Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Seorang siswa mendapatkan beasiswa setiap kali berhasil menjadi juara


kelas. Namun, suatu ketika beasiswa dihentikan karena adanya kekurangan dana
dari pihak si pemberi beasiswa sehingga tidak sanggup lagi memberi bantuan.
Ketika pihak pemberi beasiswa tersebut tidak memberi lagi beasiswa, semangat
belajar siswa tersebut menjadi menurun. Tindakan penguatan pada awalnya
dilakukan untuk memperkuat perilaku. Namun apa yang terjadi bila tindakan
penguatan ditarik kembali? Maka perilaku tersebut akan dilemahkan dan akhirnya
lenyap. Contoh di atas merupakan gambaran proses extinction yang dilakukan
oleh pihak pemberi beasiswa kepada siswa. Extinction merupakan salah satu
fenomena dalam kondisioning klasik yang mana dilakukan dengan cara
menurunkan frekuensi respon bersyarat bahkan pada akhirnya dapat
menghilangkan respon bersyarat yang diakibatkan oleh ketiadaan stimulus alami
dalam proses kondisioning atau secara singkat dapat diartikan hilangnya perilaku
akibat dari dihilangkannya reinforcers. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
hilangnya suatu respon adalah respon terlupakan seiring berjalannya waktu,
respon dapat menghilang karena adanya gangguan dari pembelajaran dari sebelum
atau sesudahnya, respon menghilang karena adanya hukuman, kepunahan
(extinction). Namun pada pembahasan kali ini, kami akan membahas lebih dalam
mengenai kajian teoritik, bagaimana cara melakukan serta contoh kasus atau riset
yang pernah dilakukan berkaitan dengan Extinction.

Banjarmasin, November 2016

Hormat kami,
Penyusun tim makalah

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................1

DAFTAR ISI ............................................................................................................2

BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................3

A. Latar Belakang ..........................................................................................4

B. Rumusan Masalah .....................................................................................5

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................6

D. Manfaat Penulisan ......................................................................................1

BAB II: PEMBAHASAN ........................................................................................2

A. Sejarah Singkat Modifikasi Perilaku ..........................................................3


B. Pemahaman Tentang Extinction .................................................................4

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Extinction ...........................................5

D. Konsep yang Salah tentang Extinction ......................................................6

BAB III: PENUTUP ................................................................................................3

A. Kesimpulan ..................................................................................................4

B. Saran .............................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................6

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperactivity


Disorder atau yang dalam bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan
pehatian disertai hiperaktif. Sebelumnya ada istilah lain yaitu ADD (Attention
Deficit Disorder) atau ada yang menulis dengan ADD/H. Maksud dari setiap
penulisan istilah tersebut sebenarnya sama. Dalam bahasa Indonesia ditulis
menjadi GPP/H (Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa Hiperaktif). Istilah
ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara
internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan
dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak medukung rentang
perhatian mereka. Secara umum ADHD menjelaskan kondisi yang
memperlihatkan ciri kurang konsentrasi, hiperaktif, dan implusif yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas mereka. ADHD
merupakan suatu gangguan kronis (menahun) yang dapat dimulai pada masa bayi
dan dapat berlanjut sampai dengan dewasa. Ciri-ciri utamanya diantaranya yaitu
rentang perhatian yang kurang, impulsivitas yang berlebihan, dan adanya
hiperaktivitas.
Anak usia sekolah di Amerika Serikat mengalami ADHD dengan rasio 3-
5:1 (anak laki-laki:anak perempuan). Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Brento pada tahun 1999 (dalam MIF Baihaqi dan M. Sugiarmin) juga
menyebutkan bahwa ADHD lebih banyak dialami oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan
Karena anak ADHD ini merupakan anak yang berbeda dari yang lain,
dengan ini dibutuhkan sebuah pendampingan dan ketangguhan orang tua dan guru
di sekolah untuk memahami, membaca, dan terus mempelajari perkembangan
anak, serta selanjutnya menyikapi dan mengembangkan aspek-aspek kelebihan
anak.

