Anda di halaman 1dari 15

RESUME

KONSEP IDENTIFIKASI DAN ASESMEN


ANAK TUNALARAS

Dosen Pengampu : Dra. Fatmawati, M.Pd

Disusun Oleh : Anita Br Sembiring


Nim 21003259

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
A. KONSEP DASAR IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK
TUNALARAS

Identifikasi merupakan kegiatan awal yang mendahului proses


asesmen. Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang
dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses menemukan kasus yaitu
menemukan anak yang mempunyai kelainan/masalah, atau proses
pendektesian dini terhadap anak berkebutuhan khusus.

Asesmen merupakan kegiatan profesional yang dilakukan secara


khusus menentukan diagnosa dari gangguan atau kelainan yang dialami
seseorang. Menurut Lenner (1988) asesmen didefinisikan sebagai proses
pengumpulan informasi tentang seseorang anak yang akan digunakan untuk
membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan keadaan
anak. Dalam konteks pendidikan , Hargrove dan Poteet (1984) menempatkan
asesmen sebagai salah satu dari tiga aktivitas penting di bidang pendidikan
bahkan mengawali dari aktifitas yang lain, ialah (1) asesmen (2) diagnostik (3)
preskriptif. Dengan demikian maka asesmen dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, dan berdasarkan diagnosis tersebut dilakukan langkah berikutnya
ialah preskrepsi, yakni perencanaan program pendidikan. Menurut Salvia dan
Ysseldyke seperti dikutip oleh Lerner (1988:54) dalam Dr.Mulyono
Abdurrahman (1995), dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan
kesulitan belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu untuk (1)
penyaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi
(classification), (4) perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan (5)
pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).
Pengertian asesmen:
Proses pengumpulan informasi mengenai kondisi akademik, perilaku, emosi,
dan sosial pada anak (Sheperd, 2010) Pertanyaan mendasar mengenai asesmen
untuk anak dengan tunalaras:

1. Manakah siswa atau masalah siswa yang harus ditangani terlebih


dahulu?
2. Bagaimana caranya memilah permasalahan siswa dan cara untuk
mendalaminya?
3. Bagaimana memilih pendekatan penanganan sesuai dengan
kebutuhan gangguan emosi dan sosial anak?
Fungsi asesmen:
1. Keputusan penempatan
2. Merencanakan pengembangan program intervensi
3. Menerapkan metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai
Tujuan Asesmen:
Tujuan assesmen dikemukakan oleh Sunardi & Sunaryo (dalam
Yosfan Azwandi,2005), bahwa assesmen bertujuan untuk:
a. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif
tentang
kondisi anak saat ini
b. Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan
hambatan belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-
kebutuhan khususnya, serta daya dukung lingkungan yang
dibutuhkan
anak
c. Memenuhi layanan yang dibutuhkan dan memonitor
kemampuannya

Keseluruhan Tahapan asesmen:


1. Screening dan identifikasi
2. Asesmen Perilaku Mendalam → Pendalaman HasilIdentifikasi
3. Pengembangan program intervensi
4. Penanganan pendidikan dan perilaku

Identifikasi ABK: merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru,


maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social,
emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal)
Identifikasi Gangguan Tunalaras adalah upaya atau proses untuk
mengetahui apakah penyimpangan emosi dan perilaku dalam
pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
Tujuan identifikasi gangguan emosi dan perilaku (tunalaras) adalah
mengetahui dengan lebih jelas dan akurat masalah dan tipe gangguan emosi
dan perilaku pada anak, yang sebelumnya masih berupa dugaan dugaan yang
diragukan (Kauffman, 1997).
B. LANGKAH PELAKSANAAN IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK
TUNALARAS

Sebagai suatu aktivitas yang sistematik dan berkelanjutan, sudah


barang tentu asesmen perlu dilakukan sesuai dengan prosedur yang baik, agar
dengan begitu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Adanya beberap factor yang terkait dengan pelaksanaan asesmen juga harus
dipertimbangkan secara seksama.
Secara lebih spesifik Mercer & Mercer (1989:38) menjelaskan adanya
beberapa langkah yang dilakukan dalam asesmen anak berkebutuhan khusus
di sekolah, yaitu:
1. Menentukan cakupan dan tahapan keterampilan yang akan
diajarkan.
Agar pelaksanaan asesmen dapat dilakukan secara efektif, maka
seyogyanya guru terlebih dahulu memahami tahapan kompetensi
pembelajaran siswa dalam bidang pembelajaran tertentu. Ini
penting dilakukan untuk mengetahui dengan jelas keterampilan-
keterampilan apa yang telah dikuasai siswa. Secara teknik guru
dapat melakukannya melalui analisis tugas dalam kegitan
pembelajaran di

2. Menetapkan perilaku yang akan diakses.


Asesmen perilaku diawali dari tahapan yang paling umum menuju
tahapan yang khusus. Perilaku umum menunjuk pada rentang
kompetensi siswa dalam penguasaan materi kurikulum, misalnya
pada mata pelajaran bahasa mencakup kompetensi dasar untuk
semua aspek bahasa. Sedang yang khusus, mungkin hanya pada
aspek membaca saja.
sekolah.
3. Memilih aktivitas evaluasi,
guru harus mempertimbangkan aktivitas yang akan dilakukan itu
untuk evaluasi dalam rentang kompetensi umum, atau kompetensi
khusus . Evaluasi kompetensi umum, lazimnya dilakukan secara
periodik (semester), sedang untuk kompetensi khusus sebaiknya
dilakukan secara formatif dan berkesinambungan.
4. Pengorganisasian alat evaluasi.
Hal ini perlu dilakukan berkenaan dengan evaluasi pendahuluan,
yang mencakup; identifikasi masalah, pencatatan bentuk-bentuk
kesalahan yang terjadi, dan evaluasi keterampilan-keterampilan
tertentu. Setelah evaluasi awal dilakukan, selanjutnya ditentukan
tujuan dan strategi pembelajaran, serta implementasi dan
pemantuan kemajuan belajar siswa.
5. Pencatatan kinerja siswa.
Ada dua hal mengenai kinerja siswa yang harus dicatat guru, yaitu
kinerja siswa pada pelaksanaan tugas sehari-hari, dan penguasaan
keterampilan secara keseluruhan, yang umumnya dicacat pada
laporan kemajuan belajar siswa.
6. Penentuan tujuan pembelajaran khusus untuk jangka pendek dan
jangka panjang.

C. PROSEDUR DAN TEKNIK IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK


TUNALARAS
Dalam kaitan dengan prosedur identifikasi anak berkebutuhan khusus,
Fallen dan Umansky (1985) menjelaskan bahwa dalam identifikasi terdapat
empat prosedur yang perlu ditempuh, yaitu : (a) kesadaran, (b) menemukan
anak, (c) penyaringan, dan (d) referral.
Dengan mengacu kepada pendapat Fallen dan Umansky (1985) di atas
dalam kaitan dengan anak dengan hambatan emosi dan sosial, maka:
a. Kesadaran menunjukkan kepada pentingnya penggunaan beberapa metode
untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, khususnya masyarakat
professional terhadap kebutuhan anak dengan hambatan emosi dan sosial. Hal
ini termasuk usaha-usaha organisasi untuk menginformasikan dan
mempengaruhi masyarakat, khususnya pemimpin masyarakat tentang
program-program terhadap mereka. Tujuannya bukan sekedar untuk
membangkitkan sensitivitas dan mendorong peningkatan program, tetapi juga
untuk menemukan anak dengan hambatan emosi dan sosial, sehingga
mendapat layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan khususnya.
.
b. Dalam penemuan anak, tenaga guru sering memegang peran yang amat
penting. Hal ini mengingat guru merupakan tenaga pendidikan yang paling
awal dan paling sering berhubungan dengan anak dan ibunya, bahkan sejak
anak masih dalam di taman kanak-kanan. Karena itu, guru harus mampu
berperan sebagai ujung tombak, garda terdepan atau “the gatekeeper ” dalam
menemukan anak dengan hambatan emosi dan sosial. untuk selanjutnya
merencanakan program penanganan secara individual atau bekerja sama
dengan ahli lain yang terkait dalam upaya intervensinya.
c. Penyaringan, merupakan aktivitas pengukuran awal yang dilakukan untuk
menentukan apakah anak nantinya dapat berkembang secara baik atau
memiliki faktor resiko. Karena itu tujuan utamanya adalah untuk
mengidentifikasi masalah-masalah perkembangan yang muncul seawal
mungkin dan upaya penanganannya, sehinga dapat meminimalisir terhadap
munculnya masalah-masalah yang sifatnya sekunder.
Dalam kegiatan penyaringan, dapat terjadi anak sudah menunjukkan
gejala-gejala tertentu, tetapi belum dapat diklasifikkasikan sebagai anak
dengan hambatan emosi dan sosial, namun kondisi ini dapat berkembang cepat
menjadi anak dengan hambatan emosi dan sosial jika memiliki faktor-faktor
resiko, seperti:

1. Kurangnya ikatan pada sekolah


2. Pergaulan dengan kelompok anak nakal
3. Internalisasi comorbidity (kehadiran satu atau lebih gangguan di samping
gangguan utama
4. Prilaku antisosial sebelumnya 5) Prestasi akademik rendah
5. Lingkungan rumah yang tidak mendukung
6. Hukuman fisik oleh orang tua, dan
7. Kontrovesi status sosial-ekonomi.
Sebaliknya, gejala-gejala kearah terjadinya hambatan emosi dan prilaku dapat
berkurang, tidak berkembang, atau bahkan hilang jika terdapat factor-faktor protektif,
seperti:

a. Usia saat pertama kali teridentifikasi 2) Kinerja akademik yang baik


b. Pertemanan dan aktivitas bermain yang positif 4) Tidak pernah menerima
hukuman badan
c. Keutuhan struktur keluarga
d. Status sosial yang baik/populer. 7) IQ yang tinggi

Sedangkan referral merupakan prosedur akhir dari proses identifikasi, yang merujuk
kepada pengiriman anak kepada lembaga, tenaga ahli, atau pusat asesmen yang ada
untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut secara komprehensif.
Adapun prosedur dalam identifikasi anak dengan hambatan emosi dan sosial, secara
garis besar meliputi 2 tahap, yaitu:
a. Tahap penjaringan. Tahap ini adalah tahap seleksi kasar. Caranya dapat
dilakukan melalui teknik nominasi, baik nominasi guru, nominasi teman orang
tua, atau nominasi teman sebaya. Nominasi artinya diunggulkan, dicalonkan,
atau diajukan. Dinominasikan berarti individu-individu yang diunggulkan,
dicalonkan, atau diajukan sesuai dengan label atau kriteria yang diminta.
Nominasi ini perlu ditindaklanjuti dengan menggali informasi lebih lanjut
tentang kasus dari pihak yang menominasikan, melalui daftar cek, skala
penilaian, angket, atau wawancara. Berdasar data-data yang diperoleh dan
sifatnya masih subyektif, kemungkinan akan ditemukan anak-anak yang
diragukan, diduga kuat, atau untuk sementara diyakini termasuk anak dengan
hambatan emosi dan prilaku.
b. Tahap penyaringan. Tahap ini merupakan tahap seleksi yang lebih halus
dengan menggali data langsung kepada kasus yang diduga kuat atau yang
sementara sudah diyakini termasuk anak dengan hambatan emsi dan sosial.
Tujuannya untuk mendapatkan data yang lebih objektif untuk memastikan
apakah mereka dapat termasuk yang mengalami hambatan emosi dan sosial
atau tidak. Cara yang terbaik adalah melalui tes, seperti tes psikologis (tes
kematangan emosi dan tes kematangan sosial, sosimetri), pemeriksaan kondisi
medis - neurologis (limbic system). Namun, jika hal ini tidak memungkinkan,
dapat dilakukan melalui non tes (melalui wawancara, pengamatan, studi
dokumentasi, atau authentic assessment – performance based assessment )
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk kepentingan ini perlu
disiapkan alat-alat bantu yang diperlukan, seperti pedoman wawancara,
pedoman observasi, lembar penugasan, alat- alat perekam, dsb).
CONTOH PROSEDUR ASESMEM

Identifikasi masalah Hal apa yang melatarbelakangi


asesmen?

Tujuan asesmen Apa yang ingin dicapai dengan


asesmen?

Pengembangan fokus asesmen Data apa saja yang ingin


dikumpulkan?

Metode asesmen yang dipilih Melalui metode apa data tersebut


diperoleh secara lengkap?

Rencana Pelaksanaan Asesmen Dengan siapa? Dimana? Kapan?


Pelaksanaan asesmen dilakukan

Pelaksanaan Asesmen Penskoran, pelaporan secara


deskriptif, pengetesan

Interpretasi dan pelaporan Menganalisis dan melaporkan hasil


asesmen
Penjelasan :

1. Identifikasi Masalah

Perhatikan semua masalah yang di alami anak. Catat seluruh masalah


yang ditemukan, dan pilih masalah yang mendesak untuk ditangani. Atau, bila
tujuan asesmen sudah dirumuskan, pilih masalah yang berkaitan dengan
tujuan asesmen. Misalnya, apabila tujuan asesmen adalah untuk perencanaan
program pembelajaran yang sesuai dengan gangguan emosi dan perilaku,
maka identifikasi masalah yang digarisbawahi adalah gangguan emosi dan
perilaku anak di ruang kelas, pada saat kegiatan belajar dan mengajar sedang
berlangsung, dan kesiapan anak dalam menerima materi. Dalam identifikasi
gangguan emosi dan perilaku tentukan gangguan emosi dan perilaku yang
muncul lalu tentukan juga kaitan antara gangguan emosi dan perilaku dengan
masalah yang dialami anak

