Page 20 of 52
siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian

penelitian dan investigasi berdasatkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya

dari berbagai bidang ilmu”.17 Permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran

berdasarkan masalah tidak harus berupa permasahan yang ada di dunia nyata

tetapi dapat berupa simulasi permasalahan yang sengaja ditimbulkan untuk

merangsang daya kreatifitas siswa dalam belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang bersifat student center

yang menuntut keaktifan siswa. Keterlibatan tersebut berupa keharusan siswa

untuk mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan dari suatu materi, dengan

menggunakan serangkaian investigasi berdasarkan teori, konsep, dan prinsip,

sehingga siswa lebih mandiri dalam belajar, dengan begitu ilmu yang

diperolehnya akan bertahan lama karena siswa ikut berperan dalam pembelajaran.

2.9.2. Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Sanjaya, ciri utama strategi pembelajaran berdasarkan masalah

(problem based learning) yang pertama adalah rangkaian aktivitas pembelajaran,

artinya peserta didik tidak hanya mendengarkan ceramah dan menghafal namun

dititikberatkan pada kegiatan peserta didik dalam berpikir,berkomunikasi,

mengolah data, dan menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan

untuk menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajarran perlu adanya masalah

17
Paulina Pannen, Dina Mustafa, Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-
PPAI.Hal 85

Page 21 of 52
yang diteliti. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris.

Terdapat tiga karakteristik pemecahan masalah dalam metode Problem Based

Learning, yakni pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif, tetapi

dipengaruhi perilaku. Kemudian hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari

tindakan dalam mencari permasalahan. Selanjutnya pemecahan masalah

merupakan proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya. Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) yang

memiliki ciri seperti berikut ini :

2.9.2.1. Berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing.

Pada pembelajaran disajikan situasi bermasalah. Peserta didik dibimbing untuk

belajar untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan

masalah. Peserta didik belajar bersama kelompok yang nantinya informasi yang

mereka peroleh dapat bermakna bagi dirinya sendiri.

2.9.2.2. Belajar melampaui target.

Kemampuan memecahkan masalah dalam model ini membantu menganalisis

situasi. Masalah yang diberikan merupakan wahana belajar untuk

mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan perangkat yang dibutuhkan, memotivasi siswa, dan

mengajukan masalah sebagai langkah awal pembelajaran. Masalah yang diajukan

biasanya dalam dunia nyata.

Page 22 of 52
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) Adanya suatu permasalahan yang ditimbulkan;

2) Penyelidikan autentik sebagai upaya membangun kemampuan berpikir

kritis siswa atau peserta didik.

3) Hasil karya berupa solusi terbaik atas permasalahan yang ada;

4) Adanya kerjasama secara berpasangan atau dalam kelompok-kelompok

kecil.

2.10. Prosedur Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning).

Ada beberapa cara menerapkan Problem Based Learning dalam pembelajaran.

Secara umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus

dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa masalah tersebut dapat berasal

dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Menurut Paulina Panen ada

delapan tahap pembelajaran berdasarkan masalah, yaitu:

1) Mengidentifikasi masalah;

2) Mengumpulkan data;

3) Menganalisis data;

4) Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya;

Page 23 of 52
5) Memilih cara untuk memecahkan masalah;

6) Merencanakan penerapan pemecahan masalah;

7) Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan; dan

8) Melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah.18

Berdasarkan prosedur-prosedur yang telah dikemukakan di atas, maka penulis

menetapkan prosedur model pembelajaran berdasarkan masalah dalam penelitian

ini terdiri dari tahapan yaitu:

1) Orientasi siswa ke dalam suatu masalah;

2) Merumuskan masalah;

3) Melakukan pencarian data;

4) Menganalisis data sebagai dasar pemecahan masalah;

5) Merumuskan dan mempresentasikan solusi terbaik, serta

6) Mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2.11. Keunggulan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem

Based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah

satu model pembelajaran yang mendayagunakan daya pikir, kreatifitas, dan

partisipasi siswa dalam pembelajaran. Sebagai model pembelajaran, pembelajaran

18
Paulina Pannen, Dina Mustafa, Mestika Sekarwinahyu. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: PAU-
PPAI.Hal 93

Page 24 of 52
berdasarkan masalah memiliki beberapa keunggulan ,Wina Sanjaya menyatakan

“Keunggulan dari model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki

keunggulan, diantaranya”:

1. Pembelajaran berdasarkan masalah meningkatkan aktivitas belajar siswa

2. Pembelajaran berdasarkan masalah dapat membantu siswa untuk

mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam

pembelajaran yang mereka lakukan.

