Anda di halaman 1dari 14

A. .

    Pengertian Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai seperangkat rencana atau pengaturan pelaksanaan
pembelajaran dan atau pendidik -an yang didalamnya mencakup pengaturan tentang tujuan,
isi/materi, proses dan evaluasi.Tujuan berarti apa yang akan dicapai, materi berarti apa yang
akan dipelajari. Proses berarti apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan evaluasi
berarti apa yang harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan.
Kurikulum bisa bersifat makro, artinya pengaturan tetang tujuan, isi/materi, proses dan
evaluasi dalam skala nasional, tetapi juga bisa bersifat mikro yaitu pengatur -an tentang hal
tersebut dalam konteks pembelajaran di kelas.
B. Komponen kriukulum
Dalam Sari Rudiyati, (tahun tidak tercantum), dikatakan bahwa tujuan adalah seperangkat
kemampuan atau kompetensi yang akan dicapai setelah para siswa menyelesaikan program
pendidikan dalam kurun waktu tertentu.
Tujuan pendidikan atau pembelajaran secara umum terbagi ke dalam tiga jenis
kemampuan, yakni kemampuan yang berupa:
(1) kognitif,
(2) Afektif dan
(3) Psikomo -tor.
Jika ditinjau dari tingkatan atau lingkupmya, tujuan dapat dibedakan pendidikan dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 tingkatan atau lingkup, yaitu :
(1) tujuan pendidikan nasional;
(2) Tujuan pendidikan lembaga/institusional;
(3) Tujuan kurikuler; dan
(4) Tujuan pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang paling penting untuk dicermati dan dipahami oleh guru adalah
tujuan pendidikan pada tingkat institusi (tujuan lembaga/ institusional) dan tujuan
pembelajaaran (tujuan instruksional). Jika dikaitkan dengan kurikulum terkini yang berlaku
di Indonesia saat adalah Kuriulum 2013, maka yang dimaksud dengan tujuan pendidikan atau
pembelajaran kurang lebih sama dengan apa yang termaktub dalam kompetensi inti,
kompetensi dasar dan indikator.
Dengan demikian ada empat jenis kompetensi (dalam kurikulum) yang harus dicermati
oleh guru kaitannya dengan tujuan pembelajaran dalam setting inklusif, yaitu : Standar
kompetensi lulusan (SKL); Kompetensi Inti (KI); Kompetensi Dasar (KD dan Indikator
keberhasilan.
1.      Komponen isi (materi)
Materi adalah isi atau konten yang harus dipelajari oleh siswa supaya bisa mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Materi pembelajaran bisa berupa informasi, konsep, teori, dan
lain-lain. Matei pembelajaran harus relevan atau mendukung terhadap pencapain kompetensi
dasar dan standar kompetensi. Rumusan materi tidak tersedia dalam kuriku-lum, tetapi harus
dibuat atau dikembangkan sendiri oleh sekolah/guru, yang biasanya mengacu kepada buku
sumber yang relevan.
2.      Komponen proses
Proses adalah kegiatan atau aktivitas yang akan dijalani oleh siswa supaya bisa menguasai
materi yang diajarkan dan bisa mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Proses memiliki pengertian yang sama dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) atau
pengalaman belajar, yakni serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh siswa
bersama guru baik di dalam maupun di luar kelas.
Proses pembelajaran biasanya terkait dengan penggunaan metode mengajar, penggunaan
media pembelajaran, pengalokasian waktu, pemanfaatan sumber. Pengelolaan kelas, dan lain-
lain.
3.      Komponen evaluasi
Evaluasi adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi bertujuan untuk
mengetahui apakah para siswa telah berhasil mencapai atau menguasai kompetensi-
kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui
apakah proses pembelajaran telah berjalan secara efektif atau optimal. Isu yang paling
penting terkait dengan evaluasi adalah teknik atau cara yang digunakan dalam evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran.

