Anda di halaman 1dari 20

MODIFIKASI PERILAKU

PRINSIP DAN PROSEDUR DASAR

MODIFIKASI PERILAKU II

“SHAPING, PUNISHMENT, ESCAPE & AVOIDANCE”

KELOMPOK 2:

AINI MAYASARI 1701010001

AHMAD THARIQ M. 1701010003

RICKY YOKO SATYA N.I 1701010009

PROGRAM STUDI ILMU PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS WISNUWARDHANA

MALANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah modifikasi perilaku ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul modifikasi perilaki II (shaping,
punishment, escape and avoidance) dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah modifikasi perilaku ppadabidang
mata kuliah psikologi di universitas wisnuwardhana Malang. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang shaping, punishment,
escape dan avoidance.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah pengampu sehingga
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni. kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 3

BAB 7 PEMBENTUKAN SHAPING


A. PEMBENTUKAN SHAPING ............................................................................... 4
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ................................................................. 6
C. JURANG-JURANG PEMBENTUK ..................................................................... 7
D. PANDUAN PANDUAN BAGI PENGAPLIKASIAN
EFEKTIF PEMBENTUKAN ................................................................................ 8

BAB 13 PUNISHMENT
A. PRINSIP HUKUMAN ........................................................................................... 9
B. JENIS-JENIS HUKUMAN ................................................................................... 9
C. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ................................................ 10
D. EFEK YANG BERPOTENSI ................................................................................ 12
E. HARUSKAH HUKUMAN DI LAKUKAN ......................................................... 13
F. JURANG-JURANG HUKUMAN ......................................................................... 14

BAB 14 MEMBENTUK PERILAKU MELALUI PELOLOSAN DAN


PENGONDISIAN PENGHINDARAN
A. MELALUI PENGONDISIAN PELOLOSAN
DAN PENGONDISIAN PENGHINDARAN ....................................................... 15

3
BAB 7
PEMBENTUKAN SHAPING

A. PEMBENTUKAN SHAPING
Pembentukan shaping dapat di definisikan sebagai pengembangan sebuah perilaku
operan baru lewat penguatan aproksimasi suksesif perilaku tersebut, dan pemunahan
aproksimasi sebelumnya terhadap perilaku tersebut sampai perilaku target final yang baru
muncul. Ada lima aspek atau dimensi perilaku yang dapat di bentuk yaitu topografi,
frekuensi, durasi, latensi, dan intensitasnya atau kekuatan. Berikut penjelasannya;

1. Topografi pembentukan
Aspek topografi pembentukan berbicara tentang konfigurasi sepasial atau
bentuk respon tertentu (seperti gerakan spesifik yang terlihat). Stokes, lui-selli dan
reed (2010) mengunakan ppembentukan topografi untuk meningkatkan keterampilan
tackling pada 2 pemain rugby di sebuah team di sekolah.

2. Frekuensi dan durasi pembentukan


Menyebut frekuensi atau durasi perilaku tertentu sbagai besaran perilaku.
Frekuensi sebuah perilaku adalah jumlah munculnya perilaku tersebut di periode
waktu tertentu. Frekuensi sebuah respon dapat juga di reduksi lewat pembentukan
sebagai sebuah program modifikasi perilaku dimana seorang pasien multisklerosis
diajari lewat pembentukan untuk meningkatkan secara gradual di waktu diantara, dan
karenanya menurunkan frekuensi. Durasi pembentukan digunakan untuk
meningkatkan perilaku akademik murid murid yang mengalami disabilitas belajar.

3. Latensi pembentukan
Latensi adalah waktu antara munculnya stimuli dan respon yang di bangkitkan
stimulus tersebut. Istilah umum bagi latensi adalah waktu reaksi. Latensi
pembentukan dimaksudkan untuk memampukan pelari bereaksi lebih cepat atau
konsisten menekan tombol lebih cepat.

4. Intenitas atau kekuatan pembentukan


Intensitas atau kekuatan sebuah respon merujuk pada efek fisik yang di miliki
respon atau yang secara potensial mempengaruhi lingkungan.