3. Pembelajaran berdasarkan masalah dapat mengembangkan kemampuan

siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka

untuk menyesuaiakan dengan pengetahuan baru.

4. Pembelajaran berdasarkan masalah dapat menantang kemampuan siswa

serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi

siswa.19

2.11. Kelemahan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Setiap model pembelajaran tidak hanya memiliki keunggulan, tetapi juga

memiliki kelemahan. Menurut Wina Sanjaya, model pembelajaran berdasarkan

masalah memiliki kelemahan sebagai berikut:

1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai

kepercayaan bahwa masalah tersebut dapat dipecahkan, maka mereka akan

merasa enggan untuk mencoba.


19
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group. Hal 220

Page 25 of 52
2. Model pembelajaran ini memerlukan waktu yang relatif lama untuk

persiapan.

3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan

masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang

mereka ingin pelajari.

2.12. Tahap-tahap Model Problem Based Learning

Asri Budiningsih20 mengemukakan bahwa, pada umumnya pelaksanaan model

Problem Based Learning diawali dengan perencanaan, proses pembelajaran dan

evaluasi proses serta hasil belajar.

2.12.1. Perencanaan:

1) Identifikasi tujuan sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik

siswa

2) Mendesain masalah yang diangkat dari konteks kehidupan nyata dan

menuntut beragam jawaban serta strategi pemecahannya.

3) Mengajukan portofolio sebagai media pilihan untuk mengembangkan

solusi yang akan digunakan ketika memecahkan masalah

2.12.2. Proses Pembelajaran

1) Menemukan masalah.

2) Mendefinisikan masalah.

20
Asri Budiningsih. (2006). Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: FIP UNY. Hal 112-113

Page 26 of 52
3) Menyusun dugaan sementara.

4) Menyelidiki.

5) Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan

6) Menyempurnakan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif, dan

7) Menguji solusi permasalahan.

2.12.3. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar

Evaluasi yang dilakukan menurut pandangan konstruktivistik yaitu:

1) Penekanan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan panduan

keterampilan dengan menggunakan masalah dan konteks nyata.

2) Menggali munculnya berpikir divergen, atau berpikir yang berorientasi pada

penemuan jawaban atau alternative yang banyak, atau pemecahan ganda,

bukan satu jawaban benar.

3) Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan memberi tugas- tugas

yang menuntut aktivitas belajar bermakna dalam konteks nyata.

Sementara itu, menurut Arends21 tahapan model pembelajaran Problem Based

Learning adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Sintaks Model Problem Based Learning Menurut Arends

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap-1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,


21
Arends, Richard.(2008). Learning to Teach : Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Hal 57

Page 27 of 52
menjelaskan logistik (alat dan bahan)
Memberikan Orientasi tentang yang dibutuhkan, memotivasi siswa
permasalahan kepada siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah.
Guru membantu siswa untuk
Tahap-2
mendefinisikan dan mengorganisasikan
Mengorganisasi siswa untuk
pembelajaran yang terkait dengan
belajar
permasalahan.
Guru mendorong siswa untuk
Tahap-3 mendapatkan informasi yang sesuai,
Membimbing penyelidikan melaksanakan eksperimen, untuk
individual maupun kelompok mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah atau solusi
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
Tahap-4
yang sesuai seperti laporan, video, dan
Mengembangkan dan menyajikan
model serta membantu mereka untuk
hasil karya
berbagi tugas dengan
temannya.
Guru membantu siswa untuk melakukan
Tahap-5
refleksi atau evaluasi terhadap
Menganalisis dan mengevaluasi
penyelidikan mereka dan proses-proses
proses pemecahan masalah
yang mereka gunakan.
Sintaks model Problem Based Learning yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada pendapat Richard I. Arends. Hal ini dikarenakan dalam sintaks

tersebut sudah dijabarkan bagaimana perilaku guru pada langkah tertentu.

Penerapan model Problem Based Learning dalam penelitian ini secara garis besar

yaitu:

Tahap 1: Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa.

