Anda di halaman 1dari 11

KONSELING DALAM KONTEKS

PAPER

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Konseling Komunitas

Dosen Pengampu :
Afriyadi Sofyan, S. Pd. I., M. Pd., Kons.

Oleh Kelompok 3
Anggota :

1. Muhammad Khoirul Riza 1301419026


2. Galuh Nadhita 1301419028
3. Devi Agustin 1301419029

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI ……………………………... i
PEMBAHASAN …………………………… 1
A. KONSELING DALAM KONTEKS …………………………… 1
B. KERANGKA KONSELING RESPECTFUL …………………………… 1
MULTIKULTURAL

C. ASSESSMENT …………………………… 5

D. PENDEKATAN KONSELING DENGAN …………………………… 7


SOSIAL ORIENTASI KEADILAN

DAFTAR PUSTAKA …………………………… 9

i
PEMBAHASAN

A. KONSELING DALAM KONTEKS


Konseling dalam konteks bermaksud agar konseling dapat melengkapi kerangka
keseluruhan dari perspektif masyarakat, hal itu dapat diwujudkan dengan kompetensi
multikultural, pendekatan berbasis kekuatan, dan fokus yang kuat pada konteks.
Pembahasan dalam bab ini akan menekankan perspektif teoretis dan strategi konseling
yang sesuai dengan kriteria tersebut. Pendekatan menghargai (RESPECTFUL)
(D'Andrea & Daniels, 1997, 2001) meletakkan dasar bagi pendekatan penilaian dan
konseling yang didasarkan pada apresiasi yang luas dan mendalam terhadap
multikulturalisme, keragaman, dan konteks sosial.
B. KERANGKA KONSELING RESPECTFUL MULTIKULTURAL
1. 10 Kerangka RESPECTFUL
Menurut D'Andrea & Daniels, 1997, 2001 kerangka konseling RESPECTFUL:
a. Mengakui sifat multidimensi dari perkembangan manusia
b. Membahas kebutuhan akan model keanekaragaman manusia yang
komprehensif yang memiliki kegunaan praktis untuk pekerjaan kesehatan
mental profesional
Dalam hal ini kerangka RESPECTFUL menurut D’Andrea dan Daniels mencakup
segala aspek penting mengenai “keragaman budaya”. Perbedaan yang biasanya
dimanifestasikan dalam penggunaan bahasa, situasi kehidupan yang unik, dan
tantangan yang dialami oleh orang miskin, kelas menengah, dan kelas atas secara
rutin mewakili apa yang kami anggap sebagai perbedaan budaya tambahan yang
secara nyata membedakan orang-orang dalam kelompok ini. Perbedaan budaya
tambahan dicatat antara orang gay/lesbian/biseksual dan individu heteroseksual,
orang cacat fisik dan orang yang sementara mampu, dan individu yang berkembang
dalam lokasi geografis/regional yang berbeda
10 kerangka RESPECTFUL adalah:
a. R-Religious (Identitas Keagamaan/Spiritual)
Agama dan spiritualitas umumnya mengacu pada keyakinan seseorang dalam
realitas yang melampaui sifat fisik dan memberikan individu makna hidup yang
"luar biasa" secara umum dan pengalaman manusia pada khususnya (Kelly,
1995).

1
2

Karena identitas religius/spiritual klien mungkin memainkan peran penting


dalam cara mereka membangun pengalaman makna hidup, menafsirkan
kesulitan pribadi yang mereka hadapi dalam hidup, dan mengatasi situasi stres,
penting bahwa konselor menilai sejauh mana faktor ini mempengaruhi
perkembangan psikologis klien di awal proses konseling.
b. E-Economics (Latar Belakang Kelas Ekonomi)
Banyak peneliti telah menjelaskan bagaimana sikap, nilai, pandangan dunia,
dan perilaku seseorang semuanya dipengaruhi oleh kedudukan dan latar
belakang kelas ekonomi seseorang. Hal ini yang menjadi latar belakang
konselor perlu mengetahui dan memahami latar belakang ekonomi klien
sebelum memulai sebuah konseling.
Ivey dkk. (2002) juga mencatat bahwa banyak konselor mengembangkan
pandangan dan prasangka yang tidak akurat dan negatif tentang orang-orang
yang berasal dari latar belakang kelas ekonomi yang berbeda dari mereka
sendiri. Untuk alasan ini, penting bagi profesional kesehatan mental untuk
mengevaluasi asumsi, bias, dan stereotip berbasis kelas mereka sendiri ketika
bekerja dengan individu dari kelompok kelas ekonomi yang beragam.
c. S-Sexual Identity (Identitas Seksual)
Salah satu yang paling kompleks, meskipun sering tidak dipelajari, aspek
perkembangan psikologis individu melibatkan pengembangan identitas seksual
orang-orang dari berbagai kelompok dan latar belakang dalam masyarakat kita.
Seperti yang digunakan dalam model konseling RESPECTFUL, istilah identitas
seksual berkaitan dengan identitas gender, peran gender, dan orientasi seksual
seseorang. Istilah identitas gender merujuk secara khusus pada perasaan
subjektif individu tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan.
Identitas gender seseorang jelas dipengaruhi oleh peran yang berbeda yang
disosialisasikan untuk dimainkan oleh pria dan wanita dalam konteks
budaya/etnis tertentu. Identitas seksual seseorang juga dipengaruhi oleh
orientasi seksual seseorang.
Dalam hal ini sebagai konselor, kita harus memberikan pengakuan dan
penerimaan terhadap identitas seksual unik klien. Namun, mengingat
pandangan dan reaksi negatif yang kuat yang dimiliki banyak orang terhadap
para pendukung feminis dan orang-orang gay/lesbian/biseksual di negara kita,
konselor harus bekerja di luar batas-batas pengaturan konseling individu jika
3

mereka ingin mempromosikan martabat dan perkembangan yang sehat dari


jumlah yang lebih besar.
d. P-Psyche Maturity (Kematangan Psikologis)
Konselor perlu menilai tingkat kematangan psikologis klien, agar konselor
dapat merancang strategi intervensi yang lebih sesuai untuk memenuhi
kekuatan dan kebutuhan psikologis unik mereka. Dalam hal ini konselor perlu
untuk menyesuaikan tingkat kematangan kliennya.
e. E-Etnic (Identitas Etnis/Ras)
Perbedaan psikologis yang luar biasa ada di antara orang-orang yang berasal
dari kelompok etnis/ras yang sama. Variasi psikologis semacam ini biasanya
disebut sebagai perbedaan "dalam kelompok". Mengingat variasi dalam
kelompok yang terutama dimanifestasikan di antara orang-orang dari kelompok
etnis/ras yang sama, penting bagi konselor untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan untuk menilai secara akurat perbedaan-
perbedaan penting ini dan menanggapinya dengan cara yang efektif dan penuh
penghargaan dalam lingkungan kerja mereka.
f. C-Chronological (Tantangan Kronologis/Perkembangan)
Perubahan perkembangan terkait usia mewakili apa yang disebut sebagai
"tantangan kronologis" yang dihadapi individu pada titik yang berbeda
sepanjang rentang kehidupan. Konselor harus akrab dengan banyak tantangan
perkembangan ini, karena mereka mewakili karakteristik yang umumnya terkait
dengan masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.
g. T-Trauma (Trauma dan Ancaman Lain terhadap Kesejahteraan Seseorang)
Trauma dan ancaman terhadap kesejahteraan seseorang dimasukkan dalam
model konseling RESPECTFUL untuk menekankan cara kompleks di mana
situasi stres menempatkan orang pada risiko bahaya dan bahaya psikologis.
Kerusakan seperti itu biasanya terjadi ketika stressor yang dialami individu
dalam hidup mereka melebihi kemampuan mereka untuk mengatasinya dengan
cara yang konstruktif. Individu yang mengalami stresor untuk waktu yang lama
rentan terhadap masalah kesehatan mental di masa depan. Hal ini merupakan
hal yang penting bagi konselor untuk mempertimbangkan bagaimana berbagai
stresor kehidupan dan peristiwa traumatis mungkin memiliki dampak jangka
panjang pada perkembangan psikologis klien.
h. F-Family (Latar Belakang dan Sejarah Keluarga)
4

Diversifikasi budaya yang cepat di Amerika Serikat mencakup peningkatan


jumlah keluarga yang sangat berbeda dari gagasan tradisional tentang
"keluarga" yang secara historis digunakan oleh banyak konselor sebagai standar
untuk menentukan "kehidupan keluarga yang normal" dan "fungsi keluarga
yang sehat." Jenis keluarga yang berbeda (misalnya, keluarga dengan orang tua
tunggal, keluarga campuran, keluarga besar, dan keluarga yang dikepalai oleh
orang tua gay dan lesbian) yang semakin sering ditemui oleh praktisi kesehatan
mental dalam pekerjaan mereka menantang mereka untuk menilai kembali
konsep keluarga inti yang dipegang secara tradisional yang telah biasanya
digunakan sebagai standar yang semua jenis keluarga lainnya telah
dibandingkan.
Pada abad ke-21, konselor ditekan untuk :
1) Memahami kekuatan unik yang diperoleh klien dari sistem keluarga
yang beragam
2) Menerapkan intervensi yang sengaja dirancang untuk mendorong
perkembangan yang sehat dari unit-unit keluarga.
Selain belajar tentang kekuatan pribadi yang diperoleh individu dari sistem
keluarga yang beragam, praktisi kesehatan mental didorong untuk menilai
asumsi dan bias mereka sendiri tentang kehidupan keluarga. Jika dibiarkan tidak
diperiksa, bias dan asumsi ini dapat berdampak buruk pada proses pertolongan
yang melibatkan klien yang berasal dari sistem keluarga yang beragam.
i. U-Unique (Karakteristik Fisik yang Unik)
Kerangka konseling RESPECTFUL menekankan pentingnya peka terhadap
cara-cara di mana citra kecantikan fisik yang diidealkan masyarakat kita
berdampak negatif pada perkembangan psikologis banyak individu yang
karakteristik fisiknya mungkin tidak sesuai dengan pandangan sempit tentang
kecantikan yang dipupuk oleh budaya dominan kita. Ketika bekerja dengan
klien yang karakteristik fisiknya dapat menjadi sumber stres dan ketidakpuasan
pribadi, penting bagi konselor untuk mempertimbangkan bagaimana mitos
kecantikan fisik yang diidealkan dapat menyebabkan banyak orang
menginternalisasi pandangan negatif dan stereotip tentang diri mereka sendiri.
Konselor perlu secara khusus peka dan berpengetahuan tentang isu-isu yang
berkaitan dengan disabilitas fisik ketika bekerja dengan orang-orang yang
mengalami berbagai jenis tantangan fisik dalam hidup mereka.
5

j. L-Location (Lokasi tempat tinggal dan perbedaan bahasa)


Ketika konselor memiliki klien yang berbeda tempat tinggal dari mereka sendiri
(pedesaan, perkotaan, dan pinggiran kota), penting untuk memperhatikan
kemungkinan stereotip yang mungkin berkembang dalam masyarakat tentang
daerah dan penduduknya. Hal ini sangat penting ketika bekerja dengan orang-
orang yang menggunakan dialek atau bahasa yang berbeda dalam interaksi
interpersonal.
2. Hubungan Kerangka RESPECTFUL dengan Konseling Komunitas
Ada tiga aspek dari model konseling RESPECTFUL yang secara khusus relevan
untuk kerangka konseling komunitas antara lain :
a. Menekankan perlunya konselor untuk mengatasi sifat multidimensi dari
perkembangan manusia dalam pekerjaan mereka
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, meskipun 10 faktor yang
membentuk model konseling RESPECTFUL tidak mewakili daftar lengkap dari
semua faktor yang mendasari keragaman yang biasanya dihadapi konselor
ketika bekerja dengan klien, mereka merupakan pertimbangan penting yang
didorong untuk dijaga oleh praktisi. dalam pikiran ketika bekerja dengan orang-
orang dari berbagai kelompok dan latar belakang.
b. Model ini menggaris bawahi kebutuhan konselor untuk menggunakan beberapa
pendekatan membantu untuk mempromosikan kesehatan psikologis dan
kesejahteraan pribadi sejumlah besar orang dari populasi klien yang beragam
Meskipun konselor akan selalu diharapkan untuk memberikan layanan
konseling individual kepada orang-orang yang mengalami kesulitan mengatasi
berbagai stressor dalam hidup mereka, temuan penelitian menunjukkan bahwa
konseling individual dan remedial itu sendiri tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan kesehatan mental yang meningkat dari orang-orang di dunia.
Amerika Serikat. Untuk tujuan ini, dikatakan bahwa konselor perlu mendorong
perubahan positif dalam lingkungan klien dengan mengambil pendekatan
ekologi dalam pekerjaan mereka (Neville & Mobley, 2001).
C. ASSESSMENT
Assessment perlu dilakukan agar konselor dapat mengidentifikasi masalah dan
menyarankan solusi yang mungkin kepada klien. Namun, agar assessment berjalan
dengan efektif, proses penilaian harus melibatkan partisipasi aktif klien. Dengan
berpartisipasi dalam penilaian, konselor dapat dengan mudah mengidentifikasi
6

permasalahan klien. Dengan ini, kita dapat memanfaatkan 10 faktor RESPECTFUL


untuk menjadi instrumen dari assessment kita. Tidak seperti pendekatan evaluasi klien
yang sangat diagnostik, tujuan penggunaan proses assesment semacam ini bukan hanya
untuk menempatkan klien dalam perawatan yang tepat tetapi, tujuan utama dari
evaluasi ini adalah untuk membantu klien menyusun rencana di mana mereka dapat
mengatasi situasi bermasalah dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Dari perspektif
ini, pertanyaan yang harus dijawab melalui penilaian bukanlah “Apa yang salah dengan
orang ini?” tetapi “Apa yang menghalangi orang ini untuk mengelola hidupnya secara
efektif saat ini?” dan “Bagaimana hambatan ini dapat diatasi?”
Dalam hal ini, assessment meliputi :
1. Pendekatan kolaboratif dalam assessment
Assesment dalam konteks konseling masyarakat adalah upaya bersama di mana
konselor dan klien berusaha untuk mengidentifikasi hambatan yang bisa diatasi.
Melalui proses kolaboratif antara klien dan konselor ini, klien dapat
memanfaatkan dengan lebih baik sumber daya pribadi mereka dan
meningkatkan rasa pemberdayaan mereka.
2. Assessment berbasis kekuatan
Penilaian berdasarkan kekuatan adalah pendekatan yang :
a. Mengukur keterampilan emosi dan perilaku, kompetensi, serta karakteristik
yang menghasilkan kepuasan pribadi
b. Turut menghasilkan hubungan yang memuaskan dengan anggota keluarga,
teman sebaya, dan orang dewasa
c. Meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatasi kemalangan dan
stres
d. Mempromosikan pengembangan pribadi, sosial, dan akademis seseorang
3. Menyeimbangkan tuntutan dan sumber daya
Konselor dan klien harus bersama-sama mengidentifikasi kemungkinan sumber
dukungan. Tidak ada yang dapat memberitahu orang lain apa sistem
dukungannya seharusnya. Hubungan akan mendukung dan membantu hanya
jika orang mengalaminya. Jadi, tidak ada standar objektif yang dapat membantu
seseorang membedakan antara lingkungan yang "baik" dan yang "buruk".
Sebaliknya, interaksi antara individu dan lingkungan mereka menentukan
perbedaan ini; Oleh karena itu, hanya orang-orang yang terlibat yang dapat
7

mengetahui kapan kebutuhan mereka sendiri dipenuhi dengan cara-cara yang


mendorong hasil psikologis yang positif dan konstruktif.

4. Pengembangan identitas minoritas

Ketika bekerja dengan klien dari berbagai populasi, para konselor harus
memahami bagaimana latar belakang budaya, etnis, dan rasial seseorang
mempengaruhi perkembangan psikologisnya (Sue & Sue, 1999). Model
pengembangan identitas minoritas (tengah) (Atkinson et al., 1998) memberikan
penjelasan menarik tentang bagaimana orang-orang dari kelompok minoritas
non-kulit putih mengembangkan rasa identitas pribadi dalam konteks
lingkungan sosial yang sering menurunkan nilai latar belakang budaya, etnik,
dan ras mereka. Dalam model ini, minoritas merujuk pada orang-orang yang
terus tertindas oleh kelompok masyarakat yang dominan "terutama karena
keanggotaan kelompok mereka" (Atkinson etal., 1998, HLM. 13).

D. PENDEKATAN KONSELING DENGAN SOSIAL ORIENTASI KEADILAN


Ratts (2009) berpendapat bahwa paradigma keadilan sosial berhubungan dengan
kebutuhan yang meningkat untuk menghubungkan isu pembangunan manusia dengan
kondisi lingkungan yang toxic (HLM. 163). Ratts menekankan fakta bahwa paradigma
ini memiliki dampak pada pandangan konselor mengenai masalah klien. Ratts
menyatakan bahwa pendekatan konseling keadilan sosial menggunakan advokasi sosial
dan aktivisme sebagai sarana untuk mengatasi kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang
tidak adil yang menghambat kemajuan akademis, karier, dan sosial/pribadi individu,
keluarga, dan masyarakat (Ratts, 2009, HLM. 160). Bagaimanapun, sudah jelas bahwa
asumsi yang mendasari paradigma keadilan sosial dan model konseling masyarakat
memiliki relevansi untuk layanan konseling langsung juga. Tujuan konseling orientasi
keadilan sosial adalah sebagai berikut :
1. Mendekati setiap klien dengan pemahaman tentang situasi dalam konteks yang luas
mungkin
2. Membantu klien mendapatkan pemahaman ini juga
3. Bekerja dari perspektif yang didasarkan pada kekuatan
Paradigma umum ini memberikan ruang untuk perspektif teoritis yang berbeda. Di
antara teori-teori atau pendekatan konseling yang melekat pada paradigma keadilan
sosial adalah :
8

1. Konseling yang fokus pada kekuatan


2. Konseling ekologi
3. Konseling feminis
4. Konseling hubungan budaya.
DAFTAR PUSTAKA

2011. Lewis, Juidith A., dkk. Community Counseling A Multicultural-Sosial Justice


Perspective. Canada: Books/Cole.

Anda mungkin juga menyukai