4
Table 7.1 dimensi dimensi perilaku yang dapat dibentuk

Dimensi Definisi Contoh


Topografi ( bentuk ) Gerakan fisik yang terlibat disebuah Taraf perilaku yang menunjukan cara servis tenis yang
perilaku baik
Besaran ( frekuensi ) Jumlah munculnya perilaku di periode Jumlah piring yang di cuci dalam waktu 5 menit
waktu tertentu

Durasi jumlah waktu bagi sebuah perilaku untuk Lamanya waktu yang di butuh kan untuk air menetes dari
bertahan sebuah tabung percobaan
Latensi Waktu antara pengendalian stimulus dan Waktu anatara pertanyaan „‟ jam berapa sekarang ?‟‟ dan
munculnya perilaku respon melihat jam tangan

Intensitas (kekuatan) Jumlah energy yang di keluarkan bagi Kekuatan pukulan saat memukul samsak tinju
sebuah perilaku

5
B. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PEMBENTUKAN

Berikut ini ada empat faktor yang dapat mempengaruhi program pembentukan anda
berjalan efektif atau tidak. Pastikan bahwa faktor faktor ini sudah masuk ke dalam
pertimbangkan anda saat pemunahan akan di lakukan.

1. Menspesifikasi perilaku target final


Tahap pertama di dalam pembentukan adalah mengidentifikasi dengan jelas
perilaku target final. Perilaku target final mestinya dinyatakan lewat suatu cara
sehingga suatu karakteristik yang relevan dari perilaku (topografi, durasi, pfrekuensi,
latensi dan intensitasnya) dapat teridentifikasi. Sebagai tambahan kondisi kondisi
dimana perilaku muncul atau tidak harus dinyatakan, dan panduan panduan lain
apapun yang di perlukan bagi konsistensi tersebut pastilah di sediakan.

2. Memilih perilaku awal


Karena perilaku target final tidak muncul di awal dank arena perlu di perkuat
terlebih dahulu sejumlah perilaku yang bisa mendekati nya, maka anda harus
mengidentifikasi perilaku awal (starting behavior) yang harus di kuasai terlebih
dahulu. Didalam program pembentukan penting sekali untuk mengetahui bukan hanya
kemana anda mengarah (perilaku target final) melainkan juga perilaku awal yang bisa
segera dikerjakan. Tujuan program pembentukan adalah beranjak dari 1 penguasaan
perilaku berikutnya lewat penguatan aproksimasi suksesif sejak perilaku awal
sehingga perilaku target final bahkan mestki setiap perilaku tersebut tidak sama.

3. Memilih langkah-langkah pembentukan


Sebelum memulai pogram pembentukan, sangat akan membantu jika anda
membuat tahap-tahap aproksimasi suksesif dimana seseorang digerakan dsalam
upayanya mendekati perilaku target final. Langkah-langkah berikut yang mendekati
target final . apapun panduan atau terkaan yang digunakan, penting sekali untuk
berusaha setia pada mereka sekaligus menjadikan fleksibel jika perilaku individu yang
dilatih ternyata tidak kunjung memperlihatan kemajuan atau bahkan mungkin ia dapat
belajar lebih cepat dari yang diduga.

6
4. Kemantapan prilaku di tiap tahap pembentukan
Beberapa banyak semestinya setiap perilaku di tahap-tahap pembentukan
diperkuat sebelum bergerak menuju tahap berikutnya? Sekali lagi tidak ada panduan
spesifik untuk menjawab pertanyaan ini. Namun ada beberapa aturan penting yang
perlu diikuti didalam penguatan aproksimasi suksesif menuju respon target final:
a. Menguatkan setiap perilaku ditahap manapun beberapa kali sebelum
melangkah maju ke tahap berikutnya.
b. Hindari penguatan terlalu banyak/ sering ditahap pembentukan manapun.
Point a menjelaskan bahwa anda tidak perlu terlalu cepat untuk melangkah
ketahap berikutnya.
c. Jika anda kehilangan sebuah perilaku karena bergerak terlalu cepat, atayu
menentukan sebuah tahap perilaku kelewat besar untuk bisa dikuasai,
kembalilah ketahap sebelumnya dimana anda bisa mengendalikan lagi
perilaku yang sudah dikuasai.

C. JURANG-JURANG PEMBENTUKAN

Didalam pembentukan, ada tiga jurang yang perlu dihindari agar program bisa
berhasil. Memahami tiga jurang ini akan membuat anda tahu kenapa sebuah pembentukan
gagal meraih perilaku perilaku target final.