3
Sebagai orang tua yang setiap harinya pasti akan selalu bertemu dan bersama
anaknya, hal yang harus dilakukan untuk mendampingi anaknya yang menderita
ADHD ini yaitu dengan bersikap Sabar. Sikap yang paling menentukan dalam
menghadapi anak berkebutuhan khusus adalah sabar. Mudah memang
mengucapkannya, namun tidak semua orang mampu menguasainya. Dalam
masalah psikologi, sabar adalah modal utama dalam mengasuh anak berkebutuhan
khusus, termasuk ADHD. Selain itu juga, kita harus pandai menyikapi tingkah
laku yang menyimpang dari anak tersebut untuk selanjutnya kita arahkan pada hal
yang positif. Selain itu, orang tua harus jeli menyikapi perilaku-perilaku yang
menyimpang karena anak berkebutuhan khusus hanya mapu melakukan tanpa
memikirkan akibatnya. Jika orang tua jeli, semua yang diutarakan dan
dilakukannya adalah suatu ungkapan dan keinginan untuk kesenangan. Juga
bersikap kreatif, misalnya untuk melatih konsentrasinya, orang tua bisa
memebelikan manik-manik dengan ukuran besar. Dan orang tua memberikan
sebuah contoh dalam pembuatan tasbih, hal ini akan membat anak melakukan
membuat tasbih. Kemudian bersikap tanggap, hal penting lainnya adalah tanggap
terhadap keinginan, ungkapan, atau perilaku anak. Sifat anak berkebutuhan
khusus rata-rata cepat meniru, terutama penyimpangan-penyimpangan, walaupun
hanya melihat atau mendengar sekilas.
Selain pendampingan yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Di sekolah,
guru juga harus melakukan pendampingan untuk mengatasi anak ADHD seperti
menghilangkan atau mengurangi tingkah laku yang tidak dikehendaki.Contoh
tingkah laku yang tidak dikehendaki adalah seorang anak keluar tempat duduk
sembarang waktu, melempar-lempar pensil teman ke jendela, berjalan-jalan di
kelas, berteriak-teriak di kelas, dan sebagainya. Di sini guru harus bisa mencari
alasan mengapa anak melakukan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Beberapa
alasannya adalah anak membutuhkan perhatian, merasa bosan, keinginan
bergerak, ingin mengetahui sesuatu, ingin bebas dari udara apek, dan sebagainya.
Langkah pertama adalah menghilangkan alasan-alasan tersebut dengan
cara memberikan perhatian, mengubah kegiatan, atau membuka jendela kelas.
Jika teknik ini tidak memberikan hasil yang tidak diharapkan, pilihlah teknik lain

4
yang paling tepat dari teknik-teknik berikut ini. Ekstingsi (extinction), yaitu suatu
tingkah laku cenderung akan diulangi jika mendapat respon. Oleh karena itu, jika
tingkah laku tersebut tidak dikehendaki jangan direspon sampai anak
menghentikannya. Contohnya anak yang mengganggu dan tetap diabaikan kaang-
kadang ia bosan atas tingkah lakunya atau sadar karena guru dan teman-temannya
tidak terpancing, kemudan dia akan berhenti bertingkah laku mengangu.Setiasi
(Satiation), setiasi berupaya menghilangkan alasan yang menghasilkan tingkah
laku yang tidak dikehendaki. Misalnya, dengan memberikan perhatian sebelum
anak menuntut perhatian, segera mengalihkan kegiatan pada kegiatan lain
sebelum bosan. Contohnya, anak yang suka berteriak-berteriak di kelas, mintalah
anak tersebut untuk berteriak terus. Pemberian hukuman, terutama hukuman fisik
hanya akan mengurangi perilaku untuk sementara. Adapun hukuman yang keras
akan membuat situasi tegang dan penuh kebencian sehingga sangat
membahayakan kepribadian anak. Oleh karena it, cara ini sangat jarang dilakukan.
Jika penggunaan hukuman akan dilakukan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan
antara lain yaitu hukuman digunakan jika tidak ingi membiarkan suatu tingkah
laku berlanjut, misalnya anak yang agresif. Hukuman digunakan jika prosedur lain
tidak berhasil. Sebaiknya diberikan hukuman ringan yang terbukti efektif untuk
tingkah laku tertentu, dan jangan melakukan hukuman dalam keadaan marah.
Kemudian, Time out. Time out adalah menghilangkan kesempatan anak untuk
mendapatkan sambutan atau imbalan. Teknik ini dilakukan dengan cara anak
dipindahkan dari tempat di mana tingkah laku yang tidak dikehendaki terjadi, dan
membuat anak melewatkan waktu yang tidak menarik bagi dirinya. Waktu yang
dilewatkan harus diperhitungkan sesuai dengan usia anak sehingga tidak
berlebihan agar ia merasa diperlakukan secara adil. Biasanya, anak menghentikan
tingkah laku yang tidak dikehendaki tersebut. Jika tingkah laku tersebut diulangi
lagi, time out harus diberlakukan kembali.
Teknik mengembangkan tingkah laku yang dikehendaki dilakukan dengn
cara memberi ulangan penguatan (reinforcement). Prinsip yang digunakan adalah
memberikan ulangan penguatan menunjuk pada suatu peningkatan frekuensi

5
respon di mana respon tersebut diikuti oleh konsekuensi tertentu. Reaksi terhadap
satu rangsang akan lebih kuat jika terdapat penguat pada tingkah lakunya.
Secara bertahap anak akan menyadari apa yang akan didapatkan jika
bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, penguat berupa
sambutan dengan imbalan dapat dilakukan jika anak memperlihatkan tingkah laku
yang dikehendaki. Dengan cara ini diharapkan anak semakin prcaya bahwa
dirinya akan memperoleh keberhasilan. Hendaknya, penguat atau hadiah
diberikan dengan segera setelah tingkah laku yang dikehendaki terjadi. Anak
dengan gangguan ini cenderung tidak sabar dan implusif sehingga menunggu
terlalu lama akan kurang baik baginya dan akan mengurangi kemauannya untuk
membentuk tingkah laku yang dikehendaki.
Dari kasus-kasus yang terjadi pada anak ADHD, maka perlulah adanya
pemahaman dan keuletan dalam pelaksanaan modifikasi perilakunya yang sangat
perlu untuk memperbaiki perilakunya dari yang tidak sesuai menjadi perilaku
yang sesuai dengan lingkungan dimana ia hidup, tumbuh dan berkembang. Maka
dari itu dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satuk teknik modifikasi
perilaku, yaitu teknik ekstingsi yang diharapkan dapat memberikan wawasan
pengetahuan dan dapat membantu menerapkan teknik ini jika nanti memang
diperlukan ketika dilapangan.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun ruumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa teknik ekstingsi ini diperlukan untuk anak ADHD?
2. Bagaimana prosedur melakukan teknik ekstingsi untuk ADHD?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah kompensatoris anak hiperaktif
2. Agar calon guru memahami teknik ekstingsi dengan baik dan dapat
menerapkannya dengan tepat dan baik ketika dilapangan nanti

6
D. MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mahasiswa (calon guru)

 Dapat mengetahui prosedur teknik modifikasi perilaku ekstingsi


 Menjadi panduan untuk menerapkan teknik ekstingsi agar tepat sesuai
dengan kebutuhan anak
 Wawasan yang diberikan akan menjadi bekal ketika nanti menerapkan
untuk ADHD di lingkungan sekolah

2. Untuk pembaca makalah

 Dapat menambah wawasan mengenai teknik ekstingsi


 Dapat menjadi panduan untuk melaksanakan teknik ekstingsi

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Modifikasi Perilaku

Modifikasi perilaku adalah suatu bentuk perubahan karena adanya upaya


modifikasi. Modifikasi perilaku merupakan pokok bahasan dalam lingkup
psikologi yang memusatkan perhatiannya untuk menganalisis dan memodifikasi
perilaku manusia.