2. Tujuan Asesmen

Tujuan asesmen seharusnya dipilih sesuai dengan kebutuhan yang


berkenaan dengan penanganan dan pelayanan pendidikan anak. Apakah untuk
menginformasikan karakteristik gangguan emosi dan perilaku anak saja, untuk
memilih treatmen yang sesuai, ataukah untuk evaluasi efektifitas treatmen
yang telah dijalankan. Anastasi (1988) mengemukakan ada 3 fungsi asesmen
dalam menangani tingkah laku, yaitu :

1. Kegiatan asesmen yang berfungsi untuk memberikan informasi


dalam rangka analisis spesifikasi terhadap treatmen tingkah laku
yang akan dilakukan.
2. Asesmen dilakukan untuk memilih (seleksi) treatmen yang lebih
cocok.
3. Asesmen dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkah laku
setelah treatmen dilakukan, atau dengan kata lain berfungsi untuk
evaluasi terhadap efektivitas suatu treatmen.
3. Pengembangan Fokus Asesmen

Setelah seluruh masalah teridentifikasi, dan tujuan khusus telah dipilih,


yang harus dilakukan adalah menentukan data apa saja yang perlu
dikumpulkan untuk mendukung pencapaian tujuan. Tidak semua data
mengenai anak harus dieksplorasi untuk satu tujuan asesmen, melainkan
hanya data-data tertentu yang sesuai dengan tujuan asesmen saja. Data pada
anak berkisar pada :

 Kriteria gangguan emosi dan perilaku anak dan tingkatannya.


 Riwayat gangguan emosi dan perilaku anak dan factor
penyebabnya (bila telah diketahui).
 Kondisi ketidakmampuan anak yang sebenarnya yang harus
segera ditangani (penanganan perilaku atau pelayanan pendidikan
yang sesuai (sesuai tujuan asesmen))
 Kondisi anak dalam pelaksanaan program pengajaran

4. Metode Asesmen Yang Dipilih

Metode asesmen ini maksudnya adalah metode yang dipakai dalam


pengambilan data (pengembangan fokus asesmen). Beberapa metode yang
biasa digunakan dalam proses asesmen tingkah laku tunalaras adalah :

 Tes standard baku (formal) : tes personality


 Tes fisik : EEG (electro encephalograph), tes kandungan zat tubuh
yang mempengaruhi perilaku hiperaktif.
 Case history : riwayat kelahiran, riwayat medis, riwayat
pendidikan, prestasi, data-data penting lain yang ada pada pihak-
pihak yang pernah melakukan pemeriksaan pada anak.
 Observasi : instrumen observasi perilaku
 Angket : instrumen angket untuk diisi anak sendiri/orang
tua/guru/dll sesuai dengan informasi yang hendak digali.
 Wawancara : panduan wawancara.
5. Rencana Pelaksanaan Asesmen

Rencanakan teknis pelaksanaan asesmen. Meliputi : tim asesmen, di


mana bisa mendapatkan data, kapan data diambil dan tentukan rentang
waktu asesmen.

6. Pelaksanaan Asesmen

Pelaksanaan asesmen merupakan kegiatan praktis yang meliputi


:pengumpulan data, pengetesan, penskoran, pelaporan secara
deskriptif (bedakan pelaporan deskriptif dengan pelaporan analisis)
terhadap data yang terkumpul.

7. Interpretasi/analisis dan Pelaporan

Menganalisis dan melaporkan hasil asesmen merupakan bagian dari


proses asesmen secara keseluruhan. Ketika semua data sudah
terkumpul, ada tiga pertanyaan dasar yang dapat menjadi acuan untuk
melakukan pemaknaan dan pelaporan asesmen, antara lain:

• Apakah permasalahan (akademik, sosial, intrapersonal)


yangmuncul?
• Apakah permasalahan tersebut terkait dengan gangguan
emosi danperilaku anak?
• Lalu, ingat : tujuan asesmen ?

