Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA DALAM KONSELING KELOMPOK

DISUSUN OLEH KELOMPOK II

1. ATUS KAMLASI (2101160001)


2. MARIA TRININGSIH TNA’AUNI (
3. INDRIYANI YOSEPHA HAUMETAN (2101160031)
4. SUSANA NATALIA NGGELE (2101160057)
5. WENDRAMAYA YULENCI DETHAN (
6. YUSTINA INA JARI (2101160087)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan berkat-Nya tim penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjuduL “Etika dalam
Konseling Kelompok” dengan tepat waktu tanpa mengalami kesulitan yang berarti. Tujuan
penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Kelompok
yang diampu oleh dosen Katharina E.P Korohama dan Rizky M. A. Abel.

Tim penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh sebab itu tim penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna
pengembangan penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.

Akhirnya tim penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat bemanfaat bagi
pembanya,terutama untuk mahasiswa program studi bimbingan dan konseling kelas A, semester
IV, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan,Universitas Nusa Cendana tahun 2023.

Kupang, 26 Maret 2023

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................ii

Daftar Isi.......................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Konseling Kelompok..................................................................................................3


2.2 Etika dalam Konseling Kelompok..........................................................................................4
2.3 Rekrument dan Penyaringan Peserta Kelompok.....................................................................6
2.4 Kerahasiaan ............................................................................................................................9
2.5 Penghentian dan Tindak Lanjut .............................................................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................11
Daftar Pustaka ..............................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu profesi memiliki suatu kode atau sistem etika. Setiap orang profesional
diharapkan menggunakan peniliannya yang tegas karena masalah-masalh etis muncul
dalam pekerjaannya. Perhimpunan Psychology Amerika (APA) telah mengembangkan
petunjuk – petunjuk dan standar etika dalam psikologi. Segenap calon konselor harus
mempelajari Ethical Standards of Psychologists yang diterbitkan APA.
Program-progran pendidikan konselor harus menyertakan seminar-seminar mengenai
prinsip-prinsip dan praktek-praktek etika. Masalah-masalah yang nyata menyangkut
masalah-masalh etika harus menjadi topik-topik yang dieksplorasi di dalam seminar-
seminar. Para mahasiswa sebagai pemula, harus mengenalkan betul-betul standar-standar
yang dikembangkan oleh APA. Mereka harus peka terhadap masalah-masalah etis yang
muncul dalam pengalaman-pengalaman praktikum mereka, kemudian mendiskusikannya
dalam seminar atau berkonsultasi dengan para pembimbing guna memperoleh
pertimbangan mengenai aspek-aspek masalah-masalah tersebut. Bagian dari pendidikan
konselor adalah mengembangkan ketegasan menilai dan masalah-masalah etika dasar
harus diprioritaskan dalam latihan pribadi.
Konseling kelompok menyajikan pengalam teraputik bagi individu-individu normal
yang tidak mengalami permasalah emosional yang serius. Layanan konseling kelompok
merupakan cara yang amat baik dalam dalam menangani konflik-konflik antarpribadi dan
membantu individu-individu dalam pengembangan kepribadian mereka (Hazen, Warner
dan Smith dalam Prayitno dan Amti, 2018)
Dalam kaitan itu semua, sebagaimana konseling perorangan, konseling kelompok
berorientasi pada pengembangan individu, pencegahan dan pengentasan masalah. Tenaga
yang dapat diandalkan untuk menyelenggarakan layanan konseling kelompok adalah
konselor. Konselor yang efektif dalam konseling perorangan akan efektif dalam
konseling kelompok. Dapat diandalkan untuk menyelenggarakan layanan konseling
kelompok adalah konselor.

