Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali
melalui peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu
bangsa, bagaimanapun mesti diprioritaskan. Sebab kualitas pendidikan sangat penting
artinya, karena hanya manusia yang berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa
depan. Manusia yang dapat bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat
kompetensinya adalah manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang
diharapkan dapat bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan
dunia yang senantiasa berubah dan penuh teka-teki .
Sebagai mahasiswa jurusan keguruan dan ilmu pendidikan sudah selayaknya
kita mengetahui tentang pendidikan itu sendiri khususnya apa saja unsur-unsur
pendidikan sampai dengan pilar-pilar pendidikan. Disini dirasakan perlu mengetahui
apa saja pilar-pilar dari pendidikan itu sendiri agar senantiasa para penikmat
pendidikan bisa berorientasi pada produk dan hasil belajar. Dalam pembahasan
mengenai pilar-pilar pendidikan kita sebagai calon pendidik diharapkan bisa nantinya
untuk mengaplikasikan pilar-pilar ini ketika turun ke lapangan serta mampu
membangun kesadaran kepada peserta didik untuk mengembangkan tujuan pendidikan
dari pilar-pilar pendidikan yang ada.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pilar pendidikan ?
2. Apa jenis-jenis pilar pendidikan ?
3. Apa saja implementasi pilar-pilar pendidikan?

C. Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian pilar pendidikan
2. Dapat menjelaskan jenis-jenis pilar pendidikan
3. Dapat menjelaskan implementasi pilar-pilar pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pilar Pendidikan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pilar” diartikan sebagai“tiang
penyangga” (terbuat dari besi atau beton). Kata pilar dalam bahasa Inggris berarti
pillars (sama artinya dengan pilar dalam bahasa Indonesia). Pilar merupakan penopang
atau penyangga dalam sebuah bangunan yang membuat bangunan itu dapat berdiri
dengan kukuh.
Eksistensi pilar dalam berbagai hal bisa dikatakan sangat penting peranannya
sebagai penopang agar menjadi suatu yang utuh (unity). Bangunan atau rumah
berangkat dari pondasi yang dilengkapi dengan pilar agar atap bisa berdiri kokoh dan
tidak mudah roboh sehingga tampak menjadi lengkap dan melengkapi. .
Istilah pilar dalam pendidikan bisa menjadi bagian yang tak kalah penting,
eksistensinya seperti halnya tujuan, sasaran, instrument pendidikan, dll. Adapun
maksud dari pembahasan pilar-pilar pendidikan adalah bahwa sendi pendidikan
ditopang oleh semangat belajar yang kuat melalui pola belajar yang bervisi ke depan
dengan melihat perubahan-perubahan kehidupan. Dalam pendidikan, belajar
merupakan bagian yang tak terpisahkan karena pendidikan adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan
pengajaran (belajar-mengajar). Belajar juga dikatakan sebagai key term (kata kunci)
paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak
pernah ada pendidikan.
Hal ini juga melihat dari kondisi zaman yang cepat berubah terutama di bidang
teknologi dan informasi sehingga visi paradigma pendidikan harus relevan yang
kemudian diturunkan ke dalam metode pembelajaran. Yaitu merubah paradigma
teaching (mengajar) menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini proses
pendidikan menjadi proses bagaimana“belajar bersama antar guru dan anak didik”.
Guru dalam konteks ini juga termasuk dalam proses belajar. Sehingga lingkungan
sekolah menjadi learning society (masyarakat belajar). Dalam paradigma ini, peserta
didik tidak lagi disebut pupil (siswa) tapi learner (yang belajar).

2
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pilar pendidikan
adalah tiang atau penunjang dari suatu kegiatan usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang akan diberikan kepada anak didik uang bertujuan untuk pendewasaan
anak.