C.     Pengertian Pembelajaran Adaptif


Irham Hosni, (2003) dalam artikel,  E. S. Munir, (2008), menuliskan  bahwa
pembelajaran adaptif merupakan pembelajaran biasa yang dimodifikasi dan dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat dipelajari, dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan
pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Dengan demikian pembelajaran adaptif bagi
ABK hakekatnya adalah Pendidikan Luar Biasa (PLB). Sebab didalam pembelajaran adaptif
bagi ABK yang dirancang adalah pengelolaan kelas, program dan layanannya.
Jadi pembelajaran adaptif pada intinya adalah modifikasi aktivitias, metode, alat, atau
lingkungan pembelajaran yang bertujuan untuk menyediakan peluang kepada anak dengan
kebutuhan khusus mengikuti program pembelajaran dengan tepat, efektif serta mencapai
kepuasan. Prinsip utama dalam modifikasi aktivitas adalah pe-nyesuaian aktivitas pembelaja-
ran yang disesuaikan dengan potensi siswa dalam melakukan aktivitias tersebut.

D. Pengembangan Kurikulum Adaptif di sekolah Inklusi


Sari Rudiyati, (…), menuliskan bagaimana pengembangan kurikulum adaptif untuk siswa
berkebutuhan pendidikaan khusus yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif? Ada empat
model kemungkinan pengembangan kurikulum adaptif bagi siswa yang berkebutuhan
pendidikan khusus yang mengikuti pendidikan di sekolah inklusif, yakni: (1) Model
duplikasi; (2) Model modifikasi; (3) Model subtitusi, dan (4) model omisi.
1.      Model Duplikasi
Duplikasi artinya salinan yang serupa benar dengan aslinya. Menyalin berarti
membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Dalam kaitannya dengan model
kuriukulum, duplikasi berarti mengembangkan dan atau memberlakukan kurikulum
untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus secara sama atau serupa dengan
kurikulum yang digunakan untuk siswa pada umumnya (reguler). Jadi model
duplikasi adalah cara dalam pengembangan kurikulum, dimana siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus menggunakan kurikulum yang sama seperti yang
dipakai oleh anak-anak pada umumnya.  Model duplikasi dapat diterapkan pada
empat kmponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses dan evaluasi.
a.       Duplikasi Tujuan
Duplikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang diberlakukan
kepada  anak-anak pada umumnya/reguler juga diberlakukan kepada siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian standar komptensi lulusan
(SKL) yang diberlakukan untuk siswa reguler juga diberlakukan untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, Demikian juga Kompetensi inti (KI),
kompetensi dasar (KD) dan juga indikator keberhasilannya

b. Duplikasi Isi atau materi


Duplikasi isi/materi berarti materi-materi pembelajaran yang diberlakukan
kepada siswa pada umumnya/reguler juga diberlakukan sama kepada siswa-siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus
memperoleh informasi, konsep, teori, materi, pokok bahasan atau sub-sub pokok
bahasan yang sama seperti yang disajikan kepada siswa-siswa pada umumnya/
reguler.

c.    Duplikasi proses
Duplikasi proses berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani
kegiatan atau pengalaman belajar mengajar yang sama seperti yang diberlakukan
kepada siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi proses bisa berarti
kesamaan dalam metode mengajar, lingkung -an/setting belajar, waktu belajar
penggunaan media belajar dan atau sumber belajar.
d. Duplikasi Evaluasi
Duplikasi evaluasi berarti siswa berkebutuhan pendidikan khusus
menjalani evaluasi atau penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada
siswa-siswa pada umumnya/reguler. Duplikasi evaluasi bisa berarti kesamaan
dalam soal-soal ujian, kesamaan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau
kesamaan dalam tempat atau lingkungan dimana evaluasi dilaksanakan.
2.      Model Modifikasi
Modifikasi berarti merubah atau menyesuaikan. Dalam kaitan dengan model
kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka model modifikasi bararti
cara pengembangan kurikulum, dimana kurikulum umum yang diberlakukan bagi siswa-
siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan
siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan demikian, siswa berkebutuhan pendidikan khusus menjalani kurikulum
yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan mereka. Modifikasi dapat
diberlakukan pada empat komponen utama, yaitu tujuan, materi, proses, dan evaluasi.
a.       Modifikasi Tujuan
Modifikasi tujuan berarti tujuan-tujuan pembelajaran yang ada dalam
kurikulum umum dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi siswa berkebutuhan
pendidikan khusus. Sebagai konsekuensi dari modifikasi tujuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, maka akan memiliki rumusan kompetensi
sendiri yang berbeda dengan siswa-siswa reguler, baik berkaitan dengan standar
kompetensi lulusan (SKL), kompetensi inti (SI, kompetensi dasar (KD) maupun
indikator -nya.
b.      Modifikasi Materi
Modifikasi ini berarti materi-materi pelajaran yang diberlakukan untuk
siswa reguler dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan demikian, siswa
berkebutuhan pendidikan khusus mendapatkan sajian materi yang sesuai dengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi materi bisa berkaitan dengan
keleluasan, kedalaman dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) daripada materi
yang diberikan kepada siswa reguler.
c.       Modifikasi Proses
Modifikasi proses berarti ada perbedaan dalam kegiatan pembelajaran
yang dijalani oleh siswa berkebutuhan pendidikan khusus dengan yang dialami
oleh siswa pada umumnya. Metode atau strategi pembelajaran umum yang
diberlakukan untuk siswa-siswa reguler tidak diterapkan untuk siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran
khusus yang sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuannya. Modifikasi
proses atau kegiatan pembelajaran bisa berkaitan dengan penggunaan metode
mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media belajar serta sumber
belajar.
d.      Modifikasi Evaluasi
Modifikasi evaluasi, berarti ada perubahan dalam sistem penilaian hasil
belajar yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan siswa
berkebutuhan pendidikan khusus. Dengan kata lain siswa berkebutuhan
pendidikan khusus menjalani sistem evaluasi yang berbeda dengan siswa-siswa
lainnya. Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-soal
ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau tempat evaluasi.
Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi adalah perubahan dalam kriteria
kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapor, ijasah . Dll.
3.      Model Subtitusi
Subtitusi berarti mengganti. Dalam kaitannya dengan model kurikulum, maka
substansi berarti mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu
yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh siswa
berkebutuhan pendidikan khusus, tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang sebobot
dengan yang digantikan. Model substansi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran,
materi, proses maupun evaluasi.
4.      Model Omisi
Omisi berarti menghapus/menghilangka. Dalam kaitan dengan model kurikulum,
omisi berarti upaya untuk menghapus/menghilangkan sesuatu, baik sebagian atau
keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikaan kepada
siswa berkebutuhan pendidikan khusus.
Dengan kata lain, omisi berarti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tetapi
tidak disampaikan atau tidak diberikan kepada siswa berkebutuhan pendidikan khusus,
karena sifatnya terlalu sulit atau mampu dilakukan oleh siswa berkebutuhan pendidikan
khusus. Bedanya dengan substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti yang
sebobot, sedangkan dalam model omisi tidak ada materi pengganti.

E.    Model Adaptasi
Dalam artikal. Toto Yulianto, (2012 : ..), berdasarkan grand design pendidikan inklusi
nasional yang telah disepakati di Palembang tanggal  27-30 November 2007 bahwa yang
menjadi substansi implementasi pendidikan inklusi adalah adaptasi. Adapun adaptasi itu
meliputi kurikulum, pembelajaran, media dan alat pembelajaran, bahan ajar,  penilaian serta
pelaporan hasil belajar.
Dalam makalah ini pembahasan adaptasi pembelajaran, media/ alat, bahan ajar, penilaian
dan hasil belajar akan dikemas dalam satu bahasan yaitu adaptasi pembelajaran sehingga
secara substansional yang amat diperlukan dalam adaptasi pada pendidikan inklusi adalah
adaptasi kurikulum dan adaptasi pembelajaran.

1. Adaptasi Kurikulum
1) ABK (anak berkebutuhan khusus) dengan kecerdasan rata-rata dapat
menggunakan kurikulum reguler.
2) ABK dengan kecerdasan di atas rata-rata (amat cerdas/ IQ ≥ 125) dapat
diikutkan program akselerasi.
3) ABK dengan kecerdasan di bawah rata-rata (IQ ≤ 90) dapat menggunakan
mengadaptasi kurikum reguler sesuai dengan karakteristik ABK.
4) Jenis ABK tertentu memerlukan program kurikulum plus yaitu program
kurikulum tambahan yang bersifat rehabilitatif-kompensatif  dan tidak ada di
sekolah reguler. Adapun kurikulum plus itu adalah:
 Tunanetra   orientasi dan mobilitas, Braille
 Tunarungu bina wicara
 Tunagrahita bina diri
 Tunadaksa  bina gerak
 Tuna laras bina sosial/ pribadi
 Autis à bina komunikasi dan sosial.
 Gifted à akselerasi dan pengayaan
5) ABK yang tidak mampu mengikuti alternatif a), b), c) di atas dapat digunakan
program pembelajaran individual (PPI) dimana kurikulum disusun atas dasar
karakteristik ABK secara individual. Adapun pola yang dapat diterapkan
sebagai berikut:
 Membuang sebagian standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dianggap kurang penting bagi kehidupan anak.
 Membuang sebagian kompetensi dasar
 Menggunakan bagian awal dan membuang di bagian akhir baik pokok
bahasan  dan atau sub pokok bahasan.
 Membuang bagian awal dan menggunakan  di bagian akhir baik pokok
bahasan  dan atau sub pokok bahasan
2. Adaptasi  Pembelajaran
Variabel penting dalam pembelajaran, adalah: a) kondisi pembelajaran, b)
metode pembelajaran, dan c) hasil pembelajaran.
a. Kondisi pembelajaran berkaitan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, kendala, dan karakteristik peserta didik.  Adaptasi yang  dapat dilakuan
adalah sebagai berikut:
 mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama dengan
kurikulum baku (reguler maupun PLB) namun menurunkan indikator
(mengambil sebagian indikator).
  Mengambil standar kompetensi yang sama dengan kurikulum reguler dan
merumuskan sendiri standar kompetensinya.
b. Metode pembelajaran terdiri dari strategi pengorganisasian, metodologi, dan
pengelolaan.
Berkaitan dengan metode pembelajaran dapat dilakukan beberapa adaptasi antara
lain:
a)      Adaptasi  waktu pembelajaran
Akan lebih bijaksana bila dalam pemberian setiap tugas ada kaitannya
dengan jenis/ tingkat kesulitan yang dialami anak, waktu diberikan
kelonggaran secara proporsional bila dibanding dengan anak rata-rata lain.
Mereka diberikan kesempatan untuk berprestasi seperti yang lain sekalipun
dalam waktu yang berbeda. Misalnya anak tunanetra dalam mengerjakan
soal-soal ujian diberikan kelonggaran 20% dengan waktu yang digunakan
oleh anak “normal”. Anak tunarunguwicara diberikan kesempatan yang
longgar dalam memahami isi bacaan/ membaca. Anak lamban belajar
berhitung, bila pendidik menuntut sejumlah soal yang sama dengan anak
rata-rata lain waktu hendaknya diberikan kelonggaran yang cukup sesuai
dengan tingkat kelambanannya atau jumlah soal dikurangi.
b)      Adaptasi pengelolaan kelas
Dalam pengorganisasian kelas membutuhkan strategi yang kadang
tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Pengaturan tempat duduk terhadap
anak-anak yang mengalami kelainan harus mendapatkan prioritas khusus,
sehingga mereka seperti halnya teman yang lain. Tanpa adaptasi
pengelolaan kelas mungkin mereka akan semakin tertinggal dengan teman
yang lain.

3. Adaptasi materi pelajaran


Tidak semua mata pelajaran dan atau materi pelajaran membutuhkan adaptasi.
Hanya mata pelajaran dan atau meteri pelajaran yang menimbulkan kesulitan sebagai
akibat langsung dari kelainannya yang membutuhkan adaptasi. Sebagai contoh dapat
disajikan hal-hal sebagai berikut :
 Anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam persepsi visual, sehingga
pelajaran menggambar dapat diadaptasi dengan pelajaran ekpresi lain
berkaitan dengan nilai seni. Kemudian materi pelajaran yang banyak
membutuhkan fungsi visual diadaptasi dengan pemanfaatan indra
pendengaran, taktual, penciuman serta indra lain non visual. Kebanyakan
tunanetra kesulitan dalam pembentukan konsep global, mereka memulai
pengertian dengan diawali pembentukan konsep detail per detail baru
kemudian global.
 Anak tunarunguwicara memiliki keterbatasan dalam persepsi bunyi dan
irama, dengan aktivitas bina wicara mereka masih mampu berbicara secara
terbatas  sekalipun mereka  tidak dapat mendengar terhadap apa yang
mereka sendiri ungkapkan.Materi pelajaran sebaiknya disajikan dalam
bentuk gambar-gambar, terutama dalam pembentukan konsep yang
berurutan Hindarkan kata-kata yang belum dikenal anak, kecuali kata yang
sukar tersebut sebagai upaya untuk menambah kekayaan bahasa mereka.
Pertanyaan/ soal hendaknya ringkas/ pendek tetapi cukup representatif.
 Anak tunagrahita, (antara lain lamban belajar) kesulitan yang amat
menonjol adalah fungsi kognisi dan bahkan bila tingkat ketunagrahitaannya
berat juga fungsi aspek lain mengalami kelainan. Sebagai contoh bila anak
itu mengalami lamban belajar bila dibanding dengan teman rata-rata lain
dapat hal-hal sebagai berikut:
Materi disajikan dalam bobot yang berbeda dengan teman rata-rata
lain. Sekalipun dalam satu tujuan pembelajaran yang sama atau
dengan kata lain penyederhanaan materi pelajaran sehingga sesuai
dengan tingkat kemampuan anak.
 Materi disajikan dengan pendekatan konseptual, maksudnya
sebelum anak dituntut untuk menguasai pengertian secara abstrak
harus didahului dengan penanaman konsep secara kongkrit dan
berulang-ulang.
Adaptasi materi pelajaran hanya dilakukan terhadap materi-materi
yang menimbulkan kesulitan anak.
 Bila dalam kelas terdapat peserta didik  gifted, maka materi pembelajaran
harus dikembangkan/ diperkaya secara horisontal dengan bobot yang lebih
sulit. Percepatan (akselerasi)  penyajian materi secara vertikal
dimungkinkan  dengan menaikkan kelas yang lebih tinggi yang tidak perlu
menunggu pada akhir tahun pelajaran. Pendidik dalam pembelajaran
terhadap anak ini hanya bertindak sebagai fasilitator. Perlu diperhatikan
bahwa usia sosial dan emosinya sebenarnya masih sama dengan
perkembangan emosi dan sosial anak rata-rata, dan hanya perkembangan
kognisinya yang lebih  cepat bila dibanding dengan anak seusianya.
   Anak dengan variabel ketunaan yang lain misalnya tunadaksa dengan
kondisi tanpa kaki/ polio pada kedua kaki tentu tidak dibutuhkan adaptasi
materi pelajaran.
Untuk menghadapi berbagai kendala perlu adaptasi media, alat dan bahan ajar.
Telah banyak diciptakan alat-alat dari hasil adaptasi yang khusus dipergunakan untuk
anak dengan kebutuhan khusus. Adaptasi tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh
mereka yang menggunakan. Komputer untuk tunanetra yang dilengkapi
dengan screen reader (komputer bicara), kalkulator bicara, mount botten, laser can
untuk membantu tunanetra berjalan dll. Alat bantu dengar untuk anak
tunarunguwicara.

4. Adaptasi sarana/ alat pelajaran/ alat peraga dalam hal ini adalah adaptasi yang setiap
saat dapat melakukan pendidik dalam pembelajaran di kelas.
Melalui adaptasi tersebut anak dengan kebutuhan khusus dapat melakukan/ merasakan/
mengamati seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak lain.
Di bawah ini beberapa contoh yang mungkin dapat diterapkan dalam pembelajaran:
1. Adapatasi bahan ajar
 untuk peserta didik tunanetra dapat bahan ajar diadaptasi dengan buku
braille, buku bicara, buku dgital, dll
 untuk peserta didik tunarungu dapat disertai gambar/ visualisasi yang
dapat mewakili narasi/ teks.
2. Dalam mempelajari bangun geometri anak tunanetra harus mempelajari benda
asli/ model/ setidaknya gambar timbul, sehinga anak tunanetra dapat meraba,
begitu pula mempelajari peta suatu wilyah juga harus berupa peta timbul.
3.  Anak lamban belajar menulis harus dilihat kasus demi kasus. Mungkin
tulisannya jelek, tidak dapat membedakan antara huruf-huruf tertentu,
menulisnya lamban.
4.  Anak autis perlu meja khusus yaitu meja yang tidak menjadikan anak banyak
bergerak.
5. Anak polio (kursi roda) diperlukan kursi dan meja yang dapat dijangkau
(diturunkan) dan ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda.
6. Penempatan sarana dan alat/ buku-buku mudah dijangkau untuk semua anak
7. Karakteristik peserta didik meliputi perbedaan individual dalam hal fisik (fisik normal,
tunanetra, tunarungu, dunadaksa, warna kulit, ras, dll); emosi dan sosial (anak soleh,
anak nakal, autis, maldjusted,  anak miskin, anak beresiko, dll); intelektual (anak
cerdas, rata-rata, anak bodoh, tunagrahita); kepribadian (introvert, ekstrovert, dll);
minat; bakat; dll.

F.    Prinsip dan Pengembangan Kurikulum Adaptif


Dalam Modul Pelatihan Pendidikan Inklsif, (…), Kurikulum umum yang diberlakukan
untuk siswa reguler perlu dirubah/dimodifikasi sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan
kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Penyesuaian kurikulum dengan
kemampuan siswa berkebutuhan pendidikan khusus. Penyesuaian kurikulum tidak harus
sama pada masing-masing komponen, artinya jika komponen tujuan dan materi harus
dimodifikasi, mungkin demikian juga proses dan evaluasinya.
Proses penyesuaian juga tidak harus sama untuk semua materi. Materi tertentu perlu
dimodifikasi, tetapi mungkin tidak perlu untuk materi yang lain. Proses modifikasi juga tidak
sama untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran tertentu mungkin perlu banyak modifikasi
tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran yang lain. Proses modifikasi juga tidak sama pada
masing-masing jenis kelainan. Siswa berkebutuhan pendidikan khusus yang tidak mengalami
hambatan kecerdasan, misalnya: anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, mungkin sedikit
membutuhkan modifikasi kurikulum. Sedang siswa yang mengalami hambatan kecerdasan
(anak tunagrahita) membutuhkan modifikasi hampir pada pada semua komponen
pembelajaran (tujuan, isi, proses dan evaluasi).

G.       Penerapan Kurikulum Adpatif


Dalam Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif, (…), ada empat kemungkinan model
kurikulum adaptif, yakni: duplikasi, modifikasi, substitusi dan omisi, dan ada empat
komponen utama kurikulum, yakni: tujuan, materi, proses dan evaluasi. Mengembangkan
kurikulum untuk siswa berke -butuhan pendidikan khusus pada dasarnya adalah
mengawinkan antara model kurikulum dengan komponen kurikulum. Setiap satu komponen
dari model kurikulum dipadukan dengan setiap komponen kurikulum, sehingga akan terjadi
16 kemungkinan perpaduan, yaitu 4 kali 4.
H.      Kemungkinan Kurikulum adaptif di sekolah Inklusi
Dalam Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif, Sari Rudiyanti, (…), skema di atas
menunjukkan bahwa pada dasarnya ada 16 kemungkinan model kurikulum adaptif untuk
siswa berkebutuhan pendidikan khusus, yaitu kemungkinan model tujuan (1.2.3,4), empat ke
-mungkinan model materi (5,6,7,8), empat kemungkinan proses (9,10,11, 12) dan empat
kemungkinan model evaluasi (13, 14, 15, 16) . Pada waktu seorang guru akan merancang
kuriku –lum adaptif bagi siswa berkebutuhan pendidikan khusus, maka ada 16 pertanyaan
yang perlu dijawab. Pertanyaan pertama adalah apakah tujuan pembelajaran yang akan
diberlakukan bagi siswa berkebutuhan pendidikan khusus, sama dengan siswa lainnya?
Apakah perlu modifikasi? Atau diganti (subsitusi)? Atau malah dihapus/dihilangkan (omisi).
Pertanyaan serupa diajukan berkenaan dengan materi pelajaran. Seterusnya berkenaan dengan
proses dan dan akhirnya evaluasi.
Ada kemungkinan bahwa tujuan pembe -lajaran di samakan (duplikasi), tetapi
materinya harus dimodifikasikan. Kemungkinan lain adalah bahwa tujuan pembelajaran perlu
dimodifikasi, materi juga perlu dimodifikasi, tetapi prosesnya disamakan. Ada kemungkinan
bahwa baik tujuan pembelajaran, materi, proses dan juga evaluasinya harus dimodifikasi.
Modifikasi atau tidaknya suatu komponen sangat tergantung kepada kondisi, sifat atau
kadar dari komponen tersebut serta tingkat hambatan yang dialami siswa berkebutuhan
pendidikan khusus.
Semakin berat tujuan atau materi pembela -jaran yang ada, semakin perlu untuk
dimodifikasikan, dan semakin berat hambatan intelektual siswa, juga semakin perlu
dilakukan modifikasi.

I.    Kategori Kurikulum Adaptif


Sari Rudiyati, (…), kurikulum untuk siswa berkebutuhan pendidikan khusus pada dasar
bervariasi sesuai dengan jenis hambatan yang dialami oleh siswa yang berssangkutan. Setiap
jenis hambatan (kelainan) membutuhkan model kurikulum yang berbeda. Namun demikian,
kategorisasi kurikulum bagi siswa berkebutuhan pendidikan khusus dalam setting inklusif
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni:
 Kurikulum bagi ABK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan.
 Kurikulum bagi ABK yang mengalami hambatan kecerdasan.
Untuk ABK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan kemungkinan kurikulumnya adalah
sebagai beriku :

1. Kurikulum bagi ABK yang tidak mengalami hambatan kecerdasan.


Siswa berkebutuhan khusus yang tidak menga lami hambatan kecerdasan, seperti
anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dll. membutuh kan sedikit modifikasi dalam
pembelajaran. Tujuan dan materi pembelajaran umumnya tidak mengalami
perubahan, demikian dengan evaluasinya. Mereka biasanya lebih banyak
membutuhkan modifikasi dalam proses pembelajaran yakni berkaitan dengan cara dan
media dalam penyajian informasi. Kecenderungan model kurikulum untuk mereka
dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Kecendrungan Umum Kurikulum ABK Yang Tidak Mengalami Hambatan


Kecerdasan
Tujuan Materi Proses Evaluasi
KI KD Indikator Metode Media Soal Cara Alat
Duplikasi √ √ √ √
Modifikasi √ √ √ √
Subtitusi √
Omisi

2. Kurikulum bagi ABK yang mengalami hambatan kecerdasan.


Siswa berkebutuhan pendidikan khusus yang mengalami hambatan kecerdasan
seperti anak tunagrahita dan anak yang mengalami kelainan lain yang disertai
dengan hambatan kecerdasan , biasanya membutuhkan modifikasi hampir pada
semua komponen pembelajaran.
Tujuan pembelajaran harus dimodifikasi, sa -ma halnya dengan materi, proses
dan pelaksanaan evaluasinya.
Kecenderungan model kurikulum untuk ABK yang mengalami hambatan
kecerdsan dapat dilihat pada tabel berikut:

Kecendrungan Umum Model Kurikulum Adaptif Bagi ABK Yang Mengalami


Hambatan Kecerdasan:

Tujuan Materi Proses Evaluasi


KI KD Indikator Metode Media Soal Cara Alat
Duplikasi
Modifikasi √ √ √ √ √ √ √ √ √
Subtitusi √
Omisi √

Matrik Modifikasi Indikator


Tema/Sub Tema          :
Kelas/Semester            :
Kompetensi Isi (KI) Kompetensi Dasar Indikator Reguler Indikator Modifikasi
Regluer (KD) Reguler
ABK dengan ABK dengan Hambatan Kecerdasan
Hambatan Ringan Sedang

Matrik Modefikasi Kompetensi Dasar


Tema/Sub Tema          : IPA
Kelas/Semester            : 2/2

Kompetinsi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Dasar (KD) Modifikasi


ABK Ringan ABK Sedang
Matrik Modifikasi Materi Pembelajaran
Tema/Sub-Tema          :
Kelas/Semester            :
Satndar Kompetensi   :
Standar Materi Kompetensi Materi Modifikasi
Kompetensi Pembelajaran Dasar
(Reguler) (Reguler) (Modifikasi)
ABK dg Hambatan ABK dg Hambatan
Kecerdasan Ringan Kecerdasan Sedang

Dari seluruh penjabaran di atas bahwa ABK adalah mereka yang mengalami
hambatan dalam dirinya. Hambtan yang mereka miliki sangat bervariasi. Perkembangan
pemhaman tentang pendidikan, membawa mereka untuk dapat menikmati pendidikan di
sekolah regular yakni berada bersama anak-anak regular yang kita sebut sekolah inklusif.
Sekolah inklusif semkain banyak ditemukan dibeberapa daerh di Indonesia. Untuk
memaksimalkan pelayanan terhadap ABK maka diperlukan sebuah kurikulum, kurikulum di
sekolah inklusif hendaknya mampu diadaptasikan sejalan dengan kemampuan dan hambatan
ABK. Adaptasi kurikulum yang didalamnya ada materi ajar, sarana dan prasarana, cara dan
lain-lain akan membantu ABK dalam menerima pembelajaran di sekola inklusif.
BAB III
KESIMPULAN

Setiap individu merupakan pribadi yang unik, di dunia ini tidak ada dua orang yang
persis sama. Perbedaan individu merupakan salah satu aspek yang memperoleh perhatian
dalam bidang pendidikan, terutama kecepatan dan irama perkembangannya. Sehingga
manusia dipandang sebagai makhluk bhineka (individual differences), kekurangan atau
keunggulan adalah suatu bentuk keberagaman manusia. Pandangan seperti ini menunjukkan
bahwa perbedaan peserta didik ke dalam kelompok normal dan tidak normal, pintar dan
bodoh menjadi tidak relevan lagi, disinilah perlunya pembelajaran yang efektif sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana
kegiatan belajar bagi peserta didik di sekolah, atau seperangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadual, dan evaluasi. Kurikulum sebagai sistem
merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, dan bahkan sistem
kemasyarakatan. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja
bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan
menyempurnakannya. Hasil dari sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara agar kurikulum tetap dinamis.
Kurikulum sebagai bidang studi, lebih menekankan kurikulum sebagai obyek ilmu
pengetahuan, yakni sebagai bidang studi kurikulum.
Desain kurikulum berbasis Inklusi sangat memperhatikan beberapa hal
yaitu: Pertama: usaha restrukturisasi yaitu proses pelembagaan keyakinan, nilai dan norma
baru tentang fungsi dasar, proses dan struktur suatu lembaga untuk menjamin kepastian,
keadilan, dan pemanfaatan usaha pendidikan itu sendiri. Kedua:  rekulturisasi yaitu proses
pembudayaan perilaku seseorang atau kelompok atas keyakinan, nilai dan norma baru yang
diharapkan. Pembudayaan nilai kreativitas, otonomi/kemandirian, dan relevansi pendidikan
merupakan kunci rekulturasi. Ketiga:  refigurasi yaitu proses perekayasaan figur atau tokoh
sebagai model atau teladan (kepala sekolah, guru, pamong, orang tua) agar yang
bersangkutan memiliki kemampuan dan kesanggupan melembagakan dan membudayakan
keyakinan, nilai dan norma baru pendidikan yang diharapkan.
Adapatsi kurikulum juga merupakan salah satu cara untuk pemenuhan hak bagi ABK
yang berada di sekolah inkulisi. Karena setiap individu memiliki keterbatasan maka
pembelajaranpun disesuaikan dengan keberadaan siswa. Untuk memperlancar proses KBM
nya maka diperlukan rencana untuk membuat adapatasi kurikulum agar semua ABK dapat
terlayani dengan baik.
Adaptasi dalam model pembelajaran inklusi saat proses merupakan cara penyesuaian
aktivitas belajar yang sesuai dengan kondisi siswa berkebutuhan khusus. Penyesuaian
tersebut dilakukan pada tahapan belajar perolehan, tahap ulangan, tahap kecakapan, tahap
mempertahankan, tahap perluasan, tahap penyesuaian, dan tahap penyesuaian.
DAFTAR PUSTAKA
Mumpuniarti, (2011). Adaptasi Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus.  diakses
pada tanggal 5 Nopember 2015 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/ADAPTASI
%20PROSES%20PEMBELAJARAN%20ANAK%20BERKEBUTUHAN%20KHUSUS.pdf

Mariam John Meynert, 2014,  Inclusive Education And Perceptions Of Learning Facilitators Of


Children With Special Needs In A School In Sweden. Vol 29, No: 2, 2014
Md. Saiful Malak, 2013. Inclusive Education Reform in Bangladesh: Pre-Service Teachers’
Responses to Include Students with Special Educational Needs in Regular
Classrooms. International Journal of Instruction January 2013 ● Vol.6, No.1 e-ISSN: 1308-
1470 ● www.e-iji.net p-ISSN: 1694-609X
Mujito & Suyanto, 2012. Pendidikan Inklusif. Jakarta: Baduose Media
Mujito, dkk. 2014. Pendidikan Layanan Khusus, Model-model dan Implementasi. Jakarta :
Kemdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Khusus, Direktorat Pendidikan Khusu dan
Layanan Khusus
http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ852062.pdf
Tirtarahardja & La Sulo (2005), Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Rineke Cipta
Toto Yulianto, (2012). Pembelajaran Yang Adaptif Pembelajaran Untuk Semua. Diakses
pada tanggal 06 Pebruari 2016,
dari https://totoyulianto.wordpress.com/2012/10/05/pembelajaran-yang-adaptif-
pembelajaran-untuk-semua/
Sari Rudiyati, (…). Pengembangan Kurikulum Adaptif di Sekolah Inklusif. Diakses dari pada
tanggal 05 Nopember 2015 dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-
sari-rudiyati-mpd/kurikulum-adaptif-di-sekolah-inklusif.pdf

Anda mungkin juga menyukai