1. Jurang kekeliruan pengaplikasian yang tidak disadari

7
2. Jurang kegagalan mengaplikasikan
Jurang adalah kegagalan mengaplikasikan pembentukan demi
mengembangkan perilaku yang diinginkan.

3. Jurang penjelasan tidak akurat tentang perilaku


Sangat dimungkinkan memang bahwa individu-individu dengan disabilitas
intelektual atau autistic seperti ini mengalami defisiensi perilaku karena bukan cacat
genetic.

D. PANDUAN PANDUAN BAGI PENGAPLIKASIAN EFEKTIF PEMBENTUKAN

Ada empat panduan umum bagi pengaplikasian efektif “pembentukan”, berikut


penjelasannya:

1. Menyeleksi perilaku target final


2. Menyeleksi penguatan yang tepat
3. Memulai perencanaan
4. Mengimplementasikan rencana

8
BAB 13
PUNISHMENT/HUKUMAN

A. PRINSIP HUKUMAN

Sebuah penghukum adalah konsekuensi langsung yang diberikan kepada perilaku


operan yang menyebabkan perilaku tersebut menurun frekuensinya. Penghukum kadang
disebut stimuli aversif, atau diringkas “penentang “. Sekali saja sebuah kejadian ditetapkan
untuk berfungsi sebagai penghukum bagi perilaku tertentu seseorang individu disituasi
tertentu, maka kejadian tersebut bisa digunakan untuk menurunkan perilaku operan individu
tersebut disituasi – situasi lain. Yang berkaitan dengan konsep penghukum adalah prinsip
hukuman.

Makna teknis kata hukuman bagi pemodifikasi perilaku cukup spesifik dan berbeda
dalam tiga cara dari makna umum kata ini bagi kebanyakan orang.

1. Hukuman muncul langsung setelah perilaku bermasalah muncul


2. Hukuman bukanlah sebentuk sanksi moral, pembalasan atau ganti rugi
3. Hukuman tidak digunakan untuk menahan seseorang dari melakukan perilaku target
(yaitu perilaku yang tidak diiginkan)

B. JENIS-JENIS HUKUMAN

1. Hukuman yang memunculkan rasa sakit, sering diringkas hukuman fisik.


Jenis paling umum dari hukuman fisik (physical puisher) adalah stimuli yang
mengaktifkan reseptor-reseptor rasa sakit yang teknisnya disebut nociceptor.
Nociceptor adalah ujung-ujung syaraf yang bertempat diseluruh bagian tubuh yang
mendeteksi perubahan-perubahan tekanan, regangan, dan suhu tubuh yang cukup kuat
berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan, ketika diaktifkan dialami sebagai rasa
sakit.

2. TEGURAN
Teguran (reprimand) adalah stimulus verbal negative kuat yang kontigen
langsung kepada perilaku. Teguran yang sering meliputi tatapan tajam atau
genggaman tangan yang kuat. Menyinggung sedikit bahwa stimulus yang menjadi
sebuah penghukum karena dipasangkan dengan penghukum lain disebut penghukum
terkondisikan.

3. PENJEDAAN
Penjedaan (time out) adalah periode waktu yan g langsung mengikuti perilaku
tertentu dimana individu kehilangan kesempatan untuk mendapat penguatan ada dua
jenis penjedaan yang mengucilkan dan tidak.

a. Penjedaan pengucilan (exclusionary time out)


Terdiri atas pengeluaran individu secara singkat dari situasi yang menguatkan
langsung setelah perilaku target yang tidak diinginkan muncul. Sering kali satu
ruang kusus- biasanya disebut ruang penarikan digunakan untuk tujuan ini. Ruang
yang sangat steril dari jenis penguatan apapun dan biasanya digunakan untyk
mencegah perilaku melukai diri.

b. Penjedaan tanpa pengucilan (exclusionary time out)


Terdiri atas pengenalan sebuah situasi, segera mengikuti sebuah perilaku
dimana sebuah stimuli disertai dengan penguatan yang dikurangi.

c. Ongkos respon
Ongkos-respon (reponse cost) meliputi penghilangan sejumlah penguatan
setelah sebuah perilaku muncul.ongkos-respon berbeda dari penjedaan yaitu
ketika ongkos-respon diberlakukan, uindividu tidak kehilangan untuk sementara
waktu kesempatan memperoleh penguatan ongkos-respons juga tidak boleh
dicampuradukkan dengan pemunahan. diprosedur pemunahan , sebuah penguat
ditahan mengikuti respon yang diperkuat sebelumnya, sedangkan diongkos respon
penguatan diambil mengikuti kemunculan respon tak diiginkan

C. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS


PENGHUKUMAN

Ada lima faktor yang perlu dicermati karena sangat memengaruhi efektifitas
hukuman.