Kegiatan modifikasi perilaku (behavior modification) secara umum


mendasarkan kegiatannya pada pemikiran psikologi behaviorisme yang banyak
dipengaruhi oleh teori stimulus respon dari Pavlov dan yang kemudian
dikembangkan oleh B. F. Skinner. Pada tahun 1938, ia menerbitkan artikel dengan
judul the Behavior of Organisms yang di dalamnya menjelaskan hasil
eksperimennya pada tikus. Atas dasar hasil eksperimen tersebut ia
memperkenalkan konsep dan prinsip operant conditioning yang merupakan hal
baru yang sebelumnya hanya dikenal respondent conditioning dari Pavlov
(Marthin dan Pear, 1999). Kemudian pada tahun 1953, B. F. Skinner juga
menerbitkan buku dengan judul Science and Human Behavior. Dalam buku ini ia
menjelaskan penerapan prinsip dasar behaviorisme dalam kehidupan manusia
sehari-hari.

Psikologi behaviorisme memandang bahwa perilaku manusia dipengaruhi


oleh lingkungannya dan atau akibat dari perilaku itu sendiri (consequence).
Mekanisme hubungan antara perilaku manusi dengan lingkungan dan
konsekuensinya inilah yang mendapat sorotan utama psikologi behaviorisme.
Psikologi behaviorisme memandang bahwa perilaku (behavior) manusia dapat
diubah atau dimodifikasi dengan memberikan stimulus dalam lingkungannya.
Prinsip inilah yang kemudian menjadi dasar kerja modifikasi perilaku.
Lingkungan (environment) yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada
disekitar seseorang yang mempengaruhi perilakunya. Obyek seperti manusia,

8
benda, dan kejadian yang membuat perilaku seseorang terpengaruh disebut
stimulus atau rangsangan.

Untuk memahami prinsip modifikasi perilaku pertama-tama yang harus


dipahami adalah konsep perilaku (behavior itu sendiri). Secara umum behavior
didefinisikan sebagai sesuatu yang dikatakan atau dilakukan oleh seseorang
(Marthin and Pear, 199:3). Berikut adalah beberapa karakteristik perilaku:

1. Sesuatu yang dilakukan dan dikatakan seseorang.


2. Perilaku memiliki satu atau lebih dimensi yang dapat diukur yaitu
frekuensi, durasi, dan intensitas.
3. Perilaku dapat diamati, digambarkan, dicatat/direkam, diukur oleh orang
lain atau pelaku itu sendiri.
4. Perilaku mempunyai dampak atau pengaruh pada lingkungan.
5. Perilaku mengikuti hukum atau lawful prinsip belajar.

Berdasarkan bisa dan tidaknya perilaku seseorang diamati oleh orang lain,
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku yang teramati secara
langsung disebut perilaku overt (contohnya: berjalan, berbicara, melempar bola,
menendang seseorang) dan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung oleh
orang lain disebut perilaku covert (contohnya: seorang mahasiswa saat akan maju
presentasi dalam benaknya berkata ”Saya berharap presentasi ini akan berhasil”
dan ia tampaknya merasa cemas (detak jantungnya meningkat). Dalam kasus ini,
berfikir/thinking dan merasa cemas/feeling merupakan salah satu bentuk perilaku
covert).

Modifikasi perilaku adalah kegiatan yang sekarang ini sebagian besar


diaplikasikan pada perilaku manusia seperti dalam proses pengajaran, pendidikan
jasmani, kesehatan, dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu dalam melakukan
praktek modifikasi perilaku harus memperhatikan prinsip dan etika modifikasi
perilaku. Berikut ini adalah karakteristik modifikasi perilaku:

9
 Fokus pada perilaku. Prosedur modifikasi perilaku didesain untuk
mengubah perilaku, bukan karakteistik pribadi atau sifat. Di dalam
modifikasi perilaku, perilaku yang akan dimodifikasi disebut sebagai
perilaku targat (target behavior). Ada dua bentuk target perilaku dalam
modifikasi perilaku:
 Behavioral exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak layak) yang
ingin dikurangi frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku
merokok.
 Behavioral deficit adalah target perilaku yang positif (lanyak) yang ingin
ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku
gemar membaca.
 Prosedur yang digunakan berdasarkan pada prinsip behaviour (behavioral
principles). Adapun prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku adalah
sebagai berikut:

1. Reinforcement
2. Extinction
3. Punisment
4. Stimulus control, dan
5. Respondent conditioning

Dalam pembahasan berikutnya mungkin yang akan dibahas adalah tentang


teknik ekstingsi. Suatu tingkah laku akan cenderung diulang jika mendapat
respon, oleh karena itu jika tingkah laku ini tidak dikehendaki jangan di respon,
sampai anak menghentikannya. Teknik in berdasarkan asumsi bahwa tanpa
penguat terhadap suatu respon akan menurunkan atau menghilangkan respon
tersebut. Anak yang suka mengganggu akan tetapi diabaikan kadang-kadang anak
bosan dan sadar akan tingkah lakunya.

10
B. PEMAHAMAN TENTANG TEKNIK EXTINCTION

Ekstingsi (Pemadaman) adalah hilangnya respons. Tingkah laku yang


telah mengalami pengutan, pada beberapa waktu tidak lagi diperkuat, dan oleh
karena itu, tingkah laku tersebut berhenti untuk muncul. Extinction terjadi saat
apabila:
1. Sebuah tingkah laku sebelumnya telah diperkuat.
2. Tidak lagi mengakibatkan penguatan konsekuensi
3. Dan oleh karena itu penghentian perilaku terjadi di masa datang.

Contoh:

Rae, terbiasa untuk minum kopi setiap pagi sebelum mengikuti perkulihan.
Seperti biasa, Rae akan berhenti di sebuah mesin menyedia kopi, memasukkan
koin ke dalam mesin, menekan tombol pada mesin, dan segelas kopi akan segera
tersedia. Suatu hari, seperti biasa, Rea berhenti di sebuah mesin penyedia kopi,
memasukkan uang, menekan tombol pada mesin, dan ternyata tidak ada yang
terjadi (kopi tidak keluar). Ia menekan tombol lebih keras dan memukul atau
menendang atau membanting bagian bawah mesin untuk beberapa waktu, akan
tetapi ia tetap tidak mendapatkan kopi yang diinginkannya. Rea tidak mencoba
untuk menggunakan mesin penyedia kopi itu lagi selama satu minggu, tapi suatu
hari ia kembali mencoba menggunakan mesin itu lagi, dan ternyata kejadian yang
sama kembali terulang. Akhirnya Rea tidak lagi menggunakan mesin penyedia
kopi tersebut, Rea memilih untuk membeli kopi di toko yang ada di jalan menuju
sekolahnya.

Setelah ekstingsi dilakukan maka yang selanjutnya mungkin terjadi adalah


Extinction Burst, yaitu peningkatan pada frekuensi, durasi, atau intensitas dari
tingkah laku yang tidak diperkuat selama proses extinction. Extinction burst, yang
melibatkan suatu peningkatan di (dalam) perilaku yang tidak diperkuat atau
kejadian baru ( dan kadang-kadang emosional) pada suatu periode waktu yang
cepat, adalah suatu reaksi alami untuk penghentian penguatan. Peningkatan

11
frekuensi, jangka waktu, atau intensitas dari tingkah laku tidak diperkuat – atau
perilaku baru yang terjadi selama extinction – mungkin diperkuat, dan dengan
begitu extinction burst merupakan tujuan berharga.

Ketika sebuah tingkah laku tidak lagi diperkuat, akibatnya mungkin akan
mengikuti:

1. Tingkah laku akan segera meningkat frekuensi, durasi, atau intensitasnya.


2. Tingkah laku baru mungkin terjadi.
3. Respon yang emosional atau tingkah laku agresif mungkin terjadi.

Contohnya saat Rae tidak mendapatkan kopi yang diinginkan (dengan


sekali menekan tombol pada mesin kopi yang biasa ia gunakan), Rae menekan
tombol tersebut berulang-ulang (peningkatan frekuensi) dan kemudian terus
mencoba menekannya dengan lebih keras lagi (peningkatan intensitas) sebelum
akhirnya menyerah. Rae tidak hanya menekan tombol pada mesin pembuat kopi
saat kopi tidak keluar tetapi juga memencet tombol keluar uang dan
mengguncang-guncang mesinnya (tingkah laku baru terjadi). Karena peristiwa ini,
bisa saja Rae menunjukkan kemarahannya dan mengomel atau bahkan
menendang mesinnya (respon emosional terjadi).