B. Jenis-jenis Pilar Pendidikan


a. Learning to know
Learning to know (belajar untuk mengetahui), artinya belajar itu harus dapat
memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian
yang dalam. Hal ini dapat diartikan bahwa siswa harus memiliki pemahaman yang
bermakna terhadap proses pendidikan mereka. Siswa diharapkan memahami secara
bermakna asal mula teori dan konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan
dan memprediksi prose-proses berikutnya. Ini adalah bagian dari proses
pembelajaran yang memungkinkan pelajar/mahasiswanya untuk tidak sekedar
memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan
tersebut. Pilar ini berpotensi besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki
kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Learning to know mengandung makna bahwa belajar tidak hanya berorientasi
pada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi pada proses
belajar. Dalam proses belajar, peserta didik bukan hanya menyadari apa yang harus
di pelajari tetapi juga diharapkan menyadari bagaimana cara mempelajari apa yang
seharusnya dipelajari. Kesadaran tersebut, memungkinkan proses belajar tidak
terbatas di sekolah saja, akan tetapi memungkinkan peserta didik untuk belajar
secara berkesinambungan. Inilah hakekat dari semboyan "belajar sepanjang hayat".
Apabila hal ini dimiliki peserta didik, maka masyarakat belajar (learning society)
sebagai salah satu tuntutan global saat ini akan terbentuk. Oleh sebab itu belajar
untuk mengetahui juga dapat bermakna belajar berpikir karena setiap individu akan
terus belajar sehingga dalam dirinya akan tumbuh kemauan dan kemampuan untuk
berpikir.
Learning to know, dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas
dengan keseempatan untuk mempelajari secara mendalam pada sejumlkah kecil

3
mata pelajaran. Pilar ini juga berarti learning to learn (belajar untuk belajar),
sehingga memperoleh keuntungan dari kesempatan-kesempatan pendidikan yang
disediakan sepanjang hayat.
b. Learning to Do
Learning to do (belajar untuk berbuat/melakukan), setelah kita memahami dan
mengerti dengan benar apa yang kita pelajari lalu kita melakukannya. Siswa dilatih
melakukan sesuatu dalam nyata yang menekankan pada penguasaan keterampilan.
Belajar untuk menerapkan. Sasaran dari pilar kedua ini adalah kamampuan kerja
generasi muda. Peserta didik diajarkan untuk melakukan sesuatu dalam situasi
yang konkrit yang tidak terbatas pada penguasaan keterampilan yang mekanistis
melainkan juga terampil dalam berkomusikasi, bekerja sama, mengelola dan
mengatasi suatu konflik. Melalui pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak
generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk
berinovasi.
Learning to do mengandung makna bahwa belajar bukanlah sekedar
mendengar dan melihat untuk mengakumulasi pengetahuan, akan tetapi belajar
dengan dan untuk melakukan sesuatu aktivitas dengan tujuan akhir untuk
menguasai kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Kompetensi akan dapat dimiliki oleh pesrta didik apabila diberikan kesempatan
untuk belajar dengan melakukan apa yang harus dipelajarinya secara
langsung.Dengan demikian learning to do juga berarti proses pembelajaran
berorientasi pada pengalaman langsung (learning by experience).
Learning to do, untuk memperoleh bukan hanya suatu keterampilan kerja
tetapi juga lebih luas sifatnya, kompetensi untuk berurusan dengan banyak situasi
dan bekerja dalam tim. Ini juga belajar berbuat dalam konteks pengalaman kaum
muda dalam berbagai kegiatan sosial dan pekerjaan yang mungkin bersifat
informal, sebagai akibat konteks lokal atau nasional, atau bersifat formal
melibatkan kursus-kursus, program bergantian antara belajar dan bekerja.
c. Learning to Be
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) adalah belajar untuk
berkembang secara utuh. Konsep ini memaknai belajar sebagai proses untuk

