Anda di halaman 1dari 14

Perspektif Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tunalaras

Nama : Bunga Rahmah Fitra


NIM : 19003050
No. Absen :6
Tugas : Tugas Individu Minggu ke-11

RESUME
Konsep Dasar Identifikasi dan Asesmen Tunalaras

1. Pengertian Identifikasi dan Asesmen


Kadang-kadang pengertian identifikasi dan asesmen diartikan sama, padahal
keduanya memiliki makna dan tujuan yang berbeda. Asessmen merupakan lanjutan
dari identifikasi. Dilihat dari bahasa, kedua kata ini berasal dari bahasa Inggris,
Identification, dan Assessment. Identification artinya yaitu pengenalan, penetapan,
dan penentuan identitas. Sedangkan Assessment artinya adalah taksiran, penaksiran,
penilaian, pembebanan, atau pemikulan.
Identifikasi, adalah upaya yang dilakukan guru dan tim ahli untuk menentukan,
menetapkan seseorang yang diduga tunalaras apakah betul dapat dikatagorikan
tunalaras. Jika benar, pada kelompok dan tingkat yang mana, dan apa yang menjadi
factor penyebab, serta bagaimana kemunkinan untuk menanggulanginya. Dalam arti
upaya penanggulangan/kuratif secara umum, tidak hanya melalui pendekatan
pengajaran.
Asesmen merupakan tindak lanjut dari identifikasi, yaitu suatu proses penilaian/
penafsiran dan pembebanan anak tunalaras dalam pengajarannya. Penilaian ini
bertujuan menyaring karakteristik belajar, dan penempatannya. Pembebanan artinya
tugas-tugas yang harus dilaksanakan anak dalam pengajaran berdasarkan program
yang telah ditetapkan berdasarkan penilaian. Sehingga asesmen berorientasi pada
pembelajaran individual, dimana data diperoleh dari hasil identifikasi. Uraian diatas
sejalan dengan yang dikemukakan Mulyono (1994), asesmen merupakan salah satu
aktivitas evaluasi pendidikan yang sangat penting untuk menyaring, menempatkan,
merancang program, dan mengevaluasi program pendidikan individual. Selanjutnya
penulis dalam buku ini hanya akan memaparkan identifikasi.
Asesmen dalam proses pendidikan menurut Wallace dan McLoughlin adalah
suatu proses sistematis dalam memperoleh informasi atau data melalui pertanyaan-
pertanyaan terkait perilaku belajar peserta didik dengan tujuan penempatan dan
pengembangan pembelajaran (Wallace dan McLoughlin, 2003).

2. Tujuan Identifikasi dan Asesmen


Melihat pengertian identifikasi dia atas ada beberapa tujuan yang ingin diperoleh,
yaitu untuk :
a. Meyakinkan anak yang diduga tunalaras benar-benar tunalaras, atau sebaliknya
bukan tunalaras.
b. Menentukan jenis dan tingkat ketunalarasan (tunalaras emosi atau social;
tunalaras taraf sedang, berat atau sangat berat).
c. Memperkirakan kemungkinan yang menjadi factor penyebab ketunalarasan.
Dengan diperolehnya data atau tujuan tersebut diatas, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yaitu anak yang bersangkutan, orang tua/
wali, guru dan pihak-pihak terkait. Yaitu berupa data sebagai bahan perimbangan
dalam upaya penanggulangan anak yang berperilaku menyimpang tersebut. Setelah
proses. Sedangkan tujuan dari dilakukannya asesmen adalah:
Menurut Chittenden (1994), tujuan assessment yaitu:
Keeping Track
Keeping track yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar peserta didik
yang sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah diterapkan.
Maka dari itu guru wajib mengumpulkan data dan informasi dalam kurun waktu
tertentu dari berbagai jenis dan teknik penilaian untuk mendapatkan gambaran suatu
pencapaian kemajuan belajar peserta didik.

Checking Up
Checking Up yaitu untuk mengecek pencapaian kemampuan peserta didik dalam
proses belajar dan kekurangan peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran.
Dengan kata lain, guru melaksanakan penilaian untuk tahu materi bagian mana yang
telah dikuasai peserta didik dan bagian materi yang belum dikuasai.

Finding Out
Finding Out yaitu mencari, menemukan dan mendeteksi kekurangan kesalahan
atau kelemahan peserta didik dalam proses belajar, sehingga guru bisa dengan
tanggap mencari alternatif penyelesaiannya.

