Anda di halaman 1dari 69

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur marilah kita pantjakan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas Rahmat dan Karunia-Nya Laporan asesmen dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Buku disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus yang dibina oleh dr. Endang Rochyadi, M.Pd
Dalam penyusunan buku ini, penyusun berterima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dan mendukung, baik secara moril maupun materil. Mudah-
mudahan atas segala bantuan dan kebajikan yang telah diberikan kepada penulis,
mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.
Buku ini berisi panduan untuk melakukan asesmen membaca lanjutan, mulai
dari tahap identifikasi, tahap asesmen, dan bagaimana melakukan penilaian serta
interpretasi dari hasil pekerjaan anak.
Buku ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan serta
kesalahan. Hal ini dikarenakan, keterbatasan penyusun itu sendiri. Oleh karena itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
khususnya dari para pembaca.
Semoga buku dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis sendiri,
umumnya bagi pembaca. Amin

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2
LATAR BELAKANG ................................................................................................. 3
A. PROSEDUR PELAKSANAAN IDENTIFIKASI & ASESMEN............................ 5
1. Identifikasi .......................................................................................................... 5
2. Asesmen .............................................................................................................. 6
B. ASESMEN KETERAMPILAN MEMBACA.......................................................... 16
1. Pengertian dan Tujuan Asesmen Keterampilan Membaca.................................. 16
2. Memahami dan Menetapkan Ruang Lingkup Asesmen Keterampilan
Membaca ............................................................................................................. 16
3. Penyusunan Kisi-kisi dan Pengembangan Butir Instrumen Asesmen
Keterampilan Membaca ...................................................................................... 20
4. Pelaksanaan dan Menganalisis Hasil Asesmen Keterampilan Membaca ........... 29
5. Menyusun/Mengidentifikasi Hasil Kerja Siswa .................................................. 31
C. ASESMEN KETERAMPILAN MENULIS ............................................................ 34
1. Pengertian dan Tujuan Asesmen Keterampilan Meenulis .................................. 34
2. Memahami dan Menetapkan Ruang Lingkup Asesmen Keterampilan Menulis . 34
3. Penyusunan Kisi-kisi dan Pengembangan Butir Instrumen Asesmen
Keterampilan Menulis ....................................................................................... 39
D. ASESMEN KETERAMPILAN BERHITUNG ....................................................... 50
1. Kesiapan Belajar Matematika ............................................................................. 50
2. Tahapan Perkembangan Dalam Belajar Matematika .......................................... 51
3. Penyusunan Kisi-kisi dan Pengembangan Butir Instrumen Asesmen
Keterampilan Berhitung .................................................................................... 52
E. Psikologi Dasar ........................................................................................................ 52
1. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif ......................................................... 53
2. Contoh Identifikasi Psikologi Dasar ................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 59

2
LATAR BELAKANG

Sumekar (dalam Zulmiyetri, Nurhastuti, dan Safaruddin, 2020)


menyatakan bahwa anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara
nyata memiliki kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diduga disebabkan ole faktor
disfungsi neurologis dan tidak disebabkan oleh faktor inteligensi (inteligensinya
normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan khusus.
Sedangkan menurut Balitbang Dikbud (dalam Zulmiyetri, Nurhastuti, dan
Safaruddin, 2020) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak berkesulitan
belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi
neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain seingga prestasi
belajarnya rendah dan anak tersebut berisiko tinggi tinggal kelas.

Dari kedua pengertian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan


bahwa anak berkesulitan belajar adalah suatu kondisi pada anak yang tidak mampu
mengikuti pelajaran-pelajaran akademik di sekolah seperti ketidakmampuan dalam
membaca, menulis, dan berhitung yang disebabkan karena adnya disfungsi
neurologis dan berkaitan juga dengan perkembangan psikologi dasarnya seingga
memerlukan pelayanan khusus untuk memenuhi kebutuhannya.

Hallahan dan Kaufan (dalam Sa’adati) menyatakan bawa beberapa


karakteristik yang umumnya dimiliki oleh siswa berkesulitan belajar,
dikelompokkan kedalam enam macam masalah, yaitu masalah prestasi akademik;
masalah perseptual, perseptual-motor, dan kordinasi umum; gangguan atensi dan
hiperaktivitas; masalah memori, kognitif, dan metakognitif; masalah sosial-
emosional; dan masalah motivasional.

Dalam menemukan anak dengan hambatan belajar akademik (Membaca,


menulis, dan berhitung) maka harus dilakukan tahap identifikasi dan asesmen ke
lapangan. Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan berbagai
informasi atau data seorang anak yang berfungsi untuk memperoleh profile atau
3
gambaran tentang peserta didik secara utuh mengenai kemampuan dan kesulitan
yang di hadapi peserta pada saat itu, sebagai bahan untuk menentukan apa
sebenarnya yang dibutuhkannya, sehingga guru dapat membuat atau menyusun
program yang bersifat realistis sesuai dengan kenyataan yang obyektif dari
kebutuhan peserta didik tersebut atau dimana tempat yang tepat anak tersebut
dikelompokkan.

4
A. PROSEDUR PELAKSANAAN ASESMEN

1. Identifikasi

Identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali.


Infromasi yang diperoleh atau ditemukan selanjutkan dapat digunakan untuk
melakukan asesmen. Artinya, identifikasi dilakukan sebelum melakukan asesmen.
Identifikasi bertujuan untuk menandai gejala-gejala berkaitan dengan kelainan atau
penyimpangan perilaku yang mengakibatkan kesulitan atau hambatan dalam
belajar di sekolah dapat dilakukan oleh guru dan orang tua.
Secara umum, tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi
apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial,
emosional. Lerner (1998) menyatakan bahwa tujuan identifikasi dilakukan untuk
lima keperluan, diuraikan sebagai berikut.
a. Penjaringan (Screening)yaitu suatu kegiatan identifikasi yang berfungsi
untuk menandai dan menetapkan anak-anak yang memiliki kondisi kelainan
secara fisik, mental intelektual, social dan/atau emosi serta menunjukkan
gejala gejala perilaku yang menyimpang dari perilaku anak pada umumnya.
Misalnya, anak dengan gangguan penglihatan secara nyata dapat dilihat dari
kerusakan fungsi penglihatannya, anak dengan gangguan pendengaran dapat
diamati melalui tes pendengaran atau cara mereka berkomunikasi, dan
sebagainya.
b. Pengalihtanganan (referral), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan
untuk tujuan pengalihtanganan (referral) ke tenaga profesi lainnya yang
lebih berkompeten di bidangnya, seperti dokter, terapis, psikolog, konselor,
perawat, dan profesi lainnya apabila terdapat gejala-gejala yang memerlukan
pengamatan lebih lanjut secara teliti dan cermat. Dengan demikian,
diharapkan hasilnya dapat digunakan untuk pertimbangan pengambilan
keputusan tindakan berikutnya sesuai dengan kondisinya.
c. Klasifikasi (classification), yaitu kegiatan identifikasi yang dilakukan untuk
tujuan menentukan atau menetapkan apakah anak tersebut tergolong anak

5
kebutuhan khusus yang memang memiliki kelainan kondisi fisik, mental
intelektual, sosial dan/atau emosional serta gejala-gejala perilaku yang
menyimpang dari perilaku anak pada umumnya sehingga memerlukan
perhatian dan penanganan khusus dalam pendidikannya.
d. Perencanaan pembelajaran (instructional planning), yaitu kegiatan
identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pengajaran
individual. Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan tingkat
kelainan yang dialami anak berkebutuhan khusus memerlukan program
pembelajaran yang berbeda satu sama lain.
e. Pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress), yaitu digunakan
untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan itu
berhasil atau tidak dalam meningkatkan kemampuan anak. Apabila berhasil,
maka perlu dilanjutkan dan ditingkatkan lebih baik lagi programnya.
Sebaliknya apabila tidak berhasil, maka program pembelajarannya perlu
ditinjau ulang dan diperbaiki beberapa aspek yang berkaitan dengan tujuan,
materi, metode, media dan evaluasinya.

2. Asesmen
Asesmen berasal dari bahasa Inggris To assess (kk: menaksir); Assessment
(kb: taksiran). Istilah menaksir mengandung makna deskriptif atau
menggambarkan sesuatu, sehingga sifat atau cara kerja asesmen sangat
komprehensif. Artinya utuh dan menyeluruh. Lerner, (1988:54) mendefinisikan
bahwa asesmen merupakan suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang
siswa yang a kan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan pembelajaran siswa tersebut.
Berdasarkan definisi di atas, asesmen merupakan suatu proses yang
sistematis dalam mengumpulkan informasi atau data seorang anak. Dalam konteks
pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang
dihadapi siswa saat itu, sebagai 2 bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya
dibutuhkan. Dengan perkataan lain, asesmen digunakan dengan tujuan untuk

6
menemukan dan menetapkan di mana letak masalah yang dihadapi serta apa yang
menjadi kebutuhan belajar seorang anak. Berdasarkan informasi itulah seorang
guru akan dapat menyusun program intervensi yang bersifat realistis sesuai dengan
kenyataan obyektif tentang anak tersebut.
Terdapat beberapa langkah dalam melaksanakan asesmen bagi anak
berkebutuhan khusus, yaitu: Tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini guru/ asesor harus mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan untuk melaksanakan asesmen. Perlengkapan asesmen seperti: instrumen
asesmen, media/ alat yang digunakan, lembar kerja siswa (LKS), dan buku catatan,
merupakan perangkat inti yang benar-benar tidak dapat diabaikan oleh guru/ asesor
sebagai pelaksana asesmen. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan asesmen dimulai,
guru/ asesor benar-benar harus memeriksa terlebih dahulu apakah perangkat yang
diperlukan sudah dipersiapkan atau belum.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Guru/ asesor melakukan asesmen berdasarkan instrumen asesmen yang telah


disusun.
b. Gunakan teknik pelaksanaan asesmen (misalkan dengan teknik observasi,
analisis pola kesalahan siswa melalui wawancara diagnostik atau melacak
jawaban siswa).
c. Ciptakan terlebih dahulu suasana kondusif, sehingga siswa benar-benar siap dan
tampak tenang.
d. Berikan LKS pada setiap siswa sesuai jenjang tingkatannya.
e. Siswa diminta untuk mengisi kolom identitas terlebih dahulu pada sudut kanan
LKS jika memungkinkan.
f. Siswa diminta menyelesaikan semua soal (termasuk cara mengerjakan soal-soal
tersesbut) untuk dikerjakannya pada LKS yang sama.
g. Siswa diminta untuk menyelesaikan soal, amati bagaimana ia menyelesaikan

7
soal tersebut, dan jika ternyata cara yang dilakukannya itu salah, asesor dapat
menanyakannya “mengapa ia mengerjakannya seperti itu”, kemudian catat pula
bagaimana strategi pemecahan yang dilakukannya.
h. Jika hasil yang diselesaikannya salah, siswa diminta untuk menyelesaikan soal
tersebut sekali lagi, tetapi dalam semi konkret yang diawali dengan penjelasan
asesor. Amati apakah ia mampu menyelesaikannya dengan baik.
i. Jika cara penyelesaian poin di atas masih salah, lakukan sekali lagi pada
tahapan konkret, lakukan cara seperti itu pada setiap soal yang diberikan
padanya.
j. Catatlah dan deskripsikan cara kerja siswa dalam menyelesaikan masalah, pada
tahap belajar mana ia dapat menyelesaikan soal tersebut, catat pula bentuk
kesalahan yang dilakukan serta strategi pemecahan dalam menyelesaikan setiap
soal-soalnya.

