Anda di halaman 1dari 11

Penelitian

PEMBELAJARAN BAHASA BAGI ANAK TUNARUNGU

Murni Winarsih

Abstract

Basic thought of this research was begun from communication ability of hearing impairment child at SLB-B X. This
communication can be understood by people and the child can get one’s message through speaking. The purpose of
this research is to know language learning of hearing impairment child of TLO class at SLB-B X Jakarta with MMR
method. This research used qualitative approach with case study as a strategy. Data collections were done by
interview, observation and documentation. The data were analyzed by interactive model through data reduction,
data display, data conclusion, and data verification. The result of research shows that teachers of TLO SLB-B X have
good comprehension of condition and language acquisition of hearing impairment. They also have implemented
language learning with MMR principles and have done language stimulation to children through BPBI and Bina
Wicara implementation. Language learning at TLO class is supported by school policies .

Keywords: hearing impairment, communication, method maternal reflective, language learning

Abstrak

Dasar pemikiran penelitian ini berawal dari kemampuan berkomunikasi anak tunarungu di SLB
Tunarungu X Jakarta yang dapat dimengerti orang lain dan bisa menangkap pesan orang lain yang
disampaikan melalui bicara. Penelitian ini untuk mengetahui pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu
di kelas TLO di SLB Tunarungu X Jakarta dengan menggunakan metode MMR. Pendekatan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Teknik pengumpulan
data dengan menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan model interaktif melalui reduksi data, mendisplay data, mengambil kesimpulan
dan verifikasi data. Temuan penelitian menunjukkan bahwa guru-guru di SLB X Jakarta sudah memiliki
pemahaman yang cukup baik tentang kondisi dan pemerolehan bahasa dengan menggunakan prinsip-
prinsip MMR dan melakukan stimulasi terhadap anak melalui BKPBI dan Bina wicara. Kebijakan sekolah
menggunakan aliran oral merupakan identitas kolektif sekolah tersebut.

Kata-kata kunci: ketunarunguan, komunikasi, metode maternal reflektif, pembelajaran bahasa

(Boothroyd: 2004).
PENDAHULUAN
Ketunarunguan akan membawa dampak pada
pendidikan yang diperoleh penderitanya. Sementara
Anak tunarungu mempunyai kecacatan yang pendidikan memiliki peran penting dalam
tidak segera tampak dibanding dengan anak kemampuan berpikir seseorang. Masa kanak-kanak
berkelainan lainnya. Kecacatan baru diketahui jika merupakan masa yang penting dalam proses
anak tunarungu diajak berkomunikasi. Secara sepintas pendidikan sebagaimana yang diutarakan Bloom
yang nampak pada anak tunarungu justru dalam Mahesa (2005), bahwa separuh perkembangan
penampilan yang tidak berbeda dengan penampilan intelektual anak berlangsung sebelum usia empat
anak dengar pada umumnya. Sampai dewasa, tahun. Lebih jelas lagi, menurut Landshears dalam
kecacatan itu akan berpengaruh dalam berbagai aspek Mahesa (2005), pada usia empat tahun, perkembangan
kehidupan dan perkembangan anak tunarungu, yaitu intelektual mencapai 50%, selebihnya 30% untuk 4-8
dalam kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, tahun, dan 20% usia 9-17 tahun. Sedangkan
sosial, emosi, kognitif, serta kecerdasan. Begitu juga perkembangan intelektual anak dibantu oleh fungsi
dengan kemungkinan untuk mengikuti pendidikan indra penglihatan, pendengaran, dan gerakan. Apabila
umum yang di kemudian hari dapat mempersempit salah satu indra ini mengalami hambatan maka akan
kesempatan dalam mencari lapangan pekerjaan berdampak pada pendidikannya. Pada umumnya,

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 103


Pembelajaran Bahasa Bagi...

orang beranggapan bahwa anak tunarungu menga- mestinya. Anak tunarungu perlu diberikan stimulasi-
lami keterbelakangan intelektual, padahal tidak stimulasi berupa informasi dan bunyi-bunyian yang
demikian halnya. Lebih dari itu, dampak ketuna- dapat merangsang pendengarannya melalui
runguan merupakan hambatan dalam penguasaan penyadaran bunyi, anak juga perlu dibiasakan dengan
bahasa secara keseluruhan (Leigh dalam Nugroho: dunia yang penuh bunyi atau suara, sehingga
2004). Artinya tanpa pendidikan khusus, terlebih bagi memiliki kepekaan terhadap keadaan sekelilingnya.
anak tunarungu berat, tidak akan mengenal lambang Keadaan saat ini, TLO hanya terdapat di
bahasa atau nama untuk mewakili suatu benda, beberapa SLB-B saja, belum semua SLB-B memiliki
kegiatan, peristiwa, dan perasaan, serta tidak akan jenjang pendidikan yang lengkap, mulai dari TLO
memahami aturan/sistem bahasa yang berlaku dan sampai sekolah lanjutan. Apabila TLO dikembangkan
digunakan dalam lingkungannya. Oleh karena itu, di setiap SLB maka dapat mendukung upaya untuk
anak tunarungu perlu mendapatkan pembelajaran mempersiapkan anak tunarungu memasuki jenjang
bahasa sejak dini. pendidikan selanjutnya, di samping juga memanfaat-
Pembelajaran untuk usia dini tidak hanya kan usia peka dalam perkembangan anak. Hal ini
diperuntukkan bagi anak yang mendengar saja, mengingat pentingnya kegiatan pembelajaran, yang
namun juga bagi semua anak, tidak terkecuali bagi salah satunya kegiatan berbahasa memiliki peranan
anak yang mengalami gangguan pendengaran atau dalam mengembangkan bahasa lisan, tulisan maupun
tunarungu. Karena bagaimanapun juga, anak isyarat. Apabila anak mengerjakan tugas yang
tunarungu berhak untuk mendapatkan pendidikan menuntut daya logika dan abstraksi yang lebih tinggi,
seperti halnya pada anak yang mendengar. Seseorang maka diharapkan keterampilan berbahasa akan
yang menderita ketunarunguan sejak lahir, tidak akan membawa anak didik belajar berpikir runtut dan logis.
mengembangkan kemampuan berbahasa secara verbal Keadaan ini juga tidak terlepas dari kemampuan
dengan spontan. Jika hal ini dibiarkan begitu saja berbahasa peserta didiknya di semua lembaga
dapat mengganggu perkembangan bahasanya pendidikan, termasuk SLB tunarungu.
sehingga dalam bermasyarakat dan bersosialisasi Sebagai hasil studi pendahuluan, Sekolah Luar
akan mengalami hambatan. Di samping itu, adanya Biasa Tunarungu X Jakarta yang peneliti kunjungi,
anggapan dari orang tua dan masyarakat bahwa peneliti melakukan komunikasi dengan beberapa anak
pembelajaran untuk anak tunarungu belum penting, tunarungu mulai dari jenjang yang terendah hingga
haruslah diperbaiki. Hal ini terlihat dari banyaknya tertinggi, anak tunarungu tersebut mampu berbicara
anak tunarungu yang masuk sekolah pada usia lebih dengan lisan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
dari 12 tahun. yang peneliti ajukan walaupun dengan bahasa yang
Penguasaan bahasa pada anak dengar terjadi sederhana. Kemampuan berbahasa yang ditunjukkan
secara wajar, sejak berada di lingkungan keluarga oleh anak tunarungu di SLB Tunarungu X Jakarta ini
selama usia balita. Pada usia empat tahun, pada merupakan suatu keberhasilan yang menurut peneliti
umumnya, anak sudah memasuki tahap purnabahasa perlu dikaji lebih lanjut.
(postlingual) yaitu mengenal dan memahami lambang Masih dalam studi pendahuluan, peneliti
bahasa serta tanpa disadari sudah mampu melakukan pengamatan terhadap anak tunarungu di
menerapkan aturan bahasa yang digunakan di kelas Taman Latihan Observasi (TLO) pagi dan TLO
lingkungannya. Lain halnya dengan anak tunarungu, siang dengan jumlah 38 anak dalam kondisi
pada umumnya, anak baru akan memasuki tahap ketunarunguan sangat berat (tuli total) dan IQ normal.
purnabahasa pada usia 12 tahun. Itupun hanya terjadi Ketika mulai masuk sekolah, kondisi anak tidak dapat
bila anak mendapatkan layanan khusus yang bersuara atau berbicara sama sekali. Untuk
sistematis, terarah, dan berkesinambungan dalam mengeluarkan suara mengalami kesulitan, seperti
pembelajaran pemerolehan bahasa, paling lambat sejak “Aah…ah…ouhh…ouhh..”. Namun kemudian,
berusia dua tahun atau sejak anak diketahui menderita diberikan pembelajaran bahasa dengan layanan yang
ketunarunguan. optimal sesuai kebutuhan anak sehingga dapat
Banyak pakar pendidikan anak tunarungu berkomunikasi dengan lisan. Komunikasi yang terjadi
yang mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya dengan sesama tunarungu tetapi juga
anak tunarungu prosesnya terhenti setelah pada tahap dengan orang lain yang mendengar (guru dan warga
meraban, sehingga pada tahap meniru, anak sekolah). Hal yang sama juga peneliti lakukan
tunarungu tidak dapat melakukannya, anak kurang terhadap beberapa anak tunarungu di SLB lain.
mampu memfungsikan pendengaran sebagaimana Namun, hasil komunikasi peneliti dengan anak di SLB-