10
1. Kondisi – kondisi bagi respons alternative yang diinginkan
Untuk menurunkan respons yang tidak diinginkan umunya dianggap maksimal
efektif jika disertai dengan meningkatkan sejumlah respons alternatif diinginkan yang
akan menandingi perilaku tak diinginkan yang dihilangkan.

2. Penyebab perilaku tak diinginkan


Untuk memaksimalkan peluang bagi munculnya perilaku alternatif yang
diinginkan, mengupayakan prosedur penghukuman mestinya juga meminimkan
penyebab –penyebab perilaku yang tidak diinginkan.

3. Stimulus penghukum
Jika penghukuman digunakan, penting untuk memastikan bahwa
penghukuman efektif. Secara umu, semakin sering atau kuat stimulus
penghukumannya, semakin efektif ia menurunkan perilaku yang tidak diinginkan.
Yang diperlukan agar intensitas penghukum efektif bergantung pada keberhasilan
meminimkan sebab-sebab perilaku tak diinginkan sembari memaksimalkan kondisi-
konsidi bagi perilaku alternatif yang diinginkan. Bahkan hukuman ringan seperti
teguran, dapat efektif jika penguatan bagi perilaku tak diinginkan ditahan sebentar
setelah perilaku muncul, dan jika perilaku alternatif yang diinginkan diperkuat dengan
sebuah penguatan yang sangat kuat.

4. Anteseden (termasuk aturan verbal) bagi penghukuman


Anda belajar bahwa SD adalah stimulus yang di dalam kehadirannya sebuah
respons akan diperuat dengan cara yang sama SD adalah sebuah stimulus yang
didalam kehadirannya sebuah respons akaan dihukum.

5. Memberikan hukuman
Untuk meningkatkan efektifitas hukuman saat diberikan , beberapa panduan
berikut mestinya diikuti:

1. Hukuman mestinya diberikan segera, mengikuti perilaku yang tidak diinginkan.


Jika hukuman ditunda, perilaku yang diinginkan mungkin muncul sebuah
hukuman sempat digunakan, dan perilaku ini akan tertekan lebih besar daripada
perilaku yang tidak diinginkan.
11
2. Hukuman mestinya diberikan mengikuti setiap kemunculan perilaku yang tak
diinginkan. Hukuman sesekali tidak seefektif hukuman langsung menyusul
kemunculan perilaku yang tak diinginkan (Kircher, Pear & Martin, 1971). Jika
modifikasi perilaku tidak mampu mendeteksi komponen-komponen perilaku yang
akan dihukum, mereka harus memiliki keraguan tetang nilai dari
mengimplementasikan prosedur hukuman karena dua alasan. Yang pertama,
kejadian dimana seorang memodifikasi perilaku tidak mampu mendeteksi kasus-
kasus perilaku tak diinginkab kemungkinan besar karena perilaku tersebut sudah
diperkuat secara positif sehingga mempertahankan kekuatan. Yang ke dua,
prosedur penghukuman memiliki efek-efek samping ngatif sehingga tidak etis jika
sampai mengimplementasikan sebuah prosedur yang tidak efektif ketika prosedur
tersebut memiliki efek-efek samping yang negative.

3. Pemberian hukuman mestinya tidak dipasangkan dengan penguatan positif.


Persyaratan ini sering kali menyajikan kesulitan ketika hukuman diberikan kepada
orang dewasa dan individu yang dihukum menerima perhatian kecil saja dari
orang dewasa.

4. Siapapun yang melakukan hukuman mestinya tetap tenang saat melakukannya.


Kemarahan dan frustasi pada pihak yang diberikan hukuman dapat menguatkan
perilaku tak diinginkan atau mengubah secara tidak tepat konsistensi dan
intensitas penghukum.

