Pengertian Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan
pembelajaran dan atau pendidik -an yang didalamnya mencakup pengaturan tentang tujuan,
isi/materi, proses dan evaluasi.Tujuan berarti apa yang akan dicapai, materi berarti apa yang
akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan evaluasi
berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan.
Kurikulum bisa bersifat makro, artinya pengaturan tetang tujuan, isi/materi, proses dan
evaluasi dalam skala nasional, tetapi juga bisa bersifat mikro yaitu pengatur -an tentang hal
tersebut dalam konteks pembelajaran di kelas.
B. Komponen kriukulum
Dalam Sari Rudiyati, (tahun tidak tercantum), dikatakan bahwa tujuan adalah seperangkat
kemampuan atau kompetensi yang akan dicapai setelah para siswa menyelesaikan program
pendidikan dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan pendidikan atau pembelajaran secara umum terbagi ke dalam tiga jenis
kemampuan, yakni kemampuan yang berupa:
(1) kognitif,
(2) Afektif dan
(3) Psikomo -tor.
Jika ditinjau dari tingkatan atau lingkupmya, tujuan dapat dibedakan pendidikan dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 tingkatan atau lingkup, yaitu :
(1) tujuan pendidikan nasional;
(2) Tujuan pendidikan lembaga/institusional;
(3) Tujuan kurikuler; dan
(4) Tujuan pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang paling penting untuk dicermati dan dipahami oleh guru adalah
tujuan pendidikan pada tingkat institusi (tujuan lembaga/ institusional) dan tujuan
pembelajaaran (tujuan instruksional). Jika dikaitkan dengan kurikulum terkini yang berlaku
di Indonesia saat adalah Kuriulum 2013, maka yang dimaksud dengan tujuan pendidikan atau
pembelajaran kurang lebih sama dengan apa yang termaktub dalam kompetensi inti,
kompetensi dasar dan indikator.
Dengan demikian ada empat jenis kompetensi (dalam kurikulum) yang harus dicermati
oleh guru kaitannya dengan tujuan pembelajaran dalam setting inklusif, yaitu : Standar
kompetensi lulusan (SKL); Kompetensi Inti (KI); Kompetensi Dasar (KD dan Indikator
keberhasilan.
1. Komponen isi (materi)
Materi adalah isi atau konten yang harus dipelajari oleh siswa supaya bisa mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Materi pembelajaran bisa berupa informasi, konsep, teori, dan
lain-lain. Matei pembelajaran harus relevan atau mendukung terhadap pencapain kompetensi
dasar dan standar kompetensi. Rumusan materi tidak tersedia dalam kuriku-lum, tetapi harus
dibuat atau dikembangkan sendiri oleh sekolah/guru, yang biasanya mengacu kepada buku
sumber yang relevan.
2. Komponen proses
Proses adalah kegiatan atau aktivitas yang akan dijalani oleh siswa supaya bisa menguasai
materi yang diajarkan dan bisa mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Proses memiliki pengertian yang sama dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) atau
pengalaman belajar, yakni serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa
bersama guru baik di dalam maupun di luar kelas.
Proses pembelajaran biasanya terkait dengan penggunaan metode mengajar, penggunaan
media pembelajaran, pengalokasian waktu, pemanfaatan sumber. Pengelolaan kelas, dan lain-
lain.
3. Komponen evaluasi
Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk
mengetahui apakah para siswa telah berhasil mencapai atau menguasai kompetensi-
kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui
apakah proses pembelajaran telah berjalan secara efektif atau optimal. Isu yang paling
penting terkait dengan evaluasi adalah teknik atau cara yang digunakan dalam evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran.
c. Duplikasi proses
Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan
kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti
kesamaan dalam metode mengajar, lingkung -an/setting belajar, waktu belajar
penggunaan media belajar dan atau sumber belajar.
d. Duplikasi Evaluasi
Duplikasi evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus
menjalani evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada
siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan
dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau
kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
2. Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan. Dalam kaitan dengan model
kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi bararti
cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-
siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan
siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum
yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.
a. Modifikasi Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam
kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan memiliki rumusan kompetensi
sendiri yang berbeda dengan siswa-siswa reguler, baik berkaitan dengan standar
kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun
indikator -nya.
b. Modifikasi Materi
Modifikasi ini berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk
siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian, siswa
berkebutuhan pendidikan khusus mendapatkan sajian materi yang sesuai dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan
keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi
yang diberikan kepada siswa reguler.
c. Modifikasi Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran
yang dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami
oleh siswa pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang
diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran
khusus yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi
proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode
mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media belajar serta sumber
belajar.
d. Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil
belajar yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan
pendidikan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa
lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal
ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi.
Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria
kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah . Dll.
3. Model Subtitusi
Subtitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka
substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu
yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot
dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran,
materi, proses maupun evaluasi.
4. Model Omisi
Omisi berarti menghapus/menghilangka. Dalam kaitan dengan model kurikulum,
omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau
keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada
siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi
tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus,
karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan
khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang
sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.