104 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010


Pembelajaran Bahasa Bagi...

B X Jakarta berbeda dengan SLB-B Y karena bahasa orang yang tidak mampu mendengar atau kurang
yang digunakan oleh anak tunarungu tidak dapat mampu menangkap suara. Para ahli telah banyak
dimengerti oleh peneliti dan bahasa yang peneliti mengemukakan tentang pengertian tunarungu dalam
ucapkan juga tidak dimengerti oleh anak-anak bahasa asing yakni “Hearing Impairment” yang
tersebut. Di SLB-B Y ini belum memiliki jenjang TLO meliputi The Deaf (tuli) dan Hard of Hearing (kurang
yang sangat penting dalam membantu pemerolehan dengar). Tunarungu, menurut Hallahan dan Kaufman
bahasa anak tunarungu. Anak tunarungu di SLB-B X (dalam Somad dan Herawati, 2003), adalah istilah
Jakarta yang melalui jenjang TLO ternyata kemampuan umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari
berbahasanya lebih baik dibandingkan dengan anak yang ringan sampai yang berat. Adanya penggolongan
tunarungu di SLB-Y yang pendidikannya langsung tunarungu ke dalam bagian tuli dan kurang dengar,
ke jenjang dasar. Anak tunarungu yang mengikuti TLO menunjukkan bahwa seseorang yang digolongkan tuli
terlihat lebih mandiri, baik sosialisasi dan kematang- mengalami kehilangan seluruh ketajaman pen-
an motoriknya sehingga ketika memasuki jenjang dengarannya, sedangkan tunarungu yang digolong-
sekolah tampak lebih siap mengikuti pembelajaran. kan ke dalam kurang dengar hanya mengalami
Dengan pertimbangan ini, peneliti tertarik untuk kehilangan sebagian fungsi pendengarannya.
melakukan penelitian tentang bagaimanakah Meskipun demikian, kedua golongan tersebut dianjur-
pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu di kelas kan untuk menggunakan alat bantu mendengar.
Taman Latihan Observasi (TLO) di SLB Tunarungu X Abdurrahman (2003) memberikan batasan
Jakarta? mengenai ketunarunguan bahwa tunarungu adalah
Untuk menjawab fokus bagaimanakah istilah yang menggambarkan keadaan kemampuan
pembelajaran pemerolehan bahasa untuk anak dengar yang kurang atau tidak berfungsi secara
tunarungu di kelas TLO pada SLB Tunarungu X normal sehingga tidak mungkin lagi diandalkan untuk
Jakarta, maka peneliti mengemukakan rumusan belajar bahasa dan wicara tanpa dibantu dengan
masalah, sebagai berikut. metode dan peralatan khusus. Dari pengertian ini
1. Bagaimanakah pemahaman guru terhadap kondisi dapat ditandai bahwa anak tunarungu mengalami
anak tunarungu di kelas TLO? hambatan dalam perkembangan bahasanya. Oleh
2. Bagaimanakah pemahaman guru tentang karena itu, individu tunarungu memerlukan
pemerolehan bahasa bagi anak tunarungu sebagai bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai
awal dalam pengembangan kemampuan kehidupan lahir batin yang layak.
berbahasa? Pemerolehan Bahasa Anak Tunarungu
3. Bagaimana kegiatan guru memberikan stimulasi Pemerolehan bahasa diartikan sebagai proses
dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan perkembangan alami bahasa pertama yang terjadi
prinsip-prinsip MMR di kelas TLO? tanpa disadari dan digunakan untuk keperluan
4. Bagaimana pelaksanaan kegiatan BPBI dan Bina komunikasi semata tanpa kesadaran adanya kaidah
Wicara sebagai pendukung dalam pembelajaran bahasa (Bunawan dan Yuwati, 2004). Menurut Chaer
bahasa? (2003), pemerolehan bahasa adalah proses yang
5. Bagaimana dukungan kebijakan sekolah terhadap berlangsung di dalam otak seseorang ketika
pembelajaran bahasa di kelas TLO? memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa
yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini pertama.
dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang Skinner dalam Chaer (2003), mengemukakan
pembelajaran bahasa di kelas Taman Latihan bahwa bahasa diperoleh melalui kegiatan menirukan
Observasi (TLO) SLB Tunarungu X Jakarta hingga unsur-unsur bahasa, misalnya pola kalimat secara
lulusan TLO ini mampu berkomunikasi secara verbal. bertubi-tubi. Lewat kegiatan tubian (drill) ini akan
terbentuklah kebiasaan secara bawah sadar pada diri
KAJIAN PUSTAKA anak, kemudian anak akan memperoleh kemampuan
untuk menghasilkan unsur-unsur bahasa itu secara
otomatis. Di dalam kegiatan tubian itu apabila anak
Pengertian Ketunarunguan menirukan pola kalimat tertentu secara benar maka
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan akan segera mendapatkan hadiah berupa tanggapan
“rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya positif, anggukan kepala atau kata-kata pujian
pendengaran. Tunarungu dapat diartikan sebagai (reinforcement). Sebaliknya jika si anak berbuat