4
membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Siswa diharapkan untuk
dapat mandiri dan bertanggung jawab. Selain itu, pendidikan juga diharapkan
mampu mencetak generasi muda yang berperikemanusiaan.
Learning to be mengandung arti bahwa belajar adalah proses untuk membentuk
manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Oleh karena itu, pendidik harus
berusaha memfasilitasi peserta didik agar bealajar mengaktualisasikan dirinya
sendiri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai
individu sekaligus sebagai anggota masyarakat. Dalam pengertian ini terkandung
makna bahwa kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yakni
makhluk hidup yang memiliki tanggung jawab sebagai khalifah serta menyadari
akan segala kekurangan dan kelemahannya. Learning to be, sehingga dapat
mengembangkan kepribadian lebih baik dan mampu bertindak mandiri, membuat
pertimbangan dan rasa tanggung jawab pribadi yang semakin besar, ingatan,
penalaran, rasa estetika, kemampuan fisik, dan keterampilan berkomunikasi.
d. Learning to Live Together
Lerning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama). Sejak Allah
menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri
tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong.
Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan,
saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling
menghormati satu dengan yang lain.
Learning to live together ini mengajrakan seseorang untuk hidup
bermasyarakat dan menjadi manusia berpendidikan yang bermnafaat baik bagi diri
sendiri dan masyarakatnya maupun bagi seluruh umat manusia.Dalam konteks
pendidikan siswa diharapkan dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses
pendidikan.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama melalui proses
bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam
masyarakat global dimana manusia baik secara individual maupun secara
kelompok tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mengasingkan diri dari
masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini termasuk juga pembentukan masyarakat

5
demokratis yang memahami dan menyadari akan adanya perbedaan pandangan
antar individu. Learning to live together, learning to live with others , dengan jalan
mengembangkan pengertian akan orang lain dan apresiasi atas interdependensi—
melaksanakan proyek-proyek bersama dan belajar memenej konflik—dalam
semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan
perdamaian.
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan
membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui
komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain
serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan
dalam misi ini harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai
keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai
kebersamaan bahkan pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk
kepentingan sendiri.
e. Learning to Believe in God
Learning to believe in God ( belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa). Satu pilar lagi yang sangat penting dalam proses pembelajaran
dan sistem pendidikan adalah belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Sebagai bentuk rasa syukur dan aplikasi dari nilai keagamaan dari
setiap peserta didik. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian dan karakter
serta akhlak mulia.
Dalam artian ini bahwa pengetahuan yang dicari seseorang harus dapat
memberi manfaat untuk isi alam itu sendiri, dan bagaimana mengelolanya untuk
kebaikan bersama secara berkelanjutan yang secara religius dapat
dipertanggungjawabkan kepada Yang Mahakuasa.

C. Impementasi Pilar-Pilar Pendidikan


Penerapan pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru dalam
bidang pendidikan. Kemampuan profesional guru akan terwujud apabila guru memiliki
kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar mengajar pada

6
tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan
pada tataran makro.

1. Implementasi Learning to Know


Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan
dan membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan
belajar bagi siswanya, dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut
perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode
mengajar, strategi belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar-mengajar.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu
berperan sebagai berikut:
a. Guru berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan penguasaan materi pembelajaran.
Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat menguasai materi pembelajaran
dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi sumber belajar bagi anak
didiknya.
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan memudahkan siswa dalam
kegiatan proses pembelajaran.
c. Guru sebagai pengelola
Guru berperan menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa
dapat belajar secara nyaman.
d. Guru sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang
dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan.
e. Guru sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya

7
setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru harus berperan sebagai
pembimbing.
f. Guru sebagai mediator
Guru selain dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media
pendidikan juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
media dengan baik.
g. Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran siswa. Dengan penilaian
tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan
siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode mengajar.

2. Implementasi Learning to Do
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya
untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar
“Learning to do” dapat terealisasi. Keterampilan merupakan sarana untuk menopang
kehidupan seseorang bahkan banyak orang meyakini bahwa memiliki keterampilan
jauh lebih penting daripada menguasai pengetahuan semata. Secara umum, bakat
adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Oleh sebab itu, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam menyelesaikan tugas-
tugas mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat siswa bertanggung jawab atas diri
dan pendidikannya sehingga mereka akan belajar untuk meningkatkan kemampuan
dalam memecahkan masalah.

3. Implementasi Learning to Be
Peran guru adalah sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator
sangat dibutuhkan unutk menumbuhkembangkan potensi siswa secara utuh dan
maksimal. Pendidik juga membimbing siswa belajar mengaktualisasikan diri
sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu
sekaligus sebagai anggota masyarakat.

