Anda di halaman 1dari 14

ASESMEN BK TEKNIK TES

SEJARAH PENGUKURAN INTELIGENSI/MINAT/BAKAT/THB

Dosen Pengampu :

Shofia Mawaddah

Disusun Oleh (Kelompok 2) :

Nahya Naddahatissilmi (1193151043)

Erlen Christin Irene Laia (1192451016)

Dalila Fauza Nasution (1191151022)

Dinda Nur Octari Rahma (1191151025)

Roma Artauli Siregar (1193351061)

BK REGULER-E

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asesmen BK Teknik Tes
tentang Sejarah Pengukuran Inteligensi/Minat/Bakat/THB ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu
Shofia Mawaddah pada mata kuliah Asesmen BK Teknik Tes. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pengukuran Inteligensi/Minat/Bakat/THB 
dalam Asesmen BK Teknik Tes bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 15 Februari 2021

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inteligensi merupakan salah suatu hal yang penting dalam kehidupan, banyak hal
diberbagai bidang dalam kehidupan disangkutpautkan dengan inteligensi. Inteligensi
adalah perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia, yang mempengaruhi kemampuan
seseorang diberbagai bidang (Nur’aeni, 2012). Inteligensi memiliki peranan penting
dalam kehidupan, salah satunya dalam dunia pendidikan dan pengajaran, masalah
inteligensi merupakan salah satu masalah pokok. Peranan inteligensi dalam proses
pendidikan merupakan hal yang sangat penting sehingga dipandang menentukan dalam
hal berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar

Menurut teori Binet (Suryabrata, 2004) mengenai hakikat inteligensi, salah satunya
adalah kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan
tertentu. Makin cerdas seseorang, akan makin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, tidak
menunggu perintah saja. Semakin cerdas seseorang, maka dia akan semakin tetap pada
tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan suasana lain.
Bakat adalah kemampuan dasar seseorang untuk belajar dalam tempo yang
relatif pendek dibandingkan orang lain, namun hasilnya justru lebih baik. Bakat
merupakan potensi yang dimiliki oleh seseorang sebagai bawaan sejak lahir. Contoh
seorang yang berbakat melukis akan lebih cepat mengerjakan pekerjaan lukisnya
dibandingkan seseorang yang kurang berbakat.
Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal. Sebagian besar anak-anak pasti memiliki bakat, namun bakat ini cepat
menghilang ketika dewasa. Untuk membantu perkembangan potensi manusia, maka
dibutuhkan usaha-usaha pendidikan, baik yang di selenggarakan di sekolah maupun di
luar sekolah, seperti keluarga dan masyarakat luas.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dapat di simpulkan rumusan masalah
sebagai berikut :

1. Apa hakikat inteligensi/minat/bakat/THB?


2. Apa yang dimaksud inteligensi/minat/bakat/THB?
3. Aspek apa saja yang diukur dalam tes inteligensi?
4. Bagaimana bentuk tes?
5. Apa saja kelebihan dan kelemahan nya?
6. Bagaimana admnistrasi tes?
7. Apa faktor dari testee dan tester yang mempengaruhi tes?
8. Apa saja kode etik nya?
9. Bagaimana pemaknaan dan penggunaan data hasil tes dalam layanan BK?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa hakikat inteligensi/minat/bakat/THB
2. Mengetahui inteligensi/minat/bakat/THB
3. Mengetahui aspek apa saja yang diukur dalam inteligensi/minat/bakat/THB
4. Mengetahui bentuk tes inteligensi/minat/bakat/THB
5. Mengetahui kelebihan dan kelemahan tes inteligensi/minat/bakatTHB
6. Mengetahui administrasi tes
7. Mengetahui apa saja faktor dari testee dan tester yang mempengaruhi tes
8. Mengetahui kode etik tes inteligensi/minat/bakat/THB
9. Mengetahui pemaknaan dan penggunaan hasiltes dalam layanan BK
Daftar isi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Intelegensi/Minat/Bakat/THB

Menurut Reber (Syah, 2011: 131) bahwa intelegensi pada umumnya dapat diartikan
sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri
dengan lingkungan dengan cara yang tepat.
Sedangkan menurut Geary (Suryabrata, 2014: 122) menyatakan bahwa intelegensi
dalam bereaksi terhadap waktu “inspeksi” dan kerja memori secara de facto diukur
melalui tes intelegensi standart.
Alfret Biner (Azwar, 2013: 5), seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi
sebagai suatu hal yang terdiri dari tiga komponen, yaitu :

a. Kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan.


b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan.
c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocriticsm.

Dari beberapa pendapat ahli mengenai intelegensi di atas dapat disimpulkan bahwa
hakikat intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan dan
menyesuaikan tindakan guna untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

B. Sejarah Tes Inteligensi

Pada abad XV, di Cina telah berlangsung usaha untuk mengukur kompetensi para
pelamar jabatan sebagai pegawai negara. Untuk dapat diterima sebagai pegawai, para
pelamar harus mengikuti ujian tertulis mengenai pengetahuan Confucian Classics dan
mengenai kemampaun menulis puisi dan komposisi karangan. Ujian ini berlangsung
sehari semalam di tingkat distrik. Kurang dari 75 pelamar yang biasanya lulus dan
mengikuti ujian kemampuan menulis prosa dan sajak. Dalam ujian ke dua ini hanya
kurang dari 10% dari sisa peserta yang dapat lulus. Kemudia ujian tingkat akhir diadakan
di Peking di mana diantara para peserta hanya lulus 3% saja. Dan para lulusan ini dapat
diangkat menjadi pegawai negara.
Rintisan Cattel

Awal perkembangan pengukuran mental berpusat pada kemampuan yang beersifat umum
yang dikenal sebagai tes intelegensi. Usaha pengukuran intelegensi berkembang dalam
kurun waktu yang kurang lebih serempak di Amerika Serikat dan Perancis. Di Amerika,
tokoh pencetus istilah “tes mental” oleh James Mckeen Cattel (1860-1944). Tes yang
dirancang Cattel sarat dengan ukuran aspek sensorik-motorik (indera-gerak) dan
fisiologis. Hal ini disebabkan oleh pergaulan Cattel dengan seorang ahli biologi Inggirs
bernama Francis Galton (1822-1911). Menurut Galton, semakin tinggi intelegensi
seseorang maka tentu semakin baik fungsi indera dan fungsi geraknya.

Skala Binet-Simon

Pada tahun 1905 Binet dan Theodore Simon mencetuskan skala intelegensi yang pertama
yang dikenal dengan nama Skala Binet-Simon. Skala ini mengalami beberapa kali
perubahan. Perubahan pertama pada tahun 1908, pada perubaha kedua pada tahun 1911
perubahan ini membuang tes membaca dan menulis. Perubahan yang paling terkenal
dilakukan oleh Terman pada tahun 1916. Perubahan ini dikenal sebagai perubahan
Stanford dan hasilnya dikenal dengan nama Stnford-Binet dan menjadi skala standar
dalam psikologi klinis, psikiatri dan konseling pendidikan.

Skala Wechsler

Tiga puluh empat tahun setelah diterbitkannya tes intelegensi Binet-Simon, David
Wechsler memperkenalkan tes intelegensi yang dirancang khusus untuk digunakan orang
dewasa. Tes tersebut terbit pada tahun 1939 dan dinamai Wechsler Belleue Intellegent
Scale (WBIS), disebut juga skala W-B. Alasan Wechsler mengembangkan skala W-B
adalah kenyataan bahwa tes intelegensi yang digunakan untuk orang dewasa saat itu
hanya merupakan perluasan dari tes intelegensi untuk anak-anak dengan menambahkan
soal sejenis yang lebih sukar.