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 105


Pembelajaran Bahasa Bagi...

kesalahan maka harus segera mungkin diperbaiki pilan bahasa diajarkan secara formal seperti pada
pada saat itu juga. Jika pembetulan kesalahan itu anak yang mendengar dengan sedikit modifikasi atau
ditunda dan tidak segera diperbaiki, maka menurut teknik khusus. Teknik khusus ini dimaksudkan untuk
pandangan ini akan terganggulah proses pem- mengatasi hambatan yang ada dalam proses pengua-
bentukan kebiasaan itu. Pola kalimat yang salah dan saan bahasa, seperti Fitzgerald Key dan Barry five-slate
terlanjur masuk ke otak akan sulit dicabut untuk system, (Bunawan dan Yuwati 2004). Pandangan ini
dibetulkan kembali di kemudian hari. Menurut melahirkan metode pengajaran gramatikal atau
Chomsky dalam Chaer (2003), kalimat yang dihasilkan konstruktif.
oleh seorang anak merupakan tanggapan yang Anak tunarungu belum dapat mengekspresikan
diperoleh melalui proses belajar terhadap suatu lambang-lambang visual lewat tulisan. Apa yang
stimulus. diucapkannya baru ditulis dengan simbol-simbol
Pemerolehan bahasa pertama atau bahasa ibu bahasa, sehingga akhirnya anak tunarungu mengerti
penyandang tunarungu dapat dikategorikan menjadi: apa maksud dari tulisannya sendiri. Pembelajaran
1) bagi yang memiliki orang tua tunarungu akan bahasa anak tunarungu menunjuk pada keadaan di
berkomunikasi dengan menggunakan media isyarat; mana bahasa dipelajari setelah periode awal dilalui,
2) bagi yang memiliki orang tua mendengar dan atau biasanya setelah usia lima tahun. Bahasa yang
tunarungu berkomunikasi dengan menggunakan dipelajari bisa merupakan bahasa pertama bila anak
media isyarat dan oral; dan 3) bagi yang memiliki sebelumnya tidak atau belum mendapat kesempatan
orang tua dapat mendengar dan berkomunikasi untuk memperoleh bahasa pertama atau merupakan
dengan menggunakan media oral. bahasa kedua bila bahasa pertama sudah dikuasai
Keterbelakangan pemerolehan bahasa pada (Bunawan dan Yuwati: 2004). Pembelajaran bahasa
bayi tunarungu dari keluarga yang mendengar ini ditandai oleh adanya pengetahuan yang sadar tentang
salah satunya disebabkan oleh terhentinya interaksi bahasa dan kaidahnya.
antara ibu dan bayi karena ibu tidak dapat menangkap Secara harfiah, metode berarti teknik atau cara,
pesan komunikasi bayi atau sebaliknya; ungkapan- maternal berarti ibu, dan reflektif berarti peninjauan
ungkapan ibu tidak mendapat respon yang baik dari kembali. Dalam pengejaan bahasa, refleksi berarti
bayinya sehingga komunikasi tidak berjalan dengan meninjau kembali pengalaman berbahasa, sehingga
baik. anak bisa mengontrol penggunaan bahasa secara aktif
Senada dengan pendapat sebelumnya, maupun pasif (yang pada umumya dilakukan di
Myklebust dalam Bunawan dan Yuwati (2004) bawah sadar).
mengemukakan bahwa keterampilan membaca ujaran Tujuan utama refleksi adalah proses
perlu dikembangkan meskipun memiliki banyak penyadaran tentang adanya hukum bahasa dan
kelemahan. Bila membaca ujaran diajarkan sebagai kemampuan untuk mengontrol penggunaan bahasa.
dasar pengembangan bahasa batini, maka bahasa Refleksi ini adalah refleksi yang pengajarannya
batini anak tunarungu akan terdiri dari kata-kata sebagaimana pengajaran seorang ibu terhadap
seperti yang tampil pada gerak dan corak bibir sebagai anaknya. Sebagaimana anak tunarungu dalam
pengganti bunyi bahasa berupa vokal, konsonan, dan pembelajarannya tetap diajak bercakap-cakap
intonasi pada anak yang mendengar. Hal ini menuntut sebagaimana anak pada umumnya.
ibu atau orang dewasa lainnya menjalin pengalaman Manfaat metode Maternal Reflektif bagi siswa
bersama dengan anak tunarungu dan membahasakan yaitu 1) siswa belajar bersikap spontan untuk
semua tatapan, gerak-gerik, atau kejadian apapun di mengungkapkan isi hati : mengatakan keinginan,
lingkungannya seperti kepada anak yang mendengar maksud, keheranan, kegembiraan, kesedihan, dan
sebagai dasar pemerolehan bahasa batini dan bahasa permintaan; 2) siswa belajar untuk bersikap rekatif
resptifnya. Setelah itu, kemampuan bahasa lainnya terhadap ungkapan isi hati lawan bicara: menyang-
akan berkembang sebagaimana layaknya pada anak gah, membenarkan, menanyakan, dan menjawab
yang mendengar meskipun terdapat pengalihan pertanyaan; 3) siswa belajar berempati, yaitu masuk
sensasi dari auditif menjadi visual dan kinestetik. ke dalam perasaan orang lain (Bunawan dan Yuwati,
Pembelajaran Anak Tunarungu di Kelas TLO dalam 2004). Pada akhir kegiatan pembelajaran diharapkan
Pemerolehan Bahasa anak dapat mengomunikasikan atau mempercakapkan
Sebagian ahli berpandangan tunarungu sebagai secara aktif pokok materi percakapan yang telah
suatu ortopedagogik dan permasalahannya terfokus dikuasainya.
hanya pada aspek wicara sehingga aspek keteram- Langkah-langkah pembelajaran dengan metode

106 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010


Pembelajaran Bahasa Bagi...