Setelah Extinction Burst (ledakan ekstingsi) terjadi maka mungkin


selanjutnya yang akan terjadi adalah Spontaneous Recovery, Salah satu
karakteristik dari extinction adalah bahwa tingkah laku dapat muncul kembali
setelah beberapa waktu tidak muncul. Hal ini disebut sebagai spontaneous
recovery. Spontaneous recovery adalah kecenderungan alami perilaku untuk
terjadi lagi dalam situasi yang serupa dengan situasi dimana extinction belum
terjadi (Chance, 1988; Zeiler, 1971). Contohnya Seorang anak yang kembali
menangis di tengah malam (untuk mendapatkan perhatian) setelah sebelumnya
telah terjadi extinction. Jika ia tidak mendapatkan perhatian dari tangisan itu,
maka ia tidak akan lagi menangis di tengah malam untuk waktu yang lama.
Namun demikian jika tingkah lakunya ini (kembali menangis di tengah malam –

12
spontaneous recovery) saat ini mendapatkan penguatan, maka effek dari
extinction akan hilang. Berikut ini akan dibahas beberapa contoh kasus yang
mungkin akan membantu dalam pemahaman tentang ekstingsi.

Contoh kasus yang pertama misalnya ketika ada seorang anak yang
menangis di tengah malam yang mana itu akan sangat mengganggu waktu
istirahat kita dan tetangga. Mungkin ia menangis untuk mendapatkan perhatian
kita. Kemudian kita memberikan respon dengan memberikan perhatian kita
kepadanya. artinya perilaku anak menangis sudah mendapatkan penguatan dari
kita, ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan dari kita. Mungkin saja anak
akan berhenti menangis waktu tengah malam itu setelah sudah mendapatkan
perhatian dari kita. Untuk malam pertama ia menangis di tengah malam sudah
beres.

Kemudian, malam berikutnya akan ada kecenderungan perilaku akan


muncul lagi, yaitu akan menangis lagi ketika tengah malam. Kenapa itu bisa
terjadi?. Jawabannya adalah karena malam sebelumnya ketika ia menangis
ditengah malam ia diberikan penguatan berupa perhatian, yang mana memang
perhatian inilah yang diharapkan oleh si anak. atau bahkan ada kecenderungan
setiap malam ia akan menangis ditengah malam untuk mendapatkan perhatian dari
kita. Karena hal ini sesuai dengan konsep yang ada adalah suatu perilaku itu
cenderung diulang karena mendapatkan respon yang pelaku inginkan.

Nah, maka ekstingsi ini adalah menghilangkan respon yang kita berikan
sebelumnya kepada anak. artinya menghilangkan penguat yang menyebabkan
perilaku anak yang tidak dikehendaki teulang. Ketika anak menangis tengah
malam, maka kita jangan memeberikan respon berupa perhatian. Artinya kita
mengabaikan perilakunya yang memang sebelumnya sudah mendapatkan penguat,
tetapi ternyata perilakunya tetap saja terulang. Maka penguat itu harus
dihilangkan. Penguat disini adalah sebagai respon dari kita terhadap stimulus dari
dari anak. ketika kita abaikan, lalu apa yang akan terjadi?

