BEHAVIORAL REHEARSAL
NADIYA ANDROMEDA S.PSI., M.PSI
. Konseling Behavioristik berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat . manusia, yang
sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu:
a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia mempunyai
potensi untuk bertingkah laku baik atan buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal keturunan atau
pembawaan dan berkat interaksi antara bekal keturunan dan lingkungan, terbentuk aneka pola
bertingkah laku yang menjadi suatu ciri khas pada keprihadiannya.
b. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya,
dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
c. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru
melalui suatu proses belajar. Kalau pola yang lama dahulu dibentuk melalui belajar, pola itu dapat
pula diganti melalui usaha belajar yang baru.
d. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang
lain.
Keyakinan tersebut itu, sebagaimana pernah dirumuskan oleh Dustin dan George, dikutip dalam
buku karangan George dan Christiani: Theory. Methods, and Processes of Counseling and
Psychotherapy (halaman 108). Sejalan dengan keyakinan mendasar itu. bagi seorang konselor
behavioristik perilaku konseli merupakan hasil dari keseluruhan pengalaman hidupnya dalam
berinteraksi dengan lingkungan
Konselor behavioral menganggap semua manusia sama, tidak ada yang baik dan tidak ada yang
jahat. Masing-masing mempunyai potensi seimbang ke arah menjadi sama ada baik ataupun jahat.
Hasilnya, ahli-ahli teori tingkah laku tidak sepenuhnya memberikan definisi tabiat asas kemanusiaan
itu yang boleh membantu teori-teori mereka sendiri.
Oleh Nadiya Andromeda S.Psi ,
M.Psi
KONSEP TENTANG TINGKAH LAKU
. Menurut Taufik (2009 : 155), terdapat tiga asumsi dasar yang mendasari teori Skinner mengenai
tingkah laku, yaitu :
1. Tingkah laku itu ditentukan oleh aturan-aturan/hukum-hukum, yang artinya adalah upaya
urutan terjadinya tingkah laku dalam kaitannya dengan suatu kejadian.
2. Tingkah laku dapat diramalkan, artinya ada upaya yang tidak hanya menguraikan tingkah
laku, namun juga untuk memprediksi tingkah laku yang akan tampil di masa yang akan datang.
3. Tingkah laku dapat dikontrol/dikendalikan; dalam arti individu dapat mengantisipasi atau
mengetahui terlebih dahulu keluasan aktivitas atau perilakunya.
Mengenai tingkah laku yang ditentukan oleh tujuan, behaviorisme memandang bahwa tujuan
merupakan kebutuhan yang ingin dicapai melalui proses belajar. Tujuan yang semula diasosiasikan
dengan penguatan fisiologik, akan mencapai kemasakan seiring dengan interaksi manusia
terhadap lingkungannya. Jika kebutuhan yang satu telah dicapai, maka kebutuhan lain akan
muncul sebagai pengiring bagi kebutuhan selanjutnya, sekaligus merupakan hasil asosiasi dari
tujuan sebelumnya. Melalui proses yang sedemikian ini, akan dipahami bahwa kebutuhan yang
dipelajari itu berkembang dan membentuk diferensiasi dan tergeneralisasi dari yang spesifik
(primer) sampai pada kebutuhan yang umum (sekunder). Oleh Nadiya Andromeda S.Psi ,
M.Psi
PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU SALAH SUAI
. Kalau perilaku klien ditinjau dari sudut pandangan apakah perilaku itu tepat dan sesuai
dengan situasi kehidupannya (well-adjusted) atau tidak tepat dan salah suai (maladjusted), harus
dikatakan bahwa baik. tingkah laku tepat mauptin tingkah laku salah sama-sama merupakan hasil
belajar. Karena tingkah laku salah merupakan hasil belajar, tingkah laku yang salah itu juga dapat
dihapus dan diganti dengan tingkah laku yang tepat melalui suatu proses belajar.
Dengan kata lain, kalau seseorang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri (adjustment),
hal itu disebabkan karena orang itu telah belajar bertingkah laku yang salah. Di masa yang
lampau orang belajar dalam interaksi dengan lingkungannya, lebih¬lebih orang lain (Lingkungan
sosial). Dia telah berhadapan dengan sejumlah rangsangan (Stimulus, disingkat S) dan telah
bereaksi pula dengan cara tertentu (Response, disingkat R). Cara bereaksi itu lama-kelamaan
akan dapat membentuk suatu pola bertingkah laku. yang sesuai dengan situasi kehidupannya
pada saat tertentu. Suatu pola bertingkah laku yang dahulu mungkin sesuai, di waktu kemudian
dapat tidak sesuai lagi karena situasi kehidupannya telah berubah. Kalau pola berperilaku yang
dipelajari dahulu tetap dipertahankan, meskipun situasi kehidupan telah berubah, akan ada
kesulitan, alias orang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
Ukuran tingkah laku yang salah suai hanya terdapat jika tingkah laku tersebut berada pada
derajat tingkah laku yang dapat mengecewakan individu atau lingkungannya. Oleh sebab itu,
keberadaan budaya akan sangat menentukan sebagai refleksi pertimbangan kesesuaian.