Page 28 of 52
Pada awal pembelajaran, guru menjelaskan tujuan pembelajaran Pendidikan

Agama Kristen, membangun sikap positif terhadap pelajaran, dan

mendeskripsikan sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Guru

memberikan suatu masalah terkait masalah karakter kepada siswa.

Tahap 2 : Mengorganisasi siswa untuk belajar Pendidikan Agama Kristen.

Guru mengembangkan keterampilan kolaborasi diantara siswa dan membantu

mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama-sama. Guru membentuk

kelompok-kelompok penyelidikan. Setiap kelompok terdiri dari lima sampai enam

siswa.

Tahap 3: Membimbing penyelidikan kelompok.

Penyelidikan dilakukan secara kelompok yang melibatkan proses pengumpulan

informasidan memberikan solusi. Siswa mengumpulkan informasi yang cukup

untuk menciptakan dan mengkontruksikan ide-idenya sendiri. Guru membantu

siswa mengumpulkan informasi dari berbagai sumber dan membuat pertanyaan

yang merangsang siswa untuk memikirkan permasalahan itu. Setelah siswa

mengumpulkan informasi yang cukup terhadap permasalahan yang mereka

selidiki. Guru mendorong siswa bertukar ide dalam kelompok.

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan

penyelidikan atau hasil karya yang relevan. Setelah itu siswa mempresentasikan

laporan hasil penyelidikan atau hasil karya sebagai bukti pemecahan masalah.

Page 29 of 52
Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Guru memandu siswa untuk melakukan refleksi, dan mencatat butir- butir atau

konsep penting terkait pemecahan masalah.

2.13. Motivasi Belajar

2.13.1. Pengertian Motivasi Belajar

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan

yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak

atau berbuat. Motif dapat diinterpretasikan dalam tingkah laku yang ditujukan

oleh individu. Dengan demikian dapat diartikan motivasi merupakan dorongan

yang terdapat dalam diri sesorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi

tercapai tujuan tertentu pula Hamzah Uno.22 Sedangkan menurut Mc. Donald

Sardiman A. M motivasi memiliki tiga elemen penting.23

a. Bahwa motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan

energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia

(walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan

menyangkut kegiatan fisik manusia.

b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa “felling” afeksi seseorang. Dalam

hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi

yang dapat menentukan tingkah laku manusia

22
Hamzah B. Uno. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisi di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal
3
23
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 74

Page 30 of 52
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini

sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang

muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena

terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan. Tujuan

ini akan menyangkut soal kebutuhan.

Sementara itu Hull Dimyati dan Mudjiono, 24 menyatakan bahwa motivasi atau

dorongan merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan. Motivasi

merupakan cara yang dilakukan manusia untuk memelihara kelangsungan

hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan manusialah yang menjadikan penyebab

munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku. Tingkah

laku yang dimunculkan oleh manusia adalah sebagai respon manusia dalam

memenuhi kebutuhannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi

merupakan suatu dorongan untuk memenuhi kebutuhan tertentu agar tujuan yang

diinginkan dapat tercapai. Dorongan tersebut dapat berasal dari dalam diri

individu itu sendiri, namun juga tidak lepas dari faktor-faktor yang bersumber dari

luar. Motivasi dapat terlihat secara fisik yaitu melalui tingkah laku manusia.

Sedangkan pengertian belajar menurut Oemar Hamalik 25


adalah suatu proses

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam

pandangan yang sama Hamzah B. Uno26 menyatakan bahwa belajar merupakan

24
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 82
25
Oemar Hamalik. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 28
26
Hamzah B. Uno. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisi di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal
22

Page 31 of 52
pengalaman yang diperoleh karena adanya interaksi antara individu dengan

lingkungannya. Pandangan para tokoh di atas juga dipertegas oleh pernyataan

yang disampaikan Slameto27 yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru

sebagai hasil pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Dengan demikian

dapat diartikan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku individu yang

diperoleh melalui interaksi individu dengan lingkungannya.

Syaiful Sagala28 menjelaskan bahwa motivasi adalah syarat mutlak dalam

belajar. Motivasi sangat besar pengaruhnya pada proses belajar siswa. Tanpa

adanya motivasi, maka proses belajar siswa tidak berjalan secara lancar.

Seseorang akan belajar jika pada dirinya ada keinginan untuk belajar.

Sardiman29 menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya

penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang

memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tercapai tujuan pembelajaran.