3. Tahap Analisis

Menganalisis hasil asesmen artinya membuat deskripsi dari hasil jawaban siswa
tentang keterampilan yang diaseskan, menginterpretasikan dan membuat kesimpulan.
Kesimpulan yang diperoleh berwujud suatu penemuan kemampuan keterampilan yang
dimiliki siswa, kelemahan atau kesulitan yang dialami siswa. Berdasarkan kekuatan dan
kelemahan atau kesulitan siswa tentang keterampilan yang diaseskan tersebut → asesor
dapat menemukan kebutuhan belajar siswa. Apakah siswa tersebut sudah siap untuk
mengikuti pelajaran yang akan diajarkan atau masih memerlukan program latihan
keterampilan tertentu (prerequisite).

Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, guru/ asesor membuat rekomendasi.


Rekomendasi dibuat dalam rangka penyusunan program pembelajaran bagi siswa yang
bersangkutan. Rekomendasi ditujukan kepada guru kelas atau guru bidang studi dan
kepada orang tua sebagai anggota tim penyusun program individualisasi pembelajaran,
materi keterampilan tertentu atau pokok bahasan tertentu dalam rangka menyusun
program pembelajaran bagi siswa yang bersangkutan.

8
Adapun langkah-langkah dalam analisis hasil asesmen adalah sebagai berikut:

• Menyusun/ mengidentifikasi hasil kerja siswa


• Mendeskripsikan hasil kerja siswa
• Membuat kesimpulan hasil analisis
• Membuat rekomendasi
• Merumuskan tujuan pembelajaran
Berikut uraian dari masing-masing langkah dalam analisis hasil asesmen.

Susunlah LKS yang telah dikerjakan siswa sesuai dengan susunan butir soal
yang diberikan mulai dari nomor terendah sampai nomor tertinggi atau sebaliknya.
Setelah tersusun dengan baik, maka identifikasi hasil kerja siswa tersebut dan sesuaikan
dengan catatan-catatan guru/ asesor selama siswa mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan. Kemudian buatlah daftar identifikasi jawaban siswa (ditambah dengan
catatan guru/ asesor).

Berdasarkan daftar identifikasi hasil kerja siswa, guru/asesor mendeskripsikan


hasil kerja siswa. Hal-hal yang dideskripsikan adalah mengenai penguasaan (aspek-
aspek apa saja yang telah dikuasai) siswa dalam menjawab soal atau menegrjakan tugas,
kesulitan yang dihadapi siswa ketika menjawab soal atau mengerjakan tugas (aspek-
aspek yang belum dikuasai) siswa yang nantinya diduga bahwa anak yang bersangkutan
mengalami hambatan dalam mengerjakan tugas yang diberikan, sehingga diasumsi anak
membutuhkan materi pembelajaran sesuai dengan kesulitan yang dihadapinya.

Selanjutnya berdasarkan hasil kerja siswa yang telah dideskripsikan, maka guru/
asesor membuat kesimpulan. Kesimpulan yang dibuat memuat tiga hal, yaitu: 1)
kemampuan yang dimiliki siswa (dilihat dari aspek yang telah dikuasai siswa) 2)
kesulitan yang dihadapi siswa dan 3) kebutuhan belajar siswa (dilihat dari aspek-aspek
yang belum dikuasai siswa). Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, kemudian
guru/asesor membuat rekomendasi. Rekomendasi ditujukan kepada Team penyusun
program pembelajaran terutama guru kelas, guru bidang studi, orang tua siswa, dan
siswa itu sendiri (jika memungkinkan). Demikian rangkaian kerja guru/ asesor dalam

9
menganalisis hasil asesmen yang akan menjadi dasar atau landasan atau pertimbangan
dalam membuat tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi pelajaran yang
diberikan, strategi/ model/ teknik dan media pembelajaran yang akan digunakan, serta
bagaimana mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah ditetapkan.

3. Varian Eror dan Varian Strategi


• Varian Eror
Varian eror adalah kesalahan-kesalahan atau ketidakmampuan anak dalam
mengerjakan suatu soal. Varian strategi adalah cara anak untuk dapat
mengerjakan suatu soal.
Varian eror menulis:
a) kesulitan dengan - struktur kalimat (tidak lengkap, menghindari
penggunaan tata bahasa):
b) sulit mengeja (ditambah, dikurangi' diganti);
c) tidak mampu mencatat dengan benar dari i'' buku atau papan tulis;
d) minim ekspresi tulis tapi baik ' ekspresi lisan;
e) lamban menulis; dan
f) minim tulisan indah (bentuk huruf aneh, penggunaan kapitalisasi yang
' tidak tepat, salah spasi, tulisan tangan terlalu besar atau terlalu kecil).
Varian eror berhitung:
a) bermasalah dengan kalkuLasi dasar (perkalian, pembagian);
b) angka terbalik;
c) bingung dengan simbol operasi (+, -, :, =, x);
d) sulit mengoperasikan bilangan sesuai nilai tempat;
e) tidak mampu menghitung dengan benar;
f) sulit mengingat urutan proses kalkulasi;
g) tidak mampu memahami konsep abstrak;
h) menyulai penalaran verbal tapi bermasalah dengan penalaran abstrak;
i) sulit memahami kata;

10
j) miskin penalaran;
k) menuniukkan kecemasan, mental blocktng, stres flsik ketika
mengeriakan matematika.
Varian eror membaca:
a) minim pemahaman bacaan;
b) sulit mengidenffikasi ide-ide penting;
c) sulit mengaitkan bahan bacaan;
d) bingung dengan kata yang berbunyi sama;
e) sulit mengintegrasikan kosakata baru;
f) bingung dengan petuniuk tertulis; dan
g) menolak membaca.
• Varian Strategi
Varian strategi untuk membaca:

a) Jika materi belajar anak dalam paragraf yang panjang, buatkan ringkasan
dari materi tersebut dengan bentuk poin, visual gambar, bunyi atau gerakan.
b) Tandai kata-kata yang penting dengan stabilo atau spidol bewarna.
c) Gabung materi yang berbentuk tulisan dengan materi visual gambar atau
video, agar anak mudah mengerti. Hal ini perlu dilakukan karena anak
disleksia memiliki daya imajinasi dan visualisasi yang lebih tinggi.
d) Kenalkan anak dengan semua jenis bacaan. Anda dapat mengenalkan bacaan
apa saja pada anak dan biarkan mereka memilih apa yang ingin dibaca.
e) Temukan potensi anak di bidang lain. Berikan dukungan, agar anak lebih
berprestasi, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, dan tidak tertekan dalam
proses belajar.
f) Jika anak bosan dalam proses belajar, berikan waktu beristirahat sambil
mendengarkan musik yang disukai. Anda juga bisa memberikan media
menggambar untuk anak, agar ia dapat menuangkan imajinasinya.

11
Varian strategi menulis:

a) Strategi atau cara pertama yang dapat dilakukan untuk secara efektif
memberikan pembelajaran pada anak dengan kondisi disgrafia adalah
dengan metode pra menulis. Metode ini dilakukan dengan cara melatih
anak untuk memulai mengenal alat alat tulis dengan baik. Beberapa bentuk
latihan tersebut seperti melatih untuk memegang pensil atau bulpoin
dengan benar, mengatur posisi duduk dan jarak mata dengan buku.
Gunakan pensil grip atau pensil segitiga dan mulailah melatih anak untuk
mencoret coret secara bebas.
b) Metode selanjutnya yang dapat dilakukan untuk membantu mengajarkan
anak disgrafia sebagai salah satu jenis gangguan belajar pada
anak memiliki kemampuan menulis yang cukup baik adalah dengan
menjiplak huruf. Metode ini dilakukan dengan cara menjiplak atau menulis
diatas bentuk huruf yang sudah disediakan secara terus menerus untuk
membantu anak memiliki kebiasaan yang baik dalam menulis setiap huruf.
Sebelum menjiplak huruf, anak dapat diajarkan untuk membuat garis dan
bangun bangun datar terlebih dahulu.
c) Metode pembelajaran untuk anak disgrafia selanjutnya adalah metode
menulis huruf balok. Penulisan dengan huruf balok ini diharapkan mampu
memberikan gambaran yang lebih jelas pada anak. Metode ini dilakukan
dengan cara pertama tama menyebutkan huruf pada anak sambi
menunjukan gambar cara cara menulisnya. Anak kemudian diberi lembar
yang berisikan huruf untuk ditulis ulang atau dijiplak yang secara beurutan
ketebalan dari huruf yang harus dijiplak dikurangi lalu berubah menjadi
titik titik.
d) Metode terakhir yang juga dapat dilakukan untuk pembelajaran anak
disgrafia adalah metode menulis bersambung. Metode ini dilakukan
dengan cara setiap kata ditulis dalam huruf balok lalu huruf balok tersebut
dihubungkan dengan garis menggunakan pensil warna, lalu anak mencoba

12
menelusuri huruf utama dan garis sambungnya. Jika anak sudah terbiasa
maka anjarkan untk menulis bersambung yang sebenarnya atau yang
biasanya dilakukan secara normal. Melalui penulisan bersambung ini anak
akan terbiasan menulis kata demi kata untuk membentuk sebuah kalimat.