D. EFEK-EFEK SAMPING YANG BERPOTENSI MEMBAHAYAKAN DARI


PENGHUKUMAN

Semua pemodifikasi perilaku harus memahami enam efek samping yang


membahaykan diri pengaplikasikan penghukumaan berikut ini:

1. Perilaku Agresif.
Hukuman, khususnya hukuman fisikm cenderung memunculkan perilaku
agresif. Eksperimen-eksperimen pada hewan memperlihatkan stimulus yang
menyakitkan telah menyebabkan mereka menyerang hewan lain.

12
2. Perilaku Emosional
Hukuman, khususnya hukuman fisik dapaat menghasilkan efek samping emosi
yang tidak diinginkan seperti berteriak-teriak, menangis, dan rasa takut

3. Perilaku Lari atau Menghindar


Hukuman dapat menyebabkan situasi dan individu yang dikaitkkan dengan
stimulus aversif menjadi penghukum terkondisikan.

4. Tidak ada perilaku baru


Hukuman tidak pernah membentuk perilaku baru apa pun. Ia hanya menekan
perilaku lama. Dengan kata lain hukuman tidak mengajarkan individu apapun yang
harus dilakukan maksimal ia hanya mengajarkan apa yang tidak boleh dilakukan.

5. Pemodelan hukuman
Anak-anak sering kali meniru perilaku orang dewasa. Jika orang dewasa
mengaplikasikan hukuman kepada anak, mereka akan cenderung berperilaku sama
terhadap teman sebaya dan adik-adiknya.

6. Penggunaan berlebihan hukuman


Karena penghukuman srering kali menghasilkan penekanan cepat terhadap
perilaku tak diinginkan, ia akan dapat menggoda pemberiannya untuk
mengaplikasikan hukuman dengan sangat berat dan mengabaikan penggunaan
penguatan positif bagi perilaku tak diinginkan.

E. HARUSKAH HUKUMAN DIGUNAKAN???

Penggunaan bebas hukuman fisik, terutama pada anak-anak atau nindividu-individu


dengan disailitas perkembangan selalu sangat kontroversial bahkan sebelum datangnya
modifikasi perilaku namun kontroversi ini kian menjadi-jadi selama periode 1980-an sampai
1990-an. Salama tahun itu dukungan terhadap pandanagn kedua mendorong munculnya
beragam alternatif bagi hukuman untuk menangani perilaku yang menantang.

13
F. JURANG-JURANG PENGHUKUMAN

Ada dua jurang utama yang perlu diwaspadai jikaa anda ingin melakukan prosedur
hukuman.

1. Jurang “ kekeliruan pengaplikasian yang tidak disadari”


Banyak orang melakukan penghukuman dalam pengertian behavioral tanpa
mereka sadari sudah melakukan demikian. Menekankan lewat hukuman berarti
menghancurkan kesempatan individu tersebut mengembangkan lewat pembentukan
dalam bahasa sehari-hari individu jaadi dilemahkan dan menyerah dalam upaya
mereka mengembangkan perilaku yang tepat tersebut. Yang lebih buruk dari
hukuman seperti ini kritik dan ejekan mendorong individu mengembangkan perilaku
pelolosan (escaping) penghindaran (avoiding).

2. Jurang “ kekeliruan aplikasi karena pengetahuan setengah-setengah”


Kadang seseorang mengamggap dirinya sedang mengaplikasikan hukuman
tetapi faktanya justru memberikan penguatan.seseorang kemudian menemukan
frekuensi kemunculan perilaku tak diinginkan ini tetap saja tinggi akan menemuan
bahwa teguran tersebut bukanlah penghukumn tetpi penguatan

14
BAB 14
MEMBENTUK PERILAKU MELALUI PELOLOSAN
DAN PENGONDISIAN PENGHINDARAN

A. MELALUI PENGONDISIAN PELOLOSAN DAN PENGONDISIAN


PENGHINDARAN

1. Pengondisian pelolosan (penguatan negative)


Prinsip pengondiian pelolosan (escape conditioning) yang disebut juga
penguatan negative (negative reinforcement), menyatakan bahwa penghilangan
stimulus tertentu disebut stimulus penentangan (aversive stimuli) segera sesudah
munculnya perilau akan memingkatkan kemungkinan perilaku tersebut. Dikomponen
keduan penanganganan yang digunakan menghilangan bunyi keras mengikuti respons
postur yang baik adalah prosedur pelolosan yang meningkatkan kemungkinan bahwa
dia akan menunjukkan postur yang baik sebagai repons pelolosan disaat hadirnyaa
bunyi.
Pengondisian pelolosan mirip dengan penghukuman bahwa keduanya
melibatkan penggunaan stimulus penentangan. Meskipun pengondisian pelolosan dan
hukuman serupa, tetap saja mereka berbeda secara procedural berdasarkan anteseden
dan konsekuensi perilakunya.

