Anda di halaman 1dari 14

Pelaksanaan Bina Wicara...

(Denara Husna Alfi) 449

PELAKSANAAN BINA WICARA PADA ANAK TUNARUNGU DI SLB NEGERI 2 BANTUL


THE IMPLEMENTATION OF BINA WICARA TO DEAF STUDENTS IN SLB NEGERI 2
BANTUL
Oleh : Denara Husna Afiati, Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan bina wicara pada anak tunarungu di
SLB Negeri 2 Bantul. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis
penelitian deskriptif. Subjek penelitian meliputi guru bina wicara dan tiga siswa tunarungu. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data
dilakukan dengan cara reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Pengujian keabsahan data yang
digunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan kegiatan
awal dimulai dari melakukan asesmen, perencanaan program, dan pemberian latihan-latihan awal. Bahan
ajar yang digunakan dalam proses bina wicara meliputi bahan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Metode
bina wicara yang digunakan meliputi metode kata lembaga, metode ujaran fonem, dan multisensori. Sarana
prasarana yang digunakan yaitu seperangkat speech trainer, microphone, cermin, bola pingpong, botol yang
dilubangi, audiometer, tisu, kertas tipis, spatel, garputala, pias kata, dan pias gambar. Pelaksanaan evaluasi
pembelajaran bina wicara dilakukan setelah proses pembelajaran dan di akhir semester dalam bentuk
praktik.

Kata kunci: bina wicara, bina wicara pada anak tunarungu


Abstract
This research aims to describe the implementation of Bina wicara to the deaf students in SLB Negeri
2 Bantul. The approach applied in this research is qualitative descriptive. The research subjects include
Bina wicara teachers and three deaf students. Data gathering technique is done by conducting an
observation, interview, and documentation. The instruments used in this research are observation and
interview guidelines. The data were analyzed through data reduction, data display, and conclusion drawing.
The validity of the data is tested through triangulation of sources and techniques. Based on the data analysis,
it is shown that the implementation of the pre-activity starts from assessing, program planning, and initial
exercises giving. Learning materials used in Bina wicara process include phonology, morphology, and
syntax. The methods used in Bina wicara include root words, phoneme pronunciation method, and
multisensory. The media used in this research are a speech trainer set, microphone, mirror, ping-pong ball,
holed bottle, audiometer, tissue, thin paper, tongue depressor, tuning fork, word card, and picture card. The
learning process applying Bina wicara is evaluated at the end of session and at the end of semester in a
form of practice.

Keyword: Bina wicara, Bina wicara on deaf students

PENDAHULUAN
Anak tunarungu merupakan anak yang menggunakan alat pendengarannya dalam
mengalami kekurangan atau kehilangan kehidupan sehari-hari. Anak tunarungu
kemampuan dengar baik sebagian atau mengalami gangguan pada pendengarannya baik
seluruhnya yang diakibatkan karena tidak terjadi sejak dalam kandungan maupun setelah
berfungsinya sebagian atau seluruh alat dilahirkan. Penyebab dari ketunarunguan yang
pendengarannya, sehingga tidak dapat dialami dapat terjadi karena kelainan sensoris
450 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

organ penangkap, kelainan motoris maupun berkomunikasi dengan masyarakat secara luas
kelaian neuorologis atau sensoris. terutama untuk masa depannya.
Gangguan pendengaran yang dialami oleh Kemampuan bicara yang dimiliki anak
anak tunarungu tentunya akan berakibat pada tunarungu dipengaruhi oleh sisa pendengaran
perkembangan bahasa dan bicaranya. yang dimiliki anak. Sisa pendengaran yang ada
Kemampuan anak tunarungu dalam berbicara dapat dilatih untuk terbiasa mengenal bunyi, kata-
berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hal kata, dan irama. Mengingat pentingnya bicara
ini dikarenakan kemampuan berbicara sangat erat bagi anak tunarungu, dengan penanganan serta
kaitannya dengan kemampuan mendengar yang pelayanan yang tepat sisa pendengaran yang
dimiliki. Karena pada dasarnya manusia dapat dimiliki oleh anak tunarungu dapat dioptimalkan.
berbicara dikarenakan hasil dari kemampuan Pada tahun 2010 Pusat Kurikulum Kementrian
dalam mendengar suara-suara dari Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan
lingkungannya. Kenyataan bahwa anak Pengembangan (2010: 2) dengan menimbang
tunarungu tidak dapat atau kurang mendengar fakta empiris, memperhatikan undang-undang
membuatnya mengalami kesulitan untuk yang berlaku, memutuskan dan menetapkan
memahami bahasa yang diucapkan oleh orang mengembangkan bahan ajar program khusus
lain. Mereka tidak mampu mendengar atau untuk anak tunarungu yaitu Bina Komunikasi
menangkap sebagain atau seluruh kata-kata yang Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI). BKPBI
diucapkan oleh orang lain. Mereka mengandalkan terdiri atas BKPBI dan Bina Wicara. BKPBI dan
indera penglihatannya untuk melihat gerak bibir Bina Wicara merupakan program khusus yang
lawan bicaranya. Sehingga mereka tidak wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di sekolah
mengetahui cara mengucapkan kata-kata, kalimat luar biasa tunarungu mulai dari usia dini yang
dan iramanya dengan tepat. Akibatnya, mereka dalam pelaksanaannya tidak bersifat formal
mengalami keterbatasan dalam bicara secara lisan namun terprogram, dilanjutkan di Taman Kanak-
atau oral. kanak Luar Biasa Tunarungu (TKLB-B), Sekolah
Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB-B), sampai
Pada kenyataannya kemampuan bicara dengan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
merupakan hal yang sangat penting dalam Tunarungu (SMPLB-B).
kehidupan tanpa terkecuali bagi anak tunarungu.
Bicara merupakan alat kebutuhan hidup sehari- Salah satu layanan dan latihan yang dapat
hari. Berbicara berfungsi sebagai alat untuk dilakukan di dalam ruang lingkup sekolah yaitu
menyampaikan kode, kehendak, pendapat, bina wicara. Pemberian bina bicara pada anak
keiinginan, perasaan hati dan ide-ide kepada tunarungu merupakan hal yang sangat penting
orang lain (Sadjono, 2005: 11). Dari bicara maka diberikan. Berdasarkan penilitian di SLB B/C
akan terjalin hubungan komunikasi dan interaksi Lebo Sidoharjo bina wicara sangat berguna untuk
yang baik dengan lingkungan sekitar. Namun mengurangi gangguan bicara pada anak sehingga
hambatan pada kemampuan bicara yang dialami anak mampu untuk berkomunikasi dengan baik
anak tunarungu mengakibatkan anak mengalami (Mukaromah & Wagino, 2013: 3). Bina wicara
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang anak tunarungu dapat mengoptimalkan
lain. Keterbatasan anak tunarungu dalam bicara kemampuan mendengar yang masih tersisa. Bina
secara lisan atau oral membuat mereka wicara akan lebih baik jika dilakukan sejak anak
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. masih berusia dini. Karena pada tahun-tahun
Namun tidak semua orang mengerti bahasa pertama dari umur anak merupakan hal penting
isyarat. Hal inilah yang membuat anak tunarungu untuk belajar mendengar. Pada tahap
dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam pelaksanaannya bina wicara melibatkan banyak
kehidupan bermasyarakat menggunakan bahasa aspek didalamnya, hal ini bertujuan agar program
oral. Maka dari itu bicara menggunakan bahasa dapat berjalan dengan optimal. Hermanto (2008:
lisan atau oral sangat penting bagi anak tunarungu 10-12) menuturkan, agar siswa dapat
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, meningkatkan kemampuan berkomunikasinya
melalui pembelajaran bina wicara tentu
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 451

diperlukan berbagai persiapan dan dukungan SLB Negeri 2 Bantul. Tidak ada manipulasi yang
yang baik. Dukungan tersebut antara lain adanya dilakukan peneliti terhadap pelaksanaan bina
pembinaan kemampuan artikulasi yang baik dan wicara di sekolah tersebut. Tujuan penggunaan
terprogram. Ketersediaan guru artikulasi dan guru metode kualitatif adalah perolehan data yang
bina wicara. Adanya saranaprasarana dan fasilitas mendalam, yaitu data yang mengandung makna
sekolah untuk mendukung pembelajaran bina (data yang sebenarnya) sehingga lebih
wicara. Terakhir, pengkondisian suasana menekankan pada makna daripada generalisasi
berkomunikasi oral yang tidak memaksakan bagi (Sugiyono, 2010: 1).
mereka siswa tunarungu.
Setting Penelitian
Salah satu sekolah yang menyadari
pentingnya bicara lisan atau oral untuk anak Tempat penelitian yaitu SLB Negeri 2
tunarungu yaitu SLB Negeri 2 Bantul. Sekolah Bantul yang beralamat di Jl. Imogiri Barat Km 4.5
sudah membiasakan siswa untuk berbicara secara Bangunharjo Sewon Bantul, Yogyakarta. Waktu
oral. Pada kenyataannya siswa tunarungu di SLB penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun
Negeri 2 Bantul banyak yang mengalami ajaran 2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan
kesulitan dalam berbicara dengan bahasa oral atau pada 5 Januari 2017 sampai dengan 5 Maret 2017
lisan. Mereka lebih sering menggunakan bahasa Subyek Penelitian
isyarat untuk berkomunikasi dengan temannya
saat pembelajaran bina wicara. SLB Negeri 2 Sumber data atau subjek dalam penelitian
Bantul memiliki sebagian besar siswanya yang ini ditentukan dengan teknik sampling. Teknik
mengalami ketunarunguan. Namun, pelaksanaan yang digunakan untuk menentukan sampel yaitu
program khusus untuk anak tunarungu yaitu bina purposive sampling. Sampek ini diambil dengan
wicara diputuskan oleh kepala sekolah. Hal ini pertimbangan subjek tersebut dianggap sebagai
terjadi pada tahun 2006 s.d 2009 dan tahun 2009 pihak yang paling tahu tentang apa yang ingin kita
s.d 2011 atas keputusan kepala sekolah ketahui. Subjek penelitian ini adalah satu guru
pelaksanaan bina wicara ditiadakan. Berdasarkan bina wicara dan tiga siswa kelas V SDLB SLB
pada hasil prapenelitian yang dilakukan, bina Negeri 2 Bantul.
wicara di SLB Negeri 2 Bantul diberikan kepada
Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
sebagian siswa tingkat SDLB yang diampu oleh
guru khusus bina wicara. Namun belum ada Pengumpulan data dalam penelitian
penelitian yang menggambarkan secara rinci kualitatif dilakukan pada natural setting (kondisi
mengenai pelaksanaan bina wicara pada anak yang alamiah), sumber data primer, dan teknik
tunarungu di SLB Negeri 2 Bantul. pengumpulan data lebih banyak menggunakan
observasi partisipasi pasif, wawancara mendalam
Berdasarkan latar belakang yang telah
(in depth interview), dan dokumentasi (Sugiyono,
diuraikan, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan
2010: 63). Sementara untuk instrumen, penelitian
Bina Wicara bagi Anak Tunarungu di SLB Negeri
kualitatif menjadikan peneliti sebagai instrumen
2 Bantul” penting untuk diteliti. Penelitian ini
utama dalam penelitian dengan dibantu pedoman
dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang
observasi dan pedoman wawancara.
proses pelaksanaan bina wicara untuk anak
tunarungu. Keabsahan Data
Teknik uji kredibilitas data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan triangulasi
METODE PENELITIAN sumber dan triangulasi teknik pengumpulan data.
Pendekatan Penelitian Analisis Data
Pendekatan yang digunakan dalam Aktivitas dalam analisis data dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
penelitian ini adalah reduksi data, display data,
Penelitian ini juga meneliti objek alamiah, yaitu dan conclusion drawing/verification.
pelaksanaan bina wicara pada siswa tunarungu di
452 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

Pelaksanaan bina wicara diawali dengan


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN perencanaan kegiatan. Dimulai dari asesmen awal
dengan melakukan tes pendengaran dengan
Hasil Penelitian menggunakan audiometri, melakukan
pemeriksaan THT (Telinga Hidung
SLB Negeri 2 Bantul memiliki sebagian Tenggorokan) yang dilakukan oleh dokter, tes
besar siswanya yang mengalami ketunarunguan. kemampuan awal pengucapan fonem, dan
Namun ada tidaknya pelaksanaan program menyiapkan sarana prasarana. Kemudian
khusus bina wicara diputuskan oleh kepala dilakukan perencaan program pembelajaran.
sekolah. Hal ini terjadi pada tahun 2006 s.d 2009 Perencanaan tersebut diawali dengan membuat
dan tahun 2009 s.d 2011 atas keputusan kepala RPP (Rencana Program Pembelajaran) yang
sekolah pelaksanaan bina wicara ditiadakan. didasarkan pada kurikulum yang sudah ada
Adapun tujuan dari pelaksanaan bina wicara di kemudian dikembangkan sesuai dengan
SLB Negeri 2 Bantul yaitu untuk melatih anak kemampuan masing-masing siswa. Kemampuan
agar memiliki ucapan yang tepat. Karena kadang- awal siswa didapatkan dari asesmen awal yang
kadang anak tidak mengetahui kalau kata yang telah dilakukan.
diucapkan itu kurang tepat. Sehingga
pembelajaran bina wicara harus diberikan agar RPP yang dibuat dicocokan dengan
anak memiliki ketepatan dalam setiap indikator, kompetensi dasar, kemampuan, dan
mengucapkan kata. karakteristik siswa. Kemudian materi yang akan
diajarkan dijabarkan dalam bentuk kata-kata yang
Bina wicara di SLB Negeri 2 Bantul akan dipelajari yang terdiri dari fonem pada di
diberikan kepada seluruh siswa. Bina wicara yang posisi awal, posisi tengah, dan fonem posisi akhir.
masuk dalam mata pelajaran wajib diikuti seluruh Tidak hanya dijabarkan dalam kata-kata yang
siswa tingkat SDLB dan SMPLB yang diampu akan dipelajari tetapi juga dalam bentuk kalimat,
oleh guru khusus bina wicara. Pemberian bina baik kalimat sederhana untuk kelas kecil dan
wicara dalam bentuk mata pelajaran yang hanya kalimat panjang untuk kelas besar namun semua
diberikan kepada siswa SDLB dan SMP tidak tergantung dengan kemampuan masing-masing
terlepas dari keterbatasan guru khusus pengampu setiap siswa.
bina wicara yang hanya satu orang. Pembelajaran
dilakukan secara individual satu persatu dan Setelah dilakukan perencanaan program,
dilaksanakan di ruang bina wicara yang sudah kemudian dilakukan latihan awal. Latihan awal
kedap suara. Terkadang pembelajaran juga bina wicara yang dilakukan di SLB Negeri 2
dilakukan secara berkelompok dengan Bantul antara lain latihan otot-otot velum, latihan
melakukan percakapan bersama dengan guru dan kerjasama otot-otot velum dan otot artikulasi
seluruh siswa. Sementara untuk jenjang TKLB lainya, latihan bibir dan lidah, latihan konsonan,
belum termasuk dalam mata pelajaran, masih latihan vokal, latihan perbaikan suara dan irama,
diampu oleh guru kelas masing-masing dan latihan untuk mencengah berseringai, dan latihan
dilaksanakan di ruang kelas masing-masing. untuk mencegah glotal stop.
Untuk jenjang SMALB bina wicara termasuk
dalam kegiatan ekstrakurikuler yang Latihan awal tidak hanya dilakukan pada
dilaksanakan pada hari Selasa pukul 12:30 WIB awal pemberian mata pelajaran bina wicara (kelas
di ruang kelas dan dilaksanakan secara klasikal 1 SD) tetapi juga untuk mengawali pembelajaran.
dengan lima orang guru pengampu. Kegiatan Setelah siswa dan guru duduk di depan cermin,
ekstrakurikuler bina wicara tidak hanya untuk kemudian siswa akan menggunakan earphone dan
siswa-siswa SMALB tetapi juga untuk tingkat mengatur volume secara mandiri tanpa bantuan
TK, SD dan SMP dengan jam yang berbeda dan guru. Guru bersama dengan siswa akan
dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas kecil untuk melakukan senam lidah seperti menarik,
TKLB sampai kelas III SDLB dan kelas besar menjulurkan, dan melipat lidah. Kemudian akan
untuk kelas IV SDLB sampai dengan XII dilanjutkan dengan berlatih mengucapkan fonem
SMALB. yang dipelajari, lalu diikuti dengan penambahan
fonem vokal dibelakangnya.
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 453