Varian strategi berhitung:

a) Menggunakan kertas grafik untuk anak diskalkulia yang sulit untuk


mengorganisir ide – idenya di atas kertas, karena kreatifitas anak
sangat dipengaruhi oleh kemampuan imajinasinya. Mengajak anak
untuk menuangkan idenya diatas kertas grafis akan mempermudah
anak mengonsep apa yang ada di pikirannya.
b) Menggunakan berbagai benda untuk membantu pemecahan masalah
berhitung anak, misalnya kelereng sebagai media pembelajaran untuk
anak diskalkulia. Gunakan kelereng untuk melambangkan angka dan
mengajarkan konsep pembagian, pengurangan, penambahan dan
perkalian pada anak.
c) Memberikan berbagai contoh konkret hingga kepada contoh yang
paling abstrak. Media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang dapat
digunakan untuk metode berhitung adalah jari. Menggunakan jari
untuk mengajari anak berhitung sudah menjadi cara belajar yang
mendasar dan paling praktis.
d) Menggunakan kartu juga bisa menjadi media pembelajaran untuk
anak diskalkulia. Siapkan satu pak kartu angka dan gunakan hanya
angka satu sampai lima. Kocok dan letakkan lima buah kartu tersebut
secara terbuka, dan sisa kartu lainnya diletakkan tertutup di pojok
bawah kanan. Ambil dua kartu yang berjumlah angka 6 dan sebutkan
dengan lantang. Isi dua tempat kartu yang kosong dengan kartu baru
dari susunan paling atas dan teruskan hingga anak telah menghabiskan
kartu yang masih tertutup dalam susunan yang benar.
e) Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa media pembelajaran untuk
13
anak diskalkulia yang paling cocok adalah dalam bentuk aplikasi
game. Konsep permainan ini dikembangkan dengan mengajak anak
untuk mengenal huruf dan angka serta cara membedakannya. Anak
juga akan diajak untuk menghafalkan huruf dan angka tertentu yang
menjadi kesulitan mereka, menjawab pertanyaan dan juga menghitung
dengan diberikan soal matematika dasar. Aplikasi game ini
dikembangkan menggunakan metodologi analisa terhadap anak
diskalkulia dan disleksia, mencari konsep yang cocok hingga
digunakan dalam membuat desain game dan latar belakangnya.
f) Kertas warna bisa menjadi media pembelajaran untuk anak diskalkulia
yang sulit mengenal bangun ruang dasar seperti lingkaran, segitiga,
persegi dan persegi panjang. Bentuk bangun ruang tersebut bisa
digambarkan pada kertas warna dan digunting untuk mengenalkan
istilah – istilah pada bangun ruang seperti garis tengah, jarak, panjang,
diagonal. Dengan cara ini juga bisa diperkenalkan konsep ‘separuh’
atau ‘seperempat’ pada anak.
g) Memberikan contoh yang konkrit lebih banyak untuk memastikan
pemahaman yang kuat pada anak sebelum melangkah kepada materi
yang lebih abstrak. Hal itu akan membantu anak dengan gangguan
diskalkulia untuk dapat memvisualisasikan konsep. Begitu juga ketika
memberikan soal cerita, gunakan alat yang sekiranya dapat membantu
anak untuk menvisualisasikan konsep, bentuk atau pola.
h) Membangun sikap diri yang positif bahwa anak pasti bisa
mempelajari matematika. Hindari perkataan yang mengesankan
bahwa anak memang tidak dapat belajar matematika karena keturunan
dari ayah dan ibu, sebab sebenarnya semua orang dapat mempelajari
matematika dalam taraf tertentu, juga mengajari cara membuat anak
memahami kegagalan.
i) Memvisualisasikan setiap simbol matematika dengan contoh di
kehidupan sehari – hari yang lebih sederhana. Misalnya menyamakan

14
simbol minus dengan kata ‘hilang’ atau ‘pergi’ sehingga jumlahnya
berkurang dan simbol plus dengan ‘datang’ sehingga jumlahnya
bertambah.
j) Mengajak anak belajar sambil bermain sehingga ia tidak merasakan
bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan
menyulitkan. Cara belajar yang menyenangkan akan menghindarkan
anak dari menghindari belajar matematika.
k) Menggunakan warna – warna yang menarik untuk media
pembelajaran untuk anak diskalkulia. Misalnya menggunakan pensil
warna berbeda untuk menuliskan tanda atau simbol matematika yang
berbeda pula agar anak tidak tertukar dalam mengenali simbol
tersebut.
l) Jadikan suasana belajar menyenangkan dan tanpa paksaan untuk
membuat anak merasakan pengalaman positif dari belajar matematika
dan tidak merasa bosan.

15
B. ASESMEN KETERAMPILAN MEMBACA

Melalui pokok bahasan ini pembaca diperkenalkan dengan pengetahuan tentang


bagaimana konsep dasar asesmen keterampilan membaca, penyusunan kisi-kisi dan
pengembangan butir-butir instrumen asesmen membaca. Pembahasan difokuskan pada
memahami dan menetapkan ruang lingkup materi keterampilan membaca, menyusun
kisi-kisi instrumen, mengembangkan butir-butir instrumen berdasarkan kisi-kisi yang
telah dibuat, serta bagaimana melaksanakan dan menganalisis hasil asesmen
keterampilan membaca.

1. Pengertian dan Tujuan Asesmen Keterampilan Membaca


Pengertian

Asesmen keterampilan membaca yang dimaksud dalam bahasan ini adalah suatu
proses dalam memperoleh data tentang keterampilan seorang siswa dalam
melakukan aktivitas membaca, baik dalam hal ketepatan membaca maupun dalam
memahami isi teks yang dibacanya, sebagai bahan bagi guru dalam menyusun
program dan intervensi pembelajarannya.

Tujuan

Tujuan utama dari asesmen keterampilan membaca adalah untuk mengetahui


kondisi keterampilan membaca siswa saat ini. Khussnya dalam aspek ketepatan
membaca dan pemahaman terhadap isi teks yang dibacanya sebagai bahan untuk
menyusun program pembelajaran yang diprediksi sejalan dengan kebutuhan siswa
yang bersangkutan.

2. Memahami dan Menetapkan Ruang Lingkup Asesmen Keterampilan


Membaca
Membaca merupakan aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari
simbol berupa huruf atau kata. Sunardi & Muchlisoh (1997) mengemukakan bahwa
aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu proses decoding, juga dikenal denga istilah
membaca teknis atau membaca permulaan, dan proses pemahaman. Membaca

16
permulaan adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim) dengan
bunyi (morfem) atau menerjemahkan kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan atau
sejenisnya. Mengucapkan dalam hati atau bersuara, misalnya kata “Ibu tidur” yang
tercetak merupakan proses membaca permulaan.

Sedangkan membaca pemahaman merupakan membaca menangkap makna


kata-kata yang tercetak. Pada waktu melihat tulisan “Ibu tidur”, pembaca akan
mengetahui bahwa yang tidur bukan ayah dan bahwa Ibu dalam tulisan itu tidak
sedang makan.

Dalam melakukan asesmen dan menyusun program yang baik, guru perlu
mengetahui secara umum organisasi materi keterampilan membaca dan jenis-jenis
keterampilan yang terkait. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, materi
membaca meliputi membaca permulaan dan membaca pemahaman. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan bagan berikut ini.

• MENGENAL HURUF
• MENGENAL BUNYI HURUF (K –
V - DIFTONG)
• MENGGABUNGKAN BUNYI
MEMBENTUK KATA
M TEKNIS/PERMULAAN • VARIASI BUNYI
E • MENGGUNAKAN ANALISA
KONTEKS
M
• MENGGUNAKAN BAHASA
B ANALISA STRUKTURAL
(BENTUK KATA)
A
C
A • PENGEMBANGAN KOSA KATA
• PEMAHAMAN LITERAL
PEMAHAMAN • PEMAHAMAN INFERENSIAL
• MEMBACA KRITIS/EVALUATIF
• APRESIASI

RUANG LINGKUP KETERAMPILAN MEMBACA

17
Membaca permulaan adalah proses decoding atau mengubah simbol-simbol
tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. proses ini juga sering disebut
sebagai pengenalan kata. dalam proses membaca permulaan, ada beberapa
keterampilan yang dipersyaratkan (Sunardi, 1997:3) yaitu keterampilan
konfigurasi, analisis konteks, penguasaan kosakata pandang, dan analisis structural.
Secara operational, proses membaca teknis atau permulaan menuntut kemampuan
sebagai berikut (Sunardi, 1997: a) mengenal huruf kecil dan besar pada alphabet, b)
mengucapkan buyi (bukan nama) huruf, terdiri dari konsonan tunggal (b, d, h, k,..),
vocal (a, i, u, e, ..), konsonan bunyi membentuk kata, d) variasi bunyi (/u/ pada
pukul, /o/ pada took), e) menerka kata dalam menggunakan konteks, f)
menggunakan analisis structural untuk identifikasi kata (kata ulang, majemuk,
imbuhan).

Adapun komponen-komponen membaca pemahaman (Sunardi, 1997:5)


meliputi: pengembangan kosakata, pemahaman literal, pemahaman inferensial,
membaca kritis, dan apresiasi. Selanjutnya dikekukakan bahwa secara operasional
membaca pemahaman menuntut kemampuan berikut: a) mengingat pokok pikiran,
b) mengingat urutan kejadian atau pendapat, c) mencari jawaban atas pertanyaan
rinci isi wacanatertulis, d) mengikuti petunjuk tertulis, e) mencari hubungan sebab
akibat, f) membuat kesimpulan berdasarkan wacana tertulis, g) mengetahui
kejanggalan isi wacana, h) mengenal materi factual atau fiktif, i) memanfaatkan
daftar isi dan indeks buku, j) membaca tebel, diagram, peta, k) memanfaatkan
berbagai makna dari satu kata.

Setelah anda memahami aspek dan ruang lingkup asesmen keterampilan


membaca. Langkah selanjutnya adalah menetapkan perilaku yang diases. Adapun
langka-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.

a. Pilihlah salah-satu komponenyang diprioritaskan dari semua komponen yang


akan diakseskan.
b. Tentukan subyek yang akan diases
c. Tentukan tujuan pelaksanaan asesmen
18
Memilih salah-satu komponen yang diprioritaskan dari semua
komponen/bidang/aspek yang akan diaseskan dalam hal ini keterampilan membaca,
maka tetapkan apakah yang akan diaseskan itu aspek membaca teknis (permulaan)
atau membaca lanjut atau pemahaman. Tentu saja yang menjadi pertimbangan
dalam memilih dan menetapkan aspek tersebut adalah tahap perkembangan siswa.
Hal ini terkait dengan sebyek yang akan diases. Apakah tahap perkembangan
kognitif siswa yang akan di ases ini berada pada tahap pra operasional, atau tahap
operasional konkrit, atau pada tahap operasional formal. Jika sisw tersebut berada
pada tahap operasional konkrit (anak usia Sekolah Dasar 7-12 tahun), apakah siswa
yang bersangkutan duduk dikelas rendah (1, 2, dan 3) atau di kelas tinggi (kelas 4,
5, dan 6). Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka dapat dirumuskan
tujuan pelaksanaan asesmen bagi siswa yang bersangkutan. Misalnya, anda akan
mengases siswa kelas dua SD maka aspek atau komponen asesmen yang tepat
dalam bidang keterampilan membaca bagi mereka adalah “KeterampilanMembaca
Permulaan”.

• MENGENAL HURUF
• MENGENAL BUNYI HURUF
(K-V-DIFTONG)
MEMBACA • MENGGABUNGKAN BUNYI
PERMULAAN • MEMBENTUK KATA
• VARIASI BUNYI
• MENGGUNAKAN ANALISA
KONTEKS
• MENGGUNAKAN ANALISA
• STRUKTURAL (BENTUK
KATA)

Adapun tujuan pelaksanaan asesmen tersebut adalah untuk memperoleh


informasi tentang penguasaan siswa dalam keterampilan membaca teknis atau
permulaan komponen-komponen apa saja yang telah dikuasai siswa dan
komponen-komponen apa saja yang belum dikuasai siswatentang keterampilan

19
membaca permulaan. Untuk mewujudkan tujuan pelaksanaan asesmen tersebut,
maka anda perlu memahami kisi-kisi instrumen keterampilan membaca permulaan.

3. Penyusunan Kisi-kisi dan Pengembangan Butir Instrumen Asesmen


Keterampilan Membaca
Berdasarkan ruang lingkup materi keterampilan membaca yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi
unstrumen asesmen. Artinya anda harus mengadministrasikan alat/instrumen
asesmen keterampilan membaca. Contoh di atas adalah mengadministrasikan
alat/instrumen keterampilan membaca prmulaan. Dengan keterampilan
pengetahuan anda tentang ruang lingkup materi keterampilan membaca, anda dapat
dengan mudah menyusun kisi-kisi tersebut baik dalam bentuk daftar atau table.
Kisi-kisi merupakan rambu-rambu yang bertujuan untuk mempermudah dalam
membuat soal atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Esensi dalam
pembuatan kisi-kisi instrumen asesmen ini adalah pemahaman secara komprehensif
tentang keteramplan/subketerampilan yang telah dipilih atau ditetapkan untuk
diaseskan baik secara konseptual (pengertian dan batasannya), maupun ruang
lingkup (wilayahnya). Tidak ada peraturan yang berlaku mengenai penyusunan
kisi-kisi ini, namun untuk memudahkan anda dan memberikan ambaran yang
menyeluruh sebaikanya disusun dalam sebuah table atau daftar. Table atau daftar
kisi-kisi ini berisi kolom-kolom : a) Aspek, b) Komponen, c) Indikator. Berikut ini
dikemukakan conoh kisi-kisi instrumen asesmen keterampilan membaca permulaan
berdasarkan ruang lingkup materi sebagaimana diuraikan di atas.

Contoh Tabel Kisi-kisi

Instrumen Asesmen Keterampilan Membaca Permulaan

ASPEK KOMPONEN Indikator

MEMBACA 1. MENGENAL Huruf Vokal


PERMULAAN HURUF

20
Huruf Vokal Rangkap (Diftong)

Huruf Konsonan Bilabial


(p,b,m)

Huruf Konsonan Labiodental (f,


w, v)

Huruf Konsonan Dental (d, n, l,


r, s, t, z)

Huruf Konsonan Palatal (c, j, sy,


ny)

Huruf Konsonan Velar (k, kh, g,


ng)

Huruf Konsonan Laringal (h)

Huruf Konsonan Ganda (kr, gr,


tr, …)

2. MENGENAL Bunyi Vokal


BUNYI HURUF
Bunyi Vokal Rangkap (Diftong)

Bunyi Konsonan Bilabial


(p,b,m)

Bunyi Konsonan Labiodental (f,


w, v)

Bunyi Konsonan Dental (d, n, l,


r, s, t, z)

Bunyi Konsonan Palatal (c, j, sy,


ny)

21
Bunyi Konsonan Velar (k, kh, g,
ng)

Bunyi Konsonan Laringal (h)

Bunyi Konsonan Ganda (kr, gr,


tr, …)

3. MENGGABUNGK Kata Benda


AN BUNYI
Kata Ganti
MEMBENTUK
KATA Kata Kerja

Kata Keterangan

Kata Sifat

Kata Bilangan

Kata Depan

Kata Sambung

Kata Sandang

Kata Seru

4. VARIASI BUNYI Satu Suku Kata

Dua Suku Kata

Tiga Suku Kata

Empat Suku Kata

5. MENGGUNAKAN Kata Benda


ANALISA
Kata Ganti
KONTEKS

22
Kata Kerja

Kata Keterangan

Kata Sifat

Kata Bilangan

6. MENGGUNAKAN Kata Dasar


ANALISA
Kata Imbuhan
STRUKTURAL
Kata Ulang

Kata Majemuk

Untuk mengetahui secara pasti jenis kesulitan yang pernah dialami siswa,
pada dasarnya ada dua macam prosedur, yaitu melalui asesmen formal dan
informal. Asesmen formal dilakukan dengan tes baku yang dilengkapi dengan
petunjuk pelaksanaan tes, kunci jawaban, cara menafsirkan hasilnya, dan alternatif
penanganan siswa yang bersangkutan. Sayangnya,di Indonesia tes semacam itu
belum dikembangkan. Oleh karena itu, para guru harus mengandalkan asesmen
informal. Yang perlu diketahui adalah jika dilakukan dengan benar, hasil asesmen
informal tidak kalah ketercapaiannya dari hasil asesmen formal. Terdapat berbagai
macam prosedur asemsen informal yang dapat digunakan, diantaranya melalui
observasi guru/asesor. Berikut dikemukakan salah-satu contoh cekls pengamatan
membaca dari Ekwall yang diadopsi oleh Sunardi (1997;14).

No Pengamatan
Perilaku Membaca
. 1 2 3

23
1. Membaca dengan mengeja

2. Pemenggalan tidak tepat

3. Pengucapan tidak benar

4. Penghilangan bunyi/kata

5. Mengulang-ulang

6. Terbalik

7. Menambah unsur bunyi

8. Mengamati dengan bunyi lain

9. Tidak mengenal kosa kata pandang

10. Menerka-nerka kata

11. Tidak mengenal bunyi konsonan

12. Tidak mengenal bunyi vocal

13. Tidak mengenal konsonan/vocal


ganda
14.
Kemampuan analisis struktural
15.
lemah

Tidak mampu memanfaatkan


konteks

16. Tingkat pemahaman rendah

17. Penguasaan dalam memanfaatkan


konteks
18.
Kurang mampu mengingat isi
19.

24
20. bacaan

21. Jawaban tidak terstruktur secara


baik
22.
Tidak mampu membaca sepintas

Banyak salah ejaan pada jawaban

23. Lambat dalam membaca

24. Membaca cepat tetapi tidak


tepat/banyak salah

Membaca sambil berbisik


25.
Tidak menguasai abjad

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan butir soal yang dapat dibuat


dalam bentuk daftar atau table. Butir-burit soal dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator yang telah dijabarkan dari kisi-kisi instrumen asesmen dan
ruang lingkup keterampilan membaca yang telah dipahami. Kita tetapkan
keterampilan membaca yang akan diaseskan adalah bagi mereka yang duduk di SD
kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) berusia 7 tahunsampai dengan 9 tahun. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan ilustrasi berikut ini.

Contoh Pengembangan Butir Instrumen Asesmen Keterampilan Membaca


Permulaan

Aspek Materi Butir skor Ket


instrument
1 Membaca Mengenal 1. Siswa
permulaan dan diminta
membedakan untuk
huruf bunyi menyebutka

25
vokal dan n huruf a-z.
konsonan 2. Siswa
diminta
untuk
menyebutka
n huruf B,
D, b, d.
3. Siswa
diminta
untuk
menyebutka
n bunyi
huruf vocal.
4. Siswa
diminta
untuk
menyebutka
n huruf
yang
ditunjuk
secara acak.

5. Siswa
diminta
untuk
membaca
kata papa,
kakak,
menyanyi.

26
Kosakata/ 1. Siswa
kalimat diminta
ungkapan, untuk
ajakan, menentukan
perintah, dan mana yang
penolakan kata yang
berimbuhan
pada sebuah
kalimat.
2. Siswa
diminta
untuk
menentukan
mana yang
termasuk
kata
benda/sifat/
kerja pada
sebuah teks.

3. Siswa
diminta
untuk
menentukan
mana
kalimat
ajakan,
perintah,
dan
penolakan

27
di dalam
sebuah teks.
2 Membaca Kemampuan1. Siswa
lanjutan membaca diminta
dan untuk
memahami membaca
konten/isi teks bacaan
bacaan dengan baik
dan cermat.
2. Siswa
mampu
menjawab
pertanyaan
pada
bacaan.
Kemampuan1. Siswa
menjawab diminta
dan untuk
menjelaskan menjelaskan
konten / isi kembali
yang secara
mengandung singkat
unsur fakta tentang teks
pada bacaan “Alat
Komunikasi
pada Zaman
Dahulu”
dan mampu
menjawab
pertanyaan
28
pada
bacaan.

4. Pelaksanaan dan Menganalisis Hasil Asesmen Keterampilan Membaca

Untuk menentukan tingkat kemampuan membaca seorang siswa, hasil proses


asesmen harus dapat dimanfaatkan untuk menyusun program pembelajaran bagi
siswa yang bersangkutan. Guru/asesor dapat mengadakan observasi harian secara
teliti untuk mengumpulkan informasi tentang kesulitan membaca siswa.
Pengamatan dapat dilakukan dalam berbagai kegiatan belajar, misalnya pada waktu
membaca bersuara, mengerjakan tugas dikelas, mengerjakan tes, mengikuti
pelajaran, kegiatan rekreatif, dan sebagainya. Aspek yang dapat dimati juga
bervariasi, misalnya minat dan motivasi terhadap membaca, kemampuan membaca
teknis, dan membaca pemahaman.

Hasil pengamatan harus didokumentasikan secara sistematis, sehingga mudah


untuk disimpulkan. Salah satu cara untuk mendokumentasikan hasil observasi
adalah ceklis kisi-kisi instrumen.

Langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan dan analisis hasil asesmen


keterampilan membaca meliputi: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
analisis.