Selanjutnya menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana 30 motivasi belajar adalah

kekuatan, daya pendorong, alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat

dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif dan

menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif,

afektif, maupun psikomotorik. Sementara itu menurut Hamzah B. Uno31, motivasi

belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar

27
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 2
28
Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Hal 104
29
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 75
30
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. Hal 26
31
Hamzah B. Uno. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisi di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 23

Page 32 of 52
untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Winkel32 mengatakan bahwa motivasi

belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberikan arah pada

kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pada pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa

motivasi belajar adalah daya pendorong atau penggerak eksternal maupun internal

yang ada dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar guna mencapai

tujuan pembelajaran. Motivasi belajar ini dapat muncul apabila kegiatan

pembelajaran yang dilakukan di kelas menuntut keterlibatan siswa dalam

menyelesaikan suatu masalah secara berkelompok. Dalam penelitian ini motivasi

dibangkitkan melalui model Problem Based Learning.

2.13.2. Macam-macam motivasi belajar

Pada kesempatan ini peneliti membahas macam-macam motivasi dari sudut

pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu yang disebut

motivasi instrinsik dan motivasi yang berasal dari luar diri individu yang disebut

motivasi ekstrinsik.

2.13.3. Motivasi Intrinsik

Menurut Sardiman33, motivasi instrinsik adalah motif- motif yang menjadi aktif

yang berasal dari dalam diri setiap individu untuk melakukan sesuatu. Seorang

siswa yang memiliki motivasi intrinsik pasti akan rajin belajar tanpa adanya

32
W. S Winkel. (2007). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Hal 169
33
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 89

Page 33 of 52
dorongan dari luar. Siswa belajar karena ingin mencapai tujuan untuk

mendapatkan pengetahuan, nilai, dan keterampilan. Selajutnya, menurut Nanang

Hanafiah dan Cucu Suhana34, motivasi instrinsik adalah motivasi yang datangnya

alamiah dari diri siswa itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri.

Dalam proses belajar, siswa yang mempunyai motivasi intrinsik dapat terlihat

dari belajarnya. Aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu

dorongan yang ada di dalam dirinya dan akan terkait dengan belajarnya. Siswa

merasa butuh dan mempunyai keinginan untuk belajar sehingga dapat mencapai

tujuan belajar, bukan karena pujian atau ganjaran. Berdasarkan beberapa

pengertian di atas disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang

berasal dari dalam diri untuk melakukan sesuatu tanpa adanya rangsangan dari

luar. Menurut Winkel35 motivasi instrinsik dapat ditanamkan melalui:

1) Menjelaskan kepada siswa manfaat dan kegunaan bidang studi yang

diajarkan.

2) Menunjukkan antusiasme dalam mengajar dan menggunakan prosedur

didaktis yang sesuai dan cukup variatif.

3) Melibatkan siswa dalam sasaran yang ingin dicapai, sehingga belajar di

sekolah tidak sekedar dipandang sebagai kewajiban yang menekan.

4) Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang dapat memenuhi

kebutuhan motivasional pada siswa.

34
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. Hal 26
35
W. S Winkel. (2007). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Hal 204-205

Page 34 of 52
2.13.4. Motivasi Ekstrinsik

Menurut Sardiman36, motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif karena

adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai

bentuk motivasi di dalam aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan

berdasarkan dorongan dari luar. Menurut Syaiful Sagala37, motivasi ekstrinsik

adalah dorongan yang timbul untuk mencapai tujuan yang datang dari luar diri

individu. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi

ekstrinsik adalah motivasi yang timbul karena adanya pengaruh atau rangsangan

dari luar. Sementara itu menurut Winkel 38 motivasi ekstrinsik dapat ditimbulkan

melalui:

1) Menggunakan berbagai insentif, baik yang bertujuan mempertahankan

perilakunya yang tepat maupun yang bertujuan agar siswa menghentikan

perilakunya yang tidak tepat.

2) Mengoreksi dan mengembalikan pekerjaan siswa dalam waktu

sesingkat mungkin.

3) Menggunakan berbagai bentuk kompetisi/ persaingan dalam kombinasi

dengan kegiatan belajar kooperatif.

