PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali
melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu
bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting
artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa
depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat
kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang
diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan
dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki .
Sebagai mahasiswa jurusan keguruan dan ilmu pendidikan sudah selayaknya
kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja unsur-unsur
pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan perlu mengetahui
apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar senantiasa para penikmat
pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil belajar. Dalam pembahasan
mengenai pilar-pilar pendidikan kita sebagai calon pendidik diharapkan bisa nantinya
untuk mengaplikasikan pilar-pilar ini ketika turun ke lapangan serta mampu
membangun kesadaran kepada peserta didik untuk mengembangkan tujuan pendidikan
dari pilar-pilar pendidikan yang ada.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pilar pendidikan ?
2. Apa jenis-jenis pilar pendidikan ?
3. Apa saja implementasi pilar-pilar pendidikan?
C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian pilar pendidikan
2. Dapat menjelaskan jenis-jenis pilar pendidikan
3. Dapat menjelaskan implementasi pilar-pilar pendidikan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan
adalah tiang atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang akan diberikan kepada anak didik uang bertujuan untuk pendewasaan
anak.
3
mata pelajaran. Pilar ini juga berarti learning to learn (belajar untuk belajar),
sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang
disediakan sepanjang hayat.
b. Learning to Do
Learning to do (belajar untuk berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan
mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya. Siswa dilatih
melakukan sesuatu dalam nyata yang menekankan pada penguasaan keterampilan.
Belajar untuk menerapkan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kamampuan kerja
generasi muda. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi
yang konkrit yang tidak terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanistis
melainkan juga terampil dalam berkomusikasi, bekerja sama, mengelola dan
mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak
generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk
berinovasi.
Learning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar
mendengar dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar
dengan dan untuk melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan akhir untuk
menguasai kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Kompetensi akan dapat dimiliki oleh pesrta didik apabila diberikan kesempatan
untuk belajar dengan melakukan apa yang harus dipelajarinya secara
langsung.Dengan demikian learning to do juga berarti proses pembelajaran
berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience).
Learning to do, untuk memperoleh bukan hanya suatu keterampilan kerja
tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi
dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum
muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat
informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal
melibatkan kursus-kursus, program bergantian antara belajar dan bekerja.
c. Learning to Be
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) adalah belajar untuk
berkembang secara utuh. Konsep ini memaknai belajar sebagai proses untuk
4
membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Siswa diharapkan untuk
dapat mandiri dan bertanggung jawab. Selain itu, pendidikan juga diharapkan
mampu mencetak generasi muda yang berperikemanusiaan.
Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk membentuk
manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidik harus
berusaha memfasilitasi peserta didik agar bealajar mengaktualisasikan dirinya
sendiri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam pengertian ini terkandung
makna bahwa kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yakni
makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari
akan segala kekurangan dan kelemahannya. Learning to be, sehingga dapat
mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak mandiri, membuat
pertimbangan dan rasa tanggung jawab pribadi yang semakin besar, ingatan,
penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.
d. Learning to Live Together
Lerning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama). Sejak Allah
menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri
tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong.
Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan,
saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling
menghormati satu dengan yang lain.
Learning to live together ini mengajrakan seseorang untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermnafaat baik bagi diri
sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.Dalam konteks
pendidikan siswa diharapkan dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses
pendidikan.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses
bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam
masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara
kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri dari
masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini termasuk juga pembentukan masyarakat
5
demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya perbedaan pandangan
antar individu. Learning to live together, learning to live with others , dengan jalan
mengembangkan pengertian akan orang lain dan apresiasi atas interdependensi—
melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar memenej konflik—dalam
semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan
perdamaian.
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan
membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui
komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain
serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan
dalam misi ini harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai
keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai
kebersamaan bahkan pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk
kepentingan sendiri.
e. Learning to Believe in God
Learning to believe in God ( belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa). Satu pilar lagi yang sangat penting dalam proses pembelajaran
dan sistem pendidikan adalah belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Sebagai bentuk rasa syukur dan aplikasi dari nilai keagamaan dari
setiap peserta didik. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian dan karakter
serta akhlak mulia.