Summing Up
Summing Up yaitu cara untuk menyimpulkan tingkat penguasaan peserta didik
terhadap kompetensi yang sudah ditetapkan. Hasil penyimpulan ini bisa digunakan
guru dalam menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak membutuhkan.

Adapun fungsi assessment diantaranya yaitu:


Fungsi Formatif
Fungsi formatif assessment, yaitu assessment digunakan untuk memberikan
umpan balik (feedback) terhadap pendidik (guru) untuk dijadikan dasar saat
perbaikan dan membenarkan proses pembelajaran serta mengadakan remedial bagi
peserta didik.

Fungsi Sumatif
Fungsi sumatif assessment yaitu assessment sebagai penentu nilai belajar peserta
didik dalam suatu mata pelajaran tertentu, sehingga nantinya bisa dijadikan sebagai
bahan memberikan laporan, menentukan kenaikan kelas dan menentukan lulus atau
tidaknya peserta didik tersebut.

3. Langkah-langkah Identifikasi dan Asesmen


Langkah-langkah identifikasi ini adalah:
a. Menghimpun data kondisi seluruh siswa dikelas (berdasar gejala yang nampak
pada siswa) dengan menggunakan instrumen identifikasi.
b. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak untuk menemukan anak yang
tergolong anak dengan gangguan emosi dan perilaku dan mencatat temuan
berdasarkan gejala emosi dan perilaku, kemudian memisahkannya dengan
siswa biasa.
c. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah untuk saran-saran
penyelesaian dan tindak lanjut.
d. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference) mengenai identifikasi
untuk mendapat tanggapan mengenai langkah-langkah setelah proses ini.
Pertemuan ini dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah dan melibatkan dewan
guru, orang tua siswa, tenaga profesional yang terkait, dan guru pendamping
khusus.
e. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus secara lengkap dengan perencanaan
program untuk anak yang teridentifikasi.

Langkah-langkah dalam melakukan asesmen sebagai berikut:


a. Peserta didik diidentifikasi melalui observasi dan wawancara. Orangtua dan
orang lain yang terdekat peserta didik dapat dilibatkan dalam proses ini.
b. Peserta didik yang secara signifikan menunjukkan adanya permasalahan dirujuk
kepada ahli yang relevan sesuai dengan kebutuhan.
c. Asesmen dilakukan kepada peserta didik yang telah dirujuk sesuai kebutuhan.
Asesmen dapat diberikan dalam bentuk tes dan nontes dengan prosedur formal
informal. Asesmen formal dilakukan oleh profesional dan asesmen informal
oleh guru. Hasilnya digunakan untuk menetapkan Program Pembelajaran
Individual (PPI).
d. Tim ahli memutuskan tentang pelayanan yang akan diberikan kepada peserta
didik sesuai dengan hasil asesmen. Program pendidikan yang diindividualkan
meliputi: tujuan tahunan, sasaran jangka pendek, kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut, serta tanggung jawab masing-masing yang
terlibat.
e. Rancangan program disusun berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan.
Rancangan program ini dapat berupa program untuk meningkatkan kemampuan
akademik maupun program kebutuhan khusus untuk mereduksi hambatan yang
diakibatkan oleh kekhususan pada Anak Berkebutuhan Khusus.
f. Pelaksanaan program dilakukankan sesuai dengan PPI yang dihasilkan/
ditetapkan oleh tim ahli atau oleh guru. PPI yang menjadi dasar dalam
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Program Khusus
(Progsus). Sehingga memungkinkan RPP dan Progsus yang dibuat oleh guru
mengisyaratkan adanya kelompok kemampuan yang berbeda dari anak dalam
satu kelas.
g. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan belajar peserta didik. Ada
garis balikan dan hasil evaluasi, untuk melihat kembali rancangan program
yang disusun dan dilaksanakan. Siklus ini akan terus berjalan sehingga dicapai
rancangan program yang benarbenar tepat dan sesuai dengan kebutuhan khusus
peserta didik.
h. Peninjauan atas hasil yang dicapai dari program yang telah dilaksanakan
penting dilakukan. Apapun hasil yang dicapai harus dikembalikan pada
asesmen awal. Jika diperlukan dapat dilakukan asesmen ulang, merancang
ulang program dan implementasi ulang.
i. Prosedur dan Teknik Identifikasi dan Asesmen
Ada beberapa teknik identifikasi dan asesmen anak tunalaras, diantaranya dengan
cara: observasi, wawancara soiometri, studi kasus, dan psikotes (tes psikologis).
Observasi
Observasi merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk dilakukan oleh
guru. Karena, tidak diperlukan keahlian khusus. Observasi merupakan pengamatan
terhadap perilaku anak yang diduga tunalaras baik secara langsung maupun tidak
langsung di kelas/ sekolah oleh guru yaitu dengan mengamati gejala-gejala tingkah
laku sehari-hari. Untuk memudahkan pelaksanaannya, perlu dipersiapkan pedoman,
baik berupa pertanyaan.