15
Table 14.1 contoh-contoh pengondisian pelolosan
Situasi/ stimulus Respons pelolosan oleh Penghilangan situasi / Efek jangka panjang dimasa depan
Pembalik individu stimulus pembalik
Seseorang anak melihat Untuk menghilangkan Anak berhenti merengek Orangtua akan memberikab permen untuk
kedua orangtuanya pulang rengekan, orangtua meloloskan diri dari rengekan anak (
membawa sebungkus besar memberikan satu permen pengondisikan pelolosan)
permen. Anak merengek- kepada anaknya Anak akan merengek untuk mendapatkan
rengek “aku minta permen, permen (penguatan positif)
aku minta permen, aku
minta permen”
Seorang guru menyajikan Anak mulai berperilaku Guru memperhentikan Anak akan berperilaku tantrum saat disajikan
dorongan setiap 30 detik tantrum anak dari program dorongan –dorongan lagi dari gurunya
kepada seorang anak pelatihan
dengan disabilitas
perkembangan
Anak yang masih belum Anak menagis sambil Orang tua melepas Anak akan lebih cepat menagis dan menunjuk
bisa bicara dipakaikan menunjukkan jari-jari sepatun dan jari-jari kakinya saat mengenakan kembali sepatu
sepatu yang terlalu sempit kakinya memasangakan sepatu yang sempit
sehingga membuat jarinya lainnya yang lebi
terjepit longgar atau
mengenakan sandal

16
Penjoging pemula Penjoging memberikan Rasa sakit di punggung, Penjoging memberikan balsam kebagian tubuh
merasakan seluruh balsam pereda nyeri pada pinggang dan kaki yang sakit untuk meredakan nyeri.
punggung, pinggang dan bagian-bagian tubuh yang menghilang
kakinya sakit sakit
Penjaga malam kebun Penjaga malam kebun Bau kotoran sudah tidak Enjaga malam kebun binatang segera pergi dari
binatang menemukan binatang segera pergi dari lagi tercium kandang monyet saat mencium bau tidak sedap
tumpukkan kotoran yang kandang itu tanpa di tumpukkan kotoran.
bau dikandang monyet membersihkannya

17
2. Pengondisian penghindaran
Pengondisian pelolosan memiliki kerugian bahwa stimulus aversif harus
disajikan agar respons yang diinginkan muncul. Didalam prosedur pelolosan yang
digunakan terhadap Joane, bunyi keras disajikan sebelum postur yang baik muncul.

Prinsip pengondisian penghindaran adalah kontigensi dimana perilaku


mencegah stimulus aversif muncul sehingga menghasilkan peningkatan frekuensi
perilaku tersebut. Selama prosedur penghindaran . perbedaan kedua antara
pengondisian pelolosan dan penghindaran adalah yang terakhir melibatkan apa yang
disebut stimulus peringatan (warning stimulus) kadang disebut juga “stimulus aversif
terkondisikan” yaitu stimulus yang mensinyalkan stimulus aversif yang bakal datang.

Table 14.2 contoh-contoh pengondisian penghindaran


Situasi Stimulus Respns Konsekuensi Konsekuensi
peringatan penghindaran langsung penentangan
yang dihindari
Saat berkendara Anda Anda segera Anda tidak lagi Anda
anda melebihi memperhatikan berbalik arah melihat mobil menghindari
batas kecepatan ada mobil polisi mengambil sisi polisi tlang karena
parker didepan jalan sebelahnya sudah
sana mengebut
Seorang anak Anak merasa Anak segera lari Rasa takut Anak
yang bemain takut pulang dan menurun menghindari
dihalaman rumah bermain gonggongan
tetangga dihalaman anjng
mendengar rumahnya
anjing tetangga sendiri
tersebut
menggonggong
keras
Seseorang Dia ingat bahwa Ia menelepone Rasa tidak Ia akan selalu
pulang ke rumah putranya sedang rumah unruk nyaman akan berusaha