Dalam penelitian ini penerapan model pembelajaran Prolem Based Learning

termasuk motivasi ekstrinsik, karena berasal dari luar dimana guru berusaha

membangkitkan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran yang inovatif

36
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 90-91
37
Syaiful Sagala. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Hal 102
38
W. S Winkel. (2007). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Hal 205

Page 35 of 52
yaitu model Problem Based Learning. Dengan model Problem Based Learning

ini diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran

Pendidikam Agama Kristen.

2.13.5. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi sangat berperan dalam belajar, siswa yang memiliki motivasi yang

kuat akan berhasil dalam belajar. Makin tepat motivasi yang diberikan, makin

berhasil pelajaran itu. Maka motivasi senantiasa akan menentukan intensitas usaha

belajar bagi siswa. Sardiman A.M39 menyebutkan fungsi motivasi belajar ada tiga

yaitu sebagai berikut.

a. Mendorong manusia untuk berbuat

Fungsi ini sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi

dalam hal ini merupakan motor penggerak bagi setiap kegiatan yang akan

dikerjakan.

b. Menentukan arah perbuatan

Motivasi akan mengarahkan ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan

demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan

sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan.

39
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 85

Page 36 of 52
Fungsi ini menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi

guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat

dengan tujuan tersebut.

Sementara itu, Oemar Hamalik 40 juga mengemukakan tiga fungsi motivasi

sebagai berikut:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan: tanpa motivasi

maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.

b. Motivasi berfungsi sebagai pengarah: artinya menggerakkan perbuatan

ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan.

c. Motivasi berfungsi penggerak: motivasi ini berfungsi sebagai mesin,

besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu

pekerjaan atau perbuatan.

Selanjutnya menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana41 beberapa fungsi dari

motivasi yaitu sebagai berikut.

a. Motivasi merupakan alat pendorong terjadinya perilaku belajar siswa.

b. Motivasi merupakan alat untuk mempengaruhi prestasi belajar siswa.

c. Motivasi merupakan alat untuk memberikan pengarahan terhadap

pencapaian tujuan pembelajaran.

40
Oemar Hamalik. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 161
41
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama. Hal 26

Page 37 of 52
d. Motivasi merupakan alat untuk membangun sistem pembelajaran lebih

bermakna.

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam

belajar adalah sebagai daya penggerak yang mendorong siswa untuk melakukan

suatu perbuatan tertentu guna mencapai tujuan belajar. Guru perlu menciptkan

pembelajaran inovatif yang dapat merangsang dan memotivasi siswa untuk belajar

sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini salah satu model

pembelajaran inovatif yang akan diterapkan adalah Problem Based Learning.

Problem Based Learning menuntut siswa untuk melakukan aktivitas dan berpikir

kritis dalam kelompok sehingga diharapkan dapat memotivasi siswa untuk belajar.

2.13.6. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Dalam kenyataannya, motivasi belajar siswa baik motivasi instrinsik maupun

ekstrinsik tidak selamanya stabil. Motivasi belajar siswa terkadang sering naik

turun yang disebabkan oleh berbagai unsur. Unsur- unsur yang mempengaruhi

motivasi belajar ini perlu diketahui para guru sehingga dapat meningkatkan

motivasi motivasi belajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono42 unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi

belajar sebagai berikut.

a. Cita-cita

42
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hal 97-100

Page 38 of 52
Setiap siswa memiliki cita-cita. Untuk mencapai cita-cita, siswa pasti akan

berusaha untuk mencapainya. Dalam mencapai cita-cita itu banyak usaha yang

dilakukan oleh siswa, salah satu contohnya adalah dengan giat belajar. Cita-cita

dapat memperkuat motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik.

b. Kemampuan siswa.

Keinginan siswa perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan untuk

mencapainya. Kemampuan siswa akan memperkuat motivasi siswa untuk

melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi Siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi

motivasi belajar. Jika kedua duanya dalam kondisi baik, maka motivasi siswa

akan tinggi dalam belajar.