E. Model Adaptasi
Dalam artikal. Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design pendidikan inklusi
nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal 27-30 November 2007 bahwa yang
menjadi substansi implementasi pendidikan inklusi adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu
meliputi kurikulum, pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar, penilaian serta
pelaporan hasil belajar.
Dalam makalah ini pembahasan adaptasi pembelajaran, media/ alat, bahan ajar, penilaian
dan hasil belajar akan dikemas dalam satu bahasan yaitu adaptasi pembelajaran sehingga
secara substansional yang amat diperlukan dalam adaptasi pada pendidikan inklusi adalah
adaptasi kurikulum dan adaptasi pembelajaran.
1. Adaptasi Kurikulum
1) ABK (anak berkebutuhan khusus) dengan kecerdasan rata-rata dapat
menggunakan kurikulum reguler.
2) ABK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat
diikutkan program akselerasi.
3) ABK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan
mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan karakteristik ABK.
4) Jenis ABK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program
kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif dan tidak ada di
sekolah reguler. Adapun kurikulum plus itu adalah:
Tunanetra orientasi dan mobilitas, Braille
Tunarungu bina wicara
Tunagrahita bina diri
Tunadaksa bina gerak
Tuna laras bina sosial/ pribadi
Autis à bina komunikasi dan sosial.
Gifted à akselerasi dan pengayaan
5) ABK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan
program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar
karakteristik ABK secara individual. Adapun pola yang dapat diterapkan
sebagai berikut:
Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dianggap kurang penting bagi kehidupan anak.
Membuang sebagian kompetensi dasar
Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan.
Membuang bagian awal dan menggunakan di bagian akhir baik pokok
bahasan dan atau sub pokok bahasan
2. Adaptasi Pembelajaran
Variabel penting dalam pembelajaran, adalah: a) kondisi pembelajaran, b)
metode pembelajaran, dan c) hasil pembelajaran.
a. Kondisi pembelajaran berkaitan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, kendala, dan karakteristik peserta didik. Adaptasi yang dapat dilakuan
adalah sebagai berikut:
mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama dengan
kurikulum baku (reguler maupun PLB) namun menurunkan indikator
(mengambil sebagian indikator).
Mengambil standar kompetensi yang sama dengan kurikulum reguler dan
merumuskan sendiri standar kompetensinya.
b. Metode pembelajaran terdiri dari strategi pengorganisasian, metodologi, dan
pengelolaan.
Berkaitan dengan metode pembelajaran dapat dilakukan beberapa adaptasi antara
lain:
a) Adaptasi waktu pembelajaran
Akan lebih bijaksana bila dalam pemberian setiap tugas ada kaitannya
dengan jenis/ tingkat kesulitan yang dialami anak, waktu diberikan
kelonggaran secara proporsional bila dibanding dengan anak rata-rata lain.
Mereka diberikan kesempatan untuk berprestasi seperti yang lain sekalipun
dalam waktu yang berbeda. Misalnya anak tunanetra dalam mengerjakan
soal-soal ujian diberikan kelonggaran 20% dengan waktu yang digunakan
oleh anak “normal”. Anak tunarunguwicara diberikan kesempatan yang
longgar dalam memahami isi bacaan/ membaca. Anak lamban belajar
berhitung, bila pendidik menuntut sejumlah soal yang sama dengan anak
rata-rata lain waktu hendaknya diberikan kelonggaran yang cukup sesuai
dengan tingkat kelambanannya atau jumlah soal dikurangi.
b) Adaptasi pengelolaan kelas
Dalam pengorganisasian kelas membutuhkan strategi yang kadang
tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Pengaturan tempat duduk terhadap
anak-anak yang mengalami kelainan harus mendapatkan prioritas khusus,
sehingga mereka seperti halnya teman yang lain. Tanpa adaptasi
pengelolaan kelas mungkin mereka akan semakin tertinggal dengan teman
yang lain.
4. Adaptasi sarana/ alat pelajaran/ alat peraga dalam hal ini adalah adaptasi yang setiap
saat dapat melakukan pendidik dalam pembelajaran di kelas.
Melalui adaptasi tersebut anak dengan kebutuhan khusus dapat melakukan/ merasakan/
mengamati seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak lain.
Di bawah ini beberapa contoh yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran:
1. Adapatasi bahan ajar
untuk peserta didik tunanetra dapat bahan ajar diadaptasi dengan buku
braille, buku bicara, buku dgital, dll
untuk peserta didik tunarungu dapat disertai gambar/ visualisasi yang
dapat mewakili narasi/ teks.
2. Dalam mempelajari bangun geometri anak tunanetra harus mempelajari benda
asli/ model/ setidaknya gambar timbul, sehinga anak tunanetra dapat meraba,
begitu pula mempelajari peta suatu wilyah juga harus berupa peta timbul.
3. Anak lamban belajar menulis harus dilihat kasus demi kasus. Mungkin
tulisannya jelek, tidak dapat membedakan antara huruf-huruf tertentu,
menulisnya lamban.
