Anda di halaman 1dari 14

korupsi

Kelompok 3 :
Trisna Febrina (1191151015)
Lidya Munawarah Siregar (1193151026)
Putri Tasya Muri Handayani (1193351031)
Muhammad Luvvi Rangkuti (1193351032)
Martauli O. Sihaloho (1193351039)
Gejala Korupsi dan Defenisi Korupsi

Secara bahasa, kata “korupsi” berasal dari kata corruptio (Latin) kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan kepentingan umum.

Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima
oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat
disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi
kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis,
1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang
yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Korupsi dan Modernisasi

Modernisasi mendorong korupsi dengan cara mengubah dan


menghasilkan sesuatu melalui sistem politik. Penataan mekanisme
dan tertib politik pada banyak negara setelah Perang Dunia Kedua
masih menjadi topik diskusi menarik di kalangan cendekiawan
politik, negarawan, politisi bahkan masyarakat awam. Tidak bisa
tidak, setelah sebuah masyarakat memeroleh kemerdekaan dan
kemudian melewati fase kehidupan tradisional maka mereka akan
memulai babak baru kehidupan yang disebut modernisasi--sebagai
akibat dari gerakan rasionalisasi dan fungsionalisasi.
Pengertian pejabat negara dapat diperluas yaitu semua orang yang memiliki otoritas di dalam masyarakat
yang kebetulan memiliki kedudukan istimewa. Huntington menjelaskan bahwa terdapat tiga alasan kenapa
modernisasi membiakkan korupsi. 

01 02 03

modernisasi menjadi
modernisasi pembiakan korupsi karena modernisasi
membawa perubahan ia menciptakan sumber mendorong korupsi
dasar dalam nilai- kekayaan dan kekuasaan dengan cara
nilai masyarakat baru sementara aktivitas mengubah dan
politik belum ditentukan menghasilkan
batas-batasnya dalam sesuatu melalui
tradisi kuno sistem politik
Praktik-Praktik Korupsi di Indonesia, Korupsi dengan Latar
Belakang Masyarakatnya

Di Indonesia masalah korupsi telah menjadi fokus utama. Di tingkat Asia


Tenggara kita termasuk Negara terkorup nomor satu. Praktek korupsi
telah terjadi sejak zaman nabi sampai dengan sekarang. Boleh dikatakan
tindakan korupsi ini telah berusia seumur zaman. Bagaimana perilaku
penguasa dengan memperkaya diri sendiri dan menindas rakyatnya sudah
ada sejak zaman dahulu kala. Raja Fir’aun yang zalim memerintah
dengan penuh kezaliman, menindas rakyatnya dan mengumpulkan harta
yang berlimpah untuk kesenangan ia dan keluarganya sendiri. Zaman
raja-raja di Indonesia juga menunjukkan perilaku korupsi. Setiap raja
memerintahkan kepada pejabat dibawahnya untuk memberikan berupa
upeti. Pejabat dibawah menindas rakyatnya untuk memenuhi keinginan
sang raja. Sistem upeti merupakan hal yang biasa dalam sistem kerajaaan
Jawa zaman dahulu.
Korupsi Akibat Iklim Politik yang Tidak Sehat

Korupsi yang terjadi pada lembaga-lembaga negara seperti yang terjadi di Indonesia dan marak
diberitakan di berbagai media massa mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
tersebut hilang. Akhir-akhir ini masyarakat kita banyak menerima informasi melalui berbagai media
tentang bobroknya penegakan hukum di Indonesia. Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang
menghadapi cobaan berat yakni berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini
dikarenakan terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah,
legislatif atau petinggi partai politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya
kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.

Masyarakat akan semakin apatis dengan apa yang dilakukan dan diputuskan oleh pemerintah. Apatisme
yang terjadi ini seakan memisahkan antara masyarakat dan pemerintah yang akan terkesan berjalan
sendiri-sendiri. Hal ini benar-benar harus diatasi dengan kepemimpinan yang baik, jujur, bersih dan
adil. Sistem demokrasi yang dijalankan Indonesia masih sangat muda, walaupun kelihatannya stabil
namun menyimpan berbagai kerentanan.
Korupsi dan Administrasi Negara yang Simpang
Siur

Telah disinggung sistem kepegawaian yang tidak sehat, yang menyangkut fungsi para pegawai sebagai the man behind
the gun yang kurang wajar. Akibat dari pola nepotisme terjadilah banyak kepincangan dan peristiwa overbelast,
kebanyakan jumlah pegawai. Administrasi Negara tidak efisien dan budget untuk gaji pegawai tidak memadai lagi.
Dengan begitu administrasi menjadi semrawut, dan menjadi sumber kongkalikong. Banyak terjadi penggelapan dan tindak
salah urus.

Dalam kenyataan sehari-hari, aparat pemerintah itu tidak bisa netral dan tidak objektif, sering jadi berat sebelah. Artinya,
tidak mengabdi kepada kepentingan umum juga tidak turut memelihara ketertiban umum dan hukum. Sebaliknya justru
menjadi instrument kekuasaan bahkan menjadi kekuasaan itu sendiri. Juga bagi alat kaum politisi untuk terus berkuasa.
Maka birokrasi pemerintahan itu menjadi birokrasi politik dengan daya upaya intensif dari penguasa untuk
melanggengkan kekuasaan dan pelestarian sumber-sumber ekonomi serta kekayaan, juga untuk mengawetkan pemusatan
kekuasaan ini biasanya dijalankan dengan cara: (1) mengurangi pertisipasi sosial-politik dari kekuatan-kekuatan sosial
dan (2) mencegah mereka melakukan intervensi kepada kekuasaan pusat.
Infiltrasi Bisnis ke dalam Pemerintahan

Tindakan-tindakan penyelewengan di bidang politik dan ekonomi itu jelas menurunkan derajat moralitas politik dan
moralitas bisnis. Kedua-duanya sama buruknya. Menurunnya kedua moralitas itu menambah berkembangnya praktik-
praktik korupsi. Maka berlangsunglah rangkaian interelasi di antara kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, moralitas,
korupsi dalam wujud lingkaran setan atau vicious circle yang sulit dipecahkan. Disamping itu ada usaha-usaha untuk
mengendalikan dan mengontrol perdagangan secara intensif oleh pemerintah dan pejabat-pejabat formal, sehingga
ikhtiar ini menumbuhkan etatisme. peristiwa inilah justru menyuburkan praktik-praktik penyelundupan, penyuapan,
dan korupsi yang didalangi oleh kaum koruptor, yaitu pejabat-pejabat dan para penegak hukum yang korup. Jelaskan
bahwa relasi akrab antara sektor bisnis dan pemerintah-akrab namun sifatnya deviatif atau menyimpang dalam periode
modernisasi dan pembangunan dewasa ini membuka banyak kesempatan bagi kaum koruptor untuk menanggung
keuntungan pribadi.
ABRI dan Masalah Korupsi

Pada setiap sistem pemerintahan yang bagaimanapun coraknya, pasti selalu ada oknum-oknum penyimpangan dan
penyelewengan dalam wujud sipil maupun yang berbaju seragam militer dan polisi. Kurangnya karakter dan lemahnya
mental para pejabat sipil maupun militer yang melakukan tindakan korupsi itu selalu dijadikan objek kritikan dan dijadikan
alasan oleh pihak luar untuk melancarkan oposisi dan perlawanan. Peristiwa demikian ini adalah wajar dalam iklim
demokrasi.

semakin modern dan kompleks suatu masyarakat, makin sulit bagi tokoh-tokoh militer untuk melaksanakan fungsi militer
dan non militer secara simultan sedang sarana dan metode metode pemecahan yang mereka gunakan menjadi tidak efektif
lagi titik khususnya tokoh-tokoh militer yang radikal dengan garis keras ( the hard liners) berpendirian, bahwa kau militer
harus tetap dan terus berkuasa. Mereka selalu menghalang-halangi orang-orang sipil untuk berpartisipasi politik dan
menduduki jabatan jabatan penguasa titik mereka juga akan merintangi Proses reformasi struktural dari sistem politik yang
ada.
Tanggapan Pemerintah dan Rakyat Terhadap Korupsi

Tanggapan pemerintah dan rakyat terhadap korupsi yaitu, pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (5) menegaskan bahwa tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peran serta masyarakat tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan hak
dan tanggungjawab masyarakat dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari tindak pidana korupsi.

Di samping itu, dengan peran serta tersebut masyarakat akan lebih bergairah untuk melaksanakan kontrol sosial terhadap
tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi
dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Saran-Saran Penanggulangan Korupsi

Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :

1) Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
2) Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
3) Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan
yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling
bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk
mengurangi kesempatan korupsi.
Saran-Saran Penanggulangan Korupsi
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1) Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
dengan bersifat acuh tak acuh.
2) Menanamkan aspirasi Nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan Nasional.
3) Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4) Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5) Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah Kementerian beserta jawatan
dibawahnya.
6) Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7) Adanya kebutuhan Pegawai Negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
8) Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
Kesimpulan

Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya
diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan
tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan
kesejahteraan negara.

?
THANKS!

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai