Anda di halaman 1dari 24

Lembar Kerja

MANAJEMEN PERILAKU ANAK AUTIS

Program Diklat : Diklat Layanan Pembelajaran Anak Autis Tk. Dasar


Mata Tataran : Manajemen Perilaku Anak Autis
Waktu : 8 Jam Pelajaran @ 45 menit
Penyusun : Agus Irawan Sensus, M.Pd

A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diklat mampu:
1. Menjelaskan pengertian perilaku individu
2. Menjelaskan karakteristik perilaku anak autis
3. Menjelaskan pendekatan Multidisipliner dalam mengelola perilaku anak
autis
4. Menjelaskan penggunaan pendekatan ABA dalam mengelola perilaku
anak autis

B. Ruang Lingkup Materi


Mata tataran Manajemen Perilaku Anak Autis ini menjelaskan pengertian
perilaku anak autis, karakteristik perilaku anak autis, pendekatan
multidisipliner dalam mengelola perilaku anak autis, dan langkah-langkah
penggunaan pendekatan ABA dalam mengelola perilaku anak autis.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 1


C. Prosedur Pembelajaran

Kegiatan Inti
Kegiatan
Awal

Sesi 1 Ice Breaker

Sesi 2

Ice Breaker

Sesi 3

Sesi 4

Kegiatan
Akhir

D. Prosedur Pembelajaran

No. Tahap Kegiatan Uraian Kegiatan

1. Kegiatan Awal - Kata Pembuka


(25 menit) - Berdoa
- Perkenalan dari fasilitator dilanjutkan
perkenalan dari peserta diklat.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 2


- Fasilitator menjelaskan garis besar topik
materi Konsep Dasar Autis.
- Menyepakati skenario diklat, seperti input
materi, diskusi kelompok, pemberian tugas,
dan presentasi kelompok.
- Fasilitator mengajukan pertanyaan tentang
pengetahuan peserta diklat yang berkaitan
dengan konsep perilaku anak autis.
ICE BREAKER
2. Kegiatan Inti (155
menit)
Sesi 1 (20 menit) Input materi berupa penjeasan singkat tentang:
- Pengertian perilaku anak autis
- Studi kasus tentang pemahaman peserta
terkait dengan perilaku anak autis
- Tanya jawab
- Penguatan tentang perilaku anak autis

Sesi 2 (30 menit) - Peserta diklat melaksanakan kerja


kelompok untuk mengidentifikasi
karakteristik perilaku anak autis, dengan
menggunakan LK 01.

- Peserta diklat mendiskusikan dan


mempersentasikan hasil kerja kelompok
masing-masing di depan kelas.

- Tanya jawab

- Penguatan dari fasilitator tentang


karakteristik perilaku anak autis

ICE BREAKER

Sesi 3 (30 Menit) Input materi berupa penjelasan singkat tentang:


- Pendekatan multidisipliner dalam
mengelola perilaku anak autis
- Peserta diklat melaksanakan kerja
kelompok untuk merumuskan penggunaan
pendekatan multidisipliner dalam
mengelola perilaku anak autis, dengan
mengunakan LK-02.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 3


- Peserta diklat mendiskusikan dan
mempersentasikan hasil kerja kelompok
masing-masing di depan kelas.

- Tanya Jawab
- Fasilitator melaksanakan penguatan
Sesi 4 (75 menit)
tentang langkah-langkah penggunaan
pendekatan ABA dalam mengelola perilaku
anak autis.

Input materi berupa penjelasan singkat tentang:


- Langkah-langkah penggunaan pendekatan
ABA dalam mengelola perilaku anak autis
- Peserta diklat melaksanakan kerja
kelompok untuk merumuskan penggunaan
pendekatan ABA dalam mengelola perilaku
anak autis, dengan mengunakan LK-02.
- Peserta diklat mendiskusikan dan
mempersentasikan hasil kerja kelompok
masing-masing di depan kelas.

ICE BREAKER

3. Kegiatan Akhir (45 - Peserta diklat dan fasilitator merumuskan


menit) kesimpulan hasil pembelajaran tentang
manajemen perilaku anak autis.
- Peserta diklat melakukan evaluasi diklat
- Melakukan refleksi kegiatan pembelajaran .
- Fasilitator memberikan motivasi untuk
kegiatan tindak lanjut di tempat tugas
masing-masing peserta.