4. Anak autis perlu meja khusus yaitu meja yang tidak menjadikan anak banyak
bergerak.
5. Anak polio (kursi roda) diperlukan kursi dan meja yang dapat dijangkau
(diturunkan) dan ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda.
6. Penempatan sarana dan alat/ buku-buku mudah dijangkau untuk semua anak
7. Karakteristik peserta didik meliputi perbedaan individual dalam hal fisik (fisik normal,
tunanetra, tunarungu, dunadaksa, warna kulit, ras, dll); emosi dan sosial (anak soleh,
anak nakal, autis, maldjusted, anak miskin, anak beresiko, dll); intelektual (anak
cerdas, rata-rata, anak bodoh, tunagrahita); kepribadian (introvert, ekstrovert, dll);
minat; bakat; dll.
Dari seluruh penjabaran di atas bahwa ABK adalah mereka yang mengalami
hambatan dalam dirinya. Hambtan yang mereka miliki sangat bervariasi. Perkembangan
pemhaman tentang pendidikan, membawa mereka untuk dapat menikmati pendidikan di
sekolah regular yakni berada bersama anak-anak regular yang kita sebut sekolah inklusif.
Sekolah inklusif semkain banyak ditemukan dibeberapa daerh di Indonesia. Untuk
memaksimalkan pelayanan terhadap ABK maka diperlukan sebuah kurikulum, kurikulum di
sekolah inklusif hendaknya mampu diadaptasikan sejalan dengan kemampuan dan hambatan
ABK. Adaptasi kurikulum yang didalamnya ada materi ajar, sarana dan prasarana, cara dan
lain-lain akan membantu ABK dalam menerima pembelajaran di sekola inklusif.
BAB III
KESIMPULAN
Setiap individu merupakan pribadi yang unik, di dunia ini tidak ada dua orang yang
persis sama. Perbedaan individu merupakan salah satu aspek yang memperoleh perhatian
dalam bidang pendidikan, terutama kecepatan dan irama perkembangannya. Sehingga
manusia dipandang sebagai makhluk bhineka (individual differences), kekurangan atau
keunggulan adalah suatu bentuk keberagaman manusia. Pandangan seperti ini menunjukkan
bahwa perbedaan peserta didik ke dalam kelompok normal dan tidak normal, pintar dan
bodoh menjadi tidak relevan lagi, disinilah perlunya pembelajaran yang efektif sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana
kegiatan belajar bagi peserta didik di sekolah, atau seperangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadual, dan evaluasi. Kurikulum sebagai sistem
merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, dan bahkan sistem
kemasyarakatan. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan
menyempurnakannya. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara agar kurikulum tetap dinamis.
Kurikulum sebagai bidang studi, lebih menekankan kurikulum sebagai obyek ilmu
pengetahuan, yakni sebagai bidang studi kurikulum.
Desain kurikulum berbasis Inklusi sangat memperhatikan beberapa hal
yaitu: Pertama: usaha restrukturisasi yaitu proses pelembagaan keyakinan, nilai dan norma
baru tentang fungsi dasar, proses dan struktur suatu lembaga untuk menjamin kepastian,
keadilan, dan pemanfaatan usaha pendidikan itu sendiri. Kedua: rekulturisasi yaitu proses
pembudayaan perilaku seseorang atau kelompok atas keyakinan, nilai dan norma baru yang
diharapkan. Pembudayaan nilai kreativitas, otonomi/kemandirian, dan relevansi pendidikan
merupakan kunci rekulturasi. Ketiga: refigurasi yaitu proses perekayasaan figur atau tokoh
sebagai model atau teladan (kepala sekolah, guru, pamong, orang tua) agar yang
bersangkutan memiliki kemampuan dan kesanggupan melembagakan dan membudayakan
keyakinan, nilai dan norma baru pendidikan yang diharapkan.
Adapatsi kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk pemenuhan hak bagi ABK
yang berada di sekolah inkulisi. Karena setiap individu memiliki keterbatasan maka
pembelajaranpun disesuaikan dengan keberadaan siswa. Untuk memperlancar proses KBM
nya maka diperlukan rencana untuk membuat adapatasi kurikulum agar semua ABK dapat
terlayani dengan baik.
Adaptasi dalam model pembelajaran inklusi saat proses merupakan cara penyesuaian
aktivitas belajar yang sesuai dengan kondisi siswa berkebutuhan khusus. Penyesuaian
tersebut dilakukan pada tahapan belajar perolehan, tahap ulangan, tahap kecakapan, tahap
mempertahankan, tahap perluasan, tahap penyesuaian, dan tahap penyesuaian.
DAFTAR PUSTAKA
Mumpuniarti, (2011). Adaptasi Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. diakses
pada tanggal 5 Nopember 2015 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ADAPTASI
%20PROSES%20PEMBELAJARAN%20ANAK%20BERKEBUTUHAN%20KHUSUS.pdf