Pelaksanaan latihan awal tidak hanya berbeda-beda setiap siswa sesuai dengan
diberikan saat mengawali pembelajaran, tetapi kemampuannya. Siswa A mempelajari fonem /k/,
juga diberikan saat siswa mengalami kesulitan siswa N mempelajari /ng/, dan siswa S
dalam mengucapkan kata yang dipelajari. mempelajari /k/ dan /c/. Karena kemampuan
Misalnya latihan perbaikan irama, saat di tengah- bicara, perbendaharaan kata dan penguasaan
tengah pembelajaran guru mendapati siswa kosakata siswa N yang cukup baik, siswa lebih
membaca kata tidak sesuai dengan irama. cepat mempelajari fonem-fonem yang diberikan.
Kemudian guru melakukan tepuk dengan satu Bahkan kata-kata yang dipelajari juga lebih luas
tangan guru dan satu tangan siswa untuk dan lebih rumit, seperti banyaknya penggunaan
memberikan penjelasan bagaimana seharusnya kata jadian yang diajarkan kepada siswa N.
irama yang dibentuk siswa membaca kata yang Sementara untuk siswa S penggunaan kata jadian
dipelajari. lebih sedikit apalagi untuk siswa A yang hanya
sesekali atau dua kali diberikan. Tidak hanya
Bahan ajar yang digunakan dalam proses fonem, tetapi kalimat yang dipelajari untuk siswa
pembelajaran bina wicara meliputi bahan N lebih panjang dibandingkan siswa lainnya.
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Terlihat dalam Namun jika siswa dianggap mampu meskipun
setiap pembelajaran guru selalu mengawali masih kelas rendah, guru akan memberikan
proses belajar mengajar dengan belajar berbicara kalimat yang sedikit lebih panjang, kemudian
bunyi vokal, kemudian bunyi konsonan yang kata yang dipelajari diberikan imbuhan dan lebih
akan diikuti dengan vokal dibelakangnya. Tidak beragam.
hanya itu, siswa juga diberikan latihan untuk
berbicara dengan irama yang tepat. Bahan Metode pelaksanaan dalam pelaksanaan
pembelajaran lainnya yang diajarkan yaitu bina wicara di SLB Negeri 2 Bantul meliputi
morfologik. Siswa berlatih berbicara metode kata lembaga, metode ujaran fonem,
menggunakan kata jadian dengan imbuhan di babling, dan multisensori. Dalam setiap
awal, ditengah dan diakhir seperti kata melihat, pembelajaran guru selalu menggunakan berbagai
bermain, menabung, membangun, dan macam kata baik kata kerja, kata benda, kata sifat
pembangunan. Namun bahan morfologik yang dan lainnya untuk berlatih. Tidak hanya untuk
diberikan kepada siswa disesuai dengan berlatih berbicara, kata yang digunakan juga
kemampuan masing-masing siswa. Terlihat saat selalu dijelaskan arti dan maknanya. Guru selalu
guru memberikan kata membakar, tetapi karena memberikan berbagai macam kata dengan letak
disesuaikan dengan kemampuan siswa, guru fonem yang dipelajari ada di awal, tengah dan
meminta menulis kata membakar menjadi bakar. akhir kata.
Berlatih membuat dan menulis kalimat Metode lainnya yaitu metode suara ujaran
dalam setiap pelaksanaan pembelajaran juga (fonem). Guru menggajarkan bina wicara dengan
selalu dilakukan. Kalimat yang dibuat dapat metode fonem karena dianggap akan
berupa kalimat sederhana dan kalimat yang sudah mempermudah siswa dalam belajar. Dimulai dari
mulai panjang tergantung dengan kondisi dan fonem yang mudah kemudian ke fonem yang
kemampuan setiap siswa. Ditemukan ketika lebih sulit. Guru selalu memulai latihan dengan
siswa diminta untuk membuat kalimat dalam mengucapkan fonem konsonan yang dipelajari
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal, satu diikuti dengan fonem vokal dibelakangnya sesuai
siswa akan membuat kalimat kemudian siswa lain dengan metode suara ujaran. Seperti untuk fonem
hanya akan meniru kalimat yang dibuat /k/ guru akan memulai dengan latihan
temannya. Kalimat yang ditiru terkadang sama mengucapkan /ka/, /ko/, /ku/, /ke/, dan /ki/. Siswa
tanpa ada perbedaan ataupun ada sedikit juga dilatih dengan metode babling dengan
perubahan pada pola subjek kalimat. melakukan pengulangan suku kata, misalnya
dilatih dengan cara mengucapkan babababa
Ditemukan semua bahan ajar yang kakakaka. Setelah berlatih dengan mengucapkan
digunakan disesuaikan dengan kemampuan dan babababa dan kakakaka barulah siswa diajarkan
kondisi masing-masing siswa yang berbeda-beda. untuk mengucapkan kata.
Terlihat dari pemberian bahan pembelajaran yang
454 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