Ketepatan atau ketidaktepatan perilaku akan sangat bergantung pada determinasi pemenuhan
kebutuhan yang disandarkan kepada kondisi lingkungan dan budaya. Karena itu pula,
interaksi dengan kebudayaan akan berguna sebagai pembelajaran dan dalam merangking
hirarki khasanah tingkah laku Oleh Nadiya Andromeda S.Psi ,
M.Psi
TUJUAN KONSELING
. Tujuan konseling menduduki tempat yang sangat penting dan ditentukan oleh konselor
dan klien sejak permulaan proses konseling. Menurut Taufik (2009 : 156), tujuan umum
adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi belajar (semua perilaku dipelajari),
membantu menolong diri sendiri (self-help), peningkatan keterampilan sosial, dan tujuan
membantu klien dalam mengembangkan suatu sistem pengaturan diri (self-management),
sehingga klien dapat mengontrol nasibnya (self-control) baik di dalam maupun diluar situasi
konseling.
Krumboltz (dalam Hansen, 1977) memberikan karakteristik tujuan konseling yang patut
diperhatikan konselor, yaitu :
1. Tujuan harus diinginkan klien,
2. Konselor harus berkeinginan membantu klien,
3. Tujuan memungkinkan untuk dinilai pencapaiannya oleh klien,
4. Tujuan memperbaiki perilaku salah suai, belajar tentang proses pembuatan
keputusan, dan pencegahan timbulnya masalah.
Penggunaan model dalam konseling ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati model dan
mempelajari keterampilannya. Teknik ini juga diperuntukkan bagi klien yang telah memiliki pengetahuan tentang penampilan
tingkah laku tetapi belum dapat menampilkannya. Proses terapeutik dalam bentuk Modelling ini akan membantu/mempengaruhi
tingkah laku yang lemah atau memperkuat tingkah laku yang siap dipelajari dan memperlancar respon. Teknik konseling
Modelling ini dapat berupa :
a. Proses Mediasi, yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan recall asosiasi antara stimulus dan
respon dalam ingatan. Dalam prosesnya, mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan insentif.
Atensi pada respon model akan diretensi dalam bentuk simbolik dan diterjemahkan kembali dalam bentuk tingkah laku
(reproduksi motorik) yang insentif.
b. Live Model dan Symbolic Model, yaitu model hidup yang diperoleh klien dari konselor atau orang lain dalam bentuk
tingkah laku yang sesuai, pengaruh sikap, dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam keseluruhan
proses konseling akan membawa pengaruh langsung (live model) baik dalam sikap yang hangat maupun dalam sikap yang dingin.
Sedangkan symbolic model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan media rekaman lainnya.
c. Behavior Rehearsal, yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan cara melakukan atau menampilkan perilaku
yang mirip dengan keadaan sebenarnya. Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi, dan balikan yang ia
peroleh dari konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan dan ia katakana.
d. Cognitive Restructuring, yaitu proses menemukan dan menilai kognisi seseorang, memahami dampak negatif pemikiran
tertentu terhadap tingkah laku, dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistic dan lebih cocok.
Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang korektif, belajar mengendalikan pemikiran sendiri,
menghilangkan keyakinan irrasional, dan menandai kembali diri sendiri.
e. Covert Reinforcement, yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi diri sendiri. Teknik ini dapat
dilangsungkan dengan meminta klien untuk memasangkan antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan sesuatu yang
sangat negatif, dan memasangkan imaji sesuatu yang dikehendaki dengan imaji sesuatu yang ekstrim positif.
a. Extinction, yaitu proses mengurangi frekuensi terjadinya suatu tingkah laku dengan menghilangkan
reinforcementnya.
b. Reinforcing Incompatible Behavior, yaitu proses memperkuat tingkah laku positif dengan memberikan
reinforcers pada respon yang diinginkan dan mengurangi tingkah laku yang negatif dengan cara
mengabaikannya.
c. Relaxation Training, yaitu teknik rileksasi untuk menanggulangi tekanan-tekanan (stress) yang
ditimbulkan oleh keadaan hidup sehari-hari. Teknik ini diberikan kepada klien agar memperoleh pengenduran
otot-otot dan mental yang terganggu tersebut.
d. Systematic Desensitization, yaitu prosedur terapeutik yang dipakai dalam berbagai keadaan yang
berhubungan dengan kecemasan, ketakutan, dan reaksi phobia. Dalam teknik ini, klien dilatih untuk rileks
selama kurang lebih 30 menit, dan kemudian klien menyusun situasi stimulus yang didalamnya mereka
mengalami cemas. Sedangkan konselor membantu mengidentifikasi dan menyusun situasi dari pengalaman
yang tingkat kecemasannya rendah sampai yang tertinggi. Setelah klien benar-benar rileks, konselor dapat
memulai teknik terapeutik dengan cara meminta klien memejamkan matanya dan konselor mulai
menggambarkan seri-seri adegan dan meminta klien untuk membayangkan dirinya dalam setiap adegan
tersebut. Konselor bergerak secara progresif ke hierarki sampai klien memberikan tanda mengalami
kegelisahan. Adegan dihentikan apabila klien mampu tetap rilek dalam reinforcement yang sebelumnya
dianggap menggelisahkan.
e. Satiation, yaitu proses memberikan reinforcement yang berlebihan sehingga reinforcement kehilangan
nilainya sebagai penguat. Satiation dapat dilakukan dengan membanjiri klien dengan stimulus yang sama
hingga stimulus tidak lagi direspon.
Oleh Nadiya Andromeda S.Psi ,
M.Psi
BEHAVIOR REHEARSAL