1
2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan diatas, adapaun rumusan masalah adalah sebagai berikut:

2.2.1 Bagaimana Konsep Konseling Kelompok?


2.2.2 Bagaimana Etika dalam Konseling Kelompok?
2.2.3 Bagaimana Rekrutment Peserta dan Penyaringan Anggota?
2.2.4 Bagaimana Kerahasiaan dalam Konseling Kelompok?
2.2.5 Penghentian dan Tindak Lanjut

2.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
2.3.1 Untuk mengetahui Konsep Konseling Kelompok
2.3.2 Untuk mengetahui Etika dalam Konseling Kelompok
2.3.3 Untuk mengetahui Cara Rekrutment dan Penyaringan Anggota dalam Konseling Kelompok
2.3.4 Untuk mengetahui kerahasiaan dalam Konseling Kelompok
2.3.5 Untuk mengetahui Penghentian dan Tindak Lanjut dalam Konseling Kelompok.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep dalam Konseling Kelompok

Corey (2013) menjelaskan bahwa pemahaman terhadap konseling kelompok


harus dilakukan dalam pendekatan integratif dan eklektif. Integrasi secara teoretis
berusaha mengkolaborasi dengan perspektif lain untuk memperkaya kajian sehingga
konseling tidak berkembang secara mandiri dan terpisah tetapi terintegrasi dengan
prinsip-prinsip keilmuan yang lain. Dalam perspektif multikultural maka konseling
kelompok akan bersinggungan dengan masalah nilai, keyakinan, dan perilaku pada
komunitas tertentu. Kesadaran budaya meliputi usia, jenis kelamin, orientasi seksual,
agama dan status sosial-ekonomi. Perspektif budaya menjadi orientasi yang penting
dalam kelompok karena latar belakang budaya akan mempengaruhi sikap dan perilaku
anggota kelompok.

Konselor merupakan figure sentral dalam proses kelompok, bagi konselor pemula
akan banyak mendapatkan kendala intern yang berkaitan dengan ketidakmampuan diri,
kepercayaan diri dan belum mahir dalam menentukan arah konseling kelompok.
Karakteristik pribadi seorang pemimpin kelompok yang efektif yaitu ; mampu menjadi
teladan, memiliki komitmen untuk bersama-sama dalam kelompok, memiliki kemampuan
membantu orang lain, jujur, peduli, memiliki keyakinan dalam proses kelompok, terbuka,
mau menerima kritik, memiliki kesadaran budaya, keinginan untuk memperoleh
pengetahuan baru, memiliki kewibawaan, memiliki resiliensi, memiliki kesadaran diri,
memiliki selera humor, mempunyai daya cipta, memiliki dedikasi dan komitmen diri
(Posthuma, 1996; Corey 2005). Konselor merupakan seorang professional, hal ini
ditunjukkan pada penguasaan terhadap keterampilan dalam memimpin kelompok,
mampu menjadi pendengar aktif, tanggap terhadap kondisi dan keadaan tertentu,
memiliki kemampuan menjelaskan, kemampuan membuat ringkasan, memfasilitasi,
memiliki empati, mampu membuat penafsiran, keterampilan dalam bertanya, mampu
membuat hubungan baik dengan anggota kelompok, keterampilan konfrontasi,
keterampilan memberikan dorongan, kemampuan membuat batasan, mampu melakukan

3
asesmen, dapat menjadi teladan, mampu menyampaikan alternative dan saran,
keterampilan berinisiatif, keterampilan evaluasi. Konselor juga dituntut memiliki tiga
kompetensi dasar yaitu dapat dipercaya, memiliki pengetahuan dan keterampilan.

2.2 Etika dalam Konseling Kelompok


Etika dalam konseling kelompok membahas keberadaan masalah-masalah hukum dan
etika dalam konseling kelompok. Tujuannya tidak secara langsung membahas pelatihan
pimpinan-pimpinan kelompok karena sebagai macam bentuk kepemimpinan akan
ditentukan oleh disiplin yang dimiliki oleh pimpinan pimpinan kelompok yang potensial.
Menurut Ev. Asriningrum, M.K, etika konseling kelompok berarti suatu aturan yang
harus dilakukan oleh seorang konselor dan hak-hak klonseli yang harus dilindungi oleh
seorang konselor. Dan dia membagi empat etika yang penting dilindungi konseling
kelompok yaitu :
a. Profesional Responsibility.
Selama proses konseling berlangsung, seorang konselor harus bertanggung jawab
terhadap konselinya dan dirinya sendiri.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Responding fully, artinya konselor harus bertanggung jawab untuk memberi
perhatian penuh terhadap konseli selama proses konseling.
2. Terminating appropriately, konselor harus bisa melakukan terminasi
(menghentikan proses konseling) secara tepat.
3. Evaluating the relationship, relasi antara konselor dan konseli haruslah relasi
yang terapeutik namun tidak menghilangkan yang personal.
4. Counselor’s responsibility to themselves, konselor harus dapat membangun
kehidupannya sendiri secara sehat sehingga ia sehat secara spiritual, emosional
dan fisikal.
b. Confidentiality. Konselor harus menjaga kerahasiaan konseli.

Ada beberapa hal yang perlu penjelasan dalam etika ini, yaitu yang dinamakan
previleged communication. Artinya konselor secara hukum tidak dapat dipaksa untuk
membuka percakapannya dengan konseli, namun untuk kasus-kasus yang dibawa ke
pengadilan, hal seperti ini bisa bertentangan aturan dari etika itu sendiri. Dengan
demikian tidak ada kerahasiaan yang absolute.

4
c. Conveying Relevant Information to The Person In Counseling.
Maksudnya konseli berhak mendapatkan informasi mengenai konseling yang
akan mereka jalani. Informasi tersebut adalah:
1. Counselor qualifications: konselor harus memberikan informasi tentang
kualifikasi atau keahlian yang ia miliki.
2. Counseling consequences : konselor harus memberikan informasi tentang hasil
yang dicapai dalam konseling dan efek samping dari konseling.
3. Time involved in counseling: konselor harus memberikan informasi kepada
konseli berapa lama proses konseling yang akan dijalani oleh konseli. Konselor
harus bisa memprediksikan setiap kasus membutuhkan berapa kali pertemuan.
Misalnya konselor dan konseli bertemu seminggu sekali selama 15 kali,
kemudian sebulan sekali, dan setahun sekali.
4. Alternative to counseling: konselor harus memberikan informasi kepada konseli
bahwa konseling bukanlah satu-satunya jalan untuk sembuh, ada faktor lain yang
berperan dalam penyembuhan, misalnya: motivasi konseli, natur dari problem,
dll.

d. The Counselor Influence.


Konselor mempunyai pengaruh yang besar dalam relasi konseling, sehingga ada
beberapa hal yang perlu konselor waspadai yang akan mempengaruhi proses
konseling dan mengurangi efektifitas konseling. Hal-hal tersebut adalah:
1. The counselor needs : kebutuhan-kebutuhan pribadi seorang konselor perlu
dikenali dan diwaspadai supaya tidak mengganggu efektifitas konseling.
2. Authority: pengalaman konselor dengan figur otoritas juga perlu diwaspadai
karena akan mempengaruhi proses konseling jika konseli juga figur otoritas.
3. Sexuality: konselor yang mempunyai masalah seksualitas yang belum
terselesaikan akan mempengaruhi pemilihan konseli, terjadinya bias dalam
konseling, dan resistance atau negative transference.
4. The counselor`s moral and religius values: nilai moral dan religius yang
dimiliki konselor akan mempengaruhi persepsi konselor terhadap klonseli
yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ia pegang.

5
Isu-isu yang berkaitan dengan etika dalam konseling kelompok adalah
pemberian informasi kepada anggota kelompok berkenaan dengan aktivitas yang
akan dilakukan, perlu diperhatikan terhadap keanggotaan yang tidak sukarela,
kebebasan untuk mengundurkan diri dari anggota kelompok, menjelaskan resiko
psikologis yang kemungkinan akan dialami oleh anggota dan masalah
kerahasiaan. Permasalahan yang berhubungan dengan isu etis sebaiknya
disampaikan kepada anggota kelompok. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
tentang anggota kelompok yang beragam karena untuk melakukan proses
kelompok dalam seting populasi yang beragam perlu ditanamkan nilai-nilai
keragaman, memberikan pemahaman standar-standar etis, pemahaman pada isu-
isu khusus yang berorientasi pada jenis kelamin. (Sanyata, 2010)

2.3 Rekrument Peserta Kelompok dan Penyaringan Peserta Kelompok

Menurut Sanyata (2010) beberapa hal yang diperhatikan dalam


membentuk kelompok adalah penyaringan anggota dan pertimbangan-
pertimbangan praktis dalam membuat kelompok. Adapun pertimbangan praktis
yang dilakukan adalah berkaitan dengan komposisi kelompok, ukuran anggota
kelompok, frekuensi dan lamanya pertemuan pada setiap sesi, panjangnya
kelompok, kesepakatan tempat pertemuan dan sifat keanggotaan yang terbuka
atau tertutup. Sebelum kelompok dibentuk seorang konselor juga dapat
memberikan klarifikasi tentang konselor yang akan memimpin kelompok dan
harapan-harapan dari anggota kelompok terhadap proses kelompok.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam pembentukan kelompok


sehingga ada kerjasama yang baik antar anggota kelompok, sebagai berikut :

1. Memilih anggota kelompok


Peranan anggota kelompok menurut Prayitno (2018) dijabarkan sebagai
berikut : membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungannya antar
anggota kelompok, mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam
kegiatan kelompok, membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha

6
mematuhinya dengan baik, ikut secara aktif dalam kegiatan konseling kelompok,
mampu berkomunikasi secara terbuka, berusaha membantu orang lain,
memeberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjalankan perannya.
2. Jumlah peserta
Jumlah anggota konseling kelompok menurut Corey antara 6-10 orang
setiap kelompok, karena fungsi pengentasan lebih ditekankan dan banyak sedikit
jumlah anggota kelompok bergantung pada umur klien, tipe atau macam
kelompok, pengalaman konselor, dan masalah yang akan dicari solusinya
3. Jangka waktu pertemuan kelompok
Corey menyebutkan dalam usaha membantu mengurangi masalah pada
situasi mendesak seperti jalan keluar, konselor akan membuat jadwal satu minggu
sekali pertemuan selama 90 menit.
4. Tempat pertemuan
Setting atau tata letak ruang, bila memungkinkan untuk saling berhadapan
sehingga akan membantu suasana kekompakan angotanya. Selain itu kegiatan
konseling kelompok dapat dilakukan diluar ruangan terbuka seperti taman, dan
lain-lain.
5. Kelompok terbuka atau kelompok tertutup
Penentuan kelompok terbuka atau tertutup perlu ditentukan pada awal sesi
konseling dan telah disetujui oleh anggota kelompok. Kelompok terbuka adalah
suatu kelompok yang secara tanggapan akan perubahan dan pembaharuan.
Sedangkan kelompok tertutup yaitu kecil kemungkinan menerima perubahan dan
pembaharuan, atau mempunyai kecenderungan tetap menjaga kestabilan dalam
konseling.

Standart kerja seperti yang dijelaskan secara detail dalam disiplin


pimpinan kelompok seharusnya dipenuhi dalam rekrutmen anggota kelompok.
Beberapa petunjuk berlaku untuk kedua latar belakang di atas adalah sebagai
berikut :
a. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tujuan kelompok,
panjang dan jangka waktu program serta jumlah partisipan atau peserta

7
b. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang kualifikasi
pimpinan untuk memimpin kelompok kelompok yang dimaksud.
c. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang honor
pimpinan yang merinci jumlah-jumlah untuk jasa kerja, makanan, penginapan,
materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan.
d. Anggota kelompok seharusnya di paksa untuk masuk dalam suatu kelompok
oleh para superior (senior) atau pimpinan kelompok.
e. Pernyataan tidak puas yang tidak bisa di tunjukkan dengan bukti ilmiah
seharusnya tidak di buat.

Penyaringan peserta kelompok

Semenjak ada bukti bahwa tidak semua orang bisa mengambil keuntungan
dari suatu pengalaman kelompok, pimpinan seharusnya memberlakukan beberapa
bentuk prosedur penyaringan untuk memastikan bahwa calon anggota kelompok
memahami apa yang akan diharapkan darinya dan untuk menyeleksi para anggota
yang bisa mengambil keuntungan dari program tersebut untuk dirinya sendiri dan
partisipasi lain. Beberapa petunjuk umum untuk memastikn bahwa kondisi-
kondisi/syarat-syarat ini terpenuhi adalah :

a. Calon anggota kelompok seharusnya di hargai atas kemampuannya


mendapatkan keuntungan-keuntungan tertentu dari program (pengalaman)
tersebut.
b. Calon anggota kelompok seharusnya diinformasikan bahwa
keikutsertaannya harus bersifat sukarela (jika ada perkecualian, harus di
data secara lengkap).
c. Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu tentang apa yang di
harapkan dari mereka, resiko-resiko apa yang mungkin muncul dan teknik-
teknik apa yang pimpinan akan gunakan.
d. Calon anggota kelompok seharusnya diberitahukan bahwa mereka
mempunyai kebebasan untuk keluar dari kelompok tersebut.

8
e. Calon anggota kelompok seharusnya diberitahu bahwa mereka mempunyai
kebebasan untuk menolak saran atau nasehat dari pimpinan dan anggota-
anggota kelompok

Menurut Prayitno dan Amtin(2018) untuk memasuki konseling kelompok


para anggota kelompok atau konseli pada awalnya tidak memerlukan persiapan
tertentu. Dengan demikian masalah yang akan mereka bawa masing-masing ke
dalam kelompok berar kemungkinan berbeda-beda; atau bahkan ada di antara
mereka yang menurut kategori Bordin “tidak bermasalah”. Masalah-masalah yang
dibawa oleh masing-masing anggota itu nantinya akan dikemukakan dalam
kegiatan kleompok. Oleh karena itu muncul sejumlah masalah yang berbeda-beda
yang akan dibicarakan melalaui dinamika interaksi sosial dalam kelompok itu.

Tujuan yang didukung oleh konseling kelompok semua anggota kelompok


ialah terpecahkannya masalah-masalah yang dialami oleh para anggota kelompok.
Anggota kelompok ialah sesama mereka yang mengikat kegiatan konseling
kelompok itu. Pemimpinnya ialah konselor. Sedangkan aturan yang diikuti adalah
ketentuan yang berkenaan dengan pengembangan suasana interaksi yang hangat,
akrab, permisif, terbuka. Masing-masing anggoota dalam berbicara dan
menanggapi pembicaraan orang lain harus dengan sopan, berusaha memahami
dan menerima apa adanya pendapatv orang lain, mengendalikan diri dan
bertenggang rasa. Aturan lain misalnya, berbicara tidak perlu berkeliling giliran,
fan tidak perlu menunggu ditunjuk oleh konselor, akan tetapi bicara tetap satu per
satu, tidak berebutan; setiap masalah yang dialami anggota dibicarakan sampai
tuntas satu per satu masalah mana yang didahulukan pembahasannya dan urutan
berikutnya ditentukan secara musyawarah (Prayitno dan Amti: 2018)

2.4 Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan konseli kepada konselor tidak boleh


disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak
boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan kunci
dalam bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilakasanakan, maka

9
konselor akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama konseli sehingga
mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-
baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan
dengan baik, maka hilanglah kepercayaan konseli, sehingga akibatnya pelayanan
BK tidak dapat tempat di hati konseli dan para calon konseli; mereka takut untuk
meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan
gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan BK di tangan
konselor yang tidak dapat dipercaya tersebut.

Satu bidang yang sangat penting dari kerahasiaan adalah yang diterapkan
dalam praktek kelompok. Dalam konseling kelompok, konselor yang bertugas
sebagai pemimpin kelompok bertanggung jawab untuk menekankan pentingnya
kerahasiaan. Kerahasiaan adalah sebuah topik yang harus diperkenalkan dan
didiskusikan setelah suatu kelompok terbentuk, tetapi kerahasiaan itu juga harus
didiskusikan setelah proses konseling kelompok berlangsung. Jelas bahwa setiap
anggota kelompok bertanggung jawab dalam memelihara kerahasiaan pengakuan-
pengakuan sesama anggota. Jika kerahasiaan tidak terjamin, maka kelompok akan
dapat terpecah karena para karena para anggota tidak ingin masalah-masalah
pribadinya menjadi milik umum. Oleh karena itu, konselor harus selalu berusaha
mengingatkan para anggota untuk memelihara kerahasiaan. (Corey, 2013)

2.5 Penghentian dan Tindak Lanjut

Konseling kelompok tidak mungkin berlangsung terus menerus,


selanjutnya kelompok akan mengakhiri pada kegiatan yang dianggap tepat.
Menurut Corey (1990) tahap penghentian atau pengakhiran sama pentingnya
seperti tahap permulaan pada sebuah kelompok. Selama pembentukan awal pada
sebuah kelompok, anggota datang untuk saling mengenali satu sama lain dengan
baik, selama masa penghentian, para anggota kelompok memahami diri mereka
sendiri pada tingkat yang lebih mendalam. Penghentian memberi kesempatan
kepada anggota kelompok untuk memperjelas arti dari pengalaman mereka, untuk
mengkonsolidasi hasil yang mereka buat, dan membuat keputusan mengenai

10
tingkah laku yang ingin mereka lakukan di luar kelompok dan dalam kehidupan
sehari-hari.

Pada akhir kelompok yang penting adalah bagaimana keterampilan


anggota, termasuk konselor dalam mentransfer apa yang telah mereka pelajari
dalam kelompok ke dalam kehidupannya di luar kelompok. Namun tidak semua
anggota kelompok mampu merealisasikan rencana-rencana dan keputusan yang
telah mereka peroleh selama dalam kelompok. Oleh karena itu konselor bersama
anggota kelompok perlu memberi penguatan yang cukup bagi kebanyakan
individu.

Dalam penghentian, ada beberapa masalah yang ditemui, salah satunya


ambivalen emosional, sering kali terjadi perasaan kehilangan, sedih dan terpisah.
Namun perasaan– perasaan tadi dicampur dengan perasaan harapan, kesenanagan
dan penyelesaian (Shuutz, 1967 dalam Sanyata). Ketika memasuki tahap
penghentian, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan
penjelajahan tentang kemampuan anggota untuk menerapkan hal-hal yang telah
mereka pelajari dalam suasana kelompok pada kehidupan nyata seharinhari.
Pengakhiran konseling kelompok hendaknya membuat kesan yang positif bagi
anggota kelompok, jangan sampai anggota mempunyai ganjalan-ganjalan. Untuk
itu perlu diberikan kesempatan bagi masing–masing anggota untuk
mengemukakan ganjalan-ganjalan yang sesungguhnya mereka rasakan selama
kelompok berlangsung. Dengan demikian para anggota kelompok akan
meninggalkan kelompok dengan perasaan lega dan puas.

Menurut Corey (2013) konselor memiliki tanggung jawab kepada konseli.


Akan tetapi, karena konseli tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan lainnya, konselor memiliki tanngung jawab juga kepada
keluarga konseli, kepada lembaga tempat konselor bekerja, kepada masyarakat
dan kepada profesinya. Karena minat-minat konseli mendapat tempat utama
dalam hubungan konseling, maka kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan
konselilah yang diutamakan, bukan kebutuhan-kebutuhan konselor. Prinsip umum
mengenai pengutamaan kesejahteraan konseli tampaknya sudah jelas. Akan tetapi,

11
masalah ini bisa dengan mudah menjadi samarv mengingat bahwa konselor juga
memiliki tanggung-jawab kepada yang lain di samping kepada konseli.
Adakalanya terjadi konflik tanngung jawan atau pertentangan antara persepsi
konseli atas kesejahteraan dirinya dan persepsi konselor. APA (The American
Psychological Association) menyatakan , “Psikolog berusaha mengakhiri suatu
hubungan klinis atau konsultasi apabila telah jelas baginya bahwa konseli tidak
memperoleh manfaat dari hubungan itu”.

Sugiyo dan Nurul (2019) menjelaskan bahwa tindak lanjut atas laporan
program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling akan menjadi alat penting
dalam tindak lanjut untuk mendukung program sejalan dengan yang
direncanakan, mendukung setiap peserta didik yang dilayani, mendukung
digunakannya materi yang tepat, mendokumentasi proses, persepsi, dan hasil
program secara rinci, mendokumentasi dampak jangka pendek, menengah dan
jangka panjang, atas analisis keefektivan program digunakan untuk mengambil
keputusan apakah program dilanjutkan, direvisi, atau dihentikan, meningkatkan
program, seta digunakan untuk mendukung perubahan-perubahan dalam sistem
sekolah.

Tindak lanjut merupakan bentuk respon cepat terhadap refleksi yang


dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor atas permasalahan-
permasalahan yang teridentifikasi selama proses pemberian layanan. Kegiatan
yang dilakukan untuk menindak lanjuti hasil pelaksanaan pelayanan bimbingan
dan konseling. Tindak lanjut merupakan kegiatan yang dilakukan setelah evaluasi
program dilakukan. Kegiatan tindak lanjut yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
menindak lanjuti kegiatan pelayanaan yang diberikan. Kegiatan tindak lanjut ini
sebagai upaya untuk menuntaskan bantuan, perbaikan dan/atau pengembangan
program BK pada tahun pelajaran berikutnya. Kegiatan tindak lanjut dilakukan
berdasarkan temuan yang diperoleh dalam evaluasi program, maka Guru
BK/Konselor:

1. memperbaiki hal-hal yang masih lemah, kurang tepat atau kurang relevan
dengan tujuan yangakan dicapai;

12
2. Mengembangkan program dengan menambah atau merubah beberapa hal
yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan atau efektifitas program.
Hasil analisa ditindak lanjuti dengan menyusun program selanjutnya sebagai
kesinambungan program, misalnya mengembangkan jejaring pelayanan agar
pelayanan BK lebih optimal, melakukan alih tangan kasusbagi peserta didik
yang memerlukan bantuan khusus dari ahli lain, serta mengembangkan
komitmen baru kebijakan orientasi dan implementasi pelayanan peminatan
peserta didik selanjutnya. Disamping itu sebagai ujud akuntabilitas pelayanan,
kejelasan program,proses implementasi dan hasil-hasil yang dicapai serta
informasi yangdapat menjelaskan apa dan mengapa sesuatu proses dan hasil
terjadi atau tidak terjadi.(Sugiyo, Nurul: 2019)

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesumpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

3.1.1 Konselor merupakan figure sentral dalam proses kelompok, bagi konselor pemula akan
banyak mendapatkan kendala intern yang berkaitan dengan ketidakmampuan diri, kepercayaan
diri dan belum mahir dalam menentukan arah konseling kelompok.

3.1.2 Etika dalam konseling kelompok membahas keberadaan masalah-masalah hukum dan etika
dalam konseling kelompok. Tujuannya tidak secara langsung membahas pelatihan pimpinan-
pimpinan kelompok karena sebagai macam bentuk kepemimpinan akan ditentukan oleh disiplin
yang dimiliki oleh pimpinan pimpinan kelompok yang potensial

3.1.3 Menurut Sanyata (2010) beberapa hal yang diperhatikan dalam membentuk kelompok
adalah penyaringan anggota dan pertimbangan-pertimbangan praktis dalam membuat kelompok.
Semenjak ada bukti bahwa tidak semua orang bisa mengambil keuntungan dari suatu
pengalaman kelompok, pimpinan seharusnya memberlakukan beberapa bentuk prosedur
penyaringan untuk memastikan bahwa calon anggota kelompok memahami apa yang akan
diharapkan darinya dan untuk menyeleksi para anggota yang bisa mengambil keuntungan dari
program tersebut untuk dirinya sendiri dan partisipasi lain

3.1.4 Satu bidang yang sangat penting dari kerahasiaan adalah yang diterapkan dalam praktek
kelompok. Dalam konseling kelompok, konselor yang bertugas sebagai pemimpin kelompok
bertanggung jawab untuk menekankan pentingnya kerahasiaan

3.1.5 Dalam penghentian, ada beberapa masalah yang ditemui, salah satunya ambivalen
emosional, sering kali terjadi perasaan kehilangan, sedih dan terpisah. Namun perasaan–
perasaan tadi dicampur dengan perasaan harapan, kesenanagan dan penyelesaian

14
DAFTAR PUSTAKA

Corey. (2013). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:PT. Reflika Utama

Pyayitno & Amti. (2018). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta

Sanyata. (2010). Teknik dan Strategi Konseling Kelompok. Universitas Negeri Yogyakrta.
(Diakses dari https://journal.uny.ac.id/index.php/paradigma/article/view/5918 )

Sugiyo. Nurul. (2019). Modul 3 Perencanaan dan Evaluasi Layanan Bimbingan dan Konseling.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

15

Anda mungkin juga menyukai