Dosen pengampu :
Oleh :
2021/2022
A. Pengertian identifikasi dan Asesmen
Identifikasi merupakan kegiatan awal yang mendahului proses asesmen. Identifikasi adalah
kegiatan mengenal atau menandai sesuatu, yang dimaknai sebagai proses penjaringan atau
proses menemukan kasus yaitu menemukan anak yang mempunyai kelainan/masalah, atau
proses pendektesian dini terhadap anak berkebutuhan khusus.
Menurut Swassing ( 1985 ), identifikasi mempunyai dua konsep yaitu konsep penyaringan
( screening ) dan identifikasi aktual (actual identifikcation). Menurut Wardani(1995) dalam
Munawir Yusuf,M,Psi) , identifikasi merupakan langkah awal dan sangat penting untuk
menandai munculnya kelainan atau kesulitan pada anak bekebutuhan khusus. Istilah
identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan sebagai usaha orang tua, guru,
maupun tenaga kependidikan lainnya untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan pertumbuhan/ perkembangan (phisik, intelektual, social,
emosional/tingkah laku) dibandingkan dengan anak normal seusianya.
Mengidentifikasi masalah berarti mengidentifikasi suatu kondisi atau hal yang dirasa kurang
baik. Masalah pada anak ini diperoleh dari keluhan-keluhan orang tua dan keluarganya,
keluhan guru, dan bisa didapat dari pengalaman-pengalaman lapangan, Seperti dikatakan
oleh Norman D.Sundberg (2002) dalam Tin Suharmini ( 2005).”Gathering informastion to be
used for treatment (parents teachers,and physician) provide data on the childs
functioning”.Identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering
berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-
pihak lain. Sedangkan langkah berikutnya, adalah asesmen. Bila diperlukan asesmen dapat
dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog,
therapis, dan lain-lain.
Asesmen berasal dari bahasa Inggris to assess (kk: menaksir); Assessment (kb: taksiran).
Istilah menaksir mengandung makna deskriptif atau menggambarkan sesuatu, sehingga sifat
atau cara kerja asesmen sangat komprehensif. Artinya utuh dan menyeluruh. Banyak para
ahli pendidikan yang mengemukakan tentang definisi asesmen diantaranya: Wallace &
Longlin (1979) mengemukakan bahwa asesmen merupakan suatu proses sistematis dengan
menggunakan instrumen yang sesuai untuk mengetahui perilaku belajar, penempatan, dan
pembelajaran.
Ahli pendidikan lainnya McLoughlin &Lewis (1986) mengemukakan bahwa, asesmen adalah
proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak yang berfungsi untuk
melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk
menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan. Berdasarkan informasi tersebut, guru akan
dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realistis sesuai dengan kenyataan yang
obyektif.
Menurut Fallen & Umansky (1988) asesmen adalah proses pengumpulan data untuk tujuan
pembuatan keputusan dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut,
mulai diagnosa paling awal terhadap problem perkembangan sampai penentuan akhir
terhadap program anak. Sedangkan menurut Fried Mangungsong 1(995) asesmen adalah
suatu proses yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi, data-data yang berkaitan
dalam membantu seseorang mengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah
pendidikan.
Adapun menurut Lidz (2003) asesmen merupakan proses pengumpulan informasi untuk
mendapatkan profil psikologis anak, yang meliputi gejala dan intensitasnya, kendala-kendala
yang dialami, kelebihan dan kelemahannya, serta peran pendukung yang dibutuhkan anak.
Lerner, (1988:54) mendefinisikan bahwa asesmen merupakan suatu proses pengumpulan
informasi tentang seorang siswa yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang berhubungan dengan pembelajaran siswa tersebut. Selanjutnya
dikemukakan bahwa:Asesmen merupakan kegiatan/proses mengidentifikasi atau
mengumpulkan fakta/data/evidence kemudian membandingkan fakta tersebut dengan suatu
parameter atau ukuran tertentu dengan tujuan tertentu. Untuk mendapatkan
fakta/data/evidence tersebut dibutuhkan suatu alat ukur/metode, dan kegiatan tersebut
dilakukan oleh satu atau sekumpulan pengukur. http://www.ab-cons.com/articles.htm1 2004
Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau sensoris neurologis)
dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
(anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program
pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.Menurut Swassing (1985 ) dalam
Moch Sholeh Y.A Ichrom,Ph.D , tujuan prosedur identifikasi adalah :
a. Merumuskan definisi
b. Menentukan spesifikasi
c. Menentukan prosedur
d. Menempatkan anak
a. Menjabarkan karakteristik
b. Merancang niminasi
e. Melakukan reevaluasi.
Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi ABK dilakukan untuk lima keperluan,
yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal), (3) klasifikasi, (4)
perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan belajar. Kegiatan identifikasi
sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar)
apakah seorang anak tegolong anak berkebutuhann khusus atau bukan. Maka biasanya
identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul)
dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya.
Sedangkan langkah selanjutnya, yang sering disebut asesmen, dan bila diperlukan dapat
dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog,
therapis, dan lain-lain. Identifkasi akan dilanjutkan dengan asesment, yang hasilnya akan
dijadikan dasar untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
ketidakmampuannya.
Pada dasarnya tujuan utama dilakukannya asesmen adalah untuk memperoleh informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program
pembelajaran bagi anak yang bersangkutan. Moh.Amin (1995) mengemukakan bahwa tujuan
dilakukannya asesmen berkaitan erat dengan waktu mengadakannya. Kegiatan asesmen
yang dilakukan setelah ditemukan bahwa seseorang itu ABK atau setelah kegiatan deteksi,
maka asesmen diperlukan untuk:
c. Menentukan arah atau tujuan pendidikan serta kebutuhan ABK. Tujuan pendidikan ABK
pada dasarnya sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya. Mengingat kemampuan dan
kebutuhan mereka berbeda-beda dan perbedaan tersebut sedemikian rupa, sehingga perlu
dirumuskan tujuan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan tersebut.
Sedangkan menurut Robb, Benardoni, dan Johnson (1972) dalam Robert M. Smith, ada
beberapa tujuan mengapa seseorang melakukan asesmen, yaitu:
Selanjutnya Sunardi & Sunaryo (2006) mengemukakan bahwa secara umum asesmen
bermaksud untuk:
a. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan komprehensif tentang kondisi anak
saat ini.
b. Mengetahui profil anak secara utuh, terutama permasalahan dan hambatan belajar yang
dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung
lingkungan yang dibutuhkan anakc. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka
memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemajuannya
Sasaran identifikasi ABK adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar.
Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus
adalah:
• Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong ABK
sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat
belum/tidak mau menerimanya;
Sasaran asesmen:
Pada dasarnya asesmen pendidikan terutama difokuskan pada berbagai bidang pelajaran di
sekolah, baik faktor yang mempengaruhi prestasi di sekolah seperti bidang akademik,
bahasa, dan keterampilan sosial maupun faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat
dipertimbangkan bersama dengan analisis strategi belajar dan perilaku belajar siswa yang
dapat diamati dan dapat diukur.
D. Prosedur identifikasi dan asesmen
Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out sekolah, maka
sekolah yang bersangkutan perlu melakukan pendataan ke masyarakat sekitar kerja sama
dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika pendataan tersebut ditemukan anak
berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orang tua, komite
sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Gunawan (2016), untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah
tertentu, identifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar
gejala yang tampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan
kebutuhan khusus.
Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak dengan
kebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama
anak yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan standar nilai yang telah
ditetapkan.
Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan
ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi
kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir. Sedangkan untuk
anak-anak yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu
dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.
Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru dilaporkan kepada Kepala
Sekolah untuk mendapat saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu
dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format laporan hasil pertemuan kasus
dapat menggunakan contoh seperti terlampir
Prosedur Asesmen
Pertama, menentukan skop atau bidang dan urutan keterampilan yang akan diajarkan. Untuk
dapat melaksanakan hal ini dengan efektif, maka guru harus memahami tingkatan
kemampuan siswa dalam bidang-bidang pengajaran tertentu. Hal ini perlu dilakukan
mengingat kemampuan antara siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Guru
umumnya dapat mengetahui dengan jelas keterampilan-keterampilan yang telah dikuasai
oleh siswa dan keterampilan yang perlu dikuasainya. Melalui analisis tugas biasanya guru
dapat mengidentifikasi keterampilan siswa sampai kepada bagian-bagian yang terkecil.
Kedua, Memilih tingkah laku yang akan dinilai. Penilaian tingkah laku dimulai dari tingkat
yang paling global sampai pada tingkat yang paling spesifik. Tingkah laku global yaitu
penggradasian materi kurikulum yang melibatkan tingkah laku siswa dalam rentang
keterampilan yang luas. Misalnya dalam bidang membaca meliputi: keterampilan mengenal
huruf dan kata, pemahaman kata, dan mungkin pemahaman wacana. Sedangkan tingkah laku
yang spesifik mengacu pada penentuan secara langsung tujuan pengajaran, misalnya: siswa
perlu belajar bunyi vokal pendek. Ketiga, memilih kegiatan evaluasi. Dalam hal ini guru perlu
mempertimbangkan apakah kegiatan itu untuk menilai rentang keteampilan umum atau
untuk menilai keterampilan khusus. Apabila penilaian tentang rentang keterampilan
dibutuhkan maka hal itu umumnya dilakukan tidak secara kontinyu. Misalnya dua kali dalam
setahun. Akan tetapi penilaian keterampilan khusus sebaiknya bersifat kontinyu yang
hasilnya dapat digunakan untuk merencanakan berikutnya.Keempat, pengadministrasian alat
evaluasi. Pengadministrasian alat evaluasi biasanya diperlukan untuk penilaian awal.