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini guru/asesor harus mempersiapkan segala sesuatu yang


diperlukan untuk melaksanakan asesmen membaca. Hal-hal yang harus
dipersiapkan dalam melakukan asesmen keterampilan membaca selain
mempersiapkan alat/instrumen asesmen yang dibuat, guru/asesor mempersiapkan
alat-alat peraga sesuai dengan yang dikehendaki dalam butir-butir instrumen
asesmen yang akan digunakan. Mungkin berbentuk gambar atau model, atau
benda yang sesungguhnya. Lembar Kerja Siswa (LKS), dan buku catatan. Perlu
diingat, berapa jumlah siswa yang akan di tes. Oleh karena itu, sebelum asesmen
29
dimulai, guru/asesor harus benar-benar memeriksa terlebih dahulu apakah
perangkat yang diperlukan sudah dipersiapkan atau belum.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada umumnya dalam pelaksanaan asesmen keterampilan membaca, para


guru/asesor menggunakan teknis tes dan observasi. Kegiatan asesmen ini
dilakukan dengan jalan mengamati setiap tingkah laku anak sesuai dengan urutan
yang tercantum dalam butir instrumen. Semua jawaban dan perilaku siswa dicatat
selama asesmen berlangsung untuk memperoleh hasil yang akurat. Seorang anak
dapat dikatakan memiliki keterampilan tertentu jika masing-masing tugas dapat
diselesaikan dengan tepat/ benar sekurang-kurangnya tiga kali berturut-turut
dengan pertimbangan untuk meyakinkan asesor bahwa siapa yang bersangkutan
benar-benar telah memiliki kemampuan yang diaseskan. Teknik pencatatan dapat
dilakukan melalui ceklis dan untuk mencatat perilaku anak yan dianggap berkaitan
dengan materi asesmen dapat dilakukan melalui catatan yang bersifat deskriptif.

c. Tahap Analisis

Sebagiamana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa langkah-langkah yang


ditempuh dalam menganalisis hasil asesmen adalah sebagai berikut :

1) Menyususn/mengidentifikasi hasil kerja siswa


2) Mendeskripsikan hasil kerja siswa
3) Membuat kesimpulan hasil analisis
4) Membuat rekomendasi
Menganalisi hasil asesmen membaca artinya membuat deskripsi dan hasil
jawaban siswa tentang keterampilan membaca, kemudian menginterpretasikan
sehingga guru/asesor dapat membuat kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh
berwujud suatu penemuan kemampuan keterampilan membaca yang telah dimiliki
siswa, kelemahan atau kesuliatan yang dialami siswa dalam keterampilan
membaca. Berdasarkan kekuatan dan kelemahan atau kesuliatan siswa tentang
keterampilan membaca tersebut, maka asesor dapat menemukan kebutuhan siswa,
30
apakah siswa tersebut sudah siap untuk mengikuti pelajaran membaca selanjutnya
atau masih memerlukan program latihan keterampilan membaca yang diaseskan.

Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, guru/asesor membuat rekomendasi dalam


rangka menyusun program pembelajaran siswa yang bersangkutan. Oleh karena
itu, rekomendasi ditujukan kepada guru dan orang tua sebagai anggota tim
Program Individualisasi Pembelajaran untuk menentukan tujuan pembelajaran
keterampilan kognitif dasar atau bidang akademik bagi siswa yang bersangkutan.
Berikut contoh analisis hasil asesmen keterampilan membaca permulaan:

5. Menyusun/mengidentifikasi hasil kerja siswa

Contoh Tabel Identifikasi Hasil Kerja Siswa

Keterampilan Membaca Permulaan

INSTRUMEN ASESMEN MEMBACA


N Aspek Materi Butir Instrumen Skor K
o 0 1 2 et
-
1 Membaca Mengenal dan
5. Siswa diminta untuk
permulaan membedakan menyebutkan huruf a-
huruf bunyi z.
vokal dan
6. Siswa diminta untuk
konsonan menyebutkan huruf B,
D, b, d.
7. Siswa diminta untuk
menyebutkan bunyi
huruf vocal.
8. Siswa diminta untuk
menyebutkan huruf
yang ditunjuk secara
acak.
31
9. Siswa diminta untuk
membaca kata papa,
kakak, menyanyi.

Kosakata/ 1. Siswa diminta untuk


kalimat menentukan mana
ungkapan, yang kata yang
ajakan, perintah, berimbuhan pada
dan penolakan sebuah kalimat.
2. Siswa diminta untuk
menentukan mana
yang termasuk kata
benda/sifat/kerja pada
sebuah teks.
3. Siswa diminta untuk
menentukan mana
kalimat ajakan,
perintah, dan
penolakan di dalam
sebuah teks.
2 Membaca Kemampuan 1. Siswa diminta untuk
lanjutan membaca dan membaca teks bacaan
memahami dengan baik dan
konten/isi cermat.
bacaan 2. Siswa mampu
menjawab pertanyaan
pada bacaan.
Kemampuan 1. Siswa diminta untuk
menjawab dan menjelaskan kembali
menjelaskan secara singkat tentang

32
konten / isi yang teks “Alat Komunikasi
mengandung pada Zaman Dahulu”
unsur fakta pada dan mampu menjawab
bacaan pertanyaan pada
bacaan.

Indikator Penilaian
0 1 2

Total nilai= 39 Poin


Presentase Nilai = Nilai Perolehan X 100
Total Nilai

1) Mendeskripsikan Hasil Kerja Siswa

a. Aspek yang telah dikuasai


b. Aspek yang belum dikuasai

2) Membuat Kesimpulan Hasil Analisis

a. Kemampuan yang dimiliki


b. Kesulitan/hambatan yang dihadapi siswa
c. Kebutuhan belajar siswa

3) Membuat Rekomendasi

Siswa yang bersangkutan memerluan keterampilan membaca permulaan


terutama dalam pengenalan huruf i dan e, huruf-huruf konsonan bilabial (p, b,
m) dan membaca huruf-huruf tersebut pada kata-kata yang disediakan. Untuk
itu dianjurkan kepada pihak yang terkait agar siswa yang bersangkutan
mendapat latihan secara sistematis dan intensif.
33
C. ASESMEN KETERAMPILAN MENULIS

Melalui pokok bahasan ini pembaca diperkenalkan dengan pengetahuan tentang


bagaimana konsep dasar asesmen keterampilan menulis, penyusunan kisi-kisi dan
pengembangan butir-butir instrumen asesmen keterampilan menulis. Pembahasan
difokuskan pada memahami dan menetapkan ruang lingkup materi keterampilan
menulis, menyusun kisi-kisi instrumen, mengembangkan butir-butir instrumen
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat, serta bagaimana melaksanakan dan
menganalisis hasil asesmen keterampilan menulis.

1. Pengertian dan Tujuan Asesmen Keterampilan Menulis

Pengertian

Asesmen keterampilan menulis yang dimaksud dalam bahasan ini adalah suatu
proses dalam memperoleh data tentang keterampilan seorang siswa dalam
melakukan aktivitas menulis, baik dalam hal mengeja, menulis tangan, dan
sebagainya, sebagai bahan bagi guru dalam menyusun program dan intervensi
pembelajarannya.

Tujuan

Tujuan utama dari asesmen keterampilan menulis adalah untuk mengetahui


kondisi keterampilan menulis siswa saat ini, sebagai bahan untuk menyusun suatu
program pembelajaran yang diprediksi sejalan dengan kebutuhan siswa yang
bersangkutan.

2. Memahami dan Menetapkan Ruang Lingkup Asesmen Keterampilan Menulis

Kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan disekolah


maupun dimasyarakat, dalam kehidupan masyarakat orang memerlukan
kemampuan menulis untuk mengisi formulir, mengirim surat, atau membuat
catatan. Ada banyak definisi tentang menulis yaitu:

1. Lerner (1985 : 413)

34
Menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual.
2. Soemarmo Markam (1989 :7)
Menulis adalah mengugkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar. Menulis
adalah suatu aktivitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan ,tangan,
jari,dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman
bahasa dan kemampuan bicara.
3. Tarigan (1986 : 21)
Mendefinisikan menulis sebagai melukiskan lambang –lambang grafis dari
bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang – orang lain yang
menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.
4. Hargrove dan Poteet (1984:239)
Menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan ide
dengan menggunakan symbol – symbol system bahasa penulisnya untuk
keperluan komunikasi atau mencatat.
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa :

a. menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi;


b. menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk
lambang-lambang bahasa grafis; dan menulis dilakukan untuk keperluan
mencatat dan komunikasi.
Anak Berkebutuhan Khusus yang mengalami kesulitan atau hambatan dalam
menulis harus ditangani sedini mungkin sehinggamasalahnya tidak semakin
membesar. Langkah penanganan anak-anak ini meliputi tahap asesmen dan tahap
intervensi pembelajaran.

Untuk dapat melakukan asesmen dan menyusun program yang baik, guru perlu
mengetahui secara umum ruang lingkup keterampilan menulis. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan bagan berikut ini.

35
a) Meraih, meraba, memegang, dan melepas
benda

b) Mencari perbedaan/ persamaan berbagai


PRA MENULIS obyek, bentuk, warna, ukuran

c) Orientasi ruang dan arah

a) Memegang alat tulis

b) Menggerakkan alat tulis

c) Menyalin huruf, kata, kalimat dengan tulisan


bersambung

d) Menyalin tulisan bersambung dari jarak jauh


PERMULAAAN
e) Menyalin huruf balok dari jarak jauh
(Dengan tangan)
M f) Menyalin huruf, kata, kalimat dengan tulisan
bersambung
E
g) Menyalin tulisan bersambung dari jarak jauh
N

U
a) Mengenal huruf abjad, kata
L
b) Mengucapkan kata yang diketahhuinya
I
c) Mengenal perbedaan/ pesamaan konfigurasi
S
kata
MENGEJA
d) Mengasosiasikan bunyi dengan huruf

e) Mengeja kata

f) Menemukan aturan ejaan kata

36
g) Menuliskan kata dengan ejaan yang benar

a) Reproduksi

EKSPRESIF b) Deskripsi (uraian)

(Mengarang/ lajutan) c) Ciptaan

d) Penjelasan

a. Menulis dengan Tangan atau Menulis Permulaan

Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan karena kemampuan
ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain.
Kesulitan menulis dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak
tetapi juga guru. Tulisan yang tidak jelas misalnya, baik anak maupun guru tidak
dapat membaca tulisan tersebut.

