Deskripsi Tunagrahita
A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA
Anak tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata – rata
yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi dan ketidak cakapan dalam interaksi social. Anak
tuna grahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan
kecerdasannya sukar untuk mengkuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal,
oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan pelayanan pendidikan secara khusus,
yakni disesuaikan dengan kemampuan anak itu.
Untuk memahami anak tuna grahita atau terbelakang mental ada baiknya memahami
terlebih dahulu konsep Mental Age (MA). Mental age adalah kemampuan mental yang
dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Sebagai contoh anak yang berumur 6 tahun
akan memiliki MA 6 tahun. Jika seorang anak memiliki MA lebih tinggi dari umurnya
(Cronology Age), maka anak tersebut memiliki kemampuan mental atau kecerdasan diatas
rata – rata. Anak tunagrahita selalu memiliki MA lebih rendah CA-nya secara jelas. Misalnya
anak normal mempunyai IQ 100, maka anak tunagrahita mempunyai IQ 70 yaitu ia
mengalami keterlambatan 2 x 15 = 30 maka diperoleh IQ 70 tersebut. Penyesuaian perilaku
maksudnya saat ini seorang dikatakan tunagrahita bukanlah hanya dilihat IQ-nya akan tetapi
perlu dilihat sampai sejauh mana anak ini dapat menyesuaikan diri. Jadi bila anak ini dapat
menyesuaikan diri maka tidaklah lengkap ia dipandang sebagai anak tunagrahita. Terjadi
pada masa perkembangan maksudnya bila ketunagrahitaan ini terjadi setelah usia dewasa
maka ia tidak tergolong tunagrahita.
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan yang
optimal ada beberapa karakteristik umum anak tunagrahita yang dapat kita pelajari, sebagai
berikut :
a. Keterbelakangan intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan – ketrampilan menyesuaikan diri
dengan masalah – masalah dan situasi – situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa
lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesal;ahn – kesalahan,
mengatasi kesulitan – kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tuna grahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tuna
grahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga
terbatas, kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan
membeo.
b. Keterbatasan social
Di samping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki
kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan
bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya,
ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab
social dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga
mudah dipengaruhi. Cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
c. Keterbatasan fungsi – fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada
situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal –
hal rutin yang secara konsisten dialaminya dari hari – ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat
menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu lama. Anak tunagrahita
memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan
artikulasi akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata yang kurang berfungsi
sebagaimana mestinya). Karena itu mereka membutuhkan kata – kata konkrit dan sering
didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang – ulang.
Latihan - ;latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah,
pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit.
Selain itu anak tuna grahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu,
membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dengan
yang salah. Ini semua karena kemampuannya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita tidak
dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari sesuatu perbuatan.
IQ
Level Keterbelakangan
Stanforrd Binet Skala Weschler
Sangat Berat 19 24
Hal terakhir dari perkembangan bahasa berkaitan dengan kemampuan bahasa yang
disebut semantic. Anak – anak memperlihatkan perkembangan semantic sama seperti pada
komponen lainnya. Anak terbelakang menunjukkan perkembangan semantic lebih lambat
dari pada anak normal. Tetapi tidak ada bukti bahwa mereka memiliki perbedaan pola
perkembangan sistaksis. Perkembangan vocabulary anak tunagrahita telah diteliti secara luas.
Hasilnya menunjukkan bahwa anak tunagrahita lebih lambat dari pada anak normal dari pada
kata permenit lebih banyak menggunakan kata – kata positif, lebih sering menggunakan kata
– kata yang lebih umum, hamper tidak pernah menggunakan kata – kata yang lebih umum,
hamper tidak pernah menggukan kata ganti, lebih sering menggunakan kata – kata bentuk
tunggal, dan anak tunagrahita dapat menggunakan kata – kata bervariasi.
G. DAMPAK KETUNAGRAHITAAN
Orang yang paling banyak menanggung beban akibat ketunagrahitaan adalah orang
tua dan keluarga anak tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa penanganan anak
tunagrahita merupakan psikiatri keluarga. Keluarga anak tunagrahita berada dalam resiko,
mereka menghadapi resiko yang berat. Saudara – saudara anak tersebut pun menghadapi hal
– hal yang bersifat emosional.
Saat yang krisis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak tersebut tidak
normal seperti yang lain. Jika anak tersebut menunjukkan gejala – gejala kelainan fisik
(misalnya mongolisme) maka kelainan anak dapat segera diketahui sejak anak dilahirkan.
Tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai kelainan fisik, maka orang tua hanya akan
mengetahui dari hasil penelitian. Cara menyampaikan hasil penelitian sangatlah penting.
Orang tua mungkin menolak kenyataan atau menerima dengan beberapa persyaratan tertentu.
Dalam memberitahukan kepada orang tua hendaknya dilakukan terhadap kedua –
duanya (suami istri) secara bersamaan. Dianjurkan sejak awal sudah diperkenalkan dengan
orang yang juga mempunyai anak cacat. Orang tua hendaknya menyadari bahwa mereka
tidak sendirian. Lahirnya anak cacat (tunagrahita) selalu merupakan tragedy.