Maternal Reflektif, sebagai berikut. guru di kelas TLO dalam setting kelas saat mengajar.
1. Mengadakan percakapan dari hati ke hati (Perdati). Pemilihan strategi ini dilatarbelakangi pemikiran
2. Membuat ideo-visual yaitu hasil percakapan anak karena peneliti akan meneliti fenomena pembelajaran
divisualisasikan atau ditulis di papan tulis. bahasa bagi anak tunarungu di kelas TLO, dalam
Visualisasi hasil berupa percakapan dapat berupa konteks kehidupan nyata yang terjadi saat ini dengan
cakap balon atau kalimat langsung maupun tak memanfaatkan berbagai sumber bukti yang menye-
langsung. luruh dari komponen-komponen sekolah dengan
3. Mengadakan percakapan membaca ideo-visual melibatkan dua orang guru kelas TLO dan seorang
(Percami) dengan teknik menanyakan pernyataan, kepala sekolah sebagai informan yang ada di SLB-B X
pertanyaan, dan provokasi (menyatakan hal yang di Jakarta
sebaliknya). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
4. Membuat deposit, yaitu membuat narasi hasil metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data
yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
percakapan membaca ideo-visual (Nahapercami).
model interaktif melalui reduksi data, display data,
Hasil percakapan dijadikan sebuah bahan bacaan.
mengambil kesimpulan, serta verifikasi data.
Bahan bacaan selain dari hasil percakapan juga
dapat ditambah dari hasil percakapan yang lalu.
5. Mengadakan percakapan linguistik (Percali) atau HASIL DAN PEMBAHASAN
percakapan tentang bahasa yaitu mempercakapkan
hasil deposit untuk menemukan hukum-hukum SLB Tunarungu X Jakarta ini didirikan pada
bahasa. Di sini, anak diharapkan dapat tahun 1983 di Grogol, dengan jumlah murid awal 19
menemukan sendiri kosakata baru dan hukum- orang. Pada tahun 1984, sekolah ini berpindah lokasi
hukum bahasa. Menurut Bunawan dan Yuwati ke Kebon Jeruk dan pada tahun 1989 jumlah muridnya
(2004), percakapan linguistik merupakan suatu sudah mencapai 120 orang dengan jumlah guru 25
proses kegiatan pembelajaran yang mengarah pada orang. Setelah berjalan selama 10 tahun, sekolah ini
tata bahasa dengan mempercakapkan salah satu sudah menghasilkan lulusan yang dapat berintegrasi
gejala bahasa yang telah dialami dan digunakan ke sekolah umum dengan kemampuan berbahasa yang
anak dalam berbagai situasi kebahasaan, sehingga dapat dimengerti oleh orang lain.
anak menyadari dan mampu memenuhi sendiri Sekolah sudah memiliki manajemen yang lebih
aturan penggunaannya dalam percakapan sehari- baik dengan menggerakkan tim sekolah yang terdiri
hari. Kegiatan menyadari penggunaan gejala dari komite sekolah, melibatkan guru dan orang tua
bahasa kemudian digunakan dalam percakapan murid. Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
dinamakan merefleksi bahasa, artinya anak pembelajaran diadakan pembinaan yang dilakukan
terampil mengoreksi bahasa yang dipakai oleh anak sebanyak dua kali dalam sebulan.
sendiri maupun orang lain, baik secara lisan Sejak awal berdirinya, sekolah ini hanya
maupun tulisan. menerima anak yang mengalami gangguan
6. Mengadakan perbaikan bicara siswa tentang pendengaran saja (tunarungu) tanpa kecacatan lain.
kosakata baru yang telah ditemukan. Kosakata baru Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam
ini dilatihkan kepada siswa agar dapat penanganan pembelajarannya. Berikut ini profil
mengucapkan dengan baik dan benar. keadaan anak tunarungu di kelas TLO.

Tabel 1. Profil Kelas TLO Pagi dan Kelas TLO Siang


METODOLOGI PENELITIAN
TLO No Nama Kondisi IQ Kondisi Ketunarunguan
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang Pagi 1 ALD 104 Tuli total
telah dikemukakan sebelumnya maka penelitian ini 2 ARS 99 Tuli total
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan 3 ADR 107 Tuli total
4 CIN 95 Tuli total
kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena penelitian ini
5 CEL 120 Tuli total
bermaksud untuk mengungkapkan pembelajaran
6 DAF 97 Tuli total
pemerolehan bahasa bagi anak tunarungu di kelas 7 DAV 114 Tuli total
TLO pada SLB-B X di Jakarta. 8 DER 92 Tuli total
Strategi penelitian yang digunakan adalah studi 9 EFF 105 Tuli total
kasus yaitu dengan melakukan pengamatan, 10 ELL 98 Tuli total
11 IHH 101 Tuli total
wawancara, dan dokumentasi terhadap dua orang
Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 107
Pembelajaran Bahasa Bagi...

TLO No Nama Kondisi IQ Kondisi Ketunarunguan keterbelakangan dalam kemampuan intelektualnya.


12 IYA 115 Tuli total Hanya saja mungkin mengalami keterlambatan dalam
13 LIL 119 Tuli total
fase perkembangan bahasa sebagai akibat kurangnya
Pagi 14 OIR 102 Tuli total
15 RIR 98 Tuli total pengalaman secara umum.
16 REA 106 Kurang dengar* Uden dalam Bunawan dan Yuwati (2004)
17 RAY 107 Tuli total mengemukakan bahwa berdasarkan saat terjadinya,
18 STA 114 Tuli total
19 NIW 108 Tuli total
ketunarunguan dapat dikaitkan dengan taraf
Siang 1 VER 123 Tuli total penguasaan bahasa, yakni tuli prabahasa dan purna-
2 ILA 80 Tuli total bahasa. Tuli prabahasa yaitu tuli yang diperoleh
3 ALF 99 Tuli total sebelum dikuasainya bahasa (usia di bawah 1.6
4 CIT 115 Tuli total
5 CEL 118 Tuli total
tahun). Pada tahap ini, anak baru menggunakan tanda
6 FIF 120 Tuli total (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih,
7 FRE 119 Tuli total memegang benda/orang, dan mulai memahami
8 FAR 123 Tuli total
lambang yang digunakan orang lain sebagai tanda
9 HAN 112 Tuli total
10 JER 100 Tuli total
(misalnya bila mendengar kata “mimi”, berarti bahwa
11 JEM 115 Tuli total akan diberi minum), namun belum membentuk suatu
12 MIL 101 Tuli total sistem lambang. Sedangkan tuli purnabahasa, yaitu
13 MIC 93 Tuli total
tuli setelah menguasai suatu bahasa di mana telah
14 NIS 104 Tuli total
15 NAD 101 Tuli total
menerapkan dan memahami sistem lambang yang
16 NIN 102 Tuli total berlaku di lingkungannya.
17 RAM 131 Tuli total Secara umum, tingkat intelegensi anak-anak di
18 RAR 124 Tuli total
TLO SLB-Tunarungu X berada pada tingkat rata-rata.
19 TIU 103 Tuli total
Oleh karena itu, tingkat dB yang tinggi tidak selalu
* anak tersebut dipindahkan ke sekolah lain yang menjamin anak memiliki IQ yang rendah. Menurut
lebih sesuai pembelajarannya Myklebust dalam Bunawan dan Yuwati (2004), tidak
Subjek (informan) dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kuantitatif dalam kemampuan
dua orang guru di kelas TLO (kecakapan guru dalam intelektual kaum tuli dibandingkan orang mendengar.
keseluruhan pengajaran) dalam membantu anak Skor rendah yang diperoleh kaum tuli sebelumnya
tunarungu untuk memeroleh bahasa. lebih merupakan pencerminan dari kemiskinan
Subjek penelitian yang lain yaitu seorang kepala bahasa yang dideritanya dan kurang berkembangnya
sekolah sebagai pengambil kebijakan dalam menen- pengetahuan sebagai konsekuensi logis dari keadaan
tukan metode dan pendekatan yang dilaksanakan di tersebut dan bukan merupakan penggambaran
sekolah SLB-B X Jakarta tersebut. Profil informan sesungguhnya tentang potensi intelektual. Furth
secara keseluruhan disajikan dalam tabel berikut ini. (Bunawan dan Yuwati, 2004) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa kaum tunarungu secara
Tabel 2. Profil Informan intelektual normal. Furth juga mengemukakan bahwa
kemiskinan bahasa tidak menutup kemungkinan bagi
Pendidikan Mulai kaum tunarungu untuk berpikir normal.
No. Nama L/P Usia Keterangan
Akhir Mengajar
1 Y P 31 S1 2000 Guru 2. Pemahaman Guru tentang Pemerolehan Bahasa
2 M P 39 S1 1987 Guru bagi Anak Tunarungu sebagai Awal Pengemba-
3 BB L 36 S3 1996 Kepsek ngan Kemampuan Berbahasa
Pemerolehan bahasa anak tunarungu berbeda
Hasil penelitian ini akan dibahas berdasarkan dari anak mendengar. Penguasaan bahasa pada anak
rumusan masalah yang ada, sebagai berikut. dengar terjadi secara wajar, yakni di lingkungan
1. Pemahaman Guru terhadap Kondisi Anak keluarga selama usia balita. Pada usia empat tahun,
Tunarungu di Kelas TLO anak dengar pada umumnya sudah memasuki tahap
Anak TLO di SLB-Tunarungu X dalam purnabahasa (postlingual) yaitu mengenal dan
penelitian ini tergolong dalam tuli prabahasa di mana memahami lambang bahasa serta tanpa disadari
ketulian tersebut diperoleh sebelum anak masuk kelas sudah mampu menerapkan aturan bahasa yang
TLO. Kemampuan dan pengalaman bahasa sangat digunakan di lingkungannya. Sedangkan bagi anak
miskin. Derajat ketulian pun berada pada tingkat tuli tunarungu, pada umumnya baru akan memasuki
total. Namun secara umum, anak tidak menderita tahap purnabahasa pada usia 12 tahun. Itupun hanya

108 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010


Pembelajaran Bahasa Bagi...

akan terjadi bila anak dan orangtua mengikuti program perbedaan yang sungguh mencolok dalam
bimbingan dan intervensi dini (paling lambat sejak kemampuan berbahasa. Pada bayi mendengar, proses
anak berusia 1,5 tahun dengan intelegensi normal perantara perkembangan bahasanya sudah memiliki
serta tidak mempunyai kecacatan lain) yang ditangani dorongan untuk meniru, sikap tanggap dan peran
secara profesional oleh ahli yang bersangkutan. Uden ganda, daya ingat jangka pendek dan jangka panjang,
(2000) membandingkan proses penguasaan bahasa daya sistematisasi, serta daya refleksi coba-coba. Pada
anak mendengar yang telah dididik dengan MMR dari anak tunarungu, semua itu tidak dialami, bahasa yag
tahap prabahasa sampai purnabahasa dibandingkan berkembang adalah bahasa reseptif visual dan bahasa
dengan anak tunarungu. Proses penguasaan bahasa ekspresif melalui percakapan sederhana. Sementara
anak mendengar dari sejak lahir sampai menguasai pada anak mendengar, bahasa reseptifnya sampai
bahasa, seperti di bawah ini. pada tahap membaca dan bahasa ekspresifnya sampai
pada tahap menulis.
0,0 th.............>.........1,6 th.........>..........4,0 th...........>
Menurut peneliti, pemerolehan bahasa anak-
Pra-bahasa Antar-bahasa Purna-bahasa
anak di TLO SLB Tunarungu X Jakarta sudah cukup
baik, bahwa guru sudah dapat memberikan bahasa
Gambar 1. Proses Penguasaan Bahasa
dengan menggunakan metode yang sesuai MMR. Guru
Tahap prelingual (prabahasa) sejak lahir memberikan bahasa pada anak TLO dalam bentuk
sampai usia 1,6 tahun merupakan masa sebelum percakapan. Bahasa itu sendiri merupakan satu sistem
kemampuan berbahasa berkembang, walaupun anak lambang yang arbiter dan lazim digunakan oleh
menggunakan tanda-tanda (signal) tertentu seperti sekelompok orang atau anggota masyarakat untuk
menangis, menunjuk, dan mulai memahami lambang- berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Chaer,
lambang yang digunakan lingkungan sekitar, namun 2003). Sistem bahasa di sini merupakan sistem
belum mengembangkan suatu sistem lambang. Tahap lambang, sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau
interlingual (antar-bahasa), merupakan masa antara, sistem lambang lainnya. Hanya saja, sistem lambang
di mana anak mulai mengembangkan suatu sistem bahasa di sini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda
lambang yang sebagian sudah sama dengan sistem lain, dan bunyi yang dimaksud adalah bunyi bahasa
lambang yang digunakan, hal ini dijelaskan pada tabel yang dilahirkan oleh alat ucap manusia.
di bawah ini. Selama kegiatan pembelajaran di TLO SLB
Tunarungu X Jakarta, peneliti melihat adanya
Tabel 3. Tahap-tahap Penguasaan Bahasa pada komunikasi antara guru dengan anak. Seperti
Anak-anak
misalnya ketika guru bertanya mengenai apa yang
PENGUASAAN dibawa, anak telah mampu menjawabnya. Bahasa
TAHAP USIA
BAHASA
Prelingual Sejak lahir s/d 1,6 tahun Belum berkembang
yang diucapkan/dilisankan di kelas TLO SLB
(prabahasa) Tunarungu X Jakarta, lebih dikenal dengan bicara. Jadi
Interlingual 1,6 s/d 3,0 tahun Mulai mengembangkan kegiatan berbahasa merupakan kegiatan berbicara,
(masa antara) suatu sistem lambang
Postlingual sejak 3,0 tahun Memahami dan
karena kegiatan berbahasa adalah suatu kegiatan
(purnabahasa) menerapkan secara penyampaian informasi dalam berkomunikasi (Chaer,
tepat aturan bahasa
2003). Sedang kegiatan berbicara adalah suatu
kemungkinan bagi manusia untuk mengucapkan
Sedangkan bagi anak tunarungu prabahasa
bunyi bahasa dengan organ bicaranya. Keduanya
yang normal (artinya tidak menyandang kecacatan lain
saling terkait, bahwa seseorang yang berbicara akan
selain tuli) dan telah dididik dengan MMR,
menggunakan bahasa sedangkan seseorang yang
penguasaan bahasanya digambarkan, sebagai berikut.
berbahasa, alat penyampaiannya akan menggunakan
organ bicara.
0,0 th...............>...........1,6 th...............>....... 12,0 th..............>
Dengan kenyatan yang ada pada guru-guru di
Pra-bahasa Antar-bahasa Purna-bahasa
TLO SLB Tunarungu X, maka sebaiknya guru perlu
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan
Gambar 2. Proses Penguasaan Bahasa Anak
serta karakteristik anak tunarungu usia dini. Karena
Tunarungu
bagaimanapun ini akan mempengaruhi proses belajar
Dengan membandingkan gambaran proses mengajar.
penguasaan bahasa antara anak tunarungu prabahasa Program-program yang ada di TLO SLB
dengan anak mendengar yang seusia, terlihat Tunarungu X Jakarta, bila disesuaikan dengan

