Nama Anggota:
1. Aufa Rizka Andini (22003087)
2. Chesellia Puteri Anggeyani (22003090)
3. Dara Pra Ulianda (22003170)
4. Dwi Wahyuni nur Syakinah (22003015)
5. Nurul Hanafianita (22003126)
6. Siti Anke Ighawa Armia (22003149)
7. Raissa Nabila Putri (22003208)
8. Solahuddin Harahap (22003059)
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta salawat
serta salam tak lupa pula kami haturkan kepada baginda kita nabi Muhammad
SAW karena berkat rahmat serta karunia dari beliau lah hingga akhirnya Makalah
yang kami susun ini dengan judul “Program Pembelajaran Individual Anak
Tunagrahita" dapat terselesaikan dengan baik dan juga dalam waktu yang tepat.
Namun terlepas dari itu kami selaku penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada teman-teman yang sudah berkontribusi saling membantu dalam
menyelesaikan makalah ini yang sudah mencurahkan pikirannya untuk menyusun
makalah ini. Makalah ini ditulis untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah
Persepektif Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tunagrahita, kami sebagai penulis
merasa bahwa makalah ini masih terlepas dari kata sempurna masih banyak
kekurangannya baik dari segi materinya maupun yang lain jadi kami memohon
kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
Kelompok Enam
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Manfaat....................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
2.1 Kesenjangan Antara Kurikulum Dengan Anak Tunagrahita......................................5
2.2 Perbedaan Individual Anak Tunagrahita...................................................................6
2.3 Prosedur Penyusunan PPI........................................................................................7
2.4 Kendala-Kendala Penyusunan PPI..........................................................................10
2.5 Praktik Penyusunan PPI Berdasarkan Asesmen......................................................11
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................14
3.2 Saran......................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia tidak ada yang ingin terlahir dengan gangguan pada
kehidupannya, manusia pasti menginginkan hidup yang sempurna layaknya
manusia lainnya. Namun, takdir dan kuasa Tuhan-lah yang menentukan bahwa
takdir dari setiap manusia itu berbeda-beda sesuai dengan jalan yang di tujukan
kepada kita. Mereka yang terlahir istimewa ini banyak sekali kategorinya seperti
yang akan kita bahas ialah tentang anak Tunagrahita dengan spesifikasi makalah
yakni Program Pembelajaran Individual Anak Tunagrahita.
Tunagrahita adalah suatu gangguan atau ketidakseimbangan fungsi
intelektual, secara signifikan kemampuan dan fungsi intelektual anak Tunagrahita
di bawah rata-rata manusia pada umumnya bersamaan dengan kurang
berkembangnya tingkah laku serta penyesuaian diri dan semua itu berlangsung
pada masa perkembangannya (Hallahan & Kauffman, 1988). Meskipun anak
dengan gangguan intelektual terbilang cukup sulit menerima pelajaran namun para
guru pendidikan khusus tetap harus memberikan anak Tunagrahita pendidikan
yang layak untuk dirinya dikarenakan setiap anak berhak mendapatkan pendidikan
yang layak meski memiliki beberapa hambatan. Di makalah ini telah disiapkan
materi tentang program pembelajaran individual anak Tunagrahita.
3
1.3 Manfaat
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
keterbatasan anak tunagrahita, guru harus dapat melakukan tindakan pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan anak (Louk & Sukoco, 2016).
Peran guru dalam upaya mencapai tujuan pendidikan sangatlah besar,
terutama kemampuan seorang guru membuat suatu perencanaan pembelajaran
yang sesuai dengan tuntunan kurikukulum. Di dalam bagian perencanaan
pembelajaran terdapat silabus dan RPP yang mengacu pada Standar Isi.
Perencanaan terdiri dari persiapan RPP, media dan sumber belajar, perangkat
penilaian, dan skenario pembelajaran. Namun terdapat kesenjangan antara
kurikulum yang dibuat dengan keadaan atau ketidakmampuan anak Tunagrahita,
hal ini bisa di lihat pada pelayanan pendidikan di lapangan pendidikan bagi anak
Tunagrahita yang berlangsung cenderung lebih bersifat klasial, dan proses
pembelajaran semata-mata hanya didasarkan atas pencapaian tujuan kurikulum
saja tanpa melihat kemampuan dan masalah yang dihadapi oleh anak, akibatnya
terdapat banyak persoalan-persoalan yang menyangkut kebutuhan dasar mereka
yang tidak tersentuh. Sistem evaluasi yang bersifat nasional dan adanya mata
pelajaran yang tidak fungsional bagi anak tunagrahita, hal ini bertentangan dengan
kaidah dan prinsip pendidikan tunagrahita yaitu layanan pendidikan yang bertolak
dari kebutuhan individu.
Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah laur biasa, belum
mempertimbangkan kebutuhan, masalah dan kemampuan anak yang diperoleh
melalui kegiatan asesmen, tetapi hanya semata-mata berdasarkan kurikulum yang
ada sesuai materi yang ada, oleh sebab itu terjadi kesenjangan antara kurikulum
dan bahan yang diajarkan dengan kebutuhan siswa tunagrahita.
6
intelektual memiliki IQ yang dibawah rata-rata, namun meski begitu terdapat
perbedaan individual terhadap intelektual anak Tunagrahita, yakni sebagai
berikut:
a. Inter Individual
yaitu perbedaan kemampuan anak tunagrahita dengan temannya walaupun
mereka berada pada tingkat ketunagrahitaan yang sama. Contoh: kepada dua
orang anak tunagrahita ringan diberikan pelajaran berhitung dengan materi yang
sama, ternya kedua anak tunagrahita tersebut tidak sama kecepatannya dalam
menyelesaikan tugas, yang satu lebih cepat dari yang lain, sehingga ada perbedaan
materi berhitung bagi masing-masing anak tersebut.
b. Intra Individual
yaitu perbedaan kemampuan pada diri anak tunagrahita itu sendiri. Dia
memiliki kemampuan dalam satu bidang tertentu, akan tetapi tidak mampu dalam
bidang yang lainnya. Contoh: seorang anak tunagrahita memiliki kemampuan
yang baik dalam membaca, akan tetapi dalam pelajaran berhitung ia mengalami
kesulitan yang tergolong berat.
7
tersebut harus dirancang dan ditulis oleh multi-disciplinary team (MDT) yang
bekerja sama dengan orang tua dan peserta didik itu sendiri.
Sebelum menyusun Program Pembelajaran Individu (PPI) terlebih dahulu
guru atau pendamping belajar anak berkebutuhan khusus diwajibkan membuat
sebuah pengelompokan yang dapat mengklasifikasikan kebutuhan belajar masing-
masing peserta didiknya, setelah dibentuk klasifikasi kebutuhan belajar,
berikutnya tatalaksana penyusunan program pembelajaran individu. Smith dan
Luckasson (1995) membuat perencanaan PPI dalam tujuh langkah, yaitu:
1. Referral atau pengalihtanganan
Dalam PPI merupakan upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam
layanan khusus. Proses pengarahan dimulai dengan meminta informasi/data yang
berkaitan dengan kondisi anak, kemampuan dan keterbatasannya, di sekolah.
Dengan demikian, guru dapat memutuskan apakah anak tersebut memerlukan
layanan khusus atau tidak. Referral bisa diperoleh dari berbagai sumber, seperti
orang tua, psikolog, atau dokter yang memberikan rujukan bahwa anak tersebut
membutuhkan layanan khusus.
2. Assessment
assessment adalah penilaian atau diagnosis untuk menentukan apakah
peserta didik tersebut mengalami hambatan atau ketunaan tertentu, urgensi
pendidikan khusus, dan jenis layanan yang dibutuhkan. Informasi yang
dikumpulkan menjadi acuan dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar
serta penyelenggaraan proses pembelajaran.
3. Identification
Yang merupakan proses untuk mengidentifikasi ketunaan peserta didik,
ketidakmampuan belajar, perilaku menyimpang, cacat penglihatan, cacat
pendengaran, kelemahan berbicara atau berbahasa, dan lain sebagainya.
4. Analysis of service
Analysis of service menunjukkan kebutuhan peserta didik dalam
menerima layanan pendidikan dan layanan yang terkait dengan pendidikan
tersebut. Sebagai contoh, seorang peserta didik membutuhkan terapi sesuai
dengan hambatan yang dimilikinya, alat bantu khusus agar dapat berpartisipasi
8
aktif dalam proses pembelajaran, atau kebutuhan instruksional di bidang
akademis, seperti membaca, menulis.
5. Placement.
Placement adalah penempatan yang sesuai dengan hasil analisis terhadap
kondisi peserta didik. Penempatan mencakup dua konsep utama yaitu; pertama,
penempatan di lingkungan yang lebih luas yaitu bahwa peserta didik harus
digabungkan dengan peserta didik reguler sebanyak mungkin dan dilibatkan
dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan Kedua, penempatan di sekolah yang
sesuai dalam arti bahwa sekolah yang terpisah juga tetap diperlukan.
6. Instructional decision making
Adalah tahap pengambilan keputusan mengenai instruksi khusus sesuai
rancangan PPI yang sudah dibuat. Sasaran dan tujuan dinyatakan dalam hal yang
lebih spesifik. Tujuan berfokus pada apa yang diharapkan dari ABK setelah
melengkapi program instruksional. Sasaran dan tujuan ditulis dengan jelas dan
terperinci.
7. Evaluasi program.
Pada langkah ini, dilakukan evaluasi pencapaian tujuan dalam rancangan
PPI. Peserta didik yang menerima PPI dapat dievaluasi sepanjang masa
pembelajaran di sekolah atau setiap tahunnya. Sejalan dengan tumbuh dan
belajarnya peserta didik, rancangan PPI yang dibuat untuk satu tahun bisa jadi
tidak berlaku lagi untuk tahun ajaran berikutnya.
9
profesional layanan terkait. Mereka berbagi keahlian khusus terkait
kebutuhan peserta didik. Tenaga ahli yang diperlukan antara lain dokter
(dokter anak atau dokter spesialis lainnya seperti spesialis mata, THT, dll),
terapis okupasi, atau fisik, penyedia pendidikan jasmani adaptif, psikolog,
atau terapis wicara. Tim PPI bertanggung jawab bersama membuat
rancangan PPI.
II. Membuat penilaian terkait kekuatan, kelemahan, minat, dan kebutuhan
anak didasarkan dari berbagai aspek perkembangan seperti aspek emosi,
sosialisasi, kognitif, bahasa, dan fisik/ motorik.
III. Mengembangkan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
IV. Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan.
V. Menentukan metode evaluasi yang dapat digunakan untuk menentukan
kemajuan anak.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dibuat garis besar tahapan
yang harus dilalui untuk membuat rancangan PPI. Terdapat tiga tahap penting
yang harus dilakukan dalam membuat rancangan PPI, yaitu tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. Pada masing-masing tahapan tersebut, ada
beberapa langkah yang dilakukan (Arriani et al., 2021).
10
2) Motivasi belajar
3) Konsentrasi belajar
4) Mengolah bahan belajar
5) Menyimpan perolehan hasil belajar
6) Menggali hasil belajar yang tersimpan
7) Kemampuan unjuk hasil belajar
8) Rasa percaya diri siswa
9) Intelegensi dan keberhasilan belajar
10) Kebiasaan belajar
11) Cita-cita siswa
2. Hambatan karna factor intern
Dimyati & Mudjiono (2006: 247-254) berpendapat bahwa hambatan
karena faktor ekstern antara lain:
1) Guru sebagai pembina siswa belajar
2) Prasarana dan sarana pembelajaran
3) Kebijakan penilaian
4) Lingkungan sosial siswa di sekolah
Selain itu ada kendala yang terjadi saat penyusunan PPI di sekolah formal,
Melihat dari kebutuhan anak didik serta tanggung jawab guru sebagai pendidik
ada kendala yang terjadi yakni : beberapa guru yang mengajar di sekolah inklusi
menganggap PPI hanya memakan waktu dan merepotkan saja. Mereka juga
merasa tidak percaya diri untuk menyusunnya karena merasa kurang pengetahuan
tentang hal tersebut. Sebagai akibatnya, filosofi pendidikan inklusi yang
memperhitungkan kebutuhan unik dari siswa berkebutuhan khusus menjadi
kurang terpenuhi.
PPI sebagai Program Pengajaran Individual sering tidak berkaitan dengan
kurikulum reguler, ‘mengisolasi’ siswa berkebutuhan khusus, memberi beban
kerja tambahan kepada guru, teacher oriented, dan hanya terpusat pada
keterampilan tertentu daripada aspek kognitif pembelajaran.
11
membuat program ini di awal pembelajaran disamping data asesmen, RPI dan
RPP.
Berikut terdapat contoh program pembelajaran individual:
1. Identitas Siswa:
Nama :
Tempat, Tanggal Lahir :
Usia :
Kelas :
Sekolah :
Nama Orangtua :
Ayah :
Ibu :
Alamat :
12
Kelas :
Nama siswa :
Kondisi :
Mata Pelajaran:
13
Skor 3 (Bisa) : anak bisa melakukan kegiatan tersebut dengan baik dan benar
secara mandiri
Skor 2 (Bisa dengan sedikit bantuan) : anak bisa melakukan kegiatan tersebut
dengan benar dengan sedikit bantuan guru
Skor 1 (Bisa dengan banyak bantuan) : anak bisa melakukan kegiatan tersebut
dengan benar dengan banyak bantuan guru.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
Pengampu dan para pembaca makalah untuk memberikan kritikan dan saran, hal
ini akan dijadikan sebuah pelajaran bagi penulis untuk menulis makalah lainnya di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
15
(Eds.). In Handbook of cultural psychology (pp. 547–568). New York, NY:
Guilford Press.
16