d. Kondisi Lingkungan Siswa

Siswa berada di lingkungan sekitar yang berbeda-beda. Lingkungan siswa

dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan

kehidupan kemasyarakatan. Dengan lingkungan yang aman, tentram, tertib dan

indah maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar

Dengan dibangunnya lingkungan yang bertambah baik, maka dapat

menciptakan kondisi dinamis bagi pembelajar yang sedang berkembang jiwa

Page 39 of 52
raganya. Dalam pembelajaran, guru yang profesional diharapkan mampu

memanfaatkan surat kabar, majalah, siaran radio, televisi, dan sumber belajar di

sekitar sekolah untuk memotivasi belajar siswa.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Upaya guru untuk memotivasi siswa ada bermacam-macam. Motivasi dapat

dilakukan seorang guru pada saat pelajaran berlangsung ataupun sedang di luar

pelajaran. Oleh karena itu, peran guru cukup banyak untuk meningkatkan

motivasi belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas disebutkan bahwa upaya guru dalam membelajarkan

siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Dalam

penelitian ini guru berupaya membelajarkan siswa dengan mengunakan model

pembelajaran yang inovatif yaitu Problem Based Learning. Dengan model

Problem Based Learning ini diharapkan siswa termotivsi untuk belajar.

2.13.7. Indikator Motivasi Belajar

Indikator motivasi belajar siswa adalah ciri-ciri yang menunjukkan bahwa

siswa memiliki motivasi belajar yang kuat. Menurut Sardiman 43 ciri siswa

memiliki motivasai belajar yang kuat yaitu:

a. Tekun menghadapi tugas,

b. Ulet menghadapi kesulitan,

c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,


43
Sardiman A. M. (2014). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 83

Page 40 of 52
d. Lebih senang bekerja mandiri,

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin,

f. Dapat mempertahankan pendapatnya,

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, dan

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Sementara itu Hamzah B Uno44 berpendapat bahwa indikator motivasi belajar

dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil,

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan,

d. Adanya penghargaan dalam belajar,

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan

seorang siswa dapat belajar dengan baik.

Indikator motivasi yang digunakan oleh peneliti lebih merujuk pada indikator

motivasi yang dinyatakan oleh Hamzah B. Uno yang terdiri dari enam indikator

motivasi. Hal ini dikarenakan keadaan siswa yang dijadikan penelitian lebih

cenderung sesuai dengan karakteristik Hamzah B. Uno.

44
Hamzah B. Uno. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya : Analisi di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal
23

Page 41 of 52
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya berusaha

dengan berbagai cara. Berikut ini ada beberapa cara membangkitkan motivasi

ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik.

1. Kompetisi (persaingan):

Guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan

prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai

sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.

2. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat):

Pada awal kegiatan belajar-mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu

menyampaikan kepada siswa penilaian yang akan dicapainya sehingga dengan

demikian siswa berusaha untuk mencapai nilai tersebut.

3. Tujuan yang jelas:

Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin

besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi

dalam melakukan suatu perbuatan.

4. Kesempurnaan untuk sukses:

Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan

terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek sebaliknya.

Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak

untuk meraih sukses dengan usaha sendiri,tentu saja dengan bimbingan guru.45
45
User Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal 28-29

Page 42 of 52
2.14. Hasil Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi

2.14.1. Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu

perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan

berubahnya input secara fungsional. Sedangkan belajar adalah aktifitas

mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi

setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. 46

Mengajar dilakukan untuk mengusahakan perubahan perilaku yang diinginkan

dengan tujuan pembelajaran. Kegiatan mengajar dan belajar menimbulkan

perilaku tertentu dalam berbagai ranah kejiwaan siswa. Perubahan perilaku sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang terjadi akibat proses belajar dan mengajar

merupakan hasil.

Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang

menikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar termasuk komponen pendidikan

yang harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan, karena hasil belajar diukur

untuk mengetahui ketercapaian tujuan pendidikan melalui proses belajar

mengajar.47

46
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustak Pelajar, 2009), hal. 38-54
47
Ibid., hal. 46.

Page 43 of 52
Menurut Suprijono hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk

pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut:48

a. Informasi herbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, lisan maupun tertulis.

b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep

dan lambing.

c. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktifitas kognitifnya.

d. Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gas

jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penelitian terhadap objek tersebut.

2.14.2. Factor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain:

2.14.2.1.Faktor Internal

2.14.2.1.1. Faktor Fisiologis

48
Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran
Nasional. Hal. 22.

Page 44 of 52
Secara umum kondisi fisiologi seperti kesehatan yang prima, tidak dalam

keadaan yang lemah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan

sebagainya, semua akan membantu dalam proses dan hasil belajar.