E. Evaluasi
1. Pretes (bersamaan dengan materi lainnya di awal diklat).
2. Lembar pengamatan partisipasi/ keaktifan.
3. Tugas kelompok.
4. Postes (bersama dengan materi lain di akhir diklat)

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 4


F. Alat Bantu Pembelajaran
1. Transparan/ power point materi
2. Komputer / laptop dan LCD atau OHP
3. Lembar kerja 01, 02, 03, dan 04
4. Flip Chart
5. Kertas Koran

G. Daftar Bacaan
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder. Washington DC : APA

Davison, Gerald C. 1998. Abnormal Psychology. New York : John Wiley and
Sons. Inc

Handojo, Y. 2003. Autisma : Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk


Mengajar Anak Normal, Autis, dan Perilaku Lain. Jakarta : Bhuana Ilmu
Populer

Kendall, Philip C. 1998. Abnormal Psychology : Understanding Human


Problems. Boston : Houghton Mifflin Company
World Health Organization. 1992. The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioral Disorder. Genewa : WHO.

http://www.autisme.or.id/berita/article.php?article_id=68

http://harry.sufehmi.com/archives/2006-10-17-1302/

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 5


Lembar Informasi

MANAJEMEN PERILAKU ANAK AUTIS


Oleh: Agus Irawan Sensus, M.Pd.

A. Konsep Dasar Perilaku Individu


Konsep dasar perilaku manusia terdapat beberapa aliran pandangan,
antara lain yang dikenal sebagai paham holisme dan behaviorisme. Paham
holistik menekankan bahwa perilaku itu bertujuan (purpossive), yang berarti
aspek intrinsik (niat, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu
yang penting untuk melahirkan perilaku tertentu meskipun tanpa adanya
perangsang (stimulus) yang datang dari lingkungan (naturalistik). Sedangkan
pandangan behavioristik menekankan bahwa pola-pola perilaku itu dapat
dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan (reinforcement) dengan
mengkondisikan stimulus (conditioning) dalam lingkungan (environmentalistik).
Dengan demikian, perubahan perilaku (behavior change) sangat mungkin terjadi.
Untuk konteks pendidikan, sebaiknya kedua dasar pandangan tersebut
dipertimbangkan sebagai hal yang komplementer (saling mengisi dan
melengkapi karena keduanya sama penting peranannya).
Atas dasar pandangan tersebut, mekanisme proses terjadi dan
berlangsungnya suatu perilaku dapat dijelaskan dalam gambar berikut:

S ------ R atau S ---- O ------ R


S = Stimulus (perangsang); R = respons (perilaku, aktivitas); dan O =
organisme (individu manusia, berlaku juga bagi makhluk organik lainnya).
Karena S datang dari lingkungan (W = world) dan R juga ditujukan kepadanya,
gambaran visual tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

W ----- S ----- O ----- R ----- W

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 6


Yang dimaksud dengan lingkungan (W) di sini dapat diartikan sebagai
berikut:
1. Lingkungan obyektif yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan
secara potensial dapat melahirkan S
2. Lingkungan efektif, yaitu segala sesuatu yang aktual merangsang organisme
karena sesuai dengan dunia pribadinya, sehingga menimbulkan kesadaran
tertentu pada diri organisme (O) dan ia meresponsnya ( R ) terhadapnya.
Dengan demikian, perilaku secara lengkap dapat digambarkan sebagai
berikut:

W --- S --- OW ----- R ---- W

Kalau perilaku mencakup segenap pernyataan hidup organisme, betapa


banyaknya kata-kata yang harus digunakan untuk mendeskripsikannya. Dalam
konteks pendidikan, Bloom (1974) telah merinci dan sistematikanya disusun
secara meningkat, dalam rangka mengembangkan perangkat tujuan-tujuan
pendidikan yang berorientasi pada perilaku (behavioral objectives) yang dapat
diamati (observable) dan dapat diukur (measurable) secara ilmiah (scientific)
mengenai ketiga kategori atau domain perilaku tersebut.
Secara garis besar taksonomi perilaku dari Bloom itu sebagai berikut:
1. The Cognitive Domain (Kawasan Kognitif)
a. Knowledge (pengetahuan)
b. Comprehension (pemahaman)
c. Application (penerapan)
d. Analysis (penguraian)
e. Synthesis (memadukan)
f. Evaluation (penilaian)
2. The Affective Domain (Kawasan Afektif)
a. Receiving (penerimaan)
b. Responding (sambutan)
c. Valuing (penghargaan)