Kegiatan ini meliputi identifikasi bidang masalah, pencatatan pola kesalahan, penilaian
keterampilan tertentu. Setelah penilaian awal dilaksanakan dan tujuan-tujuan pengajaran
ditentukan, maka selanjutnya guru juga perlu menentukan prosedur untuk memonitoring
kemajuan. Kelima, pencatatan penampilan siswa. Ada dua jenis penampilan siswa yang harus
dicatat oleh guru, yaitu penampilan pekerjaan pada sehari-hari yang biasanya dicatat dengan
aktivitas buatan guru; dan penguasaan keterampilan secara keseluruhan yang biasanya
dicatat dalam bagan-bagan atau format kemajuan setiap individu yang telah disediakan
untuk keperluan tersebut.Keenam, penentuan tujuan pengajaran khusus jangka pendek dan
jangka panjang.Tujuan yang baik adalah tujuan yang dapat mengamati tingkah laku yang
terjadi dan menggambarkan kriteria penilaian yang berhasil. Contoh: tujuan jangka pendek
memberi materi berupa huruf-huruf konsonan seperti: b, c, d, e, f, g dan seterusnya. Tujuan
jangka panjang memberikan materi berupa rangkaiana huruf vokal dan konsonan, siswa
dapat menyebutkan 90% fonem yang benar. Dalam hal ini yang penting adalah bahwa tujuan
jangka pendek hendaknya langsung memberi kontribusi terhadap pencapaian tujuan jangka
panjang.
metode atau cara yang dapat digunakan dalam melaksanakan asesmen antara lain:
a. Observasi, pengamatan yang dilakukan terhadap cara belajar siswa, tingkah laku yang
muncul pada saat siswa belajar, dan sebagainya
b. Tes atau evaluasi hasil belajar, diperoleh dengan cara memberikan tes pada setiap bidang
pengajaran.
Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diharapkan melalui
metode di atas adalah:
a. Ceklis, yaitu memberikan tanda pada bagian-bagian yang telah ditentukan pada pedoman
sesuai dengan kemampuan anak.
b. Skala nilai, yaitu bentuk penilaian yang mengarah pada kemampuan atau prestasi belajar
siswa.
a. grafik, yaitu untuk menggambarkan posisi setiap siswa dalam tiap-tiap bidang pengajaran
b. Data kualitatif, yaitu deskripsi singkat tentang kemampuan siswa dalam belajar untuk
setiap bidang studi
c. Data kuantitatif, yaitu data berupa angka. Supaya tidak menyesatkan, data kuantitatif ini
hendaknya selalu diiringi dengan data kualitatif.
f. Kongruen, ada kesamaan prosedur yang diterapkan, baik dalam pengembangan maupun
evaluasinya.
Penyelenggaraan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, secara garis besar asesmen
dapat dikelompokkan menjadi dua (Yusuf, M.2005), yaitu: asesmen akademik, dan asesmen
perkembangan. Asesmen akademik menekankan pada upaya mengukur pencapaian prestasi
belajar siswa. Pada asesmen akademik aspek yang diases adalah bidang-bidang kemampuan
dan keterampilan akademik seperti keterampilan membaca, menulis, dan berhitung atau
matematika. Sedangkan asesmen perkembangan mengutamakan pada aspek-aspek yang
berkaitan dengan keterampilan prasyarat yang diperlukan untuk keberhasilan bidang
akademik. Adapun aspek-aspek yang diases dapat berupa perkembangan kognitif, yang
meliputi: aspek bahasa dan komunikasi, persepsi, konsentrasi, dan memori; perkembangan
motorik, perkembangan social, dan perkembangan emosi..SedangkanHarwell, (1982)
mengemukakan bahwa aspek-aspek perkembangan yang perlu diases khususnya bagi anak
berkesulitan belajar, mencakup: a) Gangguan motorik, b)Gangguan persepsi c)Gangguan
perhatian/atensi d) Gangguanmemori e)Hambatan dalam orientasi ruang/arah, f)Hambatan
dalam perkembangan bahasa, g)Hambatan dalam pembentukan konsep, dan h)Mengalami
masalah dalam perilaku.
Sumber:
Yuwono, imam.(2015) Identifikasi dan Asesmen Anak berkebutuhan khusus. Pustaka benua.
Banjarmasin.