2.14.2.1.2. Faktor Psikologis

Setiap manusia atau anak pada dasarnya memiliki kondisi psikologis berbeda-

beda, terutama dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan itu akan

berpengaruh pada proses dan hasil belajar masing-masing. Beberapa factor

psikologis diantaranya meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan

motifasi dan kognitif dan daya nalar.

2.14.2.2. Faktor Eksternal

2.14.2.2.1. Faktor lingkungan

Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan

ini dapat berupa lingkungan fisik dan dapat pula lingkungan sosial. Lingkungan

alam misalnya, keadaan suhu, kelembapan, kepengapan udara dan sebagainya.

Lingkungan sosial baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lainnya juga

dapat mempengaruhi proses belajar dan hasil belajar peserta didik.

2.14.2.2.2. Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah factor yang keberadaannya dan

penggunaannya dirancang sesuai hasil belajar yang diharapkan. Factor-faktor ini

Page 45 of 52
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tujuan-tujuan belajar yang

direncanakan. Factor-faktor ini dapat berupa kurikulum, sarana, fasilitas, dan

guru.49

2.15. Tipe Hasil Belajar

Telah dijelaskan bahwa tujuan hasil belajar adalah perubahan yang positif pada

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut ini ditemukan unsur-unsur.

Antara lain: Bloom membagi tipe hasil belajar ini, menjadi enam unsur, antara

lain:

1) Pengetahuan hafalan diartikan knowledge adalah tingkat kemampuan yang

hanya menerima peserta didik untuk mengenal atau mengetahui adanya konsep

fakta atau istilah tanpa harus mengerti, menilai atau menggunakannya. Dalam

hasil ini biasanya hanya dituntut untuk menyebutkan kembali.

2) Pemahaman atau komprehenship adalah tingkat kemampuan yang diharapkan

peserta didik mampu arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya.

3) Aplikasi atau penerapan dalam aplikasi peserta didik dituntut kemampuannya

untuk menerapkan atau menggunakan apa yang diketahui dalam situasi yang baru.

4) Analisis adalah tingkat kemampuan peserta didik menetahui suatu intregitas

atau situasi tertentu kedalam komponen komponen atau unsur-unsur

pembetukannya.

49
Agus Hikmat syaf, Media Pembelajaran, (Cipayung: GP Press, 2008), hal. 24.

Page 46 of 52
5) Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk

menyeluruh. Dengan kemampuan sintesis seseorang dapat menentukan hubungan

kasual atau urutan tertentu, atau menemukan abstraknya yang berupa integritas.

6) Evaluasi adalah kemampuan peserta didik untuk membuat suatu penilaian

tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya. Berdasarkan kriteria

tertentu kegiatan penilaian dapat dilihat dari segi tujuan, gagasannya, cara

kerjanya, cara pemecahannya, metodenya, materinya, atau lainnya. 50 Hal ini dapat

disimpulkan bahwa, hasil belajar sangat diperlukan oleh guru maupun siswa untuk

mengukur sejauh mana kemampuan siswa selama mengikuti kegiatan

pembelajaran.

2.16. Kerangka Berpikir

Pendidikan Agama Kristen adalah pemupukan akal orang-orang percaya dan

anak-anak mereka dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus melalui

sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri

mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan yang

diejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada Allah Bapa

Tuhan Yesus Kristus berupa tidnakan-tindakan kasih terhadap sesama.

Kenyataan di lapangan khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama

Kristen yaitu siswa kurang termotivasi dalam belajar Pendidikan Agama Kristen

dan dalam mengajar guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif

dan metode yang variatif. Model pembelajaran yang digunakan guru adalah model

50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Tehnik Pmebelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 206), hal. 43

Page 47 of 52
pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung merupakan model

pembelajaran yang biasa digunakan guru dimana pembelajaran masih didominasi

oleh guru. Siswa masih pasif dan kurang berperan dalam pembelajaran sehingga

siswa cenderung menerima apa saja yang disampaikan guru. Siswa duduk di

bangku mendengarkan penjelasan guru yang bersumber pada buku materi. Setelah

guru selesai memberikan penjelasan siswa mengerjakan soal latihan di buku

tersebut. Kegiatan seperti ini terus-menerus berlangsung selama pembelajaran

Pendidikan Agama Kristen. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa bosan pada

siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika siswa merasa bosan, perhatian

yang mereka berikan sudah tidak sepenuhnya terhadap penyampaian materi yang

diberikan guru.

Adapun salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk

meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Kristen siswa yaitu model

Problem Based Learning. Model Problem Based Learning merupakan suatu

model pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir kritis memecahkan

masalah autentik melalui kerja kelompok. Di dalam Problem Based Learning,

kemampuan untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah secara

berkelompok sangat diperlukan. Problem Based Learning menuntut aktivitas

siswa dalam memahami konsep melalui masalah yang disajikan di awal

pembelajaran. Problem Based Learning memanfaatkan efek rasa ingin tahu,

tantangan, tugas autentik, dan keterlibatan sehingga akan memotivasi siswa untuk

belajar.

Page 48 of 52
Siswa kelas VII SMPS Harapan Bangsa Batam masuk ke dalam kelas tinggi

yang berada pada rentang 12-14 tahun. Siswa yang berada dalam rentang umur

tersebut memiliki karakteristik antara lain perhatiannya tertuju kepada kehidupan

praktis sehari-hari, memiliki rasa ingin tahu, ingin belajar dan realistis, suka

membentuk kelompok sebaya.

Di dalam model Problem Based Learning siswa bekerja bersama siswa-siswa

lain dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi

untuk terlibat dalam tugas-tugas dan meningkatkan kesempatan untuk melakukan

penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir

dan keterampilam sosial. Dengan demikian Problem Based Learning dapat

memberikan pengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam belajar

Pendidikan Agama Kristen.

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut:

1. Kurang termotivasinya siswa dalam belajar Pendidikan


Agama Kristen
2.Dalam mengajar guru belum menggunakan model
pembelajaran yang inovatif

Model Problem Based Learning dapat dijadikan solusi untuk


meningkatkan motivasi belajar.

Page 49 of 52
Penerapan model Problem Based Learning dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di Kelas VII SMPS
Harapan Bangsa Batam

Model Problem Based Learning dapat memberikan


pengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar Pendidikan
Agama Kristen pada siswa kelas VII

Gambar 3.1. kerangka berpikir dalam penelitian ini

2.18. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori di atas maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut: “ Ada pengaruh model problem based learning terhadap motivasi

dan hasil belajar Pendidikan Agama Kristen pada siswa kelas VII SMPS Harapan

Bangsa Batam Semester II tahun ajaran 2018/ 2019.

2.19. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah tafsir tentang makna istilah yang digunakan dalam

penelitian ini, maka perlu dijelaskan makna dari beberapa definisi operasional

variabel sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan

kontiniu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan

Page 50 of 52
pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati Kasih Tuhan dalam

Yesus Kristus yang dinyatakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari

terhadap sesama dan lingkungan.

2. Motivasi belajar Pendidikan Agama Kristen yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah suatu kekuatan atau daya penggerak yang dapat mendorong siswa untuk

belajar Pendidikan Agama Kristen dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran

yang diharapkan. Indikator motivasi belajar Pendidikan Agama Kristen yaitu

adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam

belajar, adanya harapan dan cita- cita masa depan, adanya penghargaan dalam

belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan

belajar yang kondusif. Dalam penelitian ini motivasi belajar diukur dengan

menggunakan kuesioner berupa skala motivasi belajar.

3. Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu model pembelajaran yang menuntut

peserta didik untuk berpikir kritis memecahkan masalah autentik melalui kerja

kelompok. Tahap-tahap pembelajaran dengan model Problem Based Learning

yaitu memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa, mengorganisasi

siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan kelompok, mengembangkan dan

menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah. Melalui Problem Based Learning siswa aktif melakukan penyelidikan

untuk menyelesaikan masalah sehingga menemukan pengetahuan yang bermakna.

Page 51 of 52
4. Model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang

didominasi oleh guru, dimana materi pembelajaran disampaikan oleh guru secara

langsung kepada siswa. Tahap-tahap model pembelajaran langsung adalah sebagai

berikut: menyampaikan tujuan kepada siswa, mendemonstrasikan pengetahuan

dan keterampilan, membimbing mengerjakan latihan, mengecek pemahaman

siswa dan memberi umpan balik, memberikan kesempatan siswa untuk latihan

mandiri atau memberikan pekerjaan rumah. Dalam model pembelajaran langsung

siswa pasif dan cenderung menerima pengetahuan yang disampaikan guru.

Page 52 of 52

Anda mungkin juga menyukai