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 7


d. Organization (pengorganisasian)
e. Characterization by Value or Value Complex (karakterisasi,
internalisasi, dan penjelmaan)
3. The Psychomotor Domain (Kawasan Psikomotor)
a. Gross Body Movement (gerakan jasmaniah biasa)
b. Finely Coordinated Movement (gerakan indah)
c. Nonverbal Communication Sets (komunikasi nonverbal)
d. Speech Behavior (Perilaku verbal)

Pendidikan dapat dipandang sebagai suatu aktivitas yang bersifat normatif


(bersumber pada tugas-tugas perkembangan dan kriteria kedewasaan). Norma-
norma itu merupakan seperangkat pengetahuan, fakta, sistem nilai, prosedur
dan teknik, sikap-sikap, etis, estetis, sosial, ilmiah, religius, serta keterampilan
dan kemahiran gerakan, tindakan pembicaraan, dan sebagainya yang ruang
lingkup (scope) dan urutan (sequence)-nya disusun berdasarkan tahapan
perkembangan sesuai dengan konteks, jenis lingkungan pendidikan yang
bersangkutan dan sekaligus pula merupakan perangkat kriteria keberhasilannya.
Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam
konteks pandangan behaviorisme, kita dapat menyatakan bahwa praktik
pendidikan itu pada hakikatnya merupakan usaha conditioning (penciptaan
seperangkat stimulus) yang diharapkan pula menghasilkan pola-pola perilaku
(seperangkat response) tertentu. Prestasi belajar (achievement) dalam istilah-
istilah pengetahuan (penalaran), sikap (penghayatan), dan keterampilan
(pengamalan) merupakan indikator-indikator atau manifestasi dari perubahan
dan perkembangan perilaku termaksud.
Apakah arah (positif, negatif atau meragukan) dari perubahan dan
perkembangan itu serta kualifikasinya (tinggi, sedang, rendah, atau gagal/
berhasil, memadai, tidak memadai, lulus/tidak lulus, memuaskan/tidak
memuaskan, dapat diterima atau tidak, berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan), jelas akan bergantung pada faktor S (conditioning, pendidikan) di
samping faktor O (siswanya, pelajar) itu sendiri.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 8


B. Karakteristik Perilaku Anak Autis
Menurut Tjhin Wiguna (2204) anak Autisme mengalami gangguan yang
menetap pada pola interaksi social, komunikasi yang menyimpang dan pola
tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik) dan pada umumnya anak
dengan gangguan Autisme ini mempunyai fungsi di bawah rata-rata. Adapun
menurut Leo Kanner (1943), penyebab gangguan Autisme adalah adanya
pengaruh psikogenik sebagai penyebab terjadinya gangguan Autisme seperti
orangtua yang emosional, kaku, dan obsesif dalam mengasuh anak mereka.
Anak Autis mengalami gangguan perkembangan yang biasanya disebut dengan
istilah “Trias Autisme” atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah “Triad
Impairment yang meliputi :
1. Gangguan pada Kemampuan Interaksi Sosial, yang ditandai dengan
gejala-gejala sebagai berikut.
a. Kontak mata kurang, anak Autis bila diajak bicara tidak mau
menatap muka lawan bicara.
b. Tidak slalu menengok bila dipanggil lebih suka bermain sendiri,
anak Autis sulit berinteraksi dengan teman sebayanya dalam bermain.
c. Ekspresi wajahnya kurang hidup
d. Sering menolak bila dipeluk
e. Tidak tertarik pada mainan
f. Bermain dengan benda-benda yang bukan mainan anak-anak
g. Kadang-kadang anak ini suka melakukan ekspresi: menangis,
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab.
2. Gangguan pada Kemampuan Berkmunikasi dan Berbahasa
Dalam perkembangan berbahasa anak Autis basanya menunjukkan
gejala-gejala sebagai berikut:
a. Kemampuan bicaranya terlihatterlambat disbanding anak
seusianya
b. Bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang k\lain

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 9


c. Bila anak bia bicara sering tidak mengerti arti kata yang di
ucapkannya
d. Sulit bila diajak berdialog
e. Echolalia (meniru perkataan orang lain) atau membeo
f. Bila ank ingin sesuatu dia akan menarik tangan orang lain yang
ada didekatnya dan dirahkan pada apa yang diinginkan
g. Kemampuan bahasa isyaratnya tidak berkembang
h. Tata bahasanya kacau

3. Gangguan pada Kemampuan Perilaku dan Minat


Perilaku merupakan segala sesuatu yang diekspresikan melalui
perkataan dan perbuatan dan semuanya itu dapat kita lihat, rasakan, dan kita
dengar baik olr diri sendiri tau orang lain. Banyak perilaku Autisme yan berbeda
dari perilaku normal, di satu sisi ada perilaku yang berlebihan, disisi lain adalah
penatalaksanaan anak dengan gangguan Autisme secara terstruktur dan
berkesinambungan.

C. Pendekatan Multidisipliner dalam Menangani Perilaku Anak


Autis
Untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk meningkatkan kemampuan
belajar dan perkebangan anak sesuai atau paling sedikit mendekati anak
seusianya dan bersifat multi disiplin yang meliputi:

1. Terapi prilaku berupa ABA(Applied Behaviour Analysis)


Terapi prilaku didasarkan atas proses belajar dan mempunyai tujuan
mengubah prilaku yang tidak diinginkan menjadi prilaku yang diinginkan. Pada
umumnya terapi prilaku ini ditujukan utuk dua hal yaitu :
a. Mengurangi atau menghilangkan perilaku yang berlebihan (mengamuk,
agresif, melukai diri sendiri, teriak-teriak, hiperaktif tanpa tujua an prilku lain
yang tidak bermanfaat);

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 10


b. Akan memunculkan perilaku yang masih berkekurangan yaitu belum bias
bicara, belum mereson bila diajak berbicara, kontak mata yang kurang , tidak
punya inisiatif, tidak berinteraksi wajar dengan lingkungannya/kurang mampu
bersosialisasi

Di beberapa tempat terapi di Indonesia, umumnya dilakukan terapi


perilaku yang menggabungkan berbagai metode menjadi suatu rumusan yang
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus anak. Yang umum dipakai
sebagai dasarnya adalah ABA yang dikembangkan oleh Dr. Ivar Lovaas dan
dilaksanakan dengan cara DDT (Discrete Trial Training). Kurikulum dibuat
secara sistematis oleh Catherine Murice yang ditulis dalam buku Behavioural
Intervention for Young Children with Autism. A Manual for Parents and
Professionals. Pro-Ed, Autism-Texas,1996.
Ada beberapa tahapn dalam kurikulm tsb diatas yaitu, tahap awal, tahap
menengah dan tahap akhir. Tiap-tiap tahap terdiridari enam kelompok
kemampuan, yaitu: mengikuti tugas/pekerjaan, imita/meniru, bahasa reseptif,
bahasa eksprisif, pre-akademik, dan Bantu diri. Untuk tahap mahir dimasukkan
kurikulum bahasa abstrak, akademik, serta keampuan sosialisasi kesiapan
masuk sekolah.

2. Terapi Biomedik
Berdasarkan temuan dari berbagai penelitian dalam bidang biologis, serta
bukti-bukti yang didapat dari pemeriksaan laboratorium, maka terjadi perubahan
paradigma dalam penanganan gangguan sprktrum Autisme. Paham yang sudah
banyak diakui saat ini adalah bahwa GSA adalah sindrom yang komplek yang
didsari atas adanya gangguan fisiolosis serta biokimia yang mempengaruhi hasil
akhir dalam gangguan kognitif, prilaku dan emosionalnya mak gangguan
biologisny harus dibenahi. Ini merupakan filosofi dari terapik biomedik
(Sasanti,2004:3).
Terapi biomedik meliputi:

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 11


a. Pemberian obat-obatan (sesuai dengan gejala-gejala klinis/
hasil laboratorium yag ditemuka). Juga bias diberikan: psikotropka, antibioik,
antit jamur, anti virus, anti parasit;
b. Pengaturan diet tanpa pengawet, tap pewarna buatan,
pengaturan makanan dengan cara eliminasi sementara dan rotasi, dll;
c. Pemberian enzim pencernaan;
d. Pemberian vitamin dan mineral;
e. Asupan lain,misalnya asam lemak esensial, asam amino,
antioksidan, prebiotik,dll;
f. Perbaikan fungsi imunologi, sesuai dengan gangguannya;
g. Chelation(pengeluaran logam berat).

3. Terapi Tambahan lain


Yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet,dll.
Adapun tujuan dari terapi Autisme adaah mengurangimasalah prilaku dan
meningkatkan kemapuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar
sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya.
Termasuk disini adalah terapi sensori integrasi, tepi musik, terapi wicara,
terapi okupasi, terapi seni, terapi relaksasi, akupuntur, dll. Pemilihan jenis terapi
tambahan yang diperlukan untuk masing-masing anak tentu harus
dipertimbangkan dengan seksama melihat dariklinis yang menonjol serta target
yang ingin dicapai.
Gejala autis mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun.
Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang
mengakibatkan terganggunya fungs otak. Secara medis, kelainan yang terdapat
di otk penyandang autsme ini tak dapat disembuhka, tetapi bila otak anak yang
sedang berkembang mendapat rangsangan secara intensif dan terpadu sedini
mungkain, maka fungsi sel yang rusak bias diambil alih oleh sel otak yang lai,
meski hasilnya tak sempurna. Inilah pentingnya mengetahui gejala autisme
sedini mungkin pada anak.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 12


Pada prinsipnya, terapi untuk penyandang autisme dibagi menjadi tiga
kegiatan, bertujuan untuk menggali kemampuan potensial anak untuk mandiri
dan merancang pelatihan dan pendidikan berkelanjutan sesuai dengan
kewajaran pertumbuhan, sehingga anak dapat mengembangkan diri dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat berkarya atau bekerja secara mandiri.
Tiga kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Rehabilitasi Dasar
Cermati kelainan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 6-18 bulan,
adakah kelainan kelainan pada usia ini.Misal, apakah bayi bias bertatapan
mata dengan orang lain, adakah bagian kaki atau tabgan yang mngalami
kelainan sulit digerakkan, bagaimana kemampuannya menelengkup,
merangkak, ataupun berdiri. Bila ditenggarai bayi usia ini mengidap autisme,
maka lakukan perawatan dan pelatihan yang terpogram sesuai dengan target
pemulihan yang hendak dicapai. Misalnya, bila gerak kaki atau tangan tak
wajar, maka kegiatan perawatan dan pelatihan diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan anak menggerakkan kaki dan tangan sewajar dan
senormal mungkin. Tindakan perawtan dan pemulihan terarah pada otot yang
menglami kekakuan (spastic) atau pada otot yang sangat lemas (hypotonic),
atau pada otot yang gerakkannya tidak terkendali (athetoid).
Perhatikan juga kemampuan anak beraksi dan berinteraksi dengan
lingkungan, misalnya terhadap suara, sinar dan kemampuan memperhatikan
dan meniru ucapan atau panggilan.Umumnya pada usia 12-14 bulan anak
sudah mmpu berjalan dan bercakap-cakap, meski masih cadel. Ada kasus
dimana anak mengalami keterlmbatan berbicara, antara lain dikarenakan
gangguan pada ogan pendengaran dan mengalami kesulitan menelan.
Penanganan dini dan tepat mempermudah usaha rehabilitasi yang
memulihkan kesehatan anak sehingga terlepas dari kelainan kelainan fungsi
organ tubuh yang bila gagl dpat menimbulkan cacat permanen.

b. Rehabilitasi Fungsional

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 13


Program ini lanjutan dari program rehabilitasi dasar. Penekanannya lebih ke
perawatan dan pelatihan yang diselaraskan dengan jenis dan tingkat kelainan
serta perkembangan jiwa anak, terutama dalam masa pembentukan
kepribadian anak. Perawatan diarahkan untuk memulihkan kelemahan yang
belum teratasi pada program terdahulu. Pelatihan dikhususkan untuk
memulihkan kekurangwajaran gerakan fisik anak berusia 2-4 tahun yang
disebabkan oleh kekakuan (spastic) atau kelemasan (hypotonic). Program
pelatihan mengarahkan pada keterampilan bermain olah raga, seni menari,
menyanyi, dan keterampilan bersosialisasi dalam kelompok. Prinsipnya,
tahap lanjutan ini meliputi pelatihan emosi kejiwaan peningkatan kecerdasan
dasar anak secara padu dalam kelompok bermain.
Pelatihan khusus diberikan pada anak yang mengalami kelainan fisik yang
berat, misalnya sindroma down atau penyandag kekakuan otot kaki dan
tangan (spactic quadriplegia) yang terserang virus rubella.Perawatan dan
pelatihan khusus lainnya diberikan pada anak yang mengalami kelainan saraf
atau organ wicara (sulit berbicara), kelainan saraf dan organ pendengaran
(kesulitan mendengar), dan yang paling parah bila mengalami gangguan
wicara dan pendengaran sekaligus.
Tantangan yang sangat berat , yaitu bagaimana memulihkan kondisi fisik
mental dan kecerdasan anak supaya terbebas dari belenggu kelainan fisik
dan ketertinggalan mental dan intelektual yang sangat menakutkan.Pada
tahaan ini diharapkan penyandang autisme dapat mengatasi kesuliatan
kesulitan yang dialami seperti kemampuan berbicara, berkomunikasi dengan
orang-orang terdekat, dan berinteraksi dengan lingkungan, sebagai persiapan
mengikuti program wajib belajar.

c. Antisipasi Masa Ketenangan Palsu


Dalam penelitian Dr. Andreas Rett (1966), diperkirakan adanya masa
kestabilan atau ketenangan palsu (plateau or psedudo stationary stage).
Biasanya terjadi pada anak usia 2-10 tahun.Pada tahapan ini, kelainan
perilaku anak kelihatan berkurang, emosinya kelihatan lebih stabil dn

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 14


terkendali.Namun perlu diwaspadai ancaman terus merosotnya kemampuan
saraf sensorik dan motoriknya. Pengamatan lanjut terhadap masa plateau ini
penting agar tidak terjadi “tahapan makin sulit bergerak”.
Pada tahapan ini perlu pengamatan cermat, terutama pada anak tahapan
pertama dan kedua memperlihatkan kemajuan yang meyakinkan agar tidak
terkecoh masa ketenangan palsu. Selain itu, perlu kewaspadaan pada
pertumbuhan anak hingga berusia 24 bulan tergolong normal, tetapi setelah
itu mengalami penurunan kesehatan yang drastis. Secara awam, penyebab
kelainan pertumbuhan anak setelah berusia 24 bulan dapat disebabkan oleh
Sindroma Heller dan karena kecelakaan benturan kepala, terjatuh atau
terpukul, akibat demam panas tinggi, akibat salah makan dan minum,
termasuk akibat salah obat.

D. Pendekatan ABA dalam Mengelola Perilaku Anak Autis


1. Konsep Dasar Pendekatan ABA
Applied Behavior Analysis adalah ilmu tentang perilaku manusia, saat ini
dikenal sebagai terapi perilaku. Selama lebih dari 30 tahun, ribuan penelitian
yang mendokumentasikan tentang keefektifan pendekatan ini bagi banyak pihak
(anak-anak dan orang dewasa yang sakit mental, gangguan perkembangan
serta gangguan belajar).
Applied behavior analyisis adalah proses sistematis yang menerapkan
intervensi berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar untuk meningkatkan "perilaku
sosial secara signifikan" sampai mencapai tingkat yang berarti, dan untuk
menunjukkan kalau intervensi yang diterapkan bertanggung jawab akan
perkembangan perilaku (Baer,Wolf & Risley, 1968; Sulzer-Azaroff & Mayer,
1991).
ABA berasal dari teori "Operant Conditioning" Ivan Pavlov seorang
psikolog Rusia dan Teori "Classical Conditioning" dari E.L Thorndike.Teori ini
dipergunakan pertama kali pada anjing percobaan dan prinisp teori ini
berkembang menjadi Antecedent (kejadian yang mendahului) Behavior (perilaku
yang diinginkan) dan Consequence (konsekuensi yang berupa hadiah atau

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 15


hukuman).Ole Ivaar Lovaas seorang psikolog UCLA yang pertama kali
menerapkan prinisp ABA pada manusia, kemudian dikenal sebagai metode
Lovaas.
Terapi ABA bekerja melalui pengulangan dan pengajaran konsep dan ide-
ide sederhana. Metode telah ada selama beberapa waktu dan telah lama
perawatan yang paling efektif yang tersedia untuk autisme spektrum disorder.
Terapi ABA mengajarkan keterampilan dan konsep tertentu sampai mereka
mengerti, sementara tujuan dasar dari terapi adalah untuk perlahan-lahan rewire
sinapsis saraf di otak untuk membantu belajar berpikir kritis dan untuk bereaksi
dengan cara yang sama seperti anak-anak lain. Kalau orangtua, guru, dan
terapis menggunakan pelatihan yang sama dan latihan yang sama, dapat
meningkatkan kenyamanan dan belajar untuk anak, menawarkan kesempatan
terbaik bagi kemajuan dan kesuksesan.
Studi menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang menemukan sukses
awal dengan terapi ABA mampu melaksanakan serta siswa-siswa lain di
lingkungan kelas standar. Anak-anak dengan autisme sering sangat cerah dan
banyak pergi untuk memimpin sangat biasa dan kehidupan luar biasa. Terapi
ABA membantu sekolah membuka potensi di dalam diri setiap anak dan dapat
membantu menciptakan keinginan untuk belajar dan satu set keterampilan yang
akan mengikuti mereka sepanjang tahun. Terapi ABA hanya bekerja dan itu
ditunjukkan waktu dan lagi untuk menjadi cara terbaik bagi sekolah untuk
mengajar dan memperlakukan anak-anak dengan gangguan spektrum autisme.
Pada akhir hari, setiap sekolah memerlukan suatu metode pengajaran khusus
bagi siswa dengan autisme. Sebagai meningkatkan tingkat diagnosis, perawatan
kebutuhan naik juga. Dengan program terapi ABA tepat, sistem sekolah anda
dapat memastikan bahwa semua siswa menerima pendidikan yang mereka
perlukan dan layak dan Anda dapat membekali mereka untuk dunia yang terletak
di luar sekolah. Jika Anda sedang mencari peluang pendidikan yang terbaik
mungkin bagi siswa autistik, terapi ABA tentu pilihan yang paling efektif.
Perilaku sosial signifikan" meliputi membaca, akademik,keterampilan
sosial,komunikasi dan keterampilan hidup adaptif. Keterampilan hidup adaptif

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 16


meliputi motorik kasar, motorik halus, makan dan mempersiapkan makanan,
BAK/BAB, berpakaian, kebersihan diri, keterampilan domestik, waktu dan
ketepatannya, uang dan nilainya,rumah dan orientasi komunitas, serta
keterampilan kerja.
Pendekatan ABA membantu penyandang autisme sedikitnya pada enam
hal yaitu:
1. Untuk meningkatkan perilaku (misal prosedur reinforcement/pemberian
hadiah meningkatkan perilaku untuk mengerjakan tugas,atau interaksi sosial)
2. Untuk mengajarkan keterampilan baru (misal,instruksi sistematis dan
prosedur reinforcement mengajarkan keterampilan hidup fungsional,
keterampilan komunikasi atau keterampilan sosial)
3. Untuk mempertahankan perilaku (misal, mengajarkan pengendalian diri
dan prosedur pemantauan diri dan menggeneralisasikan pekerjaan yang
berkaitan dengan keterampilan sosial )
4. Untuk mengeneralisasi atau mentransfer perilaku atau respon dari suatu
situasi ke situasi lain (misal selain dapat menyelesaikan tugas di ruang terapi
anak juga dapat mengerjakannya di ruang kelas)
5. Untuk membatasi atau kondisi sempit dimana perilaku penganggu terjadi
(misal memodifikasi lingkungan belajar)
6. Untuk mengurangi perilaku penganggu (misal, menyakiti diri sendiri atau
stereotipik).
Evaluasi keefektifan intervensi individual adalah komponen penting dalam
program yang berdasarkan metodologi ABA. Proses ini meliputi:
1. Pemilihan perilaku penganggu atau defisit keterampilan perilaku
2. Identifikasi tujuan dan objektif
3. Penetapan metode pengukuran target perilaku
4. Evaluasi tingkat performance saat ini (baseline)
5. Mendisain dan menerapkan intervensi yang mengajarkan keterampilan
baru dan atau mengurangi perilaku penganggu.
6. Pengukuran target perilaku secara terus-menerus untuk menentukan
keefektifan intervensi dan