8
Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih
siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal
utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri.
Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat,
belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain
aktualisasi diri.

4. Implementasi Learning to Live Together


Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan
kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut
terdapat persamaan. Itulah sebabnya Learning to live together menjadi pilar belajar
yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

5. Implementasi Learning to Believe in God


Dalam pendidikan adanya pelajaran Pendidikan agama, disini peserta didik
diajarkan nilai-nilai serta kaidah-kaidah tentang agamanya. Melalui ini peserta didik
diajarkan bagaimana dalam bersikap serta menggunakan ilmu yang ia miliki.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pilar-pilar pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan
tujuan yang sangat bagus pula. Dengan mengaplikasikan pilar-pilar tersebut,
diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia termasuk Indonesia dapat
menjadi lebih baik. Namun masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan
tersebut, baik mengenai SDM nya, fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap masyarakat
atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
Persoalan pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, karenanya
tentu secara bersama-sama pula kita mencari alternative pemecahannya. Mudah-
mudahan ke empat pilar tersebut dapat kita realisasikan dan akan nampak hasinya.

B. Saran
Mari melakukan introspeksi diri sejauh mana kita sudah melakukan yang
terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap persoalan pendidikan yang melilit
negeri ini. Satu harapan kita semua, agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi
lebih baik dan berkualitas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Redja Mudyahardjo. 1998. Pengantar Pendidikan. Bandung: Rajagrafindo Persada


Syafril & Zelhendri Zen. 2017. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana
Syafril, Zelhendri Zen, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Padang: Sukabina Press

11
ANALISIS KELOMPOK TENTANG MATERI PILAR-PILAR PENDIDIKAN
A. Pengertian Pilar Pendidikan
Dalam kamus umum, pilar adalah tiang penyangga/penguat dari beton, dan
sebagainya, juga sekaligus dipakai untuk keindahan/keserasian, penunjang untuk
kegiatan.
Menurut M. J Langelveld mengatakan bahwa “Pendidikan adalah setiap usaha,
pengaruh, perlindungan dan bantuan secara sadar dan sengaja kepada anak (yang
belum dewasa) dalam pertumbuhannya dalam menuju ke arah kedewasaan dalam srti
dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala tindakannya menurut
pilihannya sendiri.
B. Jenis-jenis Pilar Pendidikan
1. Learning to Know (Belajar untuk Mengetahui)
Suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati dan
akhirnya dapat merasakan serta dapat menerapkan cara memperoleh pengetahuan,
suatu proses yang memungkinkan tertanamnya sikap ilmiah yaitu sikap ingin tahu
dan selanjutnya menimbulkan rasa mampu untuk selalu mencari jawaban atas
masalah yang dihadapi secara ilmiah
2. Learning to Do (Belajar untuk Berbuat)
Belajar dimaknai untuk membuat peserta bukan hanya mengetahui, mendengar
dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi lebih kepada dapat
melakukan, terampil berbuat atau mengerjakan kegiatan tertentu (sesuatu) sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
3. Learning to Be (Belajar untuk Menjadi Diri Sendiri)
Belajar menjadi seseorang, mengembangkan kepribadian dan kemampuan
untuk bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung
jawab.
4. Learning to Live Together (Belajar untuk Bersosial)
Pendidikan mesti merangsang soft skill peserta didik sehingga kelak mereka
mampu hidup bersama dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain.
5. Learning to Believe in God (Belajar untuk Mempercayai Tuhan Yang Maha Esa)

12
Belajar untuk Beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan dengan
teologi bahwa faktanya, Tuhan menciptakan manusia lengkap dengan berbagai potensi
yang diberikan kepadanya termasuk potensi kemauan dan kehendak diri serta
kemampuan memilih dan berupaya untuk mandiri.

C. Implementasi Pilar-Pilar Pendidikan


Penerapan pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru dalam
bidang pendidikan. Kemampuan profesional guru akan terwujud apabila guru memiliki
kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar mengajar pada
tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan
pada tataran makro.

13

Anda mungkin juga menyukai