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 109


Pembelajaran Bahasa Bagi...

program-program bagi anak usia dini ada beberapa belajaran. Evaluasi sebelum proses pembelajaran,
yang masih belum sesuai. Misalnya, adanya pekerjaan misalnya karakteristik siswa, kemampuan siswa,
rumah yang diberikan guru untuk dikerjakan anak. metode, dan materi pembelajaran yang digunakan.
Kemudian menurut peneliti, program pemerolehan 4. Pelaksanaan Kegiatan BPBI dan Bina Wicara
bahasa di TLO SLB Tunarungu X Jakarta, belum sebagai Pendukung Pembelajaran Bahasa
sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip program BPBI dan bina wicara merupakan prasyarat
usia dini. Program yang perlu dikembangkan lebih berbicara bagi anak tunarungu. Sedangkan pelaksa-
lanjut yaitu bidang pengembangan kemasyarakatan, naannya saling menunjang dengan pelaksanaan bina
kesadaran lingkungan, dan pendidikan sosial. Dalam wicara. Pelaksanaan BPBI di TLO SLB Tunarungu X
bidang pengembangan kemasyarakatan dan Jakarta ini baru pada tahap pendeteksian bunyi yang
kesadaran lingkungan, anak kurang diberikan waktu bertujuan untuk mengembangkan kesadaran anak
untuk bermain bebas. Bermain dengan bebas dapat terhadap bunyi. Bina wicara yang dilakukan
menumbuhkan sifat kemandirian dan kreativitas anak. menggunakan metode multisensori yaitu visual,
Selain itu, dalam bidang pendidikan sosial, anak belum auditori, taktil, dan kinestetik (VATK). Pelaksanaan
dilibatkan dalam permainan kelompok. Kegiatan bina wicara yang ideal haruslah secara individual dan
bermain secara kelompok dapat membantu anak dilakukan di ruang khusus yaitu ruang terapi wicara,
mengembangkan sosialisasi bahwa anak hidup tidak dengan waktu pelaksanaan setiap hari (Uden, 2000).
sendiri di mana hal ini sangat penting untuk Namun untuk latihan bina wicara yang dilakukan di
perkembangan usia TLO. TLO belum secara rutin dan setiap hari dilaksanakan.
3. Kegiatan Guru Memberi Stimulasi dalam Pembe- Hal ini disebabkan kurangnya tenaga dan terbatasnya
lajaran Bahasa dengan Menggunakan Prinsip- ruang bina wicara sehingga untuk TLO baru
prinsip MMR di Kelas TLO dilaksanakan satu minggu sekali dan dilakukan secara
Secara umum, kegiatan pembelajaran yang klasikal.
dilakukan para guru TLO SLB Tunarungu X Jakarta 5. Dukungan Kebijakan Sekolah terhadap Pembela-
sudah dilaksanakan dengan baik. Pembelajaran jaran Bahasa di Kelas TLO
tersebut telah disesuaikan dengan latar belakang Peranan kebijakan dan kepemimpinan kepala
kemampuan bahasa, kondisi ketunarunguan, dan sekolah yang profesional memberikan pengaruh yang
kondisi IQ yang dimiliki anak tunarungu. Oleh karena besar pada terlaksananya pembelajaran bahasa anak
itu, penggunaan MMR dan metode komunikasi oral di kelas TLO SLB Tunarungu X Jakarta. Visi sekolah
sudah tepat. Dari persyaratan untuk terlaksananya untuk mengangkat harkat dan martabat serta
metode oral, SLB Tunarungu X Jakarta telah mencerdaskan anak tunarungu hingga memiliki
memenuhi, mulai dari siswa, orang tua siswa, staf keterampilan, melanjutkan pendidikan yang lebih
pengajar, hingga sarana yang dibutuhkan. Terpenuhi- tinggi, dan hidup mandiri dalam masyarakat, tercapai.
nya persyaratan tersebut akan membuat anak berada Walau demikian, peneliti memandang kebijakan yang
dalam suasana yang sungguh “oral” yaitu di mana ada di SLB Tunarungu X Jakarta belum sepenuhnya
bicara/bahasa lisan secara aktif dan konsisten baik, karena ada beberapa kebijakan yang dibuat
diupayakan di dalam kelas dan di dalam keluarga sekolah tidak menguntungkan bagi guru sekalipun hak
(Quigley & Krestchmer, 1982, dalam Bunawan, 2005). penuh ada pada sekolah atau yayasan dalam
Dalam pembelajaran yang dilakukan di TLO menetapkan kebijakan. Terkait dengan kebijakan
SLB Tunarungu X Jakarta, proses evaluasinya sudah bahwa kepala sekolah dapat berperan sebagai
berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari bentuk administrator, manajer, dan supervisor. Ini berarti
evaluasi yang dilakukan guru di TLO. Evaluasi dalam sekolah harus melaksanakan administrasi
tersebut dilaksanakan pada awal pembelajaran, saat manajamen dan supervisi.
proses, dan akhir pembelajaran. Tujuan dari evaluasi Secara administrasi, SLB Tunarungu X Jakarta
pembelajaran adalah menentukan hasil yang dicapai ini sudah berjalan dengan baik. Begitu juga secara
oleh siswa karena dalam penetapan proses pem- manajerial dan supervisi, SLB-B X Jakarta ini telah
belajaran secara keseluruhan, yang didalamnya terorganisir dengan baik. Seperti dalam penyusunan
terdapat tujuan yang akan dicapai oleh siswa, media staf, sudah 95% sesuai dengan bidangnya masing-
pembelajaran, teknik dan pendekatan yang digunakan, masing. Hal ini mempengaruhi pembelajaran pada
bahkan sifat efektif seorang guru pun memerlukan siswanya yang ditangani oleh staf yang profesional
evaluasi. Menurut Syaiful (2005), evaluasi dapat sehingga hasilnya memperoleh lulusan yang sudah
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pem- dapat berkomunikasi secara lisan serta memiliki

110 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010


Pembelajaran Bahasa Bagi...

keahlian yang dapat diandalkan. Dengan iklim yang sekali hingga pada akhirnya setelah mengikuti
kondusif tersebut, guru dan siswa dapat termotivasi pembelajaran bahasa anak dapat mengeluarkan suara
untuk meningkatkan diri dan memperkuat motivasi dan berkata sederhana. Kondisi ketunarunguan yaitu
melalui penyeleksian guru dan murid secara lebih anak tunarungu di kelas TLO SLB Tunarungu X
efektif, membuat rencana penggantian petugas- Jakarta, seratus persen tergolong tunarungu berat 90
petugas tertentu atau penempatan kembali pada tugas- dB lebih (tuli total) dan IQ-nya berada dari yang
tugas yang lebih cocok, serta memberi hadiah dan terendah 80 dan yang tertinggi 131 dan tidak
mengatur kesejahteraan. Lebih lanjut lagi, yang harus mengalami hambatan lain.
diperhatikan dalam perekrutan guru adalah Kedua, pemahaman pemerolehan bahasa guru-
pengalaman, keahlian, keterampilan, serta ijazah guru di kelas TLO SLB Tunarungu X Jakarta sudah
sebagai bukti formal karena antara pengalaman, baik. Guru telah memahami bahwa anak tunarungu
keahlian, dan keterampilan ada hubungan yang saling dalam proses pemerolehan bahasa berhenti pada tahap
mempengaruhi. meniru. Hal ini disebabkan tidak adanya stimulus
yang disalurkan ke otak yang menghubungkannya ke
pusat bahasa untuk diucapkan kembali oleh organ
PENUTUP artikulasi, serta tidak berkembangnya stimulus
tersebut karena hambatan yang dialami anak
Kesimpulan tunarungu pada organ pendengarannya. Pemahaman
Anak-anak tunarungu usia dini di kelas TLO bahasa dan komunikasi guru-guru di kelas TLO SLB
SLB-B X Jakarta mendapatkan pendidikan selama dua tunarungu X Jakarta cukup baik. Guru memahami
tahun dengan melalui proses pemerolehan bahasa bahwa bahasa merupakan salah satu aspek yang
yang sistematis, terarah, dan berkesinambungan. dibutuhkan dalam berkomunikasi. Komunikasi dapat
Dalam pelaksanaannya, percakapan dijadikan inti berjalan lancar apabila pemberi pesan dan penerima
dari setiap pembelajaran. Pembelajaran ini berhasil pesan saling memahami bahasa yang digunakan.
karena didukung oleh guru–guru yang memiliki Untuk pemahaman anak tunarungu usia dini, guru di
komitmen yang tinggi terhadap pendidikan anak kelas TLO SLB Tunarungu X Jakarta masih memer-
tunarungu serta partisipasi dan kepedulian orang tua lukan pengetahuan yang jelas tentang konsep-konsep
terhadap pentingnya pendidikan dini bagi anak usia dini dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan
tunarungu. Hasil akhir yang ingin dicapai kelas TLO dengan anak tunarungu usia dini. Pemahaman guru
ini adalah lulusan TLO mampu berkomunikasi secara terhadap program yang ada di kelas TLO SLB
verbal. Komunikasi verbal yang dilakukan oleh anak Tunarungu X Jakarta sudah baik. Guru sudah
tunarungu lulusan TLO yaitu melalui bicara yang melaksanakan program yang ada di TLO, di antaranya
dapat dipahami oleh orang lain serta anak juga dapat bidang pengembangan kemampuan berbahasa dan
memahami dan mengerti apa yang diucapkan oleh berkomunikasi, meliputi latihan keterarahan suara,
orang lain. latihan keterarahan wajah, latihan pembentukan
Pendidikan prasekolah yakni TLO merupakan suara, latihan pembentukan konsep bahasa, latihan
pintu gerbang bagi anak tunarungu untuk mencapai motorik kasar dan motorik halus; bidang pengem-
kompetensi yang lain. Oleh karena itu, pendidikan dini bangan pengetahuan, meliputi latihan pembentukan
bagi anak tunarungu harus mendapatkan prioritas. konsep, permainan domino, latihan identifikasi,
Dalam TLO terdapat program-program pembelajaran bermain puzzle; bidang pengembangan daya cipta,
bahasa yang dapat menstimulasi anak untuk dapat meliputi permainan fantasi, melipat-menggunting-
berkomunikasi secara lisan. Melalui kurikulum dan mengelem; bidang pengembangan jasmani dan
konsep pendidikan tunarungu yang berpijak pada kesehatan; dan bidang pengembangan persepsi bunyi
kebutuhan anak serta guru-guru yang profesional atau bina persepsi bunyi dan irama.
maka akan terwujud pendidikan anak tunarungu yang Ketiga, kegiatan pembelajaran pemerolehan
berkualitas. bahasa yang dilakukan guru-guru di kelas TLO SLB
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpul- Tunarungu X Jakarta sudah baik, mulai dari kegiatan
kan hasil penelitian ini sebagai berikut, pertama, guru- awal guru meliputi menyiapkan perlengkapan dan
guru di kelas TLO SLB Tunarungu X Jakarta sudah media, memeriksa ABM yang dipakai anak, dan
memahami kondisi anak tunarungu di kelas TLO, mengkondisikan anak untuk siap belajar serta
mulai dari kemampuan berbahasa anak pada saat awal melakukan stimulasi kepada setiap anak untuk
masuk sekolah yaitu anak tidak mampu bersuara sama mengucapkan “selamat pagi”. Kegiatan inti yang

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 111


Pembelajaran Bahasa Bagi...