13
Yang terjadi mungkin adalah akan adanya peningkatan perilaku anak yang
disebut dengan ledakan ekstingsi. Mungkin anak akan menangis lebih keras,
bahkan akan mengamuk ataupun hal lainnya yang dapat menyertai tangisannya,
mengamuk akan muncuk sebagai perilaku baru. Jika hal itu terjadi maka dibiarkan
saja walaupun emosi anak akan meneingkat dalam beberapa waktu itu. Nanti
sampai ada muncul rasa bosan anak dengan perilakunya sendiri. Hal inilah
mungkin yang penting dalam teknik ekstingsi. Akan terjadi ledakan yang menjadi
puncak emosi anak. mungkin ini gambaran yang akan terjadi pada malam yang
akan datang setelah malam sebelumnya yang diberikan penguatan pada tangisan
anak.

Untuk membuat efek jera mungkin yang harus dilakukan selanjutny


adalah malam berikutnya lagi jika anak melakukan tangisan ditengah malam lagi.
Maka yang harus kita lakukan adalah dengan mengulang teknik pengabaian yang
sudah kita lakukan malam sebelumnya. Dengan cara seperti itu maka dalam
beberapa waktu anak tidak akan menangis ditengah malam lagi. Namun apa lagi
yang bisa terjadi setelah ini? Yang dapat terjadi adalah apa yang kita sebut dengan
Spontaneous Recovery yang berarti bahwa secara alami perilaku menangis
ditengah malam akan muncul kembali setelah beberapa waktu berhenti. Sama
seperti sebelum diberikan ekstingsi. Hal itu bisa saja terjadi, tetapi jangan bingung
jika hal itu terjadi maka yang akan kita lakukan cukup dengan jangan merespon
kembali. Karena jika perilaku itu muncul kembali dan kita merespon dengan
memberikan perhatian, maka teknik ekstingsi yang kita lakukan sebelumnya akan
gagal. Artinya efek dari ektingsi yang sudah dilaksanakan akan hilang. Maka
perilaku anak yang tidak kita kehendaki akan cenderung ia ulang kembali.

Kemudian ka sus yang kedua adalah contoh dari hasil penelitian Hasazi
dan Hasazi (1972). Para peneliti melihat hal ini bahwa guru memberikan
“perhatian” untuk memperbaiki kesalahan seorang anak yang menuliskan angka
terbalik, perhatian yang sudag diberikan guru itu akan menimbulkan efek
penguatan reinforcing”. Kemudian guru tidak memebrikan perhatiannya lagi
tetapi kesalahan dalam penulisan huruf anak juga menurun. Artinya tidak

14
tergantung pada perhatian yang sudah diberikan guru pada anak tersebut.
Misalnya jika diberikan perhatian, kesalahan akan sedikit dan jika tidak diberikan
perhatian maka kesalahan akan banyak. Tidak seperti itu, disini dipahami bahwa
penguat yang sudah diberikan itu dialihkan yang dengan tujuan agar anak tidak
terbiasa dengan respon yang diberikan gurunya untuk menimbulkan suatu
perilaku.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EXTINCTION

1. Jadwal penguatan sebelum extinction

Jadwal penguatan ikut menentukan apakah hasil extinction akan


menurunkan tingkah laku secara cepat atau perlahan-lahan. Pada pemberianan
atau penjadwalan reinforcement yang kontinyu, setiap saat target perilaku tercapai
maka reinforcement diberikan. sedangkan dalam penjadwalan pemberian
reinforcement yang intermittent (berselang-seling), tidak setiap kali perilaku
target tercapai maka akan diberi penguatan. Saat tingkah laku secara kontinyu
diperkuat (dengan penjadwalan reinforcement yang kontinyu), maka tingkah laku
tersebut akan menurun secara cepat saat reinforcement atau penguat dihentikan.
Di sisi yang lain, saat tingkah laku diperkuat dengan penjadwalan yang berselang-
seling, maka tingkah laku tersebut akan menurun lebih perlahan saat
reinforcement atau penguat dihentikan. Hal ini terjadi karena perubahan dari
reinforcement ke extinction menjadi sangat berbeda (discriminable) ketika tingkah
laku diperkuat setiap kali dibandingkan dengan tingkah laku yang hanya diperkuat
sesekali.