Metode terakhir yang digunakan yaitu pembelajaran. Siswa selalu menggunakan


metode TVA (taktil visual dan auditori). Terlihat earphone kemudian mengatur volume speech
dengan sangat jelas guru dominan menggunakan trainer sendiri sesuai dengan kemampuan dengar
metode ini dalam setiap pembelajaran. Adapun siswa. Pias gambar juga sarana yang paling sering
langkah-langkahnya yaitu, pertama guru dan digunakan dalam setiap pembelajaran. Tetapi
siswa duduk berdampingan didepan cermin. karena keterbatasan gambar yang tersedia, guru
Kedua guru meminta siswa untuk melihat suku akan mencarikan gambar di internet melalui
kata, kata atau kalimat yang diucapkan melalui hanphone. Itulah media yang sering digunakan
cermin, dan mendengarkan kata apa yang saat pembelajaran bina wicara. Ruangan yang
diucapkan guru meskipun terbatas. Siswa juga digunakan dalam proses pelaksanaan bina wicara
dapat mendengar suaranya sendiri melalui dibuat dalam kedap suara. Hal ini bertujuan agar
microhpone dan earphone yang digunakan tidak ada suara-suara yang mengganggu dari luar
sehingga siswa akan mengetahui apakah kata dan siswa dapat mendengar bunyi dengan
yang diucapkan sudah tepat. Selanjutnya jika optimal. Ukuran ruang bina wicara yaitu 2,5x3 m
siswa mengalami kesulitan dalam berkata, siswa dengan adanya pendingin ruangan atau AC cukup
diminta untuk merasakan getaran, ataupun desah nyaman untuk pembelajaran wicara sehari-hari.
nafas yang dihasilkan saat bicara. Caranya
dengan bimbingan guru siswa meletakkan Pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran
tangannya di depan mulut, pipi, tenggorokannya bina wicara dilakukan setelah pembelajaran dan
sendiri maupun milik guru. di akhir semester. Tujuan dari pelaksanaan
evaluasi yaitu untuk mengetahui perkembangan
Ditemukan saat ditengah-tengah wicara yang dimiliki siswa dan melihat sudah
pembelajaran guru memutuskan akan melatih adakah kemajuan ke arah perbaikan atau belum
fonem baru untuk pertemuan selanjutnya. terjadi perkembangan yang berarti. Langkah
Misalnya saat mengucapkan suatu kata guru evaluasi yang dilakukan pada akhir pembelajaran
menemukan fonem yang harus dipelajari karena yaitu dengan meminta siswa untuk menyebutkan
siswa mengalami kesulitan dalam kembali materi yang telah dipelajari pada hari
pengucapannya. Guru juga selalu menyesuaikan tersebut. Pada evaluasi yang dilakukan di akhir
metode yang digunakan dengan kondisi siswa. semester guru akan meminta siswa untuk
Dalam pembelajaran tidak tampak guru membaca kembali fonem-fonem beserta kata-
menggunakan metode akustik dan metode kata yang telah dipelajari selama satu semester.
konsentrik. Tidak ada suatu benda atau Alat evaluasi yang digunakan yaitu tes
rangsangan bunyi-bunyian yang digunakan dalam kemampuan pengucapan fonem, mengucapkan
proses pembelajaran untuk melatih kepekaan nama-nama gambar, membaca bibir dan tes
pendengaran siswa. Guru juga tidak memberikan kejelasan wicara. Evaluasi yang dilakukan semua
pengajaran bina wicara dengan urutan fonem berbentuk praktik.
sesuai dengan abjad.
Selain evaluasi praktik guru juga selalu
Sarana dan prasarana bina wicara yang melakukan pencatatan hasil pembelajaran siswa.
dimiliki di SLB Negeri 2 Bantul dapat dikatakan Guru selalu melakukan pencatatan dalam setiap
lengkap. Terdapat seperangkat speech trainer, pembelajaran yang dilakukan. Alat yang
microphone, cermin, bola pingpong, botol yang digunakan yaitu daftar kemajuan pengajaran
dilubangi, audiometer, tisu, kertas tipis, spatel, wicara. Dari catatan tersebut dapat dilihat apakah
garputala, pias kata, dan pias gambar. Selain siswa sudah mengalami pelingkatan ataupun
menggunakan pias kata dan pias gambar jika belum, dapat dilihat juga fonem apa yang telah
gambar yang digunakan untuk menjelaskan kata dipelajari, kata-kata apa yang telah dipelajari, dan
yang dipelajari tidak ada, guru akan mencari fonem apa yang akan dipelajari selanjutnya.
gambar di internet melalui laptop ataupun
handphone. Pembahasan

Speech trainer dan microphone merupakan Pelaksanaan bina wicara di SLB Negeri 2
alat yang selalu digunakan dalam setiap Bantul ini bertujuan untuk melatih anak agar
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 455

memiliki ucapan yang tepat. Hal ini dikarenakan baik kalimat sederhana untuk kelas kecil dan
anak kadang-kadang tidak mengetahui kalau kata kalimat panjang untuk kelas besar namun semua
yang diucapkan itu kurang tepat. Sehingga tergantung dengan kemampuan masing-masing
pembelajaran bina wicara harus diberikan agar setiap siswa.
anak memiliki ketepatan dalam setiap
mengucapkan kata. Hal ini sejalan dengan Kedua, setelah dilakukan perencanaan
penuturan Sadjaah dan Sukarja (1995: 141) yang program, kemudian dilakukan latihan awal.
menyatakan bahwa tujuan khusus dari bina Latihan awal bina wicara yang dilakukan di SLB
wicara yaitu agar anak tunarungu memiliki dasar Negeri 2 Bantul antara lain latihan otot-otot
ucapan yang benar. velum, latihan kerjasama otot-otot velum dan otot
artikulasi lainya, latihan bibir dan lidah, latihan
Pembelajaran bina wicara di SLB Negeri konsonan, latihan vokal, latihan perbaikan suara
2 Bantul dilakukan secara individual satu persatu dan irama, latihan untuk mencengah berseringai,
dan dilaksanakan di ruang bina wicara yang sudah dan latihan untuk mencegah glotal stop. Latihan-
kedap suara. Pengajaran bina wicara akan lebih latihan awal yang diberikan ini sesuai dengan
menguntungkan jika dilakukan secara yang disampaikan oleh Sadjaah (2013: 119-121)
perorangan. Hal ini sejalan dengan pendapat yaitu ada latihan untuk otot-otot velum, latihan
Gatty, (1994: 8), pengajaran perorangan kerjasama otot-otot velum dan otot artikulasi
merupakan cara agar anak dapat mengembangkan lainnya, latihan bibir dan lidah, latihan konsonan,
kemampuan wicara yang konsisten dan khas, latihan vokal, latihan untuk perbaikan suara dan
sebagai suatu medium bahasa dan komunikasi irama, latihan untuk mencegah berseringai, dan
yang efektif. Hal ini juga bentuk kreasi latihan untuk mencegah glottal stop. Tidak hanya
lingkungan komunikastif dimana siswa dapat Sadjaah, latihan awal yang diberikan ini juga
mengoptimalkan penyingkapan, asosiasi, makna sejalan dengan pendapat Efendi (1993: 61-64)
dan kegunaan dalam kaitanya dengan wicara dan yang menyatakan bahwa persiapan pelaksanaan
produksi wicara. bina wicara merupakan segala sesuatu yang perlu
dilakukan sebelum latihan inti bina wicara
Kegiatan awal bina wicara di SLB Negeri 2 dilakukan termasuk pemberian latihan
Bantul diawali dengan perencanaan kegiatan. pendahuluan. Latihan pendahaluan tersebut
Dimulai dari asesmen awal dengan melakukan tes antara lain latihan meniup, latihan bibir, latihan
pendengaran dengan menggunakan audiometri, lidah, latihan pernafasan, latihan mendengar, dan
melakukan pemeriksaan THT (Telinga Hidung latihan membaca bibir atau ujaran.
Tenggorokan) yang dilakukan oleh dokter, tes
kemampuan awal pengucapan fonem, dan Senam lidah seperti menarik, menjulurkan,
menyiapkan sarana prasarana. Kemudian dan melipat lidah. Latihan tersebut merupakan
dilakukan perencanan program pembelajaran. latihan untuk otot-otot velum. Selajan dengan
Perencanan tersebut diawali dengan membuat Sadjaah (2013: 119) latihan untuk otot-otot velum
RPP (Rencana Program Pembelajaran) yang antara lain: meniup, bersiul, harmonika mulut,
didasarkan pada kurikulum yang sudah ada permainan menghisap, bersenandung, menguap,
kemudian dikembangkan sesuai dengan gerakan dari velum dan menahan napas di mulut.
kemampuan masing-masing siswa. Kemampuan Guru juga melakukan tepuk dengan satu tangan
awal siswa didapatkan dari asesmen awal yang guru dan satu tangan siswa untuk memberikan
telah dilakukan. penjelasan bagaimana seharusnya irama yang
dibentuk siswa membaca kata yang dipelajari.
RPP yang dibuat dicocokan dengan Latihan ini diberikan saat di tengah-tengah
indikator, kompetensi dasar, kemampuan, dan pembelajaran, karena guru mendapati siswa
karakteristik siswa. Kemudian materi yang akan membaca kata tidak sesuai dengan irama. Latihan
diajarkan dijabarkan dalam bentuk kata-kata yang ini disebut dengan latihan untuk perbaikan suara
akan dipelajari yang terdiri dari fonem pada di dan irama. Hal ini sesuai dengan pernyataan
posisi awal, posisi tengah, dan fonem posisi akhir. Sadjaah (2013: 120) latihan yang diberikan
Tidak hanya dijabarkan dalam kata-kata yang berupa latihan mengucapkan kalimat pendek
akan dipelajari tetapi juga dalam bentuk kalimat,
456 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