C. Tes Intelegensi
Tes intelegensi adalah Tes kemampuan (inteligensi) dimaksudkan untuk mengetahui
prestasi maksimal yang diperlukan dalam meneliti kemampuan dan kecakapan.
Kecakapan merupakan potensi seseorang untuk memperoleh tindakan melalui pelatihan.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai
Tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang
dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis.
D. Aspek yang Diukur

Melalui Tes WISC dapat mendeskripsikan berbagai aspek kecerdasan anak dan dapat
mengukur kemampuan kognitif seseorang dengan melihat pola-pola respon pada tiap-tiap
subtes. Andayani (2001) mengungkapkan bahwa kemampuan yang diukur oleh masing-
masing subtes antara lain:

1. Operasi ingatan jangka-panjang, kemampuan untuk memahami, kapasitas berpikir


asosiatif dan juga minat dan bacaan anak.
2. Kemampuan anak untuk menggunakan pemikiran praktis didalam kegiatan sosial
sehari-hari, seberapa jauh akulturasi sosial terjadi, dan perkembangan conscience atau
moralitasnya.
3. Kemampuan anak untuk menggunakan konsep abstrak dari angka dan operasi angka,
yang merupakan pengukuran perkembangan kognitif, fungsi non-kognitif yaitu
konsentrasi dan perhatian, kemampuan menghubungkan faktor kognitif dan
nonkognitif dalam bentuk berpikir dan bertindak.
4. Kemampuan untuk menerjemahkan masalah dalam bentuk kata-kata ke dalam operasi
aritmatika.
5. Penyerapan fakta dan gagasan dari lingkungan dan kemampuan melihat hubungan
penting yang mendasar dari hal-hal tersebut.
6. Kemampuan belajar anak, banyaknya informasi, kekayaan ide, jenis dan kualitas
bahasa, tingkat berpikir abstrak, dan ciri proses berpikirnya.
7. Identifikasi visual dari objek-objek yang dikenal, bentuk-bentuk, dan makhluk hidup,
dan lebih jauh lagi kemampuan untuk menemukan dan memisahkan ciri-ciri yang
esensial dari yang tidak esensial.

E. Bentuk Tes
Ada tiga macam skala Wechsler, yaitu :
a. Wechsler Preschool and Primary Scale of Intellegency (WPPSI)
WPPSI adalah sebuah tes kecerdasan (intelligence) yang dirancang untuk anak usia 2
tahun 6 bulan sampai 7 tahun 3 bulan, yang diciptakan oleh David Wechsler. Tes ini
merupakan turunan dari tes yang telah diciptakan sejak awal, yaitu Wechsler Adult
Intelligence Scale and the Wechsler Intelligence Scale for Children tests. Sejak publikasi
pertamanya, WPPSI telah direvisi dua kali, pada tahun 1989 dan 2002 diikuti oleh versi
United Kingdom tahun 2003. WPPSI-III dipublikasikan oleh Harcourt Assessment,
sebuah revisi dari WPPSI-R (Wechsler, 1989). Tes ini juga menyediakan subtes dan
gabungan skor dalam mewakili fungsi kecerdasan dalam bahasa dan daerah asal kognitif
yang ditunjukkan. Sebaik penyediaan  sebuah gabungan skor dan mewakili kemampuan
umum kecerdasan seorang anak.
b. Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC)