Dalam menganalisis dan melaporkan hasil asesmen perlu diingat kembali


alasan/tujuan dilakukannya asesmen untuk menjawab problem utama yang ingin
ditangani. Pelaporan hasil asesmen yang dilakukan secara verbal maupun tertulis perlu
memperhatikan hal-hal berikut:

a. Data identitas-- informasi penting mengenai anak, misal: alamat,


tanggal lahir, orang tua.
b. Tujuan dilakukannya asesmen.
a. Informasi pendukung,-- untuk menggambarkan informasi yang
terkait dengan kondisi fisik anak, pendidikan, lingkungan sosial.
b. Observasi perilaku anak
c. Hasil asesmen, refleksi, dan diskusi tim
D. TIM PELAKSANA IDENTIFIKASI DAN ASESMEN ANAK
TUNALARAS

Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan identifikasi dan asesmen anak


ketunalarasan Proses asesmen anak tunalaras sampai dengan penyusunan
programlayanan khusus akan melibatkan satu tim multidisipliner, antara lain:

1. Tenaga kependidikan
a. Guru kelas
Guru kelas diharapkan dapat mengumpulkan informasi
tentang prestasi akademik dan keadaan sosial-emosi anak. Ini
dapat dilakukan baik dengan tes formal maupun alat
pengumpul data informal yang lain.
b. Guru PLB
Guru PLB bertugas mengumpulkan data prestasi anak dalam
kondisi yang lebih khusus dan individual.
c. Administrator
Administrator sekolah (pengawas, kepala sekolah)
diharapkan dapat menambah informasi yang ada tentang
anak.

2. Orangtua dan anak

Orangtua dan anak diharapkan dapat memberikan informasi


tentang semua aspek perkembangan. Hal ini perlu dilakukan terutama
jika anak memang telah mencapai usia sekolah dan orangtua memang
berkeinginan

3. Tenaga bantu kependidikan


a. Psikolog
Psikolog perlu dilibatkan untuk menetapkan apakah anak
memang memerlukan layanan khusus dan untuk
mengadministrasikan dan menafsirkan beberapa tes, seperti
tes intelegensi, tes kepribadian, bahkan tes prestasi belajar.
b. Ahli bina bahasa dan wicara
Ahli ini bertugas mendiagnosis dan nanti membina anak yang
menunjukkan gangguan bahasa dan wicara.
mengikuti proses asesmen.
4. Tenaga medis
Tenaga medis ini meliputi dokter, perawat, atau tenaga lain yang
sudah menangani kesehatan anak yang bersangkutan, termasuk
psikiater, neurolog, operthalmolog, paediatris, dan dokter ahli
yang lain. Informasi yang diperlukan adalah semua
masalah/gangguan, kondisi, dan jenis penyakit yang mungkin
diderita anak.

5. Tenaga yang berkaitan dengan perkembangan motorik


a. Guru pendidikan jasmani khusus
Guru ini bertugas mengadakan pengukuran tentang pola
perkembangan fisik, fitness fisik dan motorik, serta
ketrampilan anak dalam berbagai kegiatan seperti menari,
bermain, olahraga, dsb.
b. Ahli terapi fisik dan terapi okupasi
Ahli ini bertugas mengetahui semua kemampuan fungsi
motorik yang tidak dimiliki anak dan memerlukan terapi,
baik gerak motorik halus maupun kasar.
6. Tenaga yang berkaitan dengan kondisi emosi-emosi
Hal ini bisa mencakup guru bimbingan dan konseling dan pekerja
sosial, dimana mereka mungkin akan melakukan kunjungan rumah
(home-visit) untuk mengetahui lebih banyak tentang latar
belakang kehidupan anak.

7. Tenaga terkait lain


Tenaga lain yang mungkin terlibat misalnya anggota keluarga atau
masyarakat yang mengetahui perkembangan anak. Hasil asesmen
ini selanjutnya akan dibawa oleh semua tim dalam rapat untuk
menentukan jenis dan intensitas layanan yang diperlukan anak,
termasuk penempatan anak di sekolah. Dengan demikian, anak
diharapkan memperoleh kualitas layanan yang sesuai dengan
kebutuhan individual anak. Layanan pendidikan di sekolah dapat
memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ada, yaitu kelas
biasa, guru konsultan, guru kunjung, pull out, kelas khusus, atau
sekolah khusus. Penempatan pada salah satu model di atas
ditetapkan berdasarkan hasil asesmen oleh tim.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/393751285/Modul-2-Identifikasi-Dan-Asesmen-
AnakTunalaras

Mahabbati, Aini, 2012, Materi Mata Kuliah Pendidikan Anak Tunalaras, Yogyakarta,
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Syamsi, Ibnu, 2014, Pelaksanaan Evaluasi Asesmen Akademik Siswa Tunalaras Di


Slb-E Prayuwana, PLB FIP UNY Yogyakarta.

Yuwono, Imam, 2015, Identifikasi dan Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus- Setting
Pendidikan Inklusif, Banjarmasin, Pustaka Banua.

Anda mungkin juga menyukai