Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PEMBELAJARAN IPA BAGI ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS

“Strategi Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar dalam


Pembelajaran IPA ABK”

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Hj. Mega Iswari, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Isnatil Husna 18003014

Yossi Marnengsih 18003050

Febri Purnama Sari 18003062

Reza Lidia Sari 18003106

PENDIDIDKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan yang diharapkan.Sholawat dan salam ditujukan juga kepada Rasulullah
SAW, karena dengan upaya beliau penulis dapat menikmati alam yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.

Makalah yang berjudul “Strategi Pemanfaatan Lingkungan Sebagai


Sumber Belajar Dalam Pembelajaran IPA ABK” ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Pembelajaran IPA Bagi Anak Berkebutuhan Khusus”. Semoga
dengan makalah ini kami dapat membantu pembaca untuk menambah
wawasannya. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pengampu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, 9 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Penglihatan ...................................................................... 3

B. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Pendengaran .................................................................... 4

C. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Intelektual ....................................................................... 7

D. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Fisik ................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 11

A. Kesimpulan ............................................................................................. 11

B. Saran ....................................................................................................... 11

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Strategi merupakan suatu cara atau metode kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah perencanaan yang
berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan tertentu. Pembelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang
dipelajari oleh peserta didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. Untuk
bisa mencapai tujuan pembelajaran, maka dalam pembelajaran IPA bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) harus bisa memahami lingkungan dengan baik.
Lingkungan menjadi salah satu sumber belajar bagi siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan penglihatan ?
2. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan pendengaran ?
3. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan intelektual ?
4. Bagaimana strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran IPA bagi anak gangguan fisik ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan penglihatan.
2. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan pendengaran.

1
3. Untuk mengetahu strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan intelektual.
4. Untuk mengetahui strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar
dalam pembelajaran IPA bagi anak gangguan fisik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Penglihatan
Anak Tunanetra dengan Ekspresi cacat bentuk obyek dalam kehidupan sehari-
hari. Kepekaan yang ditunjukkan anak tunanetra lebih baik pada indera
pendengaran dan perabaan dibanding anak normal (awas), namun kepekaan yang
dimiliki tidak diperolehnya secara otomatis, tetapi melalui proses latihan.
Perkembangan anak tidak terbatas pada pertumbuhan yang semakin besar,
melainkan di dalamnya terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung
secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmani dan rohaniah
yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan,
pemasakan dan belajar (Desmita, 2009:9 dalam (Khamdum, 2015)). Perlu
pembelajaran khusus yang sistematis, ilmiah bagi tunanetra khususnya
mengajarkan penerapan media dalam pembelajaran terpadu yang sesuai dengan
keterbatasan dan karakter yang dimiliki anak Tunanetra. Harapan dan keinginan
anak tunanetra hanya dipendam karena keterbatasan fisik dan kesulitan
berinteraksi di lingkungan masyarakat. Pembelajaran dengan penggabungan
konsep belajar agar memberikan keseimbangan rasional dan emosional,
intelektualitas dan sensibilitas.Konsep belajar yang dapat mengenalkan
pengalaman kontekstual berupa membangun karakter anak yang memiliki
kekurangan fisik dengan mengkontruksi cara pandang,berpikir, bersikap dan
bertindak di kehidupan sehari-hari.
Pemilihan media dan metode dalam pembelajaran IPA untuk anak tunanetra
didasarkan kebutuhan belajar dengan kemampuan kepekaan inderawi melalui
perabaan tangan. Secara anatomis, tangan anak tunanetra sama dengan tangan