Reaksi orang tua berbeda – beda tergantung pada berbagai factor, misalnya apakah
kecacatan tersebut dapat segera diketahuinya atau terhambat diketahuinya. Factor lain yang
juga yang sangat penting ialah derajat ketunagrahitaannya dan jelas tidaknya kecacatan
tersebut terlihat orang lain.
Perasaan dan tingkah laku orang tua itu berbeda – beda dan dapat dibagi menjadi :
a. Proteksi biologis
b. Perubahan tiba – tiba, hal ini mendorong untuk
1. Menolak kehadiran anak dengan memberikan sikap dingin.
2. Menolak dengan rasionalisasi, menahan anaknya di rumah dengan mendatangkan orang yang
terlatih untuk mengurusnya.
3. Merasa berkewajiban untuk memelihara tetapi melakukan tanpa memberikan kehangatan.
4. Memelihara dengan berlebihan sebagai kompensasi terhadap perasaan menolak.
c. Merasa ada yang tidak beres tentang urusan keturunan
1. Perasaan ini mendorong timbulnya suatu perasaan depresi.
2. Merasa kurang mampu mengasuhnya perasaan ini mehilangkan kepercayaan kepada diri
sendiri dalam mengasuhnya.
3. Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal.
a. Karena kehilangan kepercayaan tersebut orang tua cepat marah, tingkah laku agresif.
b. Kedudukan tersebut dapat mengakibatkan depresi.
c. Pada permulaan mereka segera mampu menyesuaikan diri sebagai orang tua anak
tunagrahita, akan tetapi mereka terganggu lagi saat – saat menghadapi peristiwa – peristiwa
kritis.
d. Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi untuk mendapat berita –
berita yang lebih baik.
e. Banyak tulisan yang menyatakan bahwa orang tua merasa berdosa. Sebenarnya perasaan
tersebut tidak selalu ada. Perasaan tersebut bersifat kompleks dan dapat mengakibatkan
depresi.
f. Merasa bingung dan malu, yang mengakibatkan orang tua kurang suka bergaul dan lebih suka
menyendiri.
Adapun saat – saat kritis itu terjadi pada saat berikut :
1. Pertama kali mengetahui bahwa anaknya cacat.
2. Memasuki pada umur sekolah, pada saat tersebut sangat penting kemampuan masuk sekolah
biasa, sebagai tanda bahwa anak tersebut normal.
3. Meninggalkan sekolah.
4. Orang tua bertambah tua, sehingga tidak mampu lagi memelihara anaknya yang cacat.
Pada saat – saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah merasa saran dan
peyunjuk. Setelah kejutan yang pertama orang tua ingin mengetahui mengapa anaknya
tunagrahita. Mereka dan anak – anaknya yang normal ingin mengetahui apakah sesudah
melahirkan anak yang tuna grahita apakah mereka melahirkan anaknya yang normal.
Pada umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tunagrahita, bahkan tidak
dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak memiliki gambaran
mengenai masa depan anaknya yang tunagrahita. Mereka tidak mengetahui layanan yang
dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di masyarakat. Saudara – saudaranya ketika
memasuki usia remaja mengetahui hal – hal menyangkut emosionalnya, kehadiran
saudaranya yang tunagrahita dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu,
baik juga seandainya anak tunagrahita dipisahkan di tempat – tempat penampungan. Tetapi
bila dilihat dari sudut lain pemisahan seperti ini dapat pula mengakibatkan ketegangan orang
tua, terlebih – lebih bagi ibu – ibu yang selama ini menyayangi orang tersebut.
H. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN
1. Penyebab
Seseorang menjadi tunagrahita disebabkan oleh berbagai factor. Para ahli membagi
factor tersebt dalam beberapa kelompok :
a. Factor Keturunan
Meliputi hal – hal berikut.
Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya, dilihat dari bentuknya dapat
berupa infresi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena melilitnya
kromosom, delesi (kegagalan meiosis, yaitu salah satu pasangan tidak membelah sehingga
terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel), duplikasi (kromosom tidak berhasil
memisahkan diri sehingga tidak terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain),
translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya menempel pada kromosom lain).
Kelainan gene, terjadi pada waktu mutasi, tidak selamnya tampak dari luar (tetap dalam
tingkat genotip).
f. Factor lingkungan
Studi yang dilakukan Kirk (Triman Prasadio, 1982:25) menemukan bahwa anak yang
berasal dari keluarga yang tingkat sosialnya ekonominya rendah menunjukkan
kecenderungan mempertahankan mental pada taraf yang sama bahkan prestasi belajarnya
berkurang dengan meningkatnya usia. Kurangnya rangsangan intelektual yang memadai
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan intelegensia sehingga anak dapat
berkembang menjadi anak retardasirental.
http://noenoereggae.blogspot.com/2012/01/ortopedagogik-anak-
tunagrahita.html?zx=1049c00d920f7900
jam15.20 13032013