dilakukan guru-guru di kelas TLO sudah selaras stimulasi dalam pembelajaran melalui pendekatan
dengan prinsip-prinsip MMR yaitu melakukan MMR dan metode komunikasi oral. Jenjang TLO
percakapan dari hati ke hati (Perdati) dengan prinsip sebagai jenjang prasekolah sangat diperlukan bagi
tangkap dan peran ganda; membuat ideo-visual yaitu pengembangan bahasa anak tunarungu sejak dini.
hasil percakapan anak divisualisasikan atau ditulis Saran
di papan tulis dan visualisasi hasil berupa percakapan Berdasarkan hasil kesimpulan maka dapat
dapat berupa cakap balon atau kalimat langsung diberikan saran sebagai berikut: (1) guru-guru di TLO
maupun tak langsung; mengadakan percakapan lebih meningkatkan diri dan memahami kondisi anak
membaca ideo-visual (Percami) dengan teknik tunarungu di kelas TLO dengan berbagai karakter
menanyakan pernyataan, pertanyaan, dan provokasi anak usia dini, (2) guru-guru di kelas TLO agar lebih
(menyatakan hal yang sebaliknya); membuat deposit meningkatkan dan memahami pemerolehan bahasa
yaitu membuat narasi hasil percakapan membaca ideo- anak tunarungu melalui berbagai pelatihan yang
visual (Nahapercami). Kemudian, hasil percakapan berkaitan dengan anak tunarungu usia dini, (3) dalam
dijadikan sebuah bahan bacaan. Pada kegiatan akhir melakukan stimulasi kepada anak tunarungu di kelas
pembelajaran, guru-guru di kelas TLO SLB Tunarungu TLO hendaknya lebih memerhatikan perkembangan
X Jakarta sudah melakukan refleksi dan evaluasi. anak usia dini hal ini dapat meningkatkan
Guru-guru mengadakan perbaikan bicara anak tentang kemampuan anak pada tahapan yang sesungguhnya,
kosakata baru yang telah ditemukan. Kosakata baru (4) pelaksanaan pendukung pembelajaran bahasa
ini dilatihkan kepada anak agar dapat mengucapkan yaitu BKPBI dan bina wicara hendaknya dapat
dengan baik dan benar. Selain itu, setiap akan pulang, dilaksanakan setiap hari, untuk lebih meningkatkan
guru selalu menstimulasi anak mengucapkan kata kemampuan bahasa anak tunarungu, serta (5)
“selamat siang”. kebijakan sekolah hendaknya bersifat menyeluruh
Keempat, kegiatan guru dalam melaksanakan bukan hanya dalam pembelajaran saja tetapi juga
BPBI dan bina wicara di kelas TLO SLB Tunarungu X dalam hal administrasi dan kepegawaian harus jelas
Jakarta sudah baik. Guru-guru di kelas TLO sudah dan bersifat transparan.
terampil dalam melatih BPBI dan bina wicara melalui
tahapan deteksi bunyi, diskriminasi bunyi, identifikasi DAFTAR PUSTAKA
bunyi dan komprehensif, serta dengan metode VATK.
Untuk anak TLO baru pada tahap deteksi bunyi Abdurrahman, M. & Sudjadi S. (2003). Pendidikan luar
(penyadaran bunyi). Namun, pelaksanaan bina wicara biasa umum. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas.
masih secara klasikal dan belum setiap hari. Alwasilah, A. C. (2005). Linguistik suatu pengantar.
Kelima, tentang dukungan kebijakan terhadap Bandung: Angkasa.
pembelajaran bahasa di kelas TLO SLB Tunarungu X Berk, L.E. (2003). Child development. New York: A&B
Jakarta, dimulai dari kebijakan yang berkaitan dengan Pearson Education Inc.
penerimaan siswa baru di mana sekolah menetapkan Boothroyd, A. (2004). Hearing impairments in young
kriteria khusus dalam menyeleksi siswanya. Dalam children. Englewood Cliffs, New York: Prentice
hal ini, guru-guru di kelas TLO SLB Tunarungu X Hall, Inc.
Jakarta secara administratif tidak mengetahui secara Bredekamp, S. & Rosergant, T. (2002). Reaching
detail. Namun untuk kebijakan yang lain seperti potentials : Appropriate curriculum and assessment
kebijakan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban for young children. Washington: NAEYC.
kinerja, guru cukup mengetahui. Untuk kegiatan Bunawan, L. (2005). Psikologi anak tunarungu. Jakarta:
pembelajaran bahasa dan penggunaan metode, secara Yayasan Santi Rama.
kolektif sekolah ini menggunakan pendekatan MMR Bunawan & Yuwati, C.S. (2004). Penguasaan bahasa anak
dan komunikasi oral mulai jenjang TLO hingga jenjang tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
sekolah menengah. Untuk mengetahui apakah guru Chaer, A. (2003). Psikolinguistik kajian teoritik. Jakarta:
sudah melaksanakan pembelajaran bahasa sesuai Rineka Cipta.
dengan MMR dan komunikasi oral, kepala sekolah Dardjowidjoyo, S., (2003). Psikolinguistik pengantar
melakukan supervisi dan pengawasan secara terus- pemahaman bahasa manusia. Jakarta: Yayasan
menerus. Obor Indonesia, Unika Atmajaya.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2004). Pedoman
pembelajaran bahasa di kelas TLO SLB Tunarungu X pendidikan terpadu/inklusi alat identifikasi anak
Jakarta sudah baik, guru-guru telah melakukan berkebutuhan khusus. Jakarta: Dirjen Dikdasmen,

112 Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010


Pembelajaran Bahasa Bagi...

Depdiknas. Departement Of Special Needs Education,


Gatty. (2005). Mengajarkan wicara kepada anak-anak University Of Oslo.
tunarungu. Wonosobo: Yayasan Karya Bakti. Sumarwati. (2002). Pedoman KBM pemerolehan bahasa
Hurlock, E.B. (2003). Child development. New York: Mc anak tunarungu dengan metode maternal reflektif.
Graw-Hill Inc. Jakarta: Pangudi Luhur.
Hyde, M. (2002). Perbedaan metode komunikasi dan Subarto. (2000). Pelaksanaan bina persepsi bunyi dan
metode pengajaran. Jakarta: Federasi Nasional irama di SLB-B di Indonesia. Makalah pada
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia. Penataran dan Lokakarya Federasi Nasional
Mahesa. (2005). Makalah seminar anak kesulitan belajar : untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia.
Stimulasi otak pada proses pembelajaran anak dini Jakarta.
usia. 14 Maret 2005. Universitas Negeri Jakarta Susan, G., Knight & McCracken. (2005). Issues in deaf
Moleong, L. J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. education. London: David Fulton Publishers
Bandung: Rosdakarya. Suyatno. (2005). Permainan pendukung bahasa dan sastra.
Nugroho, B. (2004). Pentingnya intervensi dini secara Jakarta: Grasindo.
edukatif bagi anak tunarungu. Makalah Pelatihan Syah, M. (2003). Psikologi belajar. Jakarta: PT. Raja
Teknis Tunarungu. Jakarta. Grafindo Persada.
Nugroho, B. (2004). Program kelas transisi (observasi) Syaiful, S. (2005). Konsep dan makna pembelajaran.
SLB-B. Jakarta: Yayasan Pangudi Luhur Bandung: IKAPI.
Patmonodewo, S. (2001). Psikologi perkembangan pribadi. Tarigan, D. & Tarigan, H.G. (2002). Teknik pengajaran
Jakarta: Universitas Indonesia Press keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa.
Sadjaah, E. & Sukarja, D. (1996). Bina persepsi bunyi dan Tarigan, H.G. (2003). Strategi pengajaran dan
irama. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud pembelajaran bahasa. Bandung: Angkasa.
Santosa, T. (2005). Pengembangan kemampuan berbahasa Uden, V. (2000). A world of language for deaf children:
siswa tunarungu. Bandung: Program Studi Basic principles a maternal reflective method.
Pendidikan Kebutuhan Khusus Program Amsterdam-Lisse: Swetz & Zeitlinger.
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Yusuf L.N.S. (2004). Psikologi perkembangan dan remaja.
Somad, P. & Herawati, T. (2003). Ortopedagogik anak Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya.
tunarungu. Jakarta: Depdiknas
Samples, B. (2003). Revolusi belajar untuk anak. (Rasmani KETERANGAN PENULIS
Astuti, penterjemah). Bandung: Kaifa
Soedjadi. (2000). Ortopedagogik umum. Jakarta: Dirjen Murni Winarsih, dilahirkan di Jakarta pada tanggal
Dikti, Depdiknas 23 November 1973. Saat ini, menjabat sebagai jurusan
Solveigh, A.H.L. (2003). Learning to read and write the Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
individual child and contextual interaction. Oslo: Universitas Negeri Jakarta.

Perspektif Ilmu Pendidikan - Vol.22 Th. XIII Oktober 2010 113

Anda mungkin juga menyukai