18
dari tempat berlatih beramain meminta menghadapi menghindari
kerjanya drum di rumah anaknya berhenti suara pukulan suara keras
main drum drum berhenti permainan
drum saat
pulang dari
tempat kerja ke
rumah

3. Jurang- jurang pengondisian pelolosan dan penghindaran


Ada satu jurang utama yang perlu diketahui terkait pengondisian pelolosan
dan penghindaran tidak memahaminya akan membuat program tidak efektif bahkan
gagal.

4. Jurang kekeliruan pengaplikasian yang tidak disadari


Orang sering tanpa sadar menguatkan perilaku tak diinginkan orang lain
dengan mengizinkan perilaku seperti ini mengarah kepada pelolosan atau
penghindaran stimuli aversif. Jenis kedua jurang kekeliruan mengaplikasikan yang
tidak disadari adalah pencipta tanpa disengaja stimulus aversif dikondisikan dimana
individu merespons dengan suatau cara untuk meloloskan diri atau menghindarinya .

5. Garis Pedoman bagi pengaplikasian efektif pengondisian Pelolosan dan


pengondisian oenghindaran

Siapapun yang mengaplikasikan pengondisian pelolosan dan penghindaran


harus memahami enam aturan dasar berikut agar programnya efektif.

a. Jika diberikan pilihan antara mempertahankan perilaku lewat prosedur


pelolosan ataukah penghindaran, sebaiknya pilihlah opsi kedua. Ada dua
alasan untuk saran ini pertama, dipengondisian pelolosan , stimulus aversif
pendukung harus disajikan sebelum respon target, sedangkan dipengondisian
penghindaran , stimulus aversif pendukung muncul hanya direspon target
gagal muncul. Kedua, dipengondisian kelolosan, respon target tidak muncul
jika stimulus aversif pendukung tidak muncul, sedangkan dipengondisian

19
penghindatran, respon menurun sangat lambat. Ketika stimulus aversif
pendukung tidak kunjung datang.

b. Perilaku target mestinya terbangun lewat pengondisian pelolosan lebih dulu


sebelum prosedur penghindarab diberikan. Jika joanne diawal bab , ia terlebih
dahulu belajar bagaimana meloloskan diri dari bunyikeras sbelum belajar
menghidarinya.

c. Selama pengondisian penghindaran, stimulus peringatan mestinya


mensinyalkan pasti datanagnyaa stimulus aversif. Ini meningkatkan
pengondisian dengan menyediakan sebuah peringatan bahawa kegagalan
merespon akan menghasilkan stimulasi aversif.

d. Pengondisian pelolosan dan penghindaran , seperti hukuman, harus digunakan


dengan sangat hati- hati. Karena prosedur –prosedur ini melibatkan stimulus
aversif, mereka bisa menghasilkan efek-efek samping yang berbahaya seperti
agresi, rasa takut, dan kecenderungan untuk meloloskan diri atau menghindari
orang, benda atau kejadian yang berkaitan dengan prosedur tersebut.

e. Penggunaan positif bagi respon target mestinya digunakan untuk melengkapi


pengondisian pelolosan dan penghindaran. Hal ini bukan hanya membantu
menguatkan perilaku diinginkan tetapi juga mampu mengatasi efek-efek
samping tak diinginkan yabg juga disebutkan. Prosedur yang digunakan pada
joanne mungkin bekerja lebih baik jika penguatan positif bagi postur yang
baik ditambahkan padanya. (ini tidak terjadi karena pemodifikasi perilaku
hanya tertarik menggunakan prosedur pelolosan dan penghindaran).

f. Sama seperti semua prosedur lain yang dijelaskan dibuku ini , individu harus
diberitahukan sesuai tingkat pemahamannya prosedur yang akan diterimanya
dan apa konsekuensinya. Sekali lagi , sama seperti semua prosedur dibuku ini,
intruksi-intruksi yang jelas diberikan dengan klien atau perwaliannya agar
mereka bisa mendapat manfaat maksimal dari program modifikasi perilaku.

20

Anda mungkin juga menyukai