diikuti dengan gerakan tangan yang sesuai dengan diberikan kata jadian yang lebih luas dan lebih
iramanya. rumit, seperti banyaknya penggunaan kata jadian
yang diajarkan karena kemampuannya yang
Bahan ajar yang digunakan dalam proses cukup baik dalam berbicara dan penguasaan
pembelajaran bina wicara meliputi bahan kosakata. Sementara untuk siswa S penggunaan
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Hal ini sudah kata jadian lebih sedikit apalagi untuk siswa A
sesuai dengan bahan ajar bina wicara dalam buku yang hanya sesekali atau dua kali diberikan.
pedoman guru mengenai Pengajaran Wicara
untuk Anak Tunarungu (Sadjaah, 2013: 130) Bahan morfologi yang diberikan di SLB
bahan ajar yang baik untuk dikembangkan yaitu Negeri 2 Bantul sudah sejalan dengan bahan ajar
meliputi bahan fonologi, bahan sintaktik, bahan morfologik dalam bina wicara menurut Sadjaah
semantik, dan bahan ekstra linguistik. (2013: 134). Bahan ajar morfologik meliputi (a)
kata jadian atau kata berimbuhan, (b) kata ulang,
Terlihat dalam setiap pembelajaran guru dan (c) kata majemuk. Kata jadian atau kata
selalu mengawali proses belajar mengajar dengan imbuhan terdiri dari awalan (ber-..., me-...., ter-
belajar berbicara bunyi vokal, kemudian bunyi ...., dsb), sisipan (-er-, -el-, -em-), akhiran (...-an,
konsonan yang akan diikuti dengan vokal ...-i, ...-kan, ...-wati, dsb), dan imbuhan (me-...-
dibelakangnya. Tidak hanya itu, siswa juga kan, per-...-an, memper-...-i, dsb). Namun bahan
diberikan latihan untuk berbicara dengan irama morfologik yang diberikan kepada siswa di SLB
yang tepat. Pemberian bahan pembelajaran yang Negeri 2 Bantul disesuaikan dengan kemampuan
diberikan berbeda-beda setiap siswa sesuai masing-masing siswa. Jenis morfem yang
dengan kemampuannya. Bahan yang dipelajari ini digunakan beragam contohnya morfem bebas dan
merupakan bahan fonologik. Bahan ajar morfem terikat serta morfem utuh dan terbagi.
fonologik ini sejalan dengan pernyataan Sadjaah
(2013: 130). Bahan fonologi dalam bina wicara Membuat kalimat dalam setiap pelaksanaan
mengandung dua bunyi yaitu (a) bunyi segmental pembelajaran juga selalu dilakukan. Kalimat yang
dan (b) bunyi suprasegmental. Di dalam bunyi dibuat dapat berupa kalimat sederhana dan
segmental terdapat vokal (/a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /e`/), kalimat yang sudah mulai panjang tergantung
diftong (/ai/, /au/, /oi/), dan konsonan (/b/, /c/, /d/, dengan kondisi dan kemampuan setiap siswa. Ini
/sy/, /ng/, /ny/, dsb). Sementara bunyi terlihat saat kalimat yang dipelajari untuk siswa N
suprasegmental, yaitu dalam ucapan yang kita lebih panjang dibandingkan siswa lainnya (siswa
ucap terdapat gelombang bunyi yang dikenal A dan siswa S). Namun jika siswa dianggap
dengan irama wicara. Irama wicara terdapat ciri- mampu meskipun masih kelas rendah guru akan
ciri di dalamnya seperti (a) ciri nada yaitu tinggi memberikan kalimat yang sedikit lebih panjang.
rendahnya suara, (b) ciri tekanan yaitu keras Ditemukan ketika siswa diminta untuk membuat
lembutnya suara, dan (c) ciri sendi yaitu cara kita kalimat dalam pembelajaran yang dilakukan
memenggal ujaran sehingga memiliki keutuhan secara klasikal, satu siswa akan membuat kalimat
makna yang dimaksud. kemudian siswa lain hanya akan meniru kalimat
yang dibuat temannya. Kalimat yang ditiru
Bahan ajar lainnya yang diajarkan yaitu terkadang sama tanpa ada perbedaan ataupun ada
morfologik. Siswa berlatih berbicara sedikit perubahan pada pola subjek kalimat.
menggunakan kata jadian dengan imbuhan di
awal, ditengah dan diakhir seperti kata melihat, Membuat kalimat dalam setiap
bermain, menabung, membangun, dan pembelajaran merupakan bentuk bahan sintaksis
pembangunan. Namun bahan morfologik yang yang diberikan dalam proses bina wicara di SLB
diberikan kepada siswa disesuaikan dengan Negeri 2 Bantul. Sintaksis dalam bahan
kemampuan masing-masing siswa. Terlihat saat pembelajaran bina wicara mengemukakan
guru memberikan kata membakar, tetapi karena tentang pola dasar kalimat dengan sedikit contoh
disesuaikan dengan kemampuan siswa, guru perluasan. Hal ini sesuai dengan penuturan
meminta menulis kata membakar menjadi bakar. Sadjaah (2013: 137). Maksudnya kalimat yang
Kata-kata yang dipelajari disesuaikan dengan dibangun oleh kata-kata yang saling terkait
kemampuan masing-masing siswa. Siswa N memiliki hubungan erat, tetapi juga mempunyai
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 457