Menurut Lerner (1985:402), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan


anak untuk menulis, (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi, (4) memori, (5)
kemampuan melaksanakan cross modal, (6) penggunaan tangan yang dominan, dan
(7) kemampuan memahami instruksi. Anak yang perkembangan motoriknya belum
matang atau mengalami gangguan, akan mengalami kesulitan dalam menulis;
tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau ntidak mengikuti garis. Anak yang
hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaan
terhambat, termasuk pekerjaan menulis.

b. Mengeja

Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau
berpikir devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata yang
dapat dianggap benar, tidak ada kompromi. Sekelompok huruf yang sama akan
memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda, kelompok huruf “b”,
”i”, dan ”u” misalnya, dapat disusun menjadi “ibu”, ”bui”, ”iub”; tiga susunan
pertama mengandung makna yang berbeda sedang susunan terakhir tidak

37
mengandung makna. Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah
memproduksi urutan huruf yang benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari
suatu kata. Perbedaan urutan huruf akan menghasilkan kata yang berbeda makna
atau mungkin tidak bermakna.

c. Menulis Ekspresif

Yang dimaksud dengan menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan atau
perasaan ke dalam suatu bentuk tulisan, sehingga dapat dipahami oleh orang lain
yang sebahasa. Menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi (
Hallahan, Kauffman, Lioyd,(1985: 143).

Kesulitan menulis ekspresif mungkin yang paling banyak dialami baik oleh anak
maupun oleh orang dewasa. Agar dapat menulis ekspresif seseorang harus lebih
dulu memiliki kemampuan berbahasa ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan
jelas, dan memahami berbagai aturan yang berlaku bagi suatu jenis penulisan.

Setelah memahami aspek dan ruang lingkup asesmen keterampilan menulis,


langkah selanjutnya adalah menetapkan perilaku yang akan diases. Adapun
langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut.

a. Pilihlah salah satu komponen yang diprioritaskan dari semua komponen yang
akan diaseskan.
b. Tentukan subyek yang akan diases
c. Tentukan tujuan pelaksanaan asesmen. Misalnya anda akan mengases siswa
kelas dua SD, maka aspek atau komponen yang tepat asesmen yang tepat
dalam bidang keterampilan menulis bagi mereka adalah “Keterampilan
Menulis Permulaan”

➢ Memegang alat tulis


➢ Menggerakkan alat tulis
➢ Menyalin huruf, kata, kalimat dengan
tulisan bersambung
➢ Menyalin tulisan bersambung dari
MENULIS jarak jauh
PERMULAAN ➢ Menyalin huruf balok dari jarak jauh
➢ Menyalin huruf, kata, kalimat dengan
38
tulisan bersambung
➢ Menyalin tulisan bersambung dari
jarak jauh
Adapun tujuan pelaksanaan asesmennya adalah untuk memperoleh
informasi tentang penguasaan siswa dalam keterampilan menulis. Komponen-
komponen apa saja yang telah dikuasai siswa dan komponen-komponen apa
saja yang belum dikuasai siswa tentang keterampilan menulis permulaan. Untuk
mewujudkan tujuan pelaksanaan asesmen tersebut, maka Anda perlu membuat
kisi-kisi instrumen asesmen keterampilan menulis permulaan.

3. Penyusunan Kisi-kisi dan Pengembangan butir Instrumen Asesmen


Keterampilan Menulis

Berdasarkan ruang lingkup materi keterampilan menulis yang telah


dikemukakan sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi
unstrumen asesmen. Artinya anda harus mengadministrasikan alat/instrumen
asesmen keterampilan menulis. Contoh di atas adalah mengadministrasikan
alat/instrumen keterampilan menulis permulaan. Dengan keterampilan pengetahuan
anda tentang ruang lingkup materi keterampilan menulis, anda dapat dengan mudah
menyusun kisi-kisi tersebut baik dalam bentuk daftar atau tabel. Kisi-kisi merupakan
rambu-rambu yang bertujuan untuk mempermudah dalam membuat soal atau tugas-
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Esensi dalam pembuatan kisi-kisi instrumen
asesmen ini adalah pemahaman secara komprehensif tentang
keteramplan/subketerampilan yang telah dipilih atau ditetapkan untuk diaseskan baik
secara konseptual (pengertian dan batasannya), maupun ruang lingkup (wilayahnya).
Tidak ada peraturan yang berlaku mengenai penyusunan kisi-kisi ini, namun untuk
memudahkan anda dan memberikan gambaran yang menyeluruh sebaikanya disusun
dalam sebuah tabel atau daftar. Berikut ini dikemukakan conoh kisi-kisi instrumen
asesmen keterampilan menulis permulaan berdasarkan ruang lingkup materi
sebagaimana diuraikan di atas.

39
Contoh Kisi-kisi Isntrumen Asesmen Keterampilan Menulis

Aspek Ruang Materi Target Pencapaian


Lingkup

Menulis Menulis a. Mempersiapkan diri untuk


1. Anak mampu memegang
Permulaan belajar dasar-dasar alat tulis
menulis (melemaskan otot
2. Anak mampu meniru
tangan).
gerakan (naik, turun,
berkelok)

3. anak mampu menulis di


udara

b. Menebalkan berbagai
1. anak mampu menarik garis
bentuk gambar, bentuk vertikal, horizontal,
huruf, dan kata melengkung

2. anak mampu menebalkan


gambar

3. anak mampu menebalkan


huruf

4. anak mampu menebalkan


kata

c. Mencontoh huruf, kata,


1. anak mampu mencontoh
atau kalimat sederhana tulisan huruf dengan
dari buku atau papan tulis menyalin

2. anak mampu mencontoh


tulisan kata dengan menyalin

3. anak mampu mencontoh

40
tulisan kalimat sederhana
dengan menyalin

4. anak mampu melengkapi


kata dengan huruf yang tepat

5. anak mampu melengkapi


kalimat sesuai dengan
gambar

d. Menuliskan huruf, kata,


1. anak mampu menulis huruf
atau kalimat sederhana dengan rapi

2. anak mampu menulis dan


menyalin kata dengan rapi

3. anak mampu melengkapi


kalimat

e. Mencontoh huruf, kata,


1. anak mampu mencontoh
atau kalimat sederhana kalimat
dari buku atau papan tulis
2. anak mampu melengkapi
kata

3. anak mampu melengkapi


kalimat

4. anak mampu menyusun


kalimat acak

f. Menyalin kalimat
1. anak mampu menulis kata
sederhana dengan huruf sesuai gambar
lepas
2. anak mampu menyalin
kalimat

41
3. anak mampu melengkapi
kalimat

g. Menulis tulisan tegak


1. anak mampu menebalkan
bersambung tulisan tegak bersambung

2. anak mampu menyalin


tulisan tegak bersambung.

Untuk mengetahui secara pasti jenis kesulitan yang pernah dialami siswa,
pada dasarnya ada dua macam prosedur, yaitu melalui asesmen formal dan
informal. Asesmen formal dilakukan dengan tes baku yang dilengkapi dengan
petunjuk pelaksanaan tes, kunci jawaban, cara menafsirkan hasilnya, dan alternatif
penanganan siswa yang bersangkutan. Sayangnya,di Indonesia tes semacam itu
belum dikembangkan. Oleh karena itu, para guru harus mengandalkan asesmen
informal. Yang perlu diketahui adalah jika dilakukan dengan benar, hasil asesmen
informal tidak kalah ketercapaiannya dari hasil asesmen formal. Terdapat berbagai
macam prosedur asesmen informal yang dapat digunakan, diantaranya melalui
observasi guru/asesor. Berikut adalah salah-satu contoh ceklis pengamatan perilaku
karakteristik disgrafia (kesulitan menulis).

No. Karakteristik Anak Ya Tidak Keterangan

1. Terlalu lambat dalam menulis

2. Salah arah dalam penulisan huruf dan


angka

3. Terlalu miring

4. Jarak antar huruf tidak konsisten

5. Tulisan kotor

42
6. Tidak tepat dalam mengikuti garis
horizontal

7. Bentuk huruf atau angka tidak terbaca

8. Tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal


atau terlalu tipis)

9. Ukuran tulisan terlalu besar atau terlalu


kecil

10. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk


huruf dalam tulisannya

11. Saat menulis, penggunaan huruf besar


dan huruf kecil masih tercampur

12. Anak tampal harus berusaha keras saat


mengkomunikasikan suatu ide

13. Pengetahuan, pemahamannya lewat


tulisan

14. Sulit memegang bolpion maupun pensil


dengan mantap, caranya memegang alat
tilis sering sekali terlalu dekat, bahkan
hamper menempel dengan kertas

15. Berbicara pada diri sendiri ketika


sedang menulis, atau malah terlalu
memperhatikan tangan yang dipakai
untuk menulis

16. Tetap mengalami kesulitan meskipun


hanya diminta menyalin contoh tulisan

43
yang sudah ada

17. Kemampuan verbal kuat tapi


keterampilan miskin

18. Banyak kesalahan tanda baca atau


malah tidak menggunakan tanda baca
sama sekali

19. Banyak melakukan kesalahan ejaan


atau bisa juga terjadi tulisan terbalik

20. Terdapat inkonsistensi dalam


penggunaan huruf besar dan huruf kecil

21. Ukuran huruf tidak teratur, bentuk


berubah-ubah, besar kecil, tegak miring

22. Terjadi unfinished (penghilangan huruf


atau kata)

23. Terjadi ketidak konsistenan dalam


penggunaan halaman, spasi (antara
kata), antara huruf, dan penggunaan
margin

Langkah selanjutnya adalah mengembangkan butir soal yang dapat dibuat


dalam bentuk daftar atau table. Butir-burit soal dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator yang telah dijabarkan dari kisi-kisi instrumen asesmen dan
ruang lingkup keterampilan membaca yang telah dipahami. Kita tetapkan
keterampilan membaca yang akan diaseskan adalah bagi mereka yang duduk di SD
kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) berusia 7 tahunsampai dengan 9 tahun.