Wawancara
Wawancara merupakan komunikasi langsung, baik kepada anak maupun kepada
orangtua/walinya. Isi dari wawancara hampir sama dengan observasi, dan bisa
dikembangkan lebih jauh sampai kepada latar belakang kehidupan anak,
kemungkinan penyebab ketunalarasan dan gejala-gejala penyimpangan perilakunya.
Dalam melakukan wawancara perlu diperhatikan teknik-teknik berkomunikasi,
supaya data dan informasi dapat terkumpul dengan lengkap dan tepat, sesuai dengan
tujuan yaitu kejelasan tentang identitas anak.
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam wawancara menurut Kanfer dan Grimm
(Kauffman, Sunardi) yaitu menyangkut:
a. Jenis kekurangan dalam berperilaku, misalnya dalam menyikapi suatu objek,
keterampilan melakukan hubungan social, keterampilan membina diri,
mengendalikan dan memantau perilaku dirinya.
b. Perilaku yang berlebihan, misalnya perasaan cemas dan rasa rendah diri.
c. Cara mengendalikan lingkungan secara tidak tepat, misalnya kelainan prilaku
seksual, tidak sensitive terhadap hal-hal yang mengganggu.
d. Cara merespon diri secara tidak wajar, seperti harapan yang tidak realistic,
tidak dapat menafsirkan perasaan orang lain secara tepat.
e. Cara lingkungan memperlakukan anak yang tidak tepat, misalnya menolak,
melindungi, atau memanjakan.

Sosiometri
Sosiometri merupakan alat untuk melihat kedudukan anak dalam kelompok atau
kelasnya, melihat kedudukan masing-masing anak dalam hubungan social dengan
teman-temannya. Untuk menyusun sosiometri harus terkebih membuat pertanyaan
yang mengungkapkan kedudukan masing-masing siswa dalam hubungan social
kepada seluruh siswa dalam kelas. Pertanyaan dapat bentuk negative atau positif.
Pertanyaan tersebut disampaikan kepada semua siswa untuk dijawab pada selembar
kertas, kemudian diolah dijadikan sosiogram. Baik bentuk lingkaran, maupun lajur.

Studi Kasus
Studi kasus merupakan cara mempelajari seseorang dengan secara mendalam,
menyangkut seluruh aspek pribadi secara utuh, dengan menggunakan berbagai cara.
Teknik ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman diri seorang anak yang
diperkirakan tunalaras. Data yang perlu dikumpulkan dari studi kasus, diantaranya:
identitas siswa, masalah/gejala yang dialami anak, karakteristik perilaku social,
emosi, kegiatan belajar dan prestasinya, keadaan fisik dan kesehatan, kondisi
keluarga, kepribadian, dan sebagainya. Hasil studi kasus dideskripsikan, kemudian
dianalisis, akhirnya dibuat suatu kesimpulan.

Psikotes (Tes Psikologis)


Tes psikologis (psikotes), yaitu alat tes yang digunakan untuk pengukuran
fungsi-fungsi dan kapasitas psikologis. Merupakan alat yang “lebih tepat” untuk
mengidentifikasi anak tunalaras. Karena alat ini sudah memiliki standar yang baku,
memiliki validitas maupun relibilitas yang standar berdasarkan hasil pengujian yang
berulang-ulang. Hanya sayangnya, dengan alat ini tidak semua orang dapat
melakukannya, karena diperlukan pengetahuan, keterampilan, serta kewenangan/
legalitas profesi, sehingga yang berwenang hanya psikolog dan psikiater. Tetapi
apabila memungkinkan dan ahli tersebut tidak ada, “tak ada tali akarpun berguna,
tak ada obat merah, pucuk ilalangpun berguna”, gurupun tidak ada salahnya untuk
melakukan dan menggunakan tes tersebut. Asalkan untuk kepentingan pendidikan
anak di lingkungan sendiri.
Banyak bentuk dan jenis tes psikologis yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi anak yang diduga tunalaras. Dalam melakukan identifikasi anak
tunalaras, tes yang dapat digunakan yaitu tes yang dapat mengungkapkan
perkembangan aspek social, emosi, sikap, kepribadian, dan kecerdasannya. Karena
kelima aspek tersebut merupakan gejala yang menonjol pada anak tunalaras. Tes
psikologis yang dapat mengungkapkan aspek tersebut diantaranya tes kepribadian
dan tes kecerdasan. Tes kepribadian ada dua bentuk, yaitu bentuk proyektif, dan
inventory. Dalam tes kepribadian bentuk proyektif, anak/teste akan dihadapkan pada
gambar-gambar atau benda-benada tertentu yang harus ditafsirkan dan diberi
komentar oleh anak tersebut.
Jenis tes kepribadian proyektif antara lain :
a. Tes Rorchach : tes ini dapat memberikan gambaran keseluruhan mengenai
kepribadian, penyimpangan yang terjadi pada aspek psikologis, termasuk
perkembangan social dan emosi, dan perlu tidaknya psikoterapi. Gambaran ini
ditafsirkan dari reaksi anak (teste) terhadap gambar-gambar yang terbuat dari
tetesan tinta.
b. Thematic Apperception Test (TAT) : tes ini menggambarkan berbagai situasi
emosi dalam bentuk gambar-gambar. Gambaran kepribadian nampak dari
tafsiran anak mengenai situasi emosi.
c. Dispert Fable Test (DFT) : test ini menggambarkan berbagai aspek sikap, yaitu
sikap iri hati, perasaan berdosa, perasaan cemas, tanggapan terhadap dirinya,
ketergantungan pada orang lain, dan sebaliknya.
Test kepribadian bentuk Inventory juga bertujuan untuk mengungkapkan
kematangan emosi, social, dan sikap. Bentuk Inventory diantaranya disusun oleh:
a. Tes Bernrourter dan Flanagan, bertujuan untuk mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian, yaitu kecakapan diri, kecenderungan neurosis, mawas diri,
kemampuan social, keyakinan diri, dsb.
b. Tes Gordon, yaitu tes untuk mengungkapkan aspek kepemimpinan, rasa
bertanggungjawab, kestabilan emosi, dan kemampuan social.
c. Tes Vineland, tes ini untuk mengungkapkan kematangan social.

j. Tim Pelaksana Identifikasi dan Asesmen


Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan identifikasi dan asesmen anak tunalaras.
Proses asesmen anak tunalaras sampai dengan penyusunan program layanan khusus
akan melibatkan satu tim multidisipliner, antara lain:
i. Tenaga kependidikan
a. Guru kelas
Guru kelas diharapkan dapat mengumpulkan informasi tentang prestasi
akademik dan keadaan sosial-emosi anak. Ini dapat dilakukan baik dengan tes
formal maupun alat pengumpul data informal yang lain.
b. Guru PLB
Guru PLB bertugas mengumpulkan data prestasi anak dalam kondisi yang
lebih khusus dan individual.
c. Administrator
Administrator sekolah yaitu (pengawas, kepala sekolah) diharapkan dapat
menambah informasi yang ada tentang anak.

ii. Orangtua dan Anak


Orangtua dan anak diharapkan dapat memberikan informasi tentang semua
aspek perkembangan. Hal ini perlu dilakukan terutama jika anak memang telah
mencapai usia sekolah dan orangtua memang berkeinginan mengikuti proses
asesmen.

iii. Tenaga Bantu Kependidikan


a. Psikolog
Psikolog perlu dilibatkan untuk menetapkan apakah anak memang
memerlukan layanan khusus dan untuk mengadministrasikan dan menafsirkan
beberapa tes, seperti tes intelegensi, tes kepribadian, bahkan tes prestasi belajar.
b. Ahli Bina Bahasa dan Wicara
Ahli ini bertugas mendiagnosis dan nanti membina anak yang menunjukkan
gangguan bahasa dan wicara.

iv. Tenaga Medis


Tenaga medis ini meliputi dokter, perawat, atau tenaga lain yang sudah
menangani kesehatan anak yang bersangkutan, termasuk psikiater, neurolog,
operthalmolog, paediatris, dan dokter ahli yang lain. Informasi yang diperlukan
adalah semua masalah/gangguan, kondisi, dan jenis penyakit yang mungkin
diderita anak.

v. Tenaga Yang Berkaitan Dengan Perkembangan Motorik


a. Guru Pendidikan Jasmani Khusus
Guru ini bertugas mengadakan pengukuran tentang pola perkembangan fisik,
fitness fisik dan motorik, serta ketrampilan anak dalam berbagai kegiatan seperti
menari, bermain, olahraga, dsb.
b. Ahli Terapi Fisik dan Terapi Okupasi
Ahli ini bertugas mengetahui semua kemampuan fungsi motorik yang tidak
dimiliki anak dan memerlukan terapi, baik gerak motorik halus maupun kasar.
vi. Tenaga Yang Berkaitan Dengan Kondisi Emosi-Emosi
Hal ini bisa mencakup guru bimbingan dan konseling dan pekerja sosial,
dimana mereka mungkin akan melakukan kunjungan rumah (home-visit) untuk
mengetahui lebih banyak tentang latar belakang kehidupan anak.

vii. Tenaga Terkait Lain


Tenaga lain yang mungkin terlibat misalnya anggota keluarga atau masyarakat
yang mengetahui perkembangan anak.

Hasil asesmen selanjutnya akan dibawa oleh tim dalam rapat untuk menentukan
jenis dan intensitas layanan yang diperlukan anak, termasuk penempatan anak di
sekolah. Sehingga anak diharapkan dapat memperoleh kualitas layanan yang sesuai
dengan kebutuhan individual. Layanan pendidikan di sekolah dapat memilih salah
satu dari berbagai alternatif yang ada, yaitu kelas biasa, guru konsultan, guru
kunjung, pull out, kelas khusus, atau sekolah khusus. Penempatan pada salah satu
model di atas ditetapkan berdasarkan hasil asesmen oleh tim.
Dalam menentukan identifikasi banyak melibatkan pihak, yaitu orang tua anak,
anak itu sendiri, dan guru. Di samping ketiga pihak tadi juga dibutuhkan tim ahli
yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, diantaranya:
a. Psikolog, tugas dan fungsinya yaitu pengumpulan data tentang aspek psikologis
anak, tugas pokoknya melakukan diagnosa tentang kelainan-kelainan perilaku
dan terapinya.
b. Psikiater, tugas dan fungsinya yaitu melakukan diagnosa psikologis anak yang
kemungkinan mengalami gangguan jiwa, dan pengobatannya.
c. Social Worker, tugas dan fungsinya yaitu mengumpulkan data tentang diri anak,
melakukan penilaian tentang status dan sikap orang tua dan saudara-saudaranya
serta kondisi lingkungan masyarakat sekitarnya.
d. Dokter umum, melakukan diagnosa, pragnosa, dan pengobatan jika anak
menderita penyakit dan kelainan tertentu. Dengan kata lain mengumpulkan data
kesehatan fisik secara umum, dan memberikan pengobatan.
e. Dokter Specialis, seperti dokter kandungan, dokter kulit dan kelamin.

PERTANYAAN
“ Apa perbedaan dari identifikasi dan asesmen pada anak tunalaras?”
Menurut saya perbedaan identifikasi dan asesmen dapat dilihat dari berbagai segi
yaitu:
1. Tujuan
Identifikasi
 Mengelompokkan atau mengklasifikasikan antara anak ABK atau bukan
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Assesmen
 Merancang program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan agar dapat mengikuti proses belajar seperti anak normal.
Contoh: penyusunan PPI

2. Alat yang digunakan


Identifikasi
 Alatnya sederhana, dapat dibuat oleh guru.
 Alatnya tidak harus terstandar
Assesmen
 Alat tidak sederhana dan harus terstandar baik formal maupun informal.
Contoh: Snellen Card, Test IQ, dll
3. Orang yang melakukan
Identifikasi
 Guru yang telah dilatih.
 Orang tua yang telah dilatih.
 Mahasiswa PLB yang telah dilatih.
Asesmen
 Orang-orang yang ahli dan memiliki disiplin dalam bidang tertentu.
Contoh: Dokter, Psikolog, Orthopedagog, Psikiater, neurolog, therapis,
dan lain-lain

4. Prosesnya
Identifikasi
 Melalui observasi sederhana dengan memperhatikan keseharian anak.
 Interview sederhana.
Asesmen
 Melalui tes psikologi.
 Non tes berupa observasi dan wawancara lanjutan
DAFTAR RUJUKAN

Abdurrachman dan Sudjadi. (1994). Pendidikan Luar Biasa Umum. Jakarta:


Depdikbud.

Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Dewi, D. P. (2018). Asesmen Sebagai Upaya Tindak Lanjut Kegiatan Identifikasi


Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Wahana, 70(1), 17–24.

Wehman & Mcloughlin, (1981), Program Development In Special Education, New


York: McGraw-Hill Book Co.

Anda mungkin juga menyukai