Tes intelegensi Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) adalah salah satu tes
yang sering dan umum digunakan di dunia psikologi. Tes WISC adalah tes intelegensi
yang paling sering digunakan oleh psikolog. Berdasarkan wawancara kepada 30 psikolog
di Himpunan Psikologi Indonesia Jawa Timur pada tanggal 16 Januari 2016 tentang alat
tes intelegensi yang digunakan, 13 orang menyatakan sering menggunakan WISC, 11
Binet Simon dan 6 orang menggunakan alat tes lainnya. Tes intelegensi WISC adalah tes
intelegensi untuk anak usia 8-15 tahun.
Tes WISC (Wechsler Intelligence Scale For Children). Tes WISC telah dipatenkan
dan diakui secara Tesa internasional. Tes WISC telah terbukti dapat menentukan bakat
anak dengan tepat. Tes WISC merupakan kemajuan penting dalam mengembangkan alat-
alat psikodiagnostik. Lembaga psikologi terapan adalah lembaga yang bergerak dalam
bidang psikologi dengan menggunakan alat-alat psikodiagnostik. Untuk menentukan
bakat anak, lembaga psikologi terapan menggunakan tes WISC. Lembaga tersebut telah
memiliki banyak pengalaman dan kerap melakukan tes WISC di berbagai sekolah di
Indonesia. Tes WISC dilakukan secara manual menggunakan pertanyaan-pertanyaan
yang disampaikan oleh tester (pihak/psikolog yang melakukan tes). Testee (anak yang
akan diteliti bakatnya) diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jawaban yang
diperoleh akan dianalisis, kemudian di telusuri sesuai aturan yang ada untuk
mengetahui bakat anak tersebut.
c. Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS)
Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS) WAIS merupakan salah satu alat tes psikologi
intelegensi dan kecerdasan yang cukup populer digunakan di kalangan psikologi. WAIS,
merupakan alat tes inteligensi atau kecerdasan yang ditemukan oleh David Wechsler.
WAIS merupakan alat tes inteligensi yang dikembangkan dan diperkenalkan pada tahun
1981, dengan nama WAIS – R, merupakan modifikasi dan edisi penerus dari Wechsler –
Bellevue Intelligence Scale yang dibuat pada tahun 1939. WAIS –R merupakan skala
inteligensi yang terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Skala Verbal
Merupakan skala yang digunakan untuk mengukur kemampuan verbal individu,
pengetahuan umum, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan fungsi verbal
individu.
o Information (Informasi)
o Comprehension (Pemahaman)
o Arithmetic (Hitungan)
o Similarities (Kesamaan)
o Vocabulary (Kosakata)
o Digit Span (Rentang Angka)
2. Skala Performance
Skala performance lebih mengarah kepada bagaimana individu mampu untuk
menyelesaikan masalah praktis, dan kemampuan performance dari individu dalam
melakukan suatu hal.
 Picture Completion (Kelengkapan Gambar)
 Picture Arrangement (Susunan Gambar)
 Block Design (Rancangan Balok)
 Object Assembly (Perakitan Objek)
 Coding (Sandi)
 Mazes (Taman Sesat)

F. Klasifikasi Hasil Tes

IQ Kategori
>140 Genius
130-139 Sangat cerdas
120-129 Cerdas
110-119 Di atas rata-rata
90-109 Rata-rata
80-89 Di bawah rata-rata
70-79 Perbatasan
50-69 Lemah pikir
<49 Idiot

G. Kelebihan dan kelemahan


a. Kelebihan
1. Skala Wechsler dapat digunakan dalam diagnosis psikiatri
2. Konselor memiliki kesempatan untuk langsung mengobservasi kliennya, sehingga
konselor bisa mengamati faktor emosional dan neurologis klien selama tes
berlangsung.
b. Kelemahan
1. Skala Wechsler kurang memiliki data yang mendukung validitas ekologi
2. Keterbatasan Wechsler Scale adalah tidak bisa diaplikasikan untuk etnis yang
minoritas atau seseorang yang berasal dari latar belakang social ekonomi rendah

H. Administrasi tes : Alat, Waktu dan Cara pengerjaan


a. Alat-alat yang harus dipersiapkan adalah :
 WISC box
 Lembar jawaban
 Stopwatch
 Alat tulis
b. Waktu
Sama halnya dengan pelaksanaan tes binet, dalam tes WISC juga tester perlu
melakukan rapport secara intens sebelum melakukan pengetesan karena bagaimanapun
menjaga mood dan motivasi anak lebih sulit dibandingkan dengan remaja atau dewasa.
Pelaksanaan tes juga tidak dibatasi oleh waktu, hanya ada beberapa persoalan saja yang
menggunakan batasan waktu.
c. Cara pengerjaan
 Menghitung Usia Norma WISC adalah berdasarkan usia testee sehingga tester
harus mengetahui usia testee saat di tes.
 Melakukan pengetesan. Dalam buku manual WISC terdapat panduan secara detail
apa yang perlu diucapkan oleh tester ketika melaksanakan tes. Tester harus
mengikuti prosedur tersebut dengan baik. Selain itu di dalam manual tersebut juga
terdapat petunjuk terkait soal nomor berapa yang harus diberikan kepada testee,
soal mana yang tidak perlu diberikan serta kapan tester harus berhenti
memberikan pertanyaan dalam setiap sub test, karena memang dalam WISC, tidak
semua soal perlu diberikan kepada testee.
 Melakukan scoring Buku manual WISC juga memberikan informasi kepada tester
nilai yang bisa diberikan dalam setiap jawaban testee (terdapat kunci jawaban).
Setelah semua jawaban diskoring dan ditotal pe rsub tes maka nilai masing-
masing sub test ini menjadi nilai di raw score. Raw score ini perlu dijadikan Scale
Score berdasarkan norma sesuai dengan usia testee.
 Menghitung IQ, IQ yang diperoleh di tes WISC ini ada tiga yaitu IQ Verbal, IQ
Performance dan IQ Lengkap. IQ Verbal didapatkan dari penyesuaian antara
jumlah angka skala verbal dengan norma verbal sesuai dengan usia testee. IQ
Performance di dapatkan dari penyeusian antara jumlah angka skala performance
dengan norma performance sesuai usia testee. Sedangkan IQ Lengkap didapatkan
dari penyesuaian antara jumlah angka skala verbal dan angka skala performance
dengan norma skal lengkap.
I. Faktor dari testee dan tester yang mempengaruhi tes