sifat dasar keterbukaan untuk diperluas. Sintaksis Metode lainnya yaitu metode suara ujaran
terdiri dari (a) pola dasar kalimat dan perluasanya (fonem). Guru menggajarkan bina wicara dengan
(KB + KB), (b) pola dasar kalimat dan metode fonem karena dianggap akan
perluasanya (KB + KS), (c) pola dasar kalimat mempermudah siswa dalam belajar. Dimulai dari
dan perluasanya (KB +KK), dan (d) pola dasar fonem yang mudah kemudian ke fonem yang
kalimat dan perluasanya (KB + KK + KB). lebih sulit. Guru selalu memulai latihan dengan
mengucapkan fonem konsonan yang dipelajari
Ditemukan dalam pembelajaran bina diikuti dengan fonem vokal dibelakangnya sesuai
wicara guru tidak menggunakan bahan ajar dengan metode suara ujaran. Hal ini sesuai
semantik. Hal ini dikarenakan kemampuan siswa dengan pernyataan Sadjaah dan Sukarja (1995:
yang belum mampu untuk belajar semantik. 152-154) bahwa metode ini mengajarkan ujaran
Bahan semantik menurut Sadjaah (2013: 138) fonem (bunyi bahasa) bukan secara alfabetisnya
yang dapat diajarkan dan dikembangkan dalam namun dalam suara ujaran dari bunyi-bunyi
bina wicara yaitu (a) latihan menggunakan kata bahasa jadi bukan secara urut /a/, /b/, /c/ tetapi
yang sama dengan arti yang berbeda, misalkan mengajarkan suara artikulasi bunyi. Begitu juga
kata bisa yang dapat diartikan bisa racun dan bisa dengan pendapat Muslich (2013: 94-95) tentang
dapat, dan (b) latihan menggunakan kata yang urutan fonem. Urutan fonem vokal sesuai dengan
berbeda tetapi mempunyai arti konseptual yang bunyi ujaran dari yang mudah diucapkan ke yang
sama, misalnya kata bunting, hamil, dan berbadan sulit adalah sebagai berikut /a/, /o/, /ə/, /e/, /u/, dan
dua. /i/. Sementara untuk fonem konsonan bisa filihat
Metode pembelajaran dalam pelaksanaan pada Tabel 2. peta fonem konsonan dihalaman 25.
bina wicara di SLB Negeri 2 Bantul meliputi Siswa juga dilatih dengan metode babling
metode kata lembaga, metode ujaran fonem, dengan melakukan pengulangan suku kata
babling, dan multisensori. Pada setiap misalnya dilatih dengan cara mengucapkan
pembelajaran guru selalu menggunakan berbagai babababa kakakaka. Setelah berlatih dengan
macam kata baik kata kerja, kata benda, kata sifat mengucapkan babababa dan kakakaka barulah
dan lainnya untuk berlatih. Tidak hanya untuk siswa diajarkan untuk mengucapkan kata. Metode
berlatih berbicara, kata yang digunakan juga babling yang dimaksudkan tidak sejalan dengan
selalu dijelaskan arti dan maknanya. Guru selalu metode babling yang dikemukakan oleh Sadjaah
memberikan berbagai macam kata dengan letak dan Sukarja. Metode babling yang dimaksud
fonem yang dipelajari ada di awal, tengah dan Sadjaah dan Sukarja (1995: 154) yang
akhir kata. Sejalan dengan Sadjaah dan Sukarja menekankan pada kemampuan ucapan yang
(1995: 151-152) yang menyatakan bahwa metode dimiliki oleh anak. Dimulai dari kata yang
kata lembaga yang disajikan kepada anak dikuasai oleh anak, kemudian dilatih untuk
bertujuan agar anak mampu mengucapkan mengucapkan suku kata (osillaba) dan latihan
keseluruhan bunyi-bunyian bahasa dalam bentuk irama suara dan latihan untuk mengontrol napas.
kata sehingga anak akan lebih mudah mengingat Latihan dilakukan secara berulang-ulang sampai
makna dari kata yang dimaksud dan memudahkan tingkat keberhasilan tertentu. Teknik pelaksanaan
anak menyerap materi yang dipelajari. Untuk yaitu (a) latihan pengucapan suku kata tunggal
pelaksanaannya cukup bervariasi, karena dalam kelompok fonem, (b) latihan pengucapan
mempertimbangkan kemudahan guru dalam dari dua buah suku kata dengan penekanan pada
menyiapkan materi. Kemudahannya yaitu dengan pengucapan suku kata kedua, dan (c) latihan
mengelompokkan jenis kata menjadi kata benda, pengucapan dua buah suku kata yang diawali
kata kerja, dan sebagainya. Tetapi di SLB Negeri huruf konsonan.
2 bantul guru tidak melakukan pengelompokan
jenis kata. Peletakkan fonem seperti yang Metode terakhir yang digunakan yaitu
dilakukan guru yang di buat di awal, tengah dan metode TVA (taktil visual dan auditori). Terlihat
akhir dari kata benda yang ada akan memperkaya dengan sangat jelas guru dominan menggunakan
bahasa yang dimiliki oleh anak. metode ini dalam setiap pembelajaran. Sejalan
dengan pernyataan Sadjaah dan Sukarja (1995:
458 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

155) metode ini menggunakan pendekatan melalui alat elektronik. Langkah-langkah tersebut
multisensory. Tujuannya untuk mengembangkan dilengkapi dengan cara rabaan (kinesti) dengan
kemampuan bicara anak tunarungu. cara siswa merasakan getaran-getaran yang
Pelaksanaanya yaitu anak diajarkan atau dibina dibentuk saat mengucapkan kata pada salah satu
bicaranya secara spontan setiap waktu, dengan anggota tubuh seperti leher, pipi, depan bibir, atau
menggunakan kata-kata lembaga sebagai materi anggota tubuh lainnya. Untuk merasakan getaran
bicara yang natural. Harapannya agar anak tersebut dapat dirasakan pada anggota tubuh guru
tunarungu dapat menyesuaikan dan mengimbangi dengan bimbingan guru maupun anggota tubuh
berbicara anak-anak normal. Beberapa pakar siswa itu sendiri.
berpendapat bahwa metode multisensory yang
dikatakan paling lengkap dan sangat menunjang Ditemukan saat ditengah-tengah
keberhasilan program bina wicara. pembelajaran guru memutuskan akan melatih
fonem baru untuk pertemuan selanjutnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan Misalnya saat mengucapkan suatu kata guru
saat pelaksanaan bina wicara dengan metode menemukan fonem yang harus dipelajari karena
TVA yaitu, pertama guru dan siswa duduk siswa mengalami kesulitan dalam
berdampingan didepan cermin. Kedua guru pengucapannya. Guru juga selalu menyesuaikan
meminta siswa untuk melihat suku kata, kata atau metode yang digunakan dengan kondisi siswa.
kalimat yang diucapkan melalui cermin, dan Saat pembelajaran guru tidak tampak
mendengarkan kata apa yang diucapkan guru menggunakan metode akustik karena tidak ada
meskipun terbatas. Siswa juga dapat mendengar suatu benda atau rangsangan bunyi-bunyian yang
suaranya sendiri melalui microhpone dan digunakan dalam proses pembelajaran untuk
earphone yang digunakan sehingga siswa akan melatih kepekaan pendengaran siswa. Sadjaah
mengetahui apakah kata yang diucapkan sudah dan Sukarja (1995: 154) menjelaskan bahwa
tepat. Selanjutnya jika siswa mengalami kesulitan metode akustik ditekankan untuk
dalam berkata, siswa diminta untuk merasakan mengembangkan kepekaan pendengaran untuk
getaran, ataupun desah nafas yang dihasilkan saat keperluan proses bicara. Latihan kepekaan
bicara. Caranya dengan bimbingan guru siswa mendengar ini didasarkan pada rangsangan
meletakkan tangannya di depan mulut, pipi, bunyi-bunyian dari suatu benda yang dapat
tenggorokannya sendiri maupun milik guru. menghasilkan sebuah bunyi (alat musik, alat
elektronik).
Secara garis besar teknis pelaksanaan
metode TVA yang dilakukan di SLB Negeri 2 Guru juga tidak memberikan bina wicara
Bantul ini sama dengan penuturan Sadjaah dan dengan metode konsentrik yaitu mengajarkan
Sukarja (1995: 155-156). Metode TVA ini urutan fonem sesuai dengan abjad. Sementara
menggunakan indera penglihatan, indera prinsip utama dari metode konsentrik menurut
pendengaran, indera rasa, indera raba, dan Sadjaah dan Sukarja (1995: 155) ini adalah
sebagainya sehingga anak dapat menghayati kata mengembangkan kemampuan bicara anak-anak
yang dipelajari dengan penuh keyakinan. dengan latihan berdasarkan urutan fonem, a, b, c,
Misalnya saat siswa mengucapkan kata “kucing” d dan seterusnya. Hal ini dilakukan karena
karena melihat pias gambar (sarana bina wicara), anggapann yang didasarkan pada anak normal
guru kemudian akan memberikan respon dan yang lebih mudah menguasai fonem sesuai
memotivasi siswa untuk mengucapkan kembali dengan urutan ejaan tersebut.
kata tersebut. Jika siswa masih mengalami
kesulitan dalam mengucapkan maka harus dibina Sarana dan prasarana bina wicara yang
atau diluruskan dengan aturan ucapan dengan dimiliki di SLB Negeri 2 Bantul dapat dikatakan
menggunakan seluruh sensori. Seperti sensori lengkap. Terdapat seperangkat speech trainer,
visual dengan meminta siswa melihat ucapan microphone, cermin, bola pingpong, botol yang
guru dan berlatih untuk mengucapkannya. dilubangi, audiometer, tisu, kertas tipis, spatel,
Kemudian untuk memperjelas kata yang garputala, pias kata, dan pias gambar. Selain
diucapkan dapat didengarkan secara auditori menggunakan pias kata dan pias gambar jika
gambar yang digunakan untuk menjelaskan kata
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 459

