Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Metode Penelitian
Kualitatif
Disusun oleh:
Syuhada putra [46117310002]
Dosen pengampu :
Rizka Putri Utami, M.Psi., Psi.
i
4.1.1 Deskripsi penemuan ............................................................................................... 16
4.2.2 Hasil analisa data .................................................................................................. 17
4.3 Pembahasan ...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Penerimaan diri pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
memiliki tahap-tahap dan aspek dalam penerimaannya
2. Penerimaan pada AS (inisial subjek) menyatakan bahwa subjek berusaha
memahami kondisi anak subjek setelah mengetahu anak subjek
mengalami gangguan perkembangan atau berkebutuhan khusus,walaupun
pada awalnya subjek sempat merasa kaget dan tidak percaya
1
3. Penerimaan diri yang baik juga dilakukan pada subjek SL (inisial subjek),
meskipun pada awalnya subjek merasa sedih dan kaget ketika mengetahui
anaknya didiagnosa menderita reterdasi mental kemudian berangsur
menerima dan mengerti kondisi anaknya dengan selalu menemani dan
mendukung segala kegiatan anak.
4. Subjek RS (inisial subjek) memiliki penerimaan diri yang kurang baik, hal
ini karna kondisi anak subjek tidak sesuai harapan dan keinginannya
sehingga membuat subjek merasa malu dan takut akan dihina oleh orang
lkain karna kondisi anaknya yang tidak normal.
Tidak semua orang tua dari anak berkebutuhan khusus (ABK) merasa
terbebani atau merasa malu , beberapa orang tua diantara mulai menerima kondisi
anak sebagai ketentuan atau takdir dari Yang Maha Kuasa, menerima dengan
ikhlas setelah berusaha mengobati atau melakukan terapi terhadap anak tersebut
dan adapula orang tua yang menyadari anak terlahir dalam kondisi berkelainan
2
dan merasa tetap bersyukur tanpa berfikir lebih jauh kemudian merawat anak
tersebut dengan sepenuh hati.
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) menuturkan
Estimasi jumlah penderita Penyakit Alzhemeir di Indonesia pada tahun 2013
mencapai satu juta orang. Jumlah itu diperkirakan akan meningkat drastis menjadi
dua kali lipat pada tahun 2030, dan menjadi empat juta orang pada tahun 2050.
Bukannya menurun, tren penderita Alzheimer di Indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya.
3
2. Bagaimana sikap keluarga dekat terhadap orang tua yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus.
4
BAB II
5
2.1.3 Pengertian penerimaan orang tua terhadap anaknya yang
berkebutuhan khusus
Menurut Hurlock (2002) penerimaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan
oleh orang tua terhadap anak-anaknya yang ditandai oleh perhatian besar dan
kasih sayang yang besar kepada anak. (2003) mendefinisikan sikap penerimaan
(acceptance) sebagai suatu sikap seseorang yang mampu menghadapi dan
menerima kenyataan daripada hanya menyerah pada pengunduran diri atau tidak
ada harapan.
Menurut Puspita (2004), reaksi pertama orang tua ketika awalnya dikatakan
bermasalah adalah tidak percaya, shock, sedih, kecewa, merasa bersalah, marah
dan menolak. Tidak mudah bagi orang tua yang anaknya menyandang
berkebutuhan khusus untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada
tahap penerimaan (acceptance). Ada masa orang tua merenung dan tidak
mengetahui tindakan tepat apa yang harus diperbuat. Tidak sedikit orang tua yang
kemudian memilih tidak terbuka mengenai keadaan anaknya kepada teman,
tetangga ahkan keluarga dekat sekalipun, kecuali pada dokter yang menangani
anak tersebut, Menurut Miranda (2013), ditinjau dari segi keluarga penderita,
maka adanya seorang anak yang menderita kelainan perkembangan bisa menjadi
beban bagi orang tuanya. Lebih banyak waktu dan perhatian harus diberikan
kepada anak tersebut. Oleh sebab itu, keluarga mempunyai peranan yang besar
dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun
tahap-tahap kritis, bila orang tua tidak mampu mengelola emosi negatifnya
dengan baik, bukan tidak mungkin akibatnya akan berimbas pada anak. Selain itu
bantuan medis, kesembuhan anak berkebutuhan khusus bertumpu penting pada
dukungan orang tua.
6
diagnosa dari seorang ahli, perasaan orang tua selanjutnya akan diliputi rasa
kebingun terselip rasa malu pada orang tua tentang keadaan anaknya untuk
mengakui bahwa hal tersebut dapat terjadi di keluarga mereka. Keadaan ini
menjadi bertambah buruk, jika keluarga tersebut mengalami tekanan sosial dari
lingkungan yang kurang memahami tentang keadaan anak berkebutuhan
khusus.Tahap kedua Angry (kemarahan), kemarahan ini dilampiaskan orang tua
pada hal-hal yang tidak jelas. Kemarahan bisa dilampiaskan kepada dokter yang
mendiagnosa, kemarahan kepada diri sendiri atau kepada orang lain, bentuk lain
kemarahan yaitu menolak untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus. Tahap
ketiga depression (depresi) dalam tahap ini terkadang muncul dalam bentuk rasa
putus asa, tertekan dan kehilangan harapan. Tahap keempat bargainning
(menawar) orang tua berusaha untuk menghibur diri dengan pernyataan segala
sesuatu yang 3 dikaruniakan Allah harus disyukuri apapun bentuknya,.Tahap
kelima acceptance (peneriman). Pada tahapan ini, orang tua sudah berusaha
menerima kenyataan dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam
kelurganya baik secara emosi maupun intelektual.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
8
banyak informasi yang memadai dan terfokus pada obyek penelitian. Penelitian
ini akan didukung dengan metode observasi langsung terhadap orang
tua,keluarga dan masyarakat sekitar guna memberikan data pendukung. arti dari
observasi adalah peninjauan secara cermat. Sedangkan arti dari mengobservasi
adalah mengawasi dengan teliti atau disebut juga dengan mengamati (KBBI,
akses memalui google 2019). Secara dasarnya teknik observasi digunakan untuk
melihat dan juga untuk mengamati perubahan dari fenomena-fenomena sosial
yang berkembang atau tumbuh yang selanjutnya dapat dilakukan perubahan dari
penilaian tersebut. Dan untuk pelaksana observasi tersebut guna melihat objek
dari kejadian tertentu, serta mampu memisahkan antara kejadian yang perlu
digunakan dan yang tidak perlu digunakan (Margono, 2007). Observasis juga
dapat diartikan sebagai proes pengamatan dan pencatatan secara logis,sistematis,
logis,objektif serta rasional mengenai berbagai macam fenomena yang mampu
dalam situasi buatan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu ataupun sebenarnya
(Arifin,2011).
Peneliti menilai metode wawancara dan observasi adalah metode yang tepat
dan akurat karna dilakukan dengan sertamerta dan livetime sehingga dapat
memberikan gambaran actual dinamika yang terjadi. Penelitian ini
menggabungkan 2 metode diatas yaitu wawancara dan observasi dalam
penggalian data meliputi wawancara dan observasi terhadap orang tua dan
anaknya serta masyarakat sekitar terdekat,kedua metode ini diharapkan dapat
menguatkan dan memberikan keajegan data yang akan diperoleh.
9
Analisis data : Desember 2019
b. Penyajian data Penyajian data yang sering digunakan pada data kualitatif
adalah bentuk naratif. Penyajian-penyajian data berupa sekumpulan informasi
yang tersusun secara sistematis dan mudah dipahami. 34
10
Gamba 1 : Teknik Analisis Data Kualitatif Menurut Miles dan Hubberman
(Sugiyono, 2007: 333-345)
Penyajian data akan disuse dengan beberapa fokus tema berdasarkan analisis
dengan tetap berpijak pada teori-teori relevan dan hasil penelitian terdahulu yang
dapat mendukung penelitian ini.
11
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data
yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan yaitu data responden dan data
penelitian mengenai dinamika penerimaan orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus (ABK).
12
skizofrenia, autis ataupun anak yang mengalami kesulitan belajar harus ada
surat keterangan dari psikolog atau psikiater. Pada penelitian kali ini kita
mendapatkan informasi dari subjek dan hasil pemeriksaan dokter.
b. Tahap pelaksanaan, merupakan tahap pengumpulan data atau informasi yang
biasanya dilakukan dengan wawancara observasi, studi dokumen, mencari
autobiografi, dan lain-lain.
c. Tahap laporann hasil penelitian, merupakan aktivitas membuat laporan hasil
penelitian dalam bentuk skripsi, tesis atau disertasi.
13
e. Pertanyaan mengenai siapa saja yang telah membantu memberikan
support atau motivasi yang mempengaruhi penerimaan terhadap anak
yang menderita keterbelakangan mental atau berkebutuhan khusus.
f. Pertanyaan mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merubah
tahapan penerimaan terhadap anak yang menderita keterbelakangan
mental atau berkebutuhan khusus.
analisis data tidak saja dilakukan setelah pengumpulan data, tetapi juga
selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan simpulan, peneliti selalu
merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk mendapatkan konfirmabilitas.
14
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data collection)
dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian , mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar
bagi analisis pasca pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan
demikian analisis data dilakukan secara berulang-ulang.
15
4.2. Hasil Penelitian
Hasil wawancara subjek menunjukkan bahwa Subjek dalam hal ini Ibu ER
mengalami beberapa proses yakni (1)penolakan, (2)depresi, (3)kemarahan,
(4)depresi, (5)menawar, (6)penerimaan.
16
4.2.2 Hasil analisa data
Ada beberapa cara melakukan analisis data (coding). Misalnya cara yang
dikemukakan oleh Marshall (dalam Moleong, 2007) terdiri dari 5 (lima) tahap
yaitu:
a. Mengorganisasikan data
b. Mengorganisasikan data
c. Pengelompokkan berdasarkan kategori, tema dan pola jawaban
d. Menguji permasalahan yang ada terhadap data
e. Mencari alternatif penjelasan bagi data
f. Menulis hasil penelitian
summary
12
10
8
6
4
2
0 Total
17
memberikan respon yang baik terhadap kehidupannya dan tidak terlarut dalam
kekurangan anaknya yang menderita keterbelakangan mental.
4.3 Pembahasan
18
menerima kenyataan dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam
kelurganya baik secara emosi maupun intelektual.
1. Penolakan
Subjek mengalami fase penolakan pada saat menerima diagnosis dari
dokter bahwa anaknya menderita keterbelakangan mental, diagnosis
tersebut didapatkan oleh Subjek pada anak usia 3 tahun, penolakan ini
juga berlangsung selama beberapa tahuna awal.
19
2. Kemarahan
Meninjau dari hasil wawancara bahwa subjek mengalami fase kemarahan,
kemarahan ini disebabkan karna tidak dapat menerima keadaan anak
dalam keterpurukan ekonomi sehingga tidak dapat melakukan pengobatan
anak secara intensif. Kemarahan ini juga dipengaruhi oleh faktor jumlah
anak yang menyita perhatian dan dirasakan kesibukan dalam mengurus
anak. Subjek berusaha menerima namun sangant sulit menerima keadaan
yang dialaminya.. Harapan yang besar akan kehadiran anak yang normal
telah mereka miliki sejak masa penantian kelahiran anaknya. Namun
dengan kenyataan yang ada dan yang mereka alami membuat shock saat
mereka mengetahui bahwa mereka melahirkan anak yang tidak sesuai
dengan harapan mereka. Hurlock (2002). Kemarahan ini berlangsung
bersamaan dengan penolakan karna tidak dapat dihindari bahwa
penolakan selalu disertai dengan emosional dan kesedihan.
3. Depresi
Perasaan bersalah tertekan perasaan malu kawatir dan ketakutan akan
dipandang rendah oleh keluarga dan linkungan . Berdasarkan penuturan
pada Subjek pengaruh kondisi psikis terhadap kehadiran anak telah
menimbulkan perasaan kawatir, cemas,tertekan dan stres yang berlaru-
larut hal ini dialami Subjek. Depresi ini juga disebabkan karna pengobatan
yang telah dilakukan tidak kunjung mendapati hasil yang signifikan
sehingga pada fase ini Subjek merasa sangat tertekan serta merasa
bimbang menghadapi anaknya (ABK).
4. Menawar
Pada tahap menawar subjek berusaha menghibur diri untuk
mengungkapkan kegelisahannya, Subjek mmembandingkan bahwa
anaknya masih lebih beruntung dibanding dengan anak lain yang
20
berkebutuhan khusus dengan kategori berat atau sangat berat . Sedang
subjek tetap mensyukuri pemberian Allah walaupun anaknnya
berkebutuhan khusus, kemudian Subjek menyadari bahwa anak adalah
darah dagingnya maka berusaha menghibur diri dengan tetep merima dan
mensyukuri walaupun dengan keadaan anak yang mengalami
kekurangan.seperti yang diungkapkan Smith (2009) bahwa orang tua
memiliki hubungan keakraban seorang anak, sebab di dalam pelukan
ibulah pertama kali seorang anak merasakan kehadiran orang lain dalam
hidupnya dan orang tua merupakan lingkungan yang paling dekat dengan
anak. Dukungan keluarga terdekat akan memberikan semangat bagi subjek
untu bangkit dan melakukan tindakan-tindakan yang positif. Hurlock
(2002) menyatakan bahwa sikap-sikap anggota keluarga yang
menyenangkan dan tidak adanya prasangka buruk lingkungan terhadap
orang tua yang mengalami kondisi sulit untuk menerima dirinya sendiri,
merupakan salah satu faktor seseorang dapat melakukan penerimaan diri.
5. Penerimaan
Subjek lebih menyadari dan lebih bersyukur ketika melihat kondisi
keadaan anak lain yang lebih menderita atau lebih parah dengan keadaan
yang tidak bisa apa-apa kecuali berada ditmpat tidur dengan kondisi tubuh
yang lemah seluruh aktifitas harus dibatu orang lain. Dengan melihat
kejadian itu kondisinya membuat subjek lebih merasa beruntung karena
secara fisik anaknya normal dan anak mampu berakifitas secara mandiri .
Subjek berupaya untuk mendekatkan diri pada Allah dengan mengajak
keluarga beribadah bersama dan mulai mengajarkan ajaran agama kepada
anakanak mereka walaupun sesuatu yang kecil dan banyak kendala yang
dihadapi karena butuh kesabaran yang lebih untuk mengajarkan agama
dan dukungan sosial terhadap anak yang mengalami kebutuhan khusus.
Hal ini sesuai dengan pendapat Emmons (2004) perasaan syukur muncul
21
karena adanya penghargaan saat seseorang menerima karunia dan sebuah
apresiasi terhadap nilai dari karunia tersebut .
Dari hasil wawancara terhadap Subjek menegemukakan bahwa proses
penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus dalam keluarganya
membutuhkan waktu dan proses yang panjang dari tahap penolakan
terhadap kehadiran anak sampai pada kesadaran untuk menerima dengan
sebuah keyakinan bahwa semua yang diberikan Allah adalah sebuah
amanat yang harus diemban dan diterima oleh Subjek karena
bagaimanapun juga anak itu adalah rezeki yang harus disyukuri. Sebagai
peerwujudan rasa syukur Subjek berupaya mendekatkan diri pada Allah,
sedangkan wujud atas anugerah yang diterima Subjek adalah dengan
merawat dan memberikan layanan yang baik atas apa yang diterima
berupa anak yang mengalami kebutuhan khusus. Sesuai pendapat
Seligman (2004) bahwa penilaian yang positif subjek terhadap yang
mereka terima berupa rasa syukur yang berorientasi terhadap spiritualitas
yang bersumber dari pemahaman dan keyakinan terhadap agama dan
keimanan kepada Tuhanlah sebagai sandaran utama.
22
BAB VI
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, EB. (2001). Perkembangan Anak. Jilid 1. Edisi Keenam. Ahli Bahasa: dr.
Med Meitasari Tjandrasa: Jakarta
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180830182931-255-326289/158-
persen-keluarga-hidup-dengan-penderita-gangguan-mental, diakses pada 15
November 2109.
Novira Faradina,2016, Penerimaan Diri Pada Orang Tua Yang Memiliki Anak.
i