3
anak yang lainnya. Tangan anak tunanetra sebagai indera perabaan akan lebih
peka dari pada anak awas (normal),karena terbiasa digunakan untuk membedakan
apa yang diraba atau menangkap makna dari apa yang dirabanya (Hernawati,
2003:417 dalam (Khamdum, 2015)). Membedakan benda yang bentuk relative
terjangkau dengan tangan, anak tunanetra dapat membedakan perbentukan benda
tersebut. Pada awalnya perlu pelatihan untukdapat membedakan perbentukan
yang dipegang atau diraba oleh anak tunanetra. Dengan demikian kepekaan
tangannya semakin meningkat apabila media digunakan untuk mempermudah
proses pembelajaran IPA. Media pembelajaran adalah sebagai penyampai pesan
(the carries of massages) dari beberapa sumber saluran ke penerimapesan
(Trianto, 2007:75). Dengan demikian penggunaan media pembelajaran menjadi
faktor utama dalam proses pembelajaran IPA untuk anak tunanetra. Pemilihan
jenis dan karakteristik media pembelajaran untuk anak tunanetra yang tepat
adalah benda-benda tiga dimensi yang ada di sekitar kehidupannya(kontekstual).
Contohnya menggunakan media tanah liat. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam) dengan bertujuan untuk pengembangan dunia pendidikan bagi anak yang
menderita tunanetra. Berbagai disiplin ilmu tersebut melatarbelakangi merancang
pembelajaran IPA dalam kurikulum pendidikan luar biasa.

B. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Pendengaran
Mufti Salim (1984:8) dalam (Astuti dkk, 2020) mengemukakan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai
kehidupan lahir batin yang layak. Memperhatikan batasanbatasan di atas, dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran

4
baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang menyebabkan
pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan kemampuan bahasa dan/atau komunikasi anak tunarungu
terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada
penguasaan bahasa melalui pendengarannya, melainkan harus melalui
penglihatannya dan memanfaatkan sisa pendengarannya. Oleh sebab itu
komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada
dirinya.
Secara umum inteligensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak
pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh
tingkat kemampuan berbahasanya, serta keterbatasan informasi, dan kiranya daya
abstraksi anak. Akibat dari ketunarunguannya dapat menghambat inteligensi anak
tunarungu.
Menurut Sanjaya dalam (I Wayan Citra, 2012) bahwa “pendekatan
kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.” Pada
dasarnya pembelajaran kontekstual, dimana guru di dalam menyampaikan konsep
pembelajaran berusaha memberikan sesuatu yang nyata bukan sesuatu yang
abstrak sesuai dengan lingkungan sekitar anak, sehingga pengetahuan yang
diperoleh anak dengan pembelajaran di kelas merupakan pengetahuan yang
dimiliki dan dibangun sendiri, ada keterkaitan dengan penerapan kehidupan
sehari-hari yang bisa dijadikan bekal untuk memecahkan masalah-masalah
kehidupan dengan berdasarkan pengetahuan yang telah dibangun dan dimilikinya.
Faktor utama yang dianggap penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa tuna
rungu adalah dengan memanfaatkan media belajar dan metode belajar tertentu.
Menurut Hamalik (I Wayan Cirtha, 2012) bahwa: “media pendidikan adalah alat,
metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengaktifkan komunikasi

5
dan interaksi antara guru dan siswa.” Meningkatkan hasil belajar IPA diperlukan
upaya untuk lebih meningkatkan intensitas siswa dalam belajar dan juga
diperlukan media untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Hayes, dkk (2010) dalam (Astuti, 2020) dukungan visual adalah hal
yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari dengan hari untuk mendukung
komunikasi, seperti bahasa tubuh atau isyarat didalam lingkungan. Mereka juga
dapat menjadi media yang diciptakan untuk mendukung individu yang mungkin
mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu. Media Visual Schedule yaitu
menggunakan serangkaian gambar untuk mengkomunikasikan berbagai aktivitas
atau langkah-langkah aktivitas tertentu. Menurut Hodgdon dalam Erinoa Kids
Centre For Treatmen and Development (2012) “Jadwal visual adalah yang
memberi anak informasi seputar apa yang akan dilakukan waktu sepanjang hari.
Mereka sering menyampaikan apa yang terjadi, apa yang tidak terjadi, urutan
peristiwa yang terjadi dan kapan berbagai kejadian / kegiatan selesai”
Media yang ada di lingkungan yang bisa digunakan oleh anak tunarungu
dalam proses pembelajaran IPA sangatlah banyak, seperti mengenal bermacam-
macam binatang, tumbuhan dsb nya. Karna kita mengetahui anak yang
mengalami hambatan pendengaran akan sangat sulit memahami hal-hal yang
dijelaskan oleh guru di kelas dengan metode ceramah, dengan anak dibawa
langsung ke lingkungan tentunya anak akan lebih mengerti materi IPA yang
dijarkan.
Dengan menerapkannya dalam pendekatan kontekstual, contohnya setelah
anak dibiarkan mengenal nama-nama binatang dan tumbuhan, guru membiarkan
anak membuat konsep atau pengertian tersendiri yang didapatkannya di
lingkungan. Berikut strategi penggunaan lingkungan dalam proses pembelajaran
ipa untuk anak gangguan pendengaran:
1. Anak dibiarkan belajar dari alam
2. Media pembelajaran diupayakan berasal dari lingkungan
3. Pendekatan kontekstual lebih tepat digunakan

6
4. Lingkungan yang digunakan merupakan lingkungan yang nyaman bagi anak
5. Jika anak membutuhkan penjelasan silahkan guru jelaskan dengan bahasa
isyarat atau oral kepada anak tunarungu.
6. Pembelajaran tidak harus selalu didalam ruangan, adakalanya anak tunarungu
dibawa belajar keluar ruangan.

C. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Intelektual
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SLB untuk anak Tipe C bermasalah
karena tidak tepatnya metode pembelajaran yang digunakan sehingga siswa jenuh
dan berakibat prestasi belajar siswa rendah. Penggunaan metode pembelajaran
yang tepat sangat berarti dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas
agar pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan sehingga dapat mendorong
rasa keingintahuan siswa. Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan erat dengan cara
mencari tahu tentang alam, sehingga bukan hanya penguasaan pengetahuan yang
berupa konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SLB–C diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik tunagrahita untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
penerapannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan permasalahan tersebut, metode
pembelajaran yang perlu dioptimalkan dalam proses pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam adalah Metode Karya- wisata. Dengan memanfaatkan
lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar siswa, sebagai bahan ajar diharapkan
siswa dapat melakukan pengamatan pada objek asli yang berorientasi pada alam
dan berkaitan langsung dengan materi pelajaran yang dilakukan melalui
pengalaman ilmiah (scientific inquiry) untuk membangun kemampuan bekerja
dan berpikir dengan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Mulyasa (2010: 110) dalam (Tawar, 2015) menyatakan bahwa Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam

7
secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pe- ngetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep- konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik tunagrahita untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam penerapannya pada kehidupan sehari-hari.
Sudjana (2008:87) dalam (Tawar, 2015) menyebutkan bahwa “Metode Karya
Wisata adalah kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar”. Keterbatasan
intelektual yang dialami anak tunagrahita menyebabkan kesulitan dalam berpikir
secara abstrak, sulit, dan berbeli-belit. Hal ini sangat terasa pada pelajaran yang
bersifat teoritis, seperti halnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Oleh
sebab itu penggunaan metode karyawisata akan menjadi salah satu faktor penting
dalam meningkatkan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam anak tunagrahita.
Orientasi penggunaan metode karyawisata adalah membawa anak tuna grahita
belajar di alam terbuka dengan suasana yang menyenangkan serta berhadapan
dengan objek benda asli sehingga pelajaran IPA yang bersifat teori akan
dibuktikan oleh anak tuna grahita melalui obyek yang sesungguhnya. Dengan
demikian, prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alamnya akan dapat ditingkatkan
sesuai dengan kapasitas dan pola pikir yang dimiliki anak tuna grahita.

D. Strategi Penggunaan Lingkungan dalam Proses Pembelajaran IPA Untuk


Anak Gangguan Fisik
Dalam proses pembelajaran, mengajar dipandang sebagai usaha yang
dilakukan guru agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik melalui
pengalaman yang diperoleh baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pembelajaran yang lebih melibatkan anak tunadaksa dalam proses pelaksanaan
akan memberikan makna yang lebih dalam dibanding yang dituturkan oleh guru.
Edgar Dale dalam (Sulasminah, 2013) dengan “kerucut pengalaman” menyatakan
bahwa penggunaan media yang sesuai dengan tuntutan materi dan karakteristik

8
anak akan lebih mudah dimengerti, mampu membangkitkan motivasi belajar,
dapat menghilangkan kesalahpahaman serta informasi yang disampaikan menjadi
lebih konsisten. Dengan demikian akan menghasilkan perolehan pengetahuan dan
pemahaman lebih dari 50%.
Demikian halnya bagi Anak tunadaksa. Mereka yang memiliki keterbatasan
dalam aspek fisik anak berpengaruh pada kemampuan gerak dan perkembangan
lainnya. Keterbatasan gerak tersebut mengganggu dalam kemampuan
melaksanakan orientasi/menjelajah terhadap lingkungan sekitar. Piaget
(Kartadinata, 1996 dalam (Sulasminah, 2013)) menyatakan anak tidak mampu
memperoleh skema baru dalam beradaptasi dengan suatu laju perkembangan yang
normal. Keterlambatan perkembangan ini diawali dengan hambatan dalam fungsi
motorik sederhana yang akan berpengaruh terhadap kegiatan eksplorasi
lingkungan secara wajar yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak .
Hambatan terhadap kegiatan eksplorasi lingkungan menimbulkan hambatan
terhadap masukan sensoris khususnya pada masa formatif. Makin besar hambatan
yang dialami anak dalam berasimilasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya,
maka anak akan mengalami hambatan yang lebih besar pula dalam perkembangan
kognitifnya dan akan menghambat proses adaptasi.
Jika dilihat kemampuan dalam bidang akademik, anak-anak tunadaksa ini
dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok anak yang disertai gangguan
intelektual dan kelompok anak yang tidak disertai gangguan intelektual yang
disebut tunadaksa atau dalam pendidikan disebut kelompok D dan mereka dapat
mengikuti kurikulum sama seperti anak normal lainnya, sedang mereka yang
disertai gangguan intelektual atau kelompok D1 pendidikannya sama dengan anak
tunagrahita. Agar pembelajaran yang dilakukan dapat memberikan pengalaman
yang menarik dan bermakna bagi anak terutama anak tunadaksa, maka yang perlu
dilakukan adalah memberikan pengalaman langsung kepada anak. Contoh,
benarkah ikan hanya dapat hidup di air? Hal ini dapat dilakukan melalui
percobaan. Anak dapat mengamati apa yang akan terjadi pada ikan jika tidak

9
diberi air, volume air sedikit dan volume air yang cukup banyak. Apa yang
dialami anak tersebut akan lebih mudah diingat dibanding pembelajaran yang
bersifat verbalistis. Namun demikian tidak semua materi pembelajaran dapat
disajikan melalui praktek langsung. Ada materi/ kompetensi-kompetensi tertentu
yang tidak dapat disajikan secara langsung yang memerlukan alat bantu
pembelajaran (Sulasminah, 2013).

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bagi anak berkebutuhan
khusus, baik itu anak gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan
intelektual, dan gangguan fisik sangat memudahkan siswa untuk memahami
materi pembelajaran. Pemanfaatan lingkungan ini memudahakan siswa karena
memberikan pengalaman langsung dan juga berupa benda konkrit, sehinggan
tentunya lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti karena dekat dengan
kehidupan.

B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca
mengenai strategi pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bagi anak
berkebutuhan khusus (gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan
intelektual, dan gangguan fisik).

11
DAFTAR RUJUKAN

Astuti, Wenda, Armaini, Damri. (2020). Penggunaan Visual Schedule dalam


Pembelajaran IPA bagi Anak Tunarungu. Jurnal Pendidikan Berkebutuhan
Khusus.
Cirtha, I Wayan. (2012). Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI Dengan
Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media CD Interaktif
Dilengkapi Bahasa Isyarat di SLB-B Negeri Singaraja. Jurnal Teknologi
Pembelajaran Indonesia.
Khamdum. (2015). Media Pembelajaran IPA berbasis Alam Untuk Siswa Tunanetra
Dalam Pendidikan Karakter. Seminar Nasional Pendidikan Sains V, 524–532.

Sulasminah, D. (2013). Kajian Konsep Pengembangan Model Sarana Pendukung


Pembelajaran IPA Bagi Anak Tunadaksa. Jurnal Publikasi Pendidikan, 3(1),
54–61. https://core.ac.uk/download/pdf/304760986.pdf

Tawar. (2015). Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam


Melalui Metode Karyawisata pada Anak Tunagrahita. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan, 261–266.

12

Anda mungkin juga menyukai