KHUSUS
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 1
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan yang diharapkan.Sholawat dan salam ditujukan juga kepada Rasulullah
SAW, karena dengan upaya beliau penulis dapat menikmati alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
A. Kesimpulan ............................................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Strategi merupakan suatu cara atau metode kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan tertentu. Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang
dipelajari oleh peserta didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. Untuk
bisa mencapai tujuan pembelajaran, maka dalam pembelajaran IPA bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) harus bisa memahami lingkungan dengan baik.
Lingkungan menjadi salah satu sumber belajar bagi siswa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan penglihatan ?
2. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan pendengaran ?
3. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan intelektual ?
4. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan fisik ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan penglihatan.
2. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan pendengaran.
1
3. Untuk mengetahu strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan intelektual.
4. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan fisik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
anak yang lainnya. Tangan anak tunanetra sebagai indera perabaan akan lebih
peka dari pada anak awas (normal),karena terbiasa digunakan untuk membedakan
apa yang diraba atau menangkap makna dari apa yang dirabanya (Hernawati,
2003:417 dalam (Khamdum, 2015)). Membedakan benda yang bentuk relative
terjangkau dengan tangan, anak tunanetra dapat membedakan perbentukan benda
tersebut. Pada awalnya perlu pelatihan untukdapat membedakan perbentukan
yang dipegang atau diraba oleh anak tunanetra. Dengan demikian kepekaan
tangannya semakin meningkat apabila media digunakan untuk mempermudah
proses pembelajaran IPA. Media pembelajaran adalah sebagai penyampai pesan
(the carries of massages) dari beberapa sumber saluran ke penerimapesan
(Trianto, 2007:75). Dengan demikian penggunaan media pembelajaran menjadi
faktor utama dalam proses pembelajaran IPA untuk anak tunanetra. Pemilihan
jenis dan karakteristik media pembelajaran untuk anak tunanetra yang tepat
adalah benda-benda tiga dimensi yang ada di sekitar kehidupannya(kontekstual).
Contohnya menggunakan media tanah liat. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam) dengan bertujuan untuk pengembangan dunia pendidikan bagi anak yang
menderita tunanetra. Berbagai disiplin ilmu tersebut melatarbelakangi merancang
pembelajaran IPA dalam kurikulum pendidikan luar biasa.
4
baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan
pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan kemampuan bahasa dan/atau komunikasi anak tunarungu
terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada
penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui
penglihatannya dan memanfaatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu
komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada
dirinya.
Secara umum inteligensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak
pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh
tingkat kemampuan berbahasanya, serta keterbatasan informasi, dan kiranya daya
abstraksi anak. Akibat dari ketunarunguannya dapat menghambat inteligensi anak
tunarungu.
Menurut Sanjaya dalam (I Wayan Citra, 2012) bahwa “pendekatan
kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.” Pada
dasarnya pembelajaran kontekstual, dimana guru di dalam menyampaikan konsep
pembelajaran berusaha memberikan sesuatu yang nyata bukan sesuatu yang
abstrak sesuai dengan lingkungan sekitar anak, sehingga pengetahuan yang
diperoleh anak dengan pembelajaran di kelas merupakan pengetahuan yang
dimiliki dan dibangun sendiri, ada keterkaitan dengan penerapan kehidupan
sehari-hari yang bisa dijadikan bekal untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan dengan berdasarkan pengetahuan yang telah dibangun dan dimilikinya.
Faktor utama yang dianggap penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa tuna
rungu adalah dengan memanfaatkan media belajar dan metode belajar tertentu.
Menurut Hamalik (I Wayan Cirtha, 2012) bahwa: “media pendidikan adalah alat,
metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengaktifkan komunikasi
5
dan interaksi antara guru dan siswa.” Meningkatkan hasil belajar IPA diperlukan
upaya untuk lebih meningkatkan intensitas siswa dalam belajar dan juga
diperlukan media untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Hayes, dkk (2010) dalam (Astuti, 2020) dukungan visual adalah hal
yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dengan hari untuk mendukung
komunikasi, seperti bahasa tubuh atau isyarat didalam lingkungan. Mereka juga
dapat menjadi media yang diciptakan untuk mendukung individu yang mungkin
mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu. Media Visual Schedule yaitu
menggunakan serangkaian gambar untuk mengkomunikasikan berbagai aktivitas
atau langkah-langkah aktivitas tertentu. Menurut Hodgdon dalam Erinoa Kids
Centre For Treatmen and Development (2012) “Jadwal visual adalah yang
memberi anak informasi seputar apa yang akan dilakukan waktu sepanjang hari.
Mereka sering menyampaikan apa yang terjadi, apa yang tidak terjadi, urutan
peristiwa yang terjadi dan kapan berbagai kejadian / kegiatan selesai”
Media yang ada di lingkungan yang bisa digunakan oleh anak tunarungu
dalam proses pembelajaran IPA sangatlah banyak, seperti mengenal bermacam-
macam binatang, tumbuhan dsb nya. Karna kita mengetahui anak yang
mengalami hambatan pendengaran akan sangat sulit memahami hal-hal yang
dijelaskan oleh guru di kelas dengan metode ceramah, dengan anak dibawa
langsung ke lingkungan tentunya anak akan lebih mengerti materi IPA yang
dijarkan.
Dengan menerapkannya dalam pendekatan kontekstual, contohnya setelah
anak dibiarkan mengenal nama-nama binatang dan tumbuhan, guru membiarkan
anak membuat konsep atau pengertian tersendiri yang didapatkannya di
lingkungan. Berikut strategi penggunaan lingkungan dalam proses pembelajaran
ipa untuk anak gangguan pendengaran:
1. Anak dibiarkan belajar dari alam
2. Media pembelajaran diupayakan berasal dari lingkungan
3. Pendekatan kontekstual lebih tepat digunakan
6
4. Lingkungan yang digunakan merupakan lingkungan yang nyaman bagi anak
5. Jika anak membutuhkan penjelasan silahkan guru jelaskan dengan bahasa
isyarat atau oral kepada anak tunarungu.
6. Pembelajaran tidak harus selalu didalam ruangan, adakalanya anak tunarungu
dibawa belajar keluar ruangan.
7
secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pe- ngetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik tunagrahita untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam penerapannya pada kehidupan sehari-hari.
Sudjana (2008:87) dalam (Tawar, 2015) menyebutkan bahwa “Metode Karya
Wisata adalah kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar”. Keterbatasan
intelektual yang dialami anak tunagrahita menyebabkan kesulitan dalam berpikir
secara abstrak, sulit, dan berbeli-belit. Hal ini sangat terasa pada pelajaran yang
bersifat teoritis, seperti halnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Oleh
sebab itu penggunaan metode karyawisata akan menjadi salah satu faktor penting
dalam meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam anak tunagrahita.
Orientasi penggunaan metode karyawisata adalah membawa anak tuna grahita
belajar di alam terbuka dengan suasana yang menyenangkan serta berhadapan
dengan objek benda asli sehingga pelajaran IPA yang bersifat teori akan
dibuktikan oleh anak tuna grahita melalui obyek yang sesungguhnya. Dengan
demikian, prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alamnya akan dapat ditingkatkan
sesuai dengan kapasitas dan pola pikir yang dimiliki anak tuna grahita.
8
anak akan lebih mudah dimengerti, mampu membangkitkan motivasi belajar,
dapat menghilangkan kesalahpahaman serta informasi yang disampaikan menjadi
lebih konsisten. Dengan demikian akan menghasilkan perolehan pengetahuan dan
pemahaman lebih dari 50%.
Demikian halnya bagi Anak tunadaksa. Mereka yang memiliki keterbatasan
dalam aspek fisik anak berpengaruh pada kemampuan gerak dan perkembangan
lainnya. Keterbatasan gerak tersebut mengganggu dalam kemampuan
melaksanakan orientasi/menjelajah terhadap lingkungan sekitar. Piaget
(Kartadinata, 1996 dalam (Sulasminah, 2013)) menyatakan anak tidak mampu
memperoleh skema baru dalam beradaptasi dengan suatu laju perkembangan yang
normal. Keterlambatan perkembangan ini diawali dengan hambatan dalam fungsi
motorik sederhana yang akan berpengaruh terhadap kegiatan eksplorasi
lingkungan secara wajar yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak .
Hambatan terhadap kegiatan eksplorasi lingkungan menimbulkan hambatan
terhadap masukan sensoris khususnya pada masa formatif. Makin besar hambatan
yang dialami anak dalam berasimilasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya,
maka anak akan mengalami hambatan yang lebih besar pula dalam perkembangan
kognitifnya dan akan menghambat proses adaptasi.
Jika dilihat kemampuan dalam bidang akademik, anak-anak tunadaksa ini
dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok anak yang disertai gangguan
intelektual dan kelompok anak yang tidak disertai gangguan intelektual yang
disebut tunadaksa atau dalam pendidikan disebut kelompok D dan mereka dapat
mengikuti kurikulum sama seperti anak normal lainnya, sedang mereka yang
disertai gangguan intelektual atau kelompok D1 pendidikannya sama dengan anak
tunagrahita. Agar pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan pengalaman
yang menarik dan bermakna bagi anak terutama anak tunadaksa, maka yang perlu
dilakukan adalah memberikan pengalaman langsung kepada anak. Contoh,
benarkah ikan hanya dapat hidup di air? Hal ini dapat dilakukan melalui
percobaan. Anak dapat mengamati apa yang akan terjadi pada ikan jika tidak
9
diberi air, volume air sedikit dan volume air yang cukup banyak. Apa yang
dialami anak tersebut akan lebih mudah diingat dibanding pembelajaran yang
bersifat verbalistis. Namun demikian tidak semua materi pembelajaran dapat
disajikan melalui praktek langsung. Ada materi/ kompetensi-kompetensi tertentu
yang tidak dapat disajikan secara langsung yang memerlukan alat bantu
pembelajaran (Sulasminah, 2013).
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bagi anak berkebutuhan
khusus, baik itu anak gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan
intelektual, dan gangguan fisik sangat memudahkan siswa untuk memahami
materi pembelajaran. Pemanfaatan lingkungan ini memudahakan siswa karena
memberikan pengalaman langsung dan juga berupa benda konkrit, sehinggan
tentunya lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti karena dekat dengan
kehidupan.
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca
mengenai strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bagi anak
berkebutuhan khusus (gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan
intelektual, dan gangguan fisik).
11
DAFTAR RUJUKAN
12