Dalam artian ini bahwa pengetahuan yang dicari seseorang harus dapat
memberi manfaat untuk isi alam itu sendiri, dan bagaimana mengelolanya untuk
kebaikan bersama secara berkelanjutan yang secara religius dapat
dipertanggungjawabkan kepada Yang Mahakuasa.
6
tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan
pada tataran makro.
7
setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing.
f. Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media
pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
media dengan baik.
g. Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian
tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan
siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar.
2. Implementasi Learning to Do
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya
untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar
“Learning to do” dapat terealisasi. Keterampilan merupakan sarana untuk menopang
kehidupan seseorang bahkan banyak orang meyakini bahwa memiliki keterampilan
jauh lebih penting daripada menguasai pengetahuan semata. Secara umum, bakat
adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Oleh sebab itu, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam menyelesaikan tugas-
tugas mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat siswa bertanggung jawab atas diri
dan pendidikannya sehingga mereka akan belajar untuk meningkatkan kemampuan
dalam memecahkan masalah.
3. Implementasi Learning to Be
Peran guru adalah sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator
sangat dibutuhkan unutk menumbuhkembangkan potensi siswa secara utuh dan
maksimal. Pendidik juga membimbing siswa belajar mengaktualisasikan diri
sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu
sekaligus sebagai anggota masyarakat.
8
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih
siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal
utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri.
Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,
belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain
aktualisasi diri.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan
tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut,
diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat
menjadi lebih baik. Namun masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan
tersebut, baik mengenai SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap masyarakat
atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
Persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, karenanya
tentu secara bersama-sama pula kita mencari alternative pemecahannya. Mudah-
mudahan ke empat pilar tersebut dapat kita realisasikan dan akan nampak hasinya.
B. Saran
Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana kita sudah melakukan yang
terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap persoalan pendidikan yang melilit
negeri ini. Satu harapan kita semua, agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi
lebih baik dan berkualitas.
10
DAFTAR PUSTAKA
11
ANALISIS KELOMPOK TENTANG MATERI PILAR-PILAR PENDIDIKAN
A. Pengertian Pilar Pendidikan
Dalam kamus umum, pilar adalah tiang penyangga/penguat dari beton, dan
sebagainya, juga sekaligus dipakai untuk keindahan/keserasian, penunjang untuk
kegiatan.
Menurut M. J Langelveld mengatakan bahwa “Pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan secara sadar dan sengaja kepada anak (yang
belum dewasa) dalam pertumbuhannya dalam menuju ke arah kedewasaan dalam srti
dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala tindakannya menurut
pilihannya sendiri.
B. Jenis-jenis Pilar Pendidikan
1. Learning to Know (Belajar untuk Mengetahui)
Suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati dan
akhirnya dapat merasakan serta dapat menerapkan cara memperoleh pengetahuan,
suatu proses yang memungkinkan tertanamnya sikap ilmiah yaitu sikap ingin tahu
dan selanjutnya menimbulkan rasa mampu untuk selalu mencari jawaban atas
masalah yang dihadapi secara ilmiah
2. Learning to Do (Belajar untuk Berbuat)
Belajar dimaknai untuk membuat peserta bukan hanya mengetahui, mendengar
dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi lebih kepada dapat
melakukan, terampil berbuat atau mengerjakan kegiatan tertentu (sesuatu) sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
3. Learning to Be (Belajar untuk Menjadi Diri Sendiri)
Belajar menjadi seseorang, mengembangkan kepribadian dan kemampuan
untuk bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung
jawab.
4. Learning to Live Together (Belajar untuk Bersosial)
Pendidikan mesti merangsang soft skill peserta didik sehingga kelak mereka
mampu hidup bersama dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain.
5. Learning to Believe in God (Belajar untuk Mempercayai Tuhan Yang Maha Esa)
12
Belajar untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan dengan
teologi bahwa faktanya, Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan berbagai potensi
yang diberikan kepadanya termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta
kemampuan memilih dan berupaya untuk mandiri.
13