2. Kejadian penguatan setelah extinction

Jika reinforcement atau penguatan muncul saat proses extinction, hal ini
membuat penurunan tingkah laku menjadi lama dan sulit. Hal ini karena
penguatan dari tingkah laku, saat extinction telah dimulai, sejumlah intermittent
reinforcement, menjadikan tingkah laku menjadi lebih resisten untuk extinction.
Sebagai tambahan, jika tingkah laku diperkuat selama episode spontaneous

15
recovery, tingkah laku dapat meningkat pada level ini sebelum extintion.
Contohnya saat tangisan anak di tengah malam telah mengalami extinction,
namun suatu ketika anak menangis lagi dan kita merespons atau memberi
penguatan terhadap tangisannya, maka tindakan kita ini akan menghambat
extinctionnya.

D. KONSEP YANG SALAH TENTANG EXTINCTION

Konsep yang salah mengenai extinction adalah mengartikan extinction


sebagai mengabaikan tingkah laku. Extinction berarti memindahkan reinforcer
untuk suatu perilaku. Abaikan perilaku masalah berfungsi sebagai extinction
hanya jika perhatian adalah reinforcer. Contohnya seperti seorang yang mencuri
pakaian di toko, diperkuat dengan berhasil mendapatkan barang curian yang ada
di toko. Jika salaspeople di toko mengabaikan perilaku orang tersebut, maka hal
ini tidak akan menyebabkan perilaku itu untuk berhenti. Pengabaian terhadap
tingkah laku ini tidak dapat dikatakan sebagai extinction.

16
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ekstingsi fokus untuk menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.


Yang tentu saja dalam hal ini perilaku yang dianggap tidak diinginkan adalah
perilaku yang memang tidak sesuai dengan lingkungannya. Karena itulah penting
untuk mengetahui, memahami dan mempelajari perilaku-perilaku yang mungkin
terjadi pada diri seorang anak. Konsep yang salah mengenai extinction adalah
mengartikan extinction sebagai mengabaikan tingkah laku. Extinction berarti
memindahkan reinforcer untuk suatu perilaku. Mengabaikan perilaku masalah
berfungsi sebagai extinction hanya jika perhatian adalah reinforcer. Dalam
ekstingsi haruslah memeperhatikan prinsip-prinsip dan etika untuk pelaksanaan
teknik ini. Tidak semua kasus penyimpangan perilaku anak dapat ditangani
dengan teknik ekstingsi ini.jika ingin melakukan teknik ini haruslah dengan
pertimbangan bahwa jika dilakukan teknik ini tidak memperparah keadaan
perilaku ada yang sudah ada. Apabila jika dilakukan ekstingsi kemungkinan
perilaku anak tidak akan berhenti maka jangan lakukan ini pada anak. kasus yang
memang cocok untuk dilakukan teknik ekstingsi adalah ketika sebuah perhatian
adalah reinforcer.

B. SARAN

Ketika ingin memakai teknik ini sebagai teknik modifikasi perilaku, maka
yang harus dilakukan oleh guru adalah benar-benar memahami karakteristik anak
dan mempelajari perilaku anak sehingga teknik ini dapat difungsikan dengan
maksimal. Karena memang teknik ini tidak cocok untuk semua kasus yang terjadi.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196002011
987031-SUNARDI/karya_tls-materi_ajar_pdf/MODIFIKASI_PERILAKU.pdf.
Diakses peda tanggal 14 Desember 2016

http://ardirezpector17.blogspot.co.id/2014/05/makalah-adhd-attention-
deficit.html. Diakses peda tanggal 14 Desember 2016

http://www.ilmupsikologi.com/2016/04/Prosedur.Meningkatkan.Perilaku.
dan.Menghilangkan.Perilaku.html. Diakses peda tanggal 14 Desember 2016

http://www.jaymi-psikologi.com/2015/06/modifikasi-perilaku-tehnik-
extinction.html. Diakses peda tanggal 14 Desember 2016

http://dyahsari05.blogspot.co.id/2009/01/modifikasi-perilaku.html\.
Diakses peda tanggal 14 Desember 2016

Zaviera, Ferdinand. 2009. Anak Hiperaktif. Jogjakarta: KATAHATI

18

Anda mungkin juga menyukai