yang dipelajari tidak ada, guru akan mencari penerangan dan sirkulasi udara yang bagus agar
gambar di internet melalui laptop ataupun siswa tidak merasa tertekan di dalam ruangan.
handphone. Sarana prasarana yang digunakan
tersebut sama dengan yang dinyatakan oleh Pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran
Sadjaah dan Sukarja (1995: 157-159). Sarana bina wicara dilakukan setelah pembelajaran dan
bina wicara tersebut terdiri dari (1) sarana belajar di akhir semester. Tujuan dari pelaksanaan
untuk latihan pernafasan, dapat berupa bola evaluasi yaitu untuk mengetahui perkembangan
pingpong, kertas tipis, lilin, pipa sedotan, pipa air wicara yang dimiliki siswa dan melihat sudah
(selang plastik), peluit, dan kapas. (2) sarana adakah kemajuan ke arah perbaikan atau belum
belajar lainnya (alat) yang cermin (bagi anak terjadi perkembangan yang berarti. Sesuai dengan
dapat melihat serta menirukan gerakan alat bicara pernyataan Federasi Kesejahteraan Tunarungu
guru) dan spatel (alat yang digunakan untuk Indonesia (Hyde, dalam Sadjaah, 2013: 164-165)
membetulkan posisi lidah dari ucapan yang tujuan dari evaluasi bina wicara yang dilakukan
salah). (3) sarana alat elektronik berupa speech yaitu menentukan kemajuan yang diperoleh anak
trainer, tape recorder, dan audiometer. (4) sarana dan mengetahui keefektifan program yang telah
bahan atau materi berupa lambang tulisan/kata dilakukan berhasil atau tidaknya serta
bunyi bahasa, bahan tulisan yang dibuat dan memastikan kemampuan yang telah dikuasi oleh
tersusun dari bunyi/suara vokal, kartu gambar, anak.
dan cara menyusun vokal dan konsonan Langkah evaluasi yang dilakukan pada
berbentuk kata-kata benda. akhir pembelajaran yaitu dengan meminta siswa
Speech trainer dan microphone merupakan untuk menyebutkan kembali materi yang telah
alat yang selalu digunakan dalam setiap dipelajari pada hari tersebut. Pada evaluasi yang
pembelajaran. Siswa selalu menggunakan dilakukan di akhir semester guru meminta siswa
earphone kemudian mengatur volume speech untuk membaca kembali fonem-fonem beserta
trainer sendiri sesuai dengan kemampuan dengar kata-kata yang telah dipelajari selama satu
siswa. Pias gambar juga sarana yang paling sering semester. Adapun alat evaluasi yang digunakan
digunakan dalam setiap pembelajaran. Tetapi yaitu tes kemampuan pengucapan fonem,
karena keterbatasan gambar yang tersedia, guru mengucapkan nama-nama gambar, membaca
akan mencarikan gambar di internet melalui bibir dan tes kejelasan wicara. Evaluasi yang
hanphone. Itulah media yang sering digunakan dilakukan semua berbentuk praktik. Pelaksanaan
saat pembelajaran bina wicara. evaluasi tidak melalui langkah awal dalam
pelaksanaannya yaitu pemeriksaan anatomi dan
Ruangan yang digunakan dalam proses fisiologi pada alat-alat wicara anak.
pelaksanaan bina wicara dibuat dalam kondisi
kedap suara. Hal ini bertujuan agar tidak ada Tidak hanya evaluasi dalam bentuk praktik
suara-suara yang mengganggu dari luar dan siswa guru juga selalu melakukan pencatatan hasil
dapat mendengar bunyi dengan optimal. Langkah pembelajaran siswa. Pencatatan dalam setiap
ini sejalan dengan pendapat Sadjaah dan Sukarja pembelajaran yang dilakukan. Alat yang
(1995: 281) bahwa ruang bina wicara sebaiknya digunakan yaitu daftar kemajuan pengajaran
dibuat kedap suara. Tujuannya karena di ruang wicara. Catatan tersebut dapat dilihat apakah
bina wicara anak dilatih untuk mengamati bunyi- siswa sudah mengalami pelingkatan ataupun
bunyi bahasa yang sangat halus secara auditoris. belum, dapat dilihat juga fonem apa yang telah
Ukuran ruang bina wicara yaitu 2,5x3 m dengan dipelajari, kata-kata apa yang telah dipelajari, dan
adanya pendingin ruangan atau AC cukup fonem apa yang akan dipelajari selanjutnya. Alat-
nyaman untuk pembelajaran wicara sehari-hari. alat evaluasi yang digunakan ini sesuai dengan
Hal ini sejalan dengan pendapat Sadjaah dan pendapat Sadjaah (2013: 166-183) yang
Sukarja (1995: 288) yang menyatakan bahwa menyebutkan tentang alat yang dapat digunakan
ukuran ruang bina wicara sekurang-kurangnya untuk melakukan evaluasi bina wicara. Antara
2x2 m, menggunakan dinding kedap suara, cukup lain: (1) tes pendeskripsian wicara, (2) tes
kejelasan wicara secara umum, (3) tes
kemampuan pengucapan fonem, (4) tes
460 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