44
Tabel Contoh Pengembangan Butir Instrumen Asesmen Keterampilan Menulis

Permulaan

INSTRUMEN MENULIS

45
46
47
48
49
D. ASESMEN KETERAMPILAN MATEMATIKA
Siswa pada tahap awal - dalam kognitifnya- membangun relasi sederhana,
kemudian berkembang menjadi kompleks. Pemahaman konsep berjenjang,
pemahaman konsep yang ada di bawahnya menjadi dasar untuk memahami konsep
selanjutnya. Apabila konsep yang ada di bawah belum dipami maka akan mengalami
hambatan dalam memahami konsep selanjutnya. Oleh karena penguasaan pada level
bawah sangat esensial untuk memahami konsep pada level atas, maka kesiapan
(readiness) menjadi sangat penting dalam pembelajaran. Misalnya jika seorang anak
belum atau tidak memahami fakta dasar perkalian maka, ia belum siap untuk belajar
pembgian. Kegagalan dalam memahami konsep dasar pada awal belajar matematika
memberi dampak yang sangat kuat terhadap kesulitan belajar matematika pada tahap
selanjutnya.

a. Kesiapan Belajar Matematika

Piaget (1965) mendeskripsikan beberapa konsep yang mendasari kesiapan


dalam memahami konsep kuantitaif yaitu pemahaman tentang (1) klasifikasi, (2)
urutan dan seriasi, (3) koresponsesnsi, dan (4) konservasi.

(1) Klasifikasi

Kemampuan mengklasifikasikan adalah aktivitas intelektual yang paling pokok,


dan merupakan dasar bagi seorang anak untuk memahami konsep bilangan.
Klasifikasi adalah aktivitas kognitif untuk melihat hubungan, seperti mencari
kesamaan dan pebedaan atribut objek. Misalnya mengelompokkan kancing yang
wananya sama, kemudian ukuran, bentuk dsb. Kemampuan ini sebagai dasar utuk
mengerti konsep penjumlahan, karena hanya objek yang atributnya sama yang
dapat dijumlahkan.

(2) Urutan dan Seriasi

Keterampilan mengurutkan dan menyeri objek sangat penting untuk memahami


nilai bilangan (urutan bilangan). Keterampilan mengurut dan menyeri bisa dilihat
dari kemampuan dalam menyusun urutan objek mislnya dari yang paling kecil ke
50
menuju ke yang besar, dari yang pendek menuju ke yang panjang. Ketermpilan
ini mendasari kemampuan untuk mengerti bahwa bilangan memiliki nilai yang
tersusun, nilai bilangan yang kecil selalu ada lebih dahulu sebelum nilai bilangan
yang lebih besar, bilangan 1 pasti lebih dahulu dari belangan 2 dst.

(3) Korespondensi

Korespondensi adalah dasar untuk bisa memahami kemampuan menghitung berapa


banyak (how many) dan penting untuk memahami konsep komputasi.
Korespondensi adalah pengertian tentang jumlah objek di satu tempat jumlahnya
sama dengan yang ada di tempat lain meskipun memiliki atribut yang berbeda.
Misalnya, sebuah kelereng di dalam gelas sama dengan sebuah bola sepak di atas
lemari.

(4) Konservasi

Konservasi sebagai dasar untuk memahami konsep numerik lebih lanjut.


Konsservasi artinya bahwa kuantitas objek tidak akan berubah meskipun terjadi
tranformasi bentuk dan posisi. Misalnya air di dalam gelas akan tetap sama
banyaknya meskipun air itu dituangkan ke dalam ember. Contoh lain, deretan
kancing yang berjumlah 5 buah disusun rapat sama banyak dengan deretan kancing
yang disusun dengan jarang.

b. Tahapan Perkembangan dalam Belajar Matematika

Menurut Underhill (1980) dalam Alimin dan Rochyadi (2003), terdapat tiga
tahapan belajar matematika/aritmatika, tahap yang satu menjadi dasar untuk tahap
berikutnya, yaitu belajar pada tahap konkret, semi kongkret dan belajar pada tahap
abstrak.

1. Tahap Konkret

Belajar pada tahap kongkret artinya belajar konsep matematika melalui


manipulasi objek nyata. Tahap ini membantu anak dalam proses komputasi. Pada
tahap ini siswa belajar memanipulasi objek dan sekaligus belajar proses simbolik.
51
Contoh dalam pembelajaran tentang penjumlahan dengan jumlah maksimim 8.
Untuk itu siswa dilibatkan dalam pembelajaran dengan menggunaan objek (balok)
yang dapat menunjukkan kombinasi penjumlahan 8 (6 + 2, 5 + 3, 4 + 4, 7 + 1).
Jadi konsep abstrak tentang penjumlahan bilangan dilakukan secara kongkret.
Pembelajaran matematika pada tahap kongkret dapat dilakukan untuk semua materi.

2. Tahap Semi Konkret

Belajar matematika pada tahap ini menggunakan ilustrasi gambar objek nyata
atau bisa juga dalam bentuk gambar lingkaran, toli, dsb. Belajar pada tahap
kongkret ditekankan pada upaya mengembangkan asosiasi antara model visual
dengan proses simbolik.

3. Belajar pada Tahap Abstrak

Pada tahap ini belajar matematika sudah menggunakan symbol angka untuk
memecahkan masalah matematika. Anak-anak yang mengalami kesulitan belajar
matematika membutuhkan banyak pengalaman belajar pada tahap kongkret dan
semi kongktret sebelum mereka menggunakan symbol angka secara penuh.
Pembelajaran matematika yang bertahap dari kongkret, semi kongkret, abstrak
menunjukkan hasil belajar yang sangat baik pada anak-anak yang yang mengalami
ketunagrahitaan ringan.

3. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Asesmen Matematika

Kisi-kisi adalah batasan-batasan konten instrumen asesmen yang akan diujikan


pada anak. Kisi-kisi dibuat berdasarkan kurikulum yang berlaku pada jenjang kelas
dan sekolah yang ditempati anak saat dilaksanakannya asesmen.

Berikut ini kisi-kisi matematika untuk anak kelas V SD yang disusun berdasarkan
kurikulum2013

52
Komponen Sub Indikator Teknik Jumlah Ket-
komponen tes soal

1.Aritmatika 1.1 1.1 Anak mampu mengetahui 1


Bilangan bilangan

1.2 1.2 Anak mampu 4


Operasi mengoperasikan
hitung penjumlahan,penguranga,perkalia
n,dan pembagian angka puluhan
2. Geometri 2.1 2.1 Mengetahui bentuk segi tiga, segi 2
Bangun empat,persegi panjang dan lingkaran,
datar
2.2 2.1 Mengetahui bentuk limas, kubus, 1
Bangun prisma, balok,
ruang tabung, dan kerucut
3.Pengukuran
3.1 ukuran
3.1 Anak mengetahui dan mampu 3
satuan menyelesaikan soal cerita ukuran
Panjang, satuan Panjang,berat dan ukuran
berat dan satuan waktu
ukuran
satuan
waktu

53
Pengembangan Butir-butir Instrumen Asesmen Matematika

Instrumen adalah alat tes yang siap diujikan pada anak. Instrumen dibuat
berdasarkan kisi-kisi. Pengembangan butir soal asesmen matematika dapat dibuat
dalam bentuk daftar atau tabel. Butir-butir instrumen dikembangkan berdasarkan
indikator-indikator yang dijabarkan dari komponen matematika seperti yang
tercantum dalam kisi-kisi. Yang paling esensial dalam mengembangkan butir soal
asesmen matematika adalah dengan mempertimbangkan dua factor, yaitu tahapan
belajar siswa dan hasil belajar yang diharapkan.

54
55
56
5. Pelaksanaan dan Analisis Hasil Asesmen Matematika
Asesmen dilakukan melalui 2 tahapan, yaitu tahap klasikal atau disebut juga
identifikasi dan tahap idnividual.
1. Tahap I (Klasikal)

Asesmen yang dilaksanakan secara klasikal, dilakukan untuk mengidentifikasi


siswa-siswa yang terindikasi mengalami hambatan membaca untuk kemudian
diproses lebih lanjut pada asesmen individual.

Langkah-langkah pelaksanaan asesmen identifikasi adalah:

a. Berikan LKS pada setiap siswa sesuai jenjang kelasnya.

b. Mintalah siswa mengisi setiap soal sesuai pengetahuannya.

c. Tetapkan waktu pengerjaan soal, siswa tidak diijinkan mengerjakan soal


setelah waktu habis

d. Menghitung skor dan presentase hasil LKS setiap siswa (menghitung skor
jawaban yang benar, kemudian dibagi skor nilai keseluruhan dikali 100%)

e. Membuat grafik hasil asesmen secara klasikal

f. Menafsirkan grafik, kemudian menyimpulkan posisi siswa (independent,


instruction & frustration level)

Kategori skor:

1) Independent Level : 76% ke atas

2) Instruction Level : 50% - 75 %

3) Frustration Level : 49% ke bawah

2. Tahap II (Individual)

49
Setelah ditemukan siswa dengan beberapa nilai terendah pada tahap 1 (jumlah
siswa bersifat opsional, tergantung kesiapan asesor dan tujuan asesmen. Paling
banyak adalah seluruh siswa yang tergolong frustration level), tahap selanjutnya
adalah melakukan asesmen yang secara individual. Tujuan dari proses ini
adalah menemukan varian strategi dan varian error siswa tersebut.

Langkah-langkahnya adalah:

a. Ciptakan terlebih dahulu suasana yang kondusif, sehingga siswa benar-benar


siap dan tampak tenang

b. Siswa diminta untuk menyelesaikan satu soal, amati bagaimana ia


menyelesaikan soal tersebut, dan jika ternyata cara yang dilakukannya itu salah,
asesor dapat menanyakan “mengapa mengerjakannya seperti itu?” kemudian
catat pula bagaimana strategi pemecahan yang dilakukannya.

c. Jika hasil yang diselesaikannya salah, siswa diminta untuk menyelesaikan soal
tersebut sekali lagi, tetapi dalam tahapan semi konkret yang diawali dengan
penjelasan asesor, amati apakah ia mampu menyelesaikan dengan baik

d. Jika cara penyelesaian poin (a) masih salah, lakukan sekali lagi pada tahapan
konkret, lakukan cara seperti itu pada setiap soal yang diberikan padanya.

e. Mendeskripsikan cara kerja siswa dalam menyelesaikan masalah, pada tahap


belajar mana ia dapat menyelesaikan soal tersebut, catat pula bentuk kesalahan
yang dilakuakn serta stategi pemecahan dalam menyelesaikan tiap soal-soalnya.

3. Tahap Analisis

Sebagiamana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa langkah-langkah yang


ditempuh dalam menganalisis hasil asesmen adalah sebagai berikut :

1. Menyususn/mengidentifikasi hasil kerja siswa

2. Mendeskripsikan hasil kerja siswa

50
a. Aspek yang telah dikuasai

b. Aspek yang belum dikuasai

3. Membuat kesimpulan hasil analisis

a. Kemampuan yang dimiliki

b. Kesulitan/hambatan yang dihadapi siswa

c. Kebutuhan belajar siswa

51
E. PSIKOLOGI DASAR

Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar disebabkan oleh


adanya kelambatan kematangan dari suatu fungsi neurologis. Oleh karena itu, gejala
kesulitan belajar tidak selayaknya dipandang sebagai disfungsi neurologis tetapi sebagai
perbedaan laju perkembangan berbagai fungsi tersebut.

Konsep kelambatan kematangan memiliki pandangan bahwa kesulitan belajar


tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh lingkungan sosial untuk mencapai
kinerja akademik sebelum mereka siap. Pandangan tersebut juga sesuai dengan hasil
penelitian Koppitz, yaitu anak berkesulitan belajar memerlukan waktu satu atau dua
tahun lebih banyak daripada yang diperlukan oleh anak yang tidak berkesulitan belajar
untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Selain itu, hasil penelitian Koppitz
menunjukkan bahwa jika anak-anak berkesulitan belajar diberi waktu dan bantuan
cukup mereka ternyata mampu mengerjakan tugas-tugas akademik secara baik menurut
Lerner (1998 : 160).

Pandangan kelambatan kematangan juga didukung oleh hasil penelitian Silver


dan Hagin bahwa anak-anak yang berkesulitan membaca dan memperoleh pendidikan
khusus, setelah mereka berusia 16 hingga 24 tahun, banyak diantara mereka yang
problema dalam membaca menghilang meskipun ada pula yang tetap.Pandangan lain
yang dikemukakan oleh Samuel A. Kirk oleh Lerner (1998 : 169), bahwa ketika suatu
fungsi mengalami kelambatan kematangan, anak berkesulitan belajar malah
menghindari dan menarik diri dari aktivitas-aktivitas yang menuntut fungsi-fungsi yang
menyenangkan.

Konsep kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar


adalah ketidakmatangan. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak yang lebih
muda, yaitu anak-anak yang dilahirkan sebelum atau dekat dengan tanggal dan bulan
masuk sekolah, lebih banyak dinyatakan berkesulitan belajar daripada yang dilahirkan
jauh sebelum tanggal dan bulan masuk sekolah. Fenomena semacam ini menurut Lerner
(1998 : 170) disebut pengaruh tanggal lahir (birthdate effect).

52
1. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif
Psikologi kognitif berkenaan dengan proses belajar, berpikir, dan
mengetahui. Kemampuan kognitif merupakan kelompok keterampilan mental
yang esensial pada fungsi-fungsi kemanusiaan. Melalui kemampuan kognitif
tersebut memungkinkan manusia mengetahui, menyadari, mengerti,
menggunakan abstraksi, menalar, membahas, dan menjadi kreatif. Suatu analisis
tentang sifat kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk memahami
kesulitan belajar. Salah satu teori psikologi kognitif yang membahas kesulitan
belajar adalah yang dikenal dengan teori pemrosesan psikologis.
Proses psikologis merupakan kemampuan dalam persepsi, bahasa,
ingatan, perhatian, pembentukan konsep (concept formation), pemecahan
masalah, dan sebagainya (Lerner, 1988: 177). Implikasi dari teori gangguan
dalam proses kognitif tersebut merupakan keterbatasan instrinsik yang dapat
mengganggu proses belajar anak. Banyak dari gangguan dalam proses ini
merupakan bidang-bidang praakademik atau yang bersifat perkembangan dari
belajar.
Teori pemrosesan psikologis merupakan landasan awal dalam bidang
kesulitan belajar dengan menghubungkan dalam pemrosesan psikologis dengan
abnormalitas dalam sistem saraf pusat. Dalam mengaplikasikan teori tersebut ke
dalam pembelajaran, kekurangan atau gangguan dalam persepsi auditoris dan
visual memperoleh penekanan khusus. Teori ini telah menyediakan suatu
landasan dalam melaksanakan asesmen dan program pembelajaran anak
berkesulitan belajar.
Teori pemrosesan psikologis menganggap bahwa tiap anak berbeda
dalam kemampuan mental yang mendasari mereka memproses dan menggunakan
informasi, dan bahwa perbedaan tersebut mempengaruhi proses belajar anak.
Kesulitan belajar dapat terjadi karena adanya kekurangan dalam fungsi
pemrosesan psikologis. Dengan demikian, anak dengan disfungsi pemrosesan
auditoris, misalnya, mungkin mengalami kesulitan dengan pendekatan
53
pembelajaran yang menekankan kemampuan mendengar. Suatu hal yang sama
adalah anak dengan disfungsi pemrosesan visual mungkin mengalami kesulitan
dalam belajar membaca melalui metode yang mengutamakan kemampuan
melihat. Dalam kegiatan pembelajaran, teori pemrosesan psikologis
menyarankan agar setelah guru melakukan diagnosis kemampuan dan
ketidakmampuan pemrosesan psikologis anak melalui observasi atau tes, mereka
perlu membuat preskripsi atau “resep” metode pengajaran yang sesuai.
Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognitif,
diantaranya sebagai berikut:
No Tahapan Usia Karakterstik
1. Sensorimotor 0-2 tahun Intelegensi yang didasarkan pada
pengalaman perseptual. Bayi
memperoleh pengetahuan tentang
dunia dari tindakan-tindakan fisik
yang mereka lakukan. Bayi
mengkoordinasikan pengalaman-
pengalaman sensorik dengan
tindakan-tindakan fisik. Seorang
bayi berkembang dengan tindakan
refleksif, instingtif pada saat
kelahiran hingga berkembangnya
pemikiran simbolik awal pada akhir
tahapan ini.
a. Refleksif 0-1 bulan Meningkatnya efisiensi refleks; tidak
adanya diferensiasi.

b. Reaksi- 1-4 bulan Perulangan perilaku tertentu yang


reaksi dirasa menyenangkan dan
pembentukan kebiasaaan; koordinasi
Siklus
refleks-refleks.
Primer

54
c. Reaksi- 4-8 bulan Perulangan kejadian dengan tujuan
reaksi siklus yang didapat melalui kesempatan;
sekunder gagasan mengenai sebab dan akibat.

d. Koordinasi 8-12 bulan Penerapan skemata lama pada


skemata situasi-situasi baru; ketetapan objek;
sekunder pertanda awal yang jelas mengenai
intelegensi; kegiatan instrumental.
e. Reaksi- 12-18 Penemuan sarana-sarana baru dan
rekasi siklus bulan perulangan secara bervariasi untuk
tersier mengalami hal baru;
eksperimentasi dengan situasi-
situasi sebab dan akibat; pengujian
hipotesis.
f. Representas 18-24 Internalisasi tindakan-tindakan;
i Simbolik bulan munculnya pemikiran sebelum
tindakan; representasi objek-objek
tertentu melalui pencitraan;
penemuan ide-ide baru.
2. Praoperasional Anak mulai menggunakan
gambaran-gambaran mental untuk
2-7 tahun memahami dunianya. Pemikiran-
pemikiran simbolik, yang
direfleksikan dalam penggunaan
kata-kata dan gambar-gambar
mulai digunakan dalam

55
penggambaran mental, yang
melampaui hubungan informasi
sensorik dengan tindakan fisik.
Akan tetapi, ada beberapa hambatan
dalam pemikiran anak pada tahapan
ini, seperti egosentrisme dan
sentralisasi.
3 Operasional 7-12 tahun Anak mampu berpikir logis
Konkret mengenai kejadian- kejadian
konkret, memahami konsep
percakapan, mengorganisasikan
objek menjadi kelas-kelas hierarki
(klasifikasi) menempatkan objek-
objek dalam urutan yang teratur
(serialisasi), kemampuan untuk
memecahkan masalah-masalah
konkret, pemikiran
berbasis pengalaman
4 Operasional 12 tahun Perumusan dan pengujian hipotesis
Formal sampai pemikiran abstrak, penalaran
dewasa hipotesis-deduktif, pemikiran tidak
lagi terikat pada persepsi indra,
idealis.

2. Contoh Identifikasi Psikologi Dasar


Penilaian
indikator Teknik Keterangan
Ya Tidak
Anak memiliki
keunggulan Wawancara

56
dalam salah satu dengan guru
bidang non
akademik.

Bertanya
Anak bisa
atau
berkontribusi
melakukan
dengan baik
percakapan
ketika
secara
komunikasi
langsung
berlangsung.
kepada anak

Anak
menggunakan Melakukan
bahasa yang baik percakapan
dan selaras secara
dengan langsung
percakapan yang kepada anak
sedang terjadi

Wawancara
dengan guru
Anak tergolong
atau melihat
pendiam atau
secara
tidak bisa
langsung
berbaur dengan
saat anak
teman yang
beraktivitas
lainnya.
di
lingkungan

57
Melakukan
Anak memiliki
permainan
konsentrasi yang
sebelum tes
baik
dimulai
Anak mampu
mengelompokka Melakukan
n benda tes pada
berdasarkan anak
ukuran

58
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. (2008). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajat. Jakarta:


Rineka Cipta.
Alimin, Z. (2010). Asesmen Keterampilan Membaca dan Matematika/Aritmatika Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus. (online) tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195903241984
031-ZAENAL_ALIMIN/Memahami_Konsep_Asesmenx.pdf
htts://www.Metode asesmen dalam pisikilogi dasar anak [internet ] , 23 Agustus 2019
,15:20
https://dosenpsikologi.com/metode-assesmen-dalam-psikologi-anak
Rochyadi, Endang. (2006). Makalah Asesment. (online) tersedia:
http://file.upi.edu/direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195608181985
031-ENDANG-ROCHYADI/MAKALAH/MAKALAH_ASESMENT_~2.pdf
[Januari 2020]
Setiawan Samhis. pengertian,fungsi dan tujuan asesmen [internet] . 2010.
https://www.gurupendidikan.co.id/assessment-adalah/
Soendari, Tjutju. (2011). Asesmen Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Bandung: AMANAH OFFSET
Soendari, Tjutju. (2009). Asesmen sebagai Dasar Penyusunan Program Intervensi
Anak Berkebutuhan Khusus (Makalah disampaikan dalam kegiatan
Pendampingan kepada Guru-guru SLB Negeri Garut)
Soendari, Tjutju. (2011). Analisis Hasil Asesmen dan Perumusan Tujuan
Pembelajaran: tidak dipublikasikan
Sundari, T & Abdurahman, M. Modul Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
2013. (online):
http://www.academia.edu/11134813/Modul_Asesmen_ABK_08
Triani, Nani. (2012). Pedoman Asesmen Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta Timur:
PT LUXIMA METRO MEDIA

59
60

Anda mungkin juga menyukai