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 17


7. Evaluasi keefektifan intervensi yang sedang berlangsung, dengan
modifikasi seperlunya untuk mempertahankan atau meningkatkan keefektifan
dan efesiensi intervensi.
Table top activities adalah aktivitas yang dilakukan pada metode ini yaitu
anak didudukan di kursi berhadapan dengan terapis, dan materi yang akan
diajarkan diletakkan di atas meja.Bagi anak yang baru memulai terapi akan
didampingi oleh prompter (terapis pembantu) yang bertugas untuk memandu
anak. Mengingat anak belum familiar dengan pendekatan ini serta anak belum
memiliki eye contact/kontak mata dan compliance/kepatuhan. Materi yang
diajarkan berbentuk kartu bergambar atau visual support, karena anak autis
kesulitan untuk menangkap pesan secara auditori. Latihan secara konsisten,
terus-menerus akan membuahkan hasil, karena metode ini tidak bersifat instant
diperlukan kerja keras dan kesabaran yang ekstra agar anak mendapatkan
kemajuan yang signifikan.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 18


Lembar Tugas Manajemen
Perilaku Anak Autis

A. Petunjuk Umum
1. Kerjakan tugas-tugas dalam lembar kerja (LK ) yang sudah
disediakan!
2. Setiap LK dikerjakan dalam kelompok masing-masing.
3. LK terdiri atas 2, yakni LK -01 dan LK-02
4. Hasil penyusunan LK tersebut hendaklah dipresentasikan di depan
kelas, peserta yang manilla boleh memberikan masukan untuk
penyempurnaan LK tersebut.

B. Jenis LK
1. LK 01- Tugas mengidentfikasi karakteristik perilaku anak autis
2. LK 02- Tugas mengidentifikasi langkah-langkah penanganan
masalah perilaku anak autis.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 19


LK- 01: Karakteristik Autis

Waktu: 30 menit
Langkah-langkah kegiatan:
A. Fasilitator
1. Fasilitator membagi peserta diklat ke dalam 3 kelompok;
2. Mengidentifikasi karakteristik perilaku anak autis,
didasarkan pada pengalaman kasus-kasus pembelajaran anak autis

B. Peserta Diklat
1. Peserta diklat dalam kelompoknya bekerja untuk
mengidentifikasi karakteristik perilaku anak autis.
2. Peserta diklat bekerja dengan menggunakan format
identifikasi masalah dan menyalin ke dalam kertas koran.
3. Perwakilan setiap kelompok menyajikan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas dengan menggunakan media flipchart.
4. Setelah semua kelompok selesai melaporkan hasil
kerjanya, fasilitator bersama-sama dengan peserta diklat menyimpulkan
kegiatan tersebut.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 20


LK 02- Penanganan
Masalah Perilaku Autis

Waktu: 30 menit
Langkah-langkah Kegiatan:
A. Fasilitator
1. Fasilitator membagi peserta diklat ke dalam 3 kelompok;
2. Mengidentifikasi langkah penanganan perilaku anak autis

B. Peserta Diklat
1. Peserta diklat dalam kelompoknya bekerja untuk
mengidentifikasi langkah-langkah penanganan perilaku anak autis;
2. Peserta diklat bekerja dengan menggunakan format
langkah-langkah penanganan perilaku anak autis.
3. Perwakilan setiap kelompok menyajikan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas dengan menggunakan media flipchart.
4. Setelah semua kelompok selesai melaporkan hasil
kerjanya, fasilitator bersama-sama dengan peserta diklat menyimpulkan
kegiatan tersebut.

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 21


FORMAT IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AUTIS
KOMPONEN KARAKTERISTIK SOLUSI
Cara Berkomunikasi

Cara Berinteraksi

Sosial Emosional

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 22


Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 23
MANAJEMEN PERILAKU
ANAK AUTIS

BAHAN AJAR DALAM


DIKLAT LAYANAN PEMBELAJARAN AUTIS
TINGKAT DASAR

Penulis:
Agus Irawan Sensus, M.Pd.
NIP. 132 302 310

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK
DAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
2009

Manajemen Perilaku Anak Autis/P4TK TK&PLB/Agus Irawan Sensus, M.Pd/Juni 2009 24

Anda mungkin juga menyukai