kemampuan pengucapan kata-kata artikulasi, (5) bina wicara yang berkualitas tentunya akan
tes mengucapkan nama-nama gambar, (6) daftar meningkatkan kemampuan bicara anak. Di SLB
kemajuan pengajaran wicara, (7) asesmen Negeri 2 Bantul pelaksanaan program khusus
keterampilan bicara, yang meliputi tes kejelasan bina wicara untuk anak tunarungu sudah
wicara dan asesmen fonetik, (8) cacatan identitas diimplementasikan dan berjalan dengan baik
individual anak, (9) asesmen bina wicara, dan dalam bentuk mata pelajaran untuk siswa SDLB
(10) analisis fonetik. sampai SMPLB dan ekstrakurikuler untuk siswa
SMALB. Berdasarkan hasil penelitian dan
simpulan, maka peneliti sampaikan beberapa
Kesimpulan dan Saran implikasi sebagai berikut: bagi siswa, bina wicara
mampu meningkatkan kemampuan bicara,
Kesimpulan
meningkatkan kemampuan berbahasa dan
Berdasarkan hasil penelitian dan meningkatkan berbendaharaan kata. Bagi guru,
pembahasan penelitian tentang pelaksanaan bina agar pelaksanaan bina wicara dapat merata dan
wicara pada anak tunarungu di SLB Negeri 2 berdampak maksimal pada siswa perlu adanya
Bantul dapat disimpulkan sebagai berikut, pembagian serta pembatasan waktu latihan bagi
pelaksanaan kegiatan awal bina wicara yang setiap siswa. Bagi sekolah, agar pelaksanaan bina
dilakukan yaitu asesmen awal tes pendengaran wicara mendapatkan hasil maksimal dan
dengan audiometri, melakukan pemeriksaan THT memiliki output yang baik, bina wicara perlu
(Telinga Hidung Tenggorokan), tes kemampuan diberikan secara merata. Bina wicara diberikan
awal pengucapan fonem, perencanan program kepada seluruh siswa mulai dari TKLLB sampai
pembelajaran, dan menyiapkan sarana prasarana. dengan SMALB dalam bentuk mata pelajaran.
Adapun latihan-latihan awal yang diberikan Oleh karena itu, pihak sekolah diharapkan pro-
antara lain latihan otot-otot velum, latihan aktif dalam menfasilitasi pelaksanaan bina wicara
kerjasama otot-otot velum dan otot artikulasi baik dalam bentuk keputusan pelaksaan dan
lainya, latihan bibir dan lidah, latihan konsonan, bentuk lain sebagai bentuk upaya peningkatan
latihan vokal, latihan perbaikan suara dan irama, mutu layanan pendidikan. Bagi peneliti sendiri
latihan untuk mencengah berseringai, dan latihan agar lebih mengetahui pelaksanaan bina wicara
untuk mencegah glotal stop. Bahan ajar yang yang baik dan benar yang tentunya
digunakan dalam proses bina wicara meliputi memperhatikan karakteristik dan kebutuhan
bahan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Metode masing-masing siswa.
bina wicara yang digunakan meliputi metode kata
lembaga, metode ujaran fonem, dan multisensori. Saran
Secara dominan guru selalu menggunakan Berdasarkan kesimpulan yang telah
metode multisensori dalam setiap pembelajaran. diuraikan di atas, maka peneliti memberikan
Sarana prasarana yang digunakan yaitu saran kepada beberapa pihak terkait. Guru bina
seperangkat speech trainer, microphone, cermin, wicara sebaiknya membagi waktu pemberian
bola pingpong, botol yang dilubangi, audiometer,
latihan kepada setiap siswa secara merata
tisu, kertas tipis, spatel, garputala, pias kata, dan
pias gambar. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran sehingga semua siswa mendapatkan latihan
bina wicara dilakukan setelah proses bina wicara dalam setiap pembelajaran.
pembelajaran dan di akhir semester dalam bentuk Mengingat pentingnya pemberian bina
praktik. Alat yang digunakan yaitu tes wicara perlunya pelatihan bina wicara bagi
kemampuan pengucapan fonem, tes semua guru. Hal ini diharapkan agar latihan
mengucapkan nama-nama gambar, membaca bina wicara tidak hanya diberikan saat
bibir dan tes kejelasan wicara. pembelajaran bina wicara tetapi juga dapat
Implikasi diberikan saat proses pembelajaran di dalam
kelas. Pelatihan bina wicara untuk guru juga
Pemberian layanan program pendidikan diharapkan dapat mengatasi
khusus pada anak tunarungu seperti pemberian ketidakmampuan guru bina wicara dalam
Pelaksanaan Bina Wicara... (Denara Husna Alfi) 461

membagi waktu dan untuk memberikan Tunaurngu Di SLB B/C Lebo Sidoharjo.
latihan pada seluruh siswa. Laporan Penelitian. FIP UNESA. Tidak
diterbitkan.
Muslich, M. (2013). Fonologi Bahasa Indonesia.
Daftar Pustaka Jakarta: Bumi Aksara.
Abdurrachman, D. (1996). Pedoman Guru Nasution, S. (2003). Metode Penelitian
Pengajaran Wicara untuk Tunarungu: Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT
untuk SLB Bagian C. Jakarta: Tarsito Bandung.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Anggoro, T. (2011). Metode Penelitian. Jakarta:
Universitas Terbuka. Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan
Nasionla Badan Penelitian dan
Chaer, A. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: Pengembangan. (2010). Program Khusus
Rineka Cipta. SLB Tunarungu. Jakarta: Pusat
Kurikulum Kementrian Pendidikan
Easterbrooks, Susan R & Estes, Ellen L. (2007).
Nasionla Badan Penelitian dan
Helping Deaf and Hard Of Hearing
Pengembangan.
Students To Use Spoken Language.
California: Corwin Press. Pusporini, Dewi. (2014). Pelaksanaan Bina
Wicara Pada Anak Tunarungu yang
Efendi, M. (1993). Problem Bicara, Bahasa dan
Mengalami Hambatan Pengucapan
Pembinaannya. Malang: PLB FIP IKIP
Vokal Di SDLB Negeri Kedungkandang
Malang.
Malang. Skipsi. FIP UNM. Tidak
________. (2009). Pengantar Psikopedagogik diterbitkan.
Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sadjaah, E. (2013). Bina Bicara Persepsi Bunyi
Gatty, C. Janice. (1994). Mengajarkan Wicara dan Irama. Bandung: PT Refika
kepada Anak-anak Tunarungu. (Adrian Aditama.
Hartotanojo, Trans). Wonosobo:
___________ & Sukarja, D. (1995). Bina Bicara
Yayasan Karya Bakti.
Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung:
Hallahan D.P, Kauffman J.M, & Pullen P.C. Depdikbud, Dirjen Dikti.
(2009). Exceptional Learners An
Sardjono. (2005). Terapi Wicara. Jakarta:
Introduction to Special Education. New
Depdikbud, Dirjen Dikti.
York: Pearson.
Sastrawinata, E. (1997). Pendidikan Anak
Hermanto. (2008). Optimalisasi Pelaksanaan
Tunarungu. Jakarta: Departemen
Pembelajaran Bina Wicara untuk
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mendukung Kemampuan Komunikasi
Anak Tunarungu. Jurnal Penelitian. FIP Somad, P & Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik
UNY. Tidak diterbitkan. Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud,
Dirjen Dikti.
Hernawati, T. (2007). Pengembangan
Kemampuan Berbahasa dan Berbicara Somantri, Sutjihati. (1996). Psikologi Anak Luar
Anak Tunarungu. JASSI Anakku, 7, (101 Biasa. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti.
– 110). Bandung: UPI.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan
Mukaromah, L & Wagino. (2013). Pengaruh Bina Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
Wicara Terhadap Kemampuan R&D. Bandung: Alfabeta.
Komunikasi Antar Teman pada Anak
462 Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 6 No 5 Tahun 2017

Suparno. (2001). Pendidikan Anak Tunarungu. Yayasan Santi Rama. (1996). Diktat Pelatihan
Yogyakarta: PLB FIP Universitas Negeri Paket II Audiometri, Bina Wicara, Bunyi
Yogyakarta. Persepsi Bunyi & Irama. Jakarta:
Yayasan Santi Rama.
Syaodih, Ernawulan & Agustin, Mubiar. (2011).
Bimbingan Konseling untuk Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winarsih, Murni. (2010). Pembelajaran Bahasa
Bagi Anak Tunarungu. Perspektif Ilmu
Pendidikan, Vol.22 Th. XIII, (110).
Jakarta: UNJ.

Anda mungkin juga menyukai