Pengaruh tester dan testee :

 Rapport
 Jenis kelamin, pengalaman dan ras (lebih ke tester)
 Kecemasan testee
 Motivasi untuk berbohong testee
J. Kode etik
Agar tes intelegensi tidak disalahgunakan, maka disusunlah kode etik yang mengatur
sebuah penggunaan tes. Beberapa prinsip penting yang perlu diketahui oleh berbagai
pihak, termasuk konselor, antara lain sebagai berikut:
1. Penjualan dan distribusi tes intelegensi terbatas pada pemakai yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki wewenang untuk
mengadministrasikan tes itelegensi yang telah dipersiapkan sebelumnya secara
matang untuk dapat melakukan hal tersebut, sehingga tidak semua orang dapat
menjalankan dan mengadministrasikan kegiatan tes intelegensi ini.
2. Skor tes intelegensi hanya boleh disampaikan kepada orang-orang yang mampu
menginterpretasikannya. Individu (testi) yang memperoleh laporan hasil tes
intelegensi selayaknya juga memperoleh penjelasan dari orang yang mengerti dan
mampu menginterpretasikan hasil tes intelegensi tersebut. Hal ini berkaitan dengan
tindakan berikutnya yang akan dilakukan setelah individu (testi) mengerti dan
memahami hasil tes intelegensi yang diperolehnya.
3. Membentuk sikap obyektif testi. Hal ini perlu dilakukan karena bagaimapun
kondisinya, tes intelegensi merupakan alat atau media yang dapat digunakan untuk
memahami diri sendiri dengan lebih baik, hal ini perlu dilakukan karena adanya
kemungkinan testi memiliki prasangka tertentu dalam menginterpretasikan sebuah
hasil tes.
4. Tes yang digunakan telah teruji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Tes intelegensi
yang masih dalam tahap pengembangan tidak boleh digunakan, hal ini dikarenakan
tingkat validitas dan reliabilitasnya belum teruji
K. Pemaknaan dan penggunaan data hasil tes dalam layanan BK
Penggunaan data hasil tes dalam layanan BK adalah untuk keperluan bahan diagnostik
(baik diagnostik kesulitan belajar maupun diagnostik kesulitan pribadi lainnya) bahan
informasi dalam layanan penempatan pemilihan program khusus, pemilihan kelanjutan
studi, pemilihan lapangan kerja dan penempatan lainnya.
Adapun penggunaannya untuk layanan Bimbingan dan Konseling antara lain:
a. Layanan orientasi
b. Layanan informasi
c. Layanan penempatan dan penyaluran
d. Layanan penguasaan konten
e. Layanan konseling perorangan
f. Layanan bimbingan dan kelompok
g. Layanan mediasi
h. Layanan konsultasi

Pemaknaan hasil tes untuk memberikan makna terhadap skor yang dihasilkan suatu tes
dipergunakan beberapa teknik statistik, antara lain deviasi standar, rata-rata, korelasi, dan
prediksi.